Tinta Media: Islam
Tampilkan postingan dengan label Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Islam. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 23 November 2024

Buruh Sejahtera dalam Sistem Islam



Tinta Media - Menteri Koordinator Bidang Keamanan dan Politik Budi Gunawan mengimbau pemerintah daerah untuk berhati-hati dalam menetapkan upah pekerja di kabupaten/kota (UMK). Beliau juga mengatakan bahwa penetapan upah itu rawan menjadi kebijakan populis pemerintah daerah. (tirto.id, 7/11/2024)

Pertumbuhan ekonomi  akan terganggu jika UMP tidak rasional atau terlalu tinggi. Hal ini menyebabkan penurunan rekrutmen pekerja, mendorong pekerja ke sektor informal hingga berujung pada ketidakpatuhan pekerja pada aturan perusahaan, kata Budi di Sentul, Bogor, Kamis 7 Nopember 2024. Budi menghimbau agar pemerintah daerah berhati-hati dalam pembuatan Peraturan Daerah terkait upah minimun yang berpotensi menimbulkan gejolak di masyarakat.

Memang benar, masalah upah minimun pekerja sudah menjadi polemik berkepanjangan. Tuntutan kenaikan upah terjadi hampir setiap tahun. Apalagi dalam tahun 2025, ternyata upah buruh itu tidak seimbang/ sepadan dengan kenaikan pajak tahun 2025. Walaupun ada kenaikan upah minimun tapi harga-harga berbagai kebutuhan dasar rakyat juga naik. Lagi-lagi rakyat dibuat tercekik dan menderita. 

Bagaimana tidak? Pada dasarnya, upah buruh saat ini memang belum mampu untuk mencukupi kebutuhan keluarga, karena standar upah minimun hanya untuk satu individu saja. Padahal, pada umumnya seorang kepala keluarga dituntut untuk menafkahi seluruh anggota keluarga. Apalagi dalam kondisi ekonomi seperti sekarang ini dengan harga-harga yang serba naik, tentu tidak akan cukup. Ini sungguh mengiris hati.

Tidak dimungkiri, dalam pandangan negara kapitalis, buruh/pekerja hanya dianggap sebagai faktor produksi atau alat untuk mendapatkan keuntungan. Pengusaha berusaha agar mendapatkan untung besar, tetapi dengan biaya atau pengeluaran sedikit mungkin. Standar upah diatur sesuai dengan kebutuhan hidup di tempat mereka tinggal. Maka dari itu, upah minimun buruh itu berbeda-beda di setiap wilayah. 

Jika sudah demikian, buruh selalu dibuat tidak berkutik dengan berbagai peraturan pemerintah daerah yang selalu berpihak pada pengusaha. Begitulah sejatinya konsep negara kapitalis dalam memosisikan buruh/pekerja, mustahil akan membela kepentingan rakyat. Yang ada, rakyat justru dijadikan objek bisnis demi meraih cuan. 

Buruh pun selalu menjadi korban kapitalis yang harus tunduk pada peraturan pengusaha dan penguasa. Tidak ada ruang bagi buruh untuk tawar-menawar, sehingga bukan hal aneh jika buruh selalu protes tiap tahunnya menuntut kenaikan. Mirisnya, tuntutan-tuntutan selalu tidak didengar. Demo buruh bagaikan tradisi tahunan tanpa ada solusi hakiki.

Perlakuan seperti itu tidak akan dirasakan oleh rakyat ketika berada dalam negara yang menerapkan aturan Islam. Islam datang membawa aturan yang menyeluruh. Salah satunya adalah pengaturan tentang upah pekerja/ buruh. Di dalam sistem Islam, setiap warga negara terutama buruh akan mendapatkan haknya dengan baik. Nasib buruh justru akan sangat sejahtera dan dihargai dalam sistem Islam. 

Tidak ada aturan upah minimun, tetapi konsep upah adalah akad dan kesepakatan saling rida antara buruh dan pengusaha. Sehingga, tidak ada keterpaksaan dan tidak ada yang dirugikan.  Upah akan disesuaikan dengan bidang pekerjaan, misalnya ringan atau berat hingga masalah waktu/jam kerja. Keadilan untuk buruh bisa dilihat dari pemberian upah yang tepat waktu, tidak diundur atau digeser waktu pemberian upahnya.

Dari Abdullah bin Umar ia berkata bahwa Rasulullah ï·º bersabda, 

“Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya.” (HR Ibnu Majah dan Ath-Thabrani).

Khalifah sebagai kepala negara akan selalu memantau kondisi rakyat, terutama dalam masalah upah buruh, agar jangan sampai ada rakyat yang terzalimi dan tidak mendapatkan haknya, termasuk para buruh.

Negara memperhatikan akad pekerja dengan pemberian pekerjaan agar tidak ada yang dilanggar. Hal ini karena Islam memandang bahwa setiap manusia, buruh, atau pengusaha adalah sama-sama memiliki hak untuk hidup layak, tercukupi semua kebutuhan dasar hidupnya. Indahnya konsep pemberian upah kepada buruh iu hanya akan terwujud dengan sebuah institusi negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam naungan daulah khilafah Islamiyyah.

Jadi, selama masih menggunakan sistem kapitalisme sekuler, maka polemik upah buruh akan terus terjadi. Walhasil, kesejahteraan dan keadilan buruh hanya ilusi.
Wallahu a'lam bishawab.




Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Pengelolaan Keuangan dalam Sistem Kapitalis vs Sistem Islam



Tinta Media - Dalam sistem kapitalis, mengatur dan mengatasi masalah finansial atau keuangan akan menjadi sulit. Sebagaimana yang digambarkan dalam, Film Home Sweet Loan yang dirilis pada 26 September 2024 dan disutradarai oleh Sabrina Rochelle Kalangie, yang diadaptasi dari novel populer karya Almira Bastari. Film Indonesia terbaru ini menarik perhatian karena mengangkat tema generasi sandwich, mewakili perjuangan finansial generasi muda yang harus mendukung keluarganya sambil merintis kehidupan mandiri. Ceritanya berfokus pada karakter Kaluna (diperankan oleh Yunita Siregar), yang harus mengatasi tuntutan finansial dari keluarganya sembari mewujudkan impiannya untuk memiliki rumah sendiri.

Memang, mengatur keuangan dalam sistem kapitalisme sering kali sulit karena beberapa faktor struktural dan perilaku. Berikut analisis mendalam mengenai tantangan utama yang dihadapi individu dalam sistem kapitalis.

Pertama, ketimpangan pendapatan dan distribusi kekayaan. Dalam kapitalisme, distribusi kekayaan sering kali sangat tidak merata. Sebagian besar kekayaan terkonsentrasi di tangan segelintir orang atau perusahaan besar. Hal ini membuat mayoritas masyarakat bekerja dengan upah yang tidak cukup tinggi untuk membangun kekayaan atau menabung secara signifikan. Sementara kebutuhan hidup terus meningkat, banyak orang menghadapi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar, sehingga sulit untuk mengelola keuangan jangka panjang.

Kedua, dorongan untuk konsumsi berlebihan, karena sistem kapitalisme didukung oleh siklus konsumsi yang konstan. Iklan, media sosial, dan budaya konsumtif membuat masyarakat terdorong untuk terus membeli produk baru atau mengikuti tren konsumsi. Kondisi ini mengarah pada gaya hidup berlebihan dan keinginan untuk memiliki barang-barang yang mungkin tidak dibutuhkan, yang pada akhirnya membebani keuangan pribadi.

Ketiga, utang konsumtif yang tinggi. Penyebabnya, sistem kredit dalam kapitalisme mempermudah akses ke utang, yang memungkinkan individu membeli barang atau layanan di luar kemampuan finansial mereka. Kredit konsumtif, seperti kartu kredit dan pinjaman berbunga tinggi, cenderung menambah beban keuangan jika tidak dikelola dengan baik. Individu sering kali terjebak dalam siklus utang yang sebagian besar pendapatan digunakan untuk membayar bunga dan cicilan daripada untuk menabung atau investasi produktif.

Keempat, fluktuasi ekonomi yang tidak stabil. Kapitalisme sering kali mengalami fluktuasi ekonomi yang bisa memengaruhi kestabilan keuangan individu, seperti resesi atau krisis keuangan yang mengakibatkan pemutusan hubungan kerja atau pemotongan upah. Dalam kondisi seperti ini, orang yang sebelumnya memiliki stabilitas ekonomi bisa dengan cepat kehilangan pendapatan, yang pada gilirannya mengganggu perencanaan keuangan mereka.

Kelima, kurangnya pendidikan keuangan. Meskipun mengelola uang adalah keterampilan penting dalam sistem kapitalisme, pendidikan keuangan masih kurang diberikan sejak usia dini. Kebanyakan orang belajar tentang pengelolaan keuangan secara otodidak atau dari pengalaman pribadi yang penuh risiko, tanpa dasar pendidikan yang memadai dalam hal investasi, tabungan, dan perencanaan keuangan jangka panjang.

Keenam, tekanan sosial dan standar hidup. Dalam sistem kapitalisme, ada tekanan sosial untuk mempertahankan standar hidup tertentu yang sering kali tidak realistis dan mengakibatkan pengeluaran yang berlebihan. Media sosial memperkuat tekanan ini, mendorong orang untuk menghabiskan lebih banyak agar dapat menampilkan gaya hidup yang tampak ‘sukses’ atau mengikuti standar masyarakat. Hal ini sering kali berujung pada pengeluaran yang tidak proporsional dengan pendapatan dan membatasi kemampuan untuk menabung.

Ketujuh, prioritas jangka pendek terhadap keuntungan. Kapitalisme menekankan pada pencapaian keuntungan jangka pendek, baik di level perusahaan maupun individu. Hal ini membuat banyak orang fokus pada hasil cepat atau kesuksesan finansial instan daripada membangun keuangan yang berkelanjutan. Kesulitan ini diperburuk oleh iklim investasi berisiko tinggi, karena keuntungan jangka pendek lebih diutamakan daripada keamanan dan stabilitas keuangan jangka panjang.

Secara keseluruhan, tantangan pengelolaan keuangan dalam kapitalisme merupakan kombinasi dari faktor struktural, perilaku, dan sosial yang memengaruhi kemampuan individu dalam membangun stabilitas finansial.

Berbeda dengan sistem Islam, pengelolaan keuangan diatur dengan prinsip-prinsip yang menekankan keseimbangan antara hak pribadi dan tanggung jawab sosial, serta penggunaan harta secara etis dan produktif. 

Berikut adalah beberapa prinsip utama dalam pengelolaan keuangan menurut Islam. 

Pertama, konsep kepemilikan dan titipan. Islam mengajarkan bahwa harta yang dimiliki seseorang sejatinya adalah titipan dari Allah. Individu bertindak sebagai pengelola  atas harta tersebut, yang berarti pengelolaan keuangan harus dilakukan dengan bijaksana dan bertanggung jawab untuk kebaikan pribadi, keluarga, dan masyarakat.

Kedua, larangan riba (bunga). Riba atau bunga dianggap sebagai praktik yang tidak adil dan merugikan, sehingga dilarang dalam Islam. Sistem riba dinilai dapat merugikan ekonomi masyarakat dengan memberikan beban finansial berlebihan kepada pihak yang lemah. Sebagai gantinya, Islam mendorong pembiayaan melalui akad-akad yang adil, seperti mudharabah (kemitraan bisnis) dan musyarakah (pembagian keuntungan) untuk mendorong usaha produktif yang saling menguntungkan.

Ketiga, zakat dan sedekah. Zakat merupakan kewajiban keuangan bagi umat Islam yang berfungsi untuk redistribusi kekayaan. Zakat sebanyak 2,5% dari harta yang mencapai nisab (batas minimum kekayaan yang dikenai zakat) ditujukan untuk membantu mereka yang kurang mampu, sehingga mengurangi kesenjangan ekonomi dalam masyarakat. Selain zakat, sedekah (pemberian sukarela) juga dianjurkan sebagai bentuk kepedulian sosial.

Keempat, membatasi konsumsi dan menghindari israf (pemborosan). Islam mengajarkan untuk hidup sederhana dan menghindari konsumsi yang berlebihan atau pemborosan. Konsep israf atau pemborosan dianggap tidak sesuai dengan prinsip Islam karena menghamburkan harta tanpa manfaat. Sebaliknya, Islam mendorong untuk memenuhi kebutuhan secara moderat dan menyisihkan harta untuk kebutuhan masa depan serta untuk tujuan-tujuan kebaikan.

Secara keseluruhan, Islam mengatur pengelolaan keuangan dengan menekankan nilai keadilan, kesederhanaan, dan tanggung jawab sosial yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat. Prinsip-prinsip ini tidak hanya membantu individu mengelola keuangan secara sehat, tetapi juga mengurangi ketimpangan ekonomi dalam masyarakat.

Oleh: Hana Sheila
Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok

Sabtu, 16 November 2024

Perlindungan Hakiki bagi Guru dalam Perspektif Islam


Tinta Media - Maraknya kasus guru yang dipidana hanya karena memberi pendidikan kepada siswa kini sedang hangat diperbincangkan oleh publik. Salah satunya adalah kasus guru honorer Supriyani yang dilaporkan seorang polisi karena menghukum anak didiknya di Sulawesi Tenggara (Sultra). Hal ini mencerminkan kenyataan bahwa masih banyak guru yang mengalami diskriminasi dan penghakiman yang tidak adil dalam menjalankan tugas mendidik mereka.

Sebelumnya, beberapa kasus serupa telah terjadi, seperti kasus Maya guru di SMPN 1 Bantaeng, Mubazir di SMAN 2 Sinjai Selatan, Darmawati di SMAN 3 Parepare, dan bahkan kasus guru Zaharman yang mengalami kebutaan permanen, karena kekerasan yang dilakukan oleh orang tua siswa setelah guru tersebut menegur siswa yang merokok di lingkungan sekolah.

Dalam sistem kapitalisme sekuler saat ini, guru menghadapi tantangan yang kompleks dalam membimbing generasi. Selain kurangnya kesejahteraan yang diberikan negara kepada para guru, ada tambahan beban administratif serta sistem pendidikan yang memberi tekanan pada prestasi dan angka. Ini menjadikan proses mendidik semakin rumit, terlebih ketika upaya mendidik mereka diinterpretasikan negatif oleh pihak-pihak lain, membuat mereka rentan terhadap tuntutan hukum, terutama setelah undang-undang perlindungan anak diadopsi.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan kriminalisasi terhadap guru, selain interpretasi yang salah terhadap tindakan pendidikan sebagai kekerasan, perbedaan dalam pemahaman tujuan pendidikan antara berbagai pihak seperti orang tua, guru, masyarakat bahkan negara memberikan kontribusi besar dalam masalah ini. Misalnya, orientasi pendidikan saat ini lebih tertuju pada angka-angka prestasi atau kesiapan kerja karena adanya tekanan dari masyarakat dan dunia kerja. 

Banyak orang percaya bahwa tingkat kesuksesan seseorang dapat diukur dari prestasi akademik atau kesiapan kerja mereka. Oleh karena itu, pendidikan saat ini cenderung fokus pada hal-hal tersebut untuk mempersiapkan generasi muda menghadapi persaingan di dunia kerja yang semakin ketat. Namun, pemerintah melupakan pentingnya penekanan pada moral dan agama untuk pengembangan karakter, dan kecerdasan emosional dalam pendidikan.

Bermacam-macam masalah ini muncul di dalam era kapitalisme sekuler sebagai akibat dari pemisahan individu dan negara dari agama, sehingga negara sekuler sering kali memiliki undang-undang yang kurang kuat, karena semata-mata didasarkan pada pemikiran manusia yang terbatas. Contohnya, UU Perlindungan Anak dan UU Guru menjadi terlihat bertentangan.

Sistem kapitalisme juga telah mendorong materialisme yang berdampak pada pendidikan dan tujuannya. Dalam sistem ini, negara hanya fokus pada perubahan kurikulum tanpa memberikan dampak positif yang signifikan pada hasil pendidikan karena tujuannya hanyalah menghasilkan generasi yang siap bekerja. 

Orang tua juga berharap perubahan ekonomi keluarga melalui pendidikan. Sebagai akibatnya, guru semakin terpinggirkan dalam masyarakat yang lebih memprioritaskan hasil akhir dan keuntungan materi, sementara kesejahteraan dan perlindungan hukum bagi guru semakin menurun tanpa diperhatikan.

Jika situasi seperti ini terus dibiarkan, maka wajar jika guru enggan menegakkan kedisiplinan terhadap murid, yang sejatinya juga akan berdampak negatif pada hasil pembelajaran. Namun, pertanyaannya adalah bagaimana guru dapat tetap fokus untuk melaksanakan tugas mulia mereka di tengah kriminalisasi profesi yang semakin meningkat?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu memahami perbedaan antara tugas mengajar dan mendidik. Seorang guru bertanggung jawab tidak hanya untuk memberikan pengetahuan, tetapi juga membimbing siswa dalam memahami nilai-nilai kehidupan. Pendidikan bukan hanya tentang memberikan informasi, tetapi juga membentuk karakter siswa secara etis dan moral. Sebab, pendidikan tidak hanya berfokus pada peningkatan kecerdasan kognitif, yang mana informasi dapat dengan mudah diakses melalui teknologi dan internet saat ini. Namun, nilai-nilai yang disampaikan oleh guru dalam proses pendidikan tidak dapat tergantikan oleh teknologi. Oleh karenanya, pendidikan mencakup aspek moral dan karakter yang tidak bisa digantikan oleh mesin atau kecerdasan buatan.

Di dalam paradigma Islam, profesi guru sangatlah mulia, karena ilmu adalah sumber kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Rasulullah mementingkan pendidikan dan pengajaran, serta menghargai guru sebagai penyebar ilmu dan nilai-nilai agama. Oleh karenanya, Islam mendorong umatnya untuk terus belajar dan mengajarkan ilmu kepada orang lain. Kehadiran guru bukan hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai pembentuk karakter generasi mendatang.

Oleh karenanya, penghormatan terhadap guru ditekankan dalam Islam, misalnya, para orang tua siswa dianjurkan untuk menjaga adab terhadap guru. Salah satu adab yang perlu diterapkan oleh murid dan orang tua terhadap guru adalah tidak mencari-cari kesalahan guru tersebut. Bukankah Allah Swt. dalam ayatnya menegaskan bahwa tidak baik mencari-cari keburukan orang lain dan menggunjing? Sehingga, para guru merasa aman dan terlindungi dalam proses belajar mengajar dalam sistem pendidikan Islam berbasis akidah Islam.

Demikian sebaliknya, motivasi utama guru dalam mengajar adalah untuk mendapatkan pahala sebanyak-banyaknya. Bukankah Rasulullah saw. mengatakan bahwa amal seseorang akan terus berlanjut setelah kematiannya melalui tiga hal, yang salah satunya adalah ilmu yang bermanfaat. 

Untuk menjadi guru berkualitas dalam Islam, maka fokus utama harus diberikan melalui pengajaran terbaik kepada siswa karena Allah.


Sementara, selain bertanggung jawab dalam menyediakan pendidikan yang merata dan berkualitas untuk seluruh rakyatnya, negara juga sebagai penanggung urusan umat yang wajib menjaga implementasi tujuan pendidikan Islam dengan menetapkan kurikulum yang sesuai dengan akidah Islam. Ini harus dilaksanakan agar mata pelajaran dan pendekatan pengajaran selalu berlandaskan pada nilai-nilai Islam. 

Negara juga harus memuliakan profesi guru dengan memberikan kesejahteraan melalui sistem penggajian yang adil. Berbagai kebijakan tersebut didasarkan pada Al-Qur'an dan Sunah, sehingga memiliki kekuatan hukum yang valid untuk menyelesaikan masalah.

Dengan berkolaborasi antara guru, siswa, orang tua, dan negara, niscaya akan tercapai tujuan pendidikan Islam. Maka, perlindungan hak guru dan murid juga terjamin oleh negara yang menerapkan aturan Islam secara menyeluruh, sehingga dapat menciptakan generasi yang berkarakter dan membangun masa depan yang gemilang.
Wallahu'alam.



Oleh: Indri Wulan Pertiwi
Aktivis Muslimah Semarang

Jumat, 15 November 2024

Pentingnya Belajar Sejarah Peradaban Islam

Tinta Media - Pakar Sejarah Islam Salman Iskandar menjelaskan pentingnya belajar sejarah peradaban Islam.

"Penting sekali mempelajari sejarah kaum muslim, supaya banyak generasi termotivasi untuk mengawali lagi perbaikan demi perbaikan. Sehingga masa depan terwujud dengan kemuliaan, kemegahan, kehebatan, kejayaan, dan kegemilangan," ujarnya dalam tayangan video: Seberapa Penting Belajar Sejarah Peradaban Islam di kanal Youtube Ngaji Subuh,  pada Selasa (29/10/2024).

Menurutnya, dengan memperhatikan masa lalu, umat Islam akan mampu memperbaiki masa depan. "Nah, membincangkan berkenaan dengan masa lalu dalam terminologi ilmu itu adalah, histori atau sejarah. Sehingga perlu kita memahami berkenaan dengan historiografi dan lebih utama ketika kita mempelajari berkenaan dengan Islamic historiography atau pembabakan rekam jejak sejarah Islam," ungkapnya

Salman menilai, benefit ketika seseorang mempelajari sejarah peradaban Islam yaitu mampu memahami keimanan dan keislaman seseorang. 

"Bisa memahami gerak perjuangan di generasi terdahulu yang mampu untuk mewujudkan Islam sebagai rahmat bagi semesta, seperti perjuangan Rasulullah, perjuangan sahabat generasi Salaf dan juga para khalifah terkemuka pada masanya. Dalam konteks ini, upaya yang bisa kita lakukan, ketika kita menyaksikan kaum muslim terpuruk dalam berbagai seni kehidupan," ungkapnya.

"Artinya, kalau kita ingin memiliki karakteristik, habits, tabiat, keadaan yang sama maka kita harus memperbaiki diri," imbuhnya.

Dalam proses ini, kata Salman, membutuhkan ilmu, butuh berkenaan dengan  motivasi, inspirasi agar kemudian kita mudah untuk berjuang.

"Karena berangkat dari belajar masa lalu, selaras dengan memperbaiki masa depan kita sebagaimana tuntunan yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah," pungkasnya.[] Novita Ratnasari

Senin, 04 November 2024

Kepemimpinan dalam Islam


Tinta Media - 
Galuh Muda menggelar sebuah diskusi dengan tema "Menguji Kapabilitas Calon Bupati Kabupaten Bandung." Acara ini menjadi wadah bagi Gen Z untuk menguji kapabilitas para calon bupati. Dari dua calon bupati yang diundang, hanya Dadang Supriatna yang hadir dan berdiskusi dengan Gen Z. Acara ini menjadi  kesempatan bagi para calon bupati untuk mendengarkan aspirasi dan kritik langsung dari generasi muda.

Gen Z berharap, 
calon pemimpin tidak cukup dengan popularitas dan modal tampang saja, tetapi harus mempunyai kapabilitas mumpuni dan komitmen yang tinggi untuk menyejahterakan masyarakat.

Saat ini, sedang ramai orang berlomba-lomba mengejar jabatan, berebut kedudukan, bahkan menjadikannya sebagai sebuah obsesi hidup. Jabatan dipandang sebagai sebuah “aset”, karena berkonsekwensi mendatangkan keuntungan, kemudahan, dan setumpuk keistimewaan lainnya. Mereka saling berebut mengejar jabatan, kedudukan, tanpa mengetahui bagaimana kemampuannya, layak atau dirinya daimemegang jabatan (kepemimpinan) tersebut.

Kemampuan berpolitik menuntut seseorang untuk memiliki kemampuan mengurus rakyat yang didasarkan atas pengalaman-pengalaman berpolitik secara intens dan kontinyu. Politik dalam pemerintahan demokrasi memang identik dengan kepentingan dan kekuasaan yang seakan-akan tidak berbatas. Dalam sistem demokrasi pasti terjadi kompromi-kompromi sesuai kepentingan masing-masing, baik antara personal, partai politik, ataupun kompromi politik dengan rezim zalim sekalipun.

Meski demokrasi diartikan kedaulatan di tangan rakyat, tetapi dalam praktiknya kedaulatan itu hanyalah doktrin yang tidak pernah terealisasi. Rakyat hanya memiliki otoritas untuk memilih para wakil mereka supaya bisa duduk dikursi pemerintahan. Itu pun otoritas yang telah dibatasi dan diarahkan oleh partai dan kapitalis melalui proses politik yang ada. Rakyat hanya memiliki otoritas memilih orang yang sudah disaring oleh parpol dan proses politik. Artinya, yang mereka pilih sebagai wakil adalah orang-orang yang telah ditunjuk oleh parpol, bukan pilihan murni dari rakyat itu sendiri.

Saat ini yang harus dilakukan adalah mengganti sistem demokrasi dengan sistem Islam, yakni khilafah yang mampu menyelesaikan politik saat ini. Islam menggariskan pemimpin diraih dengan syarat yang ditentukan syariat dan mendapat dukungan nyata dari umat. 

Metode pengangkatan khalifah yang telah ditetapkan syariat adalah baiat dari umat.
Syariat telah menetapkan bahwa kekuasaan milik umat. Artinya, umat memiliki hak dalam memilih kepala negara (khalifah) yang akan mengurusi urusan mereka. Namun, untuk wali, amil, dan mu'awin, mereka dipilih melalui penunjukan khalifah terpilih.

Sementara, prosedur praktis yang bisa menyempurnakan pengangkatan khalifah sebelum dibaiat boleh menggunakan bentuk yang berbeda-beda. Pencalonan khalifah diseleksi oleh Mahkamah Mazalim dan dinyatakan layak ketika memenuhi ketujuh syarat in'iqod berikut, yakni muslim, laki-laki, baligh, berakal, adil, merdeka, mampu.

Syarat ini juga menyangkut pemahaman khalifah ketika menjalankan urusan rakyat sesuai Al-Qur'an dan as-Sunnah, serta kesiapannya untuk menerapkan Islam secara kaffah dan konsisten. Setelah diverifikasi oleh Mahkamah Mazhalim, maka mereka yang dinyatakan lolos diserahkan kepada Majelis Umat. 

Selanjutnya Majelis Umat akan melakukan musyawarah untuk menentukan mereka yang memenuhi kualifikasi, yakni:

Pertama, hasil keputusan Majelis Umat akan menetapkan enam nama calon.

Kedua, dari keenam calon itu kemudian dipersempit lagi menjadi dua nama saja.

Keputusan Majelis Umat ini bersifat mengikat, sehingga tidak boleh ada lagi penambahan calon lain selain calon yang ditetapkan oleh Majelis Umat. Dua calon inilah yang akan diserahkan kepada umat untuk diambil suara mayoritas.

Demikianlah Islam telah menggariskan kedudukan pemimpin (khalifah) diraih dengan syarat yang ditentukan syariat dan mendapat dukungan nyata dari umat karena dikenal ketakwaan dan kapasitasnya menjalankan seluruh perintah syariat. Wallahu A'alam Bisshawab.





Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media

Rabu, 30 Oktober 2024

Cegah Stunting dengan Islam


Tinta Media - Upaya penurunan angka prevalansi stunting untuk mewujudkan generasi emas Indonesia dilakukan CARE Indonesia dengan pendanaan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), melalui program percepatan penurunan stunting di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Peluncuran program percepatan penurunan stunting ini disampaikan oleh Purbaya Yudhi Sadewa selaku Ketua Dewan Komisioner LPS. Ini merupakan inisiasi yang menjadi bagian dari bantuan sosial LPS Peduli Bakti Bagi Negeri. Program ini menyasar anak-anak dengan kondisi stunting, underweight, wasting, serta ibu hamil dengan kondisi energi kronis (KEK), anemia, dan ibu menyusui.

Penurunan prevalensi stunting ini menjadi salah satu program utama Pemerintah Kabupaten Bandung dan memerlukan dukungan dari seluruh pihak, termasuk korporasi dan lembaga masyarakat.

Jika diteliti lebih lanjut, negeri ini memang kaya sumber daya alam, tetapi miskin pemimpin amanah yang bertanggung jawab menyejahterakan rakyat.

Aneh jika masalah stunting yang sistemik malah ditangani lembaga seperti LPS. Stunting ini masalah global, bukan Kabupaten Bandung saja. Ada 22% balita (sekitar 149 juta balita) di dunia mengalami stunting. Enam jutaan ada di Indonesia. Jadi, tidak logis jika negara tidak berperan utuh menyelesaikannya.

Lebih aneh lagi, karena masalah stunting belum juga selesai, pemerintah malah minta keterlibatan masyarakat untuk menyelesaikannya. Padahal, tata ekonomi yang rusak dan perilaku korup penguasalah yang menyebabkan urusan gizi masyarakat ini tidak kunjung beres. 

Jika ingin generasi terutama di Kabupaten Bandung ini baik, maka stunting harus diselesaikan dengan serius, karena selain berpengaruh pada kondisi fisik, juga akan berpengaruh pada intelektualitas anak-anak. Ujung-ujungnya, generasi lemah dalam menguasai bermacam- macam keahlian.

Kasus stunting yang disebabkan kurang gizi sangat berkaitan erat dengan kemiskinan. Mirisnya, kemiskinan masih menjadi masalah utama di Indonesia yang belum terselesaikan hingga saat ini, terlebih di tengah naiknya berbagai sembako dan pasca pandemi. 

Akibatnya, masyarakat tak mampu memenuhi kebutuhan gizi secara lengkap. Maka, wajar jika angka stunting masih tergolong tinggi ketika negara menerapkan sistem kapitalisme.

Sistem yang berorientasi pada materi ini telah menyebabkan banyaknya warga miskin. Mirisnya lagi, penyelesaian masalah stunting dalam negara yang menerapkan sistem kapitalisme justru dikembalikan kepada masyarakat dengan menganjurkan pemenuhan kebutuhan gizi secara mandiri.

Hal ini berbeda dengan sistem Islam. Islam akan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat dengan baik. Dalam sistem Islam, untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, negara akan menjamin terpenuhinya kebutuhan asasi manusia, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Selain itu, negara juga mendistribusikan kekayaan alam secara merata ke seluruh pelosok negeri. Sehingga, tidak akan terjadi kemiskinan atau ketimpangan sosial seperti saat ini.

Untuk mencegah terjadinya stunting, pusat pelayanan kesehatan akan memberikan konsultasi gizi dan penyuluhan gratis. Negara juga akan membangun pos-pos makanan untuk mengolah bahan-bahan menjadi makanan yang memiliki kandungan gizi, ataupun memberikan bantuan seperti susu, telur, minyak, dan lain sebagainya. 

Semua ini pastinya didukung oleh sistem ekonomi Islam yang mengatur kepemilikan negara dan kepemilikan umum berupa sumber daya alam yang wajib dikelola untuk menyokong kesejahteraan rakyat. Karena pengelolaan itulah, negara Islam akan sangat mampu memenuhi kebutuhan dasar dan hak-hak rakyat sehingga bisavhidup dalam keadaan sejahtera dan bahagia.

Semua ini bisa diwujudkan dan diatasi secara tuntas ketika negara menerapkan Islam secara kaffah (menyeluruh) di seluruh bidang kehidupan. Wallahu A'lam Bisshawwab.



Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media

Kamis, 24 Oktober 2024

Guru Mulia dalam Naungan Sistem Islam


Tinta Media - Dalam rangka memperingati penandatanganan Rekomendasi UNESCO/ILO 1966 tentang Status Guru, hari guru sedunia diperingati setiap tanggal 5 Oktober sejak tahun 1994. Rekomendasinya adalah menetapkan standar internasional untuk persiapan awal dan pendidikan lanjutan mereka sebagai pengajar serta menetapkan hak tanggung jawab guru. Ada 76 perwakilan negara dan 35 organisasi internasional yang terlibat dalam konferensi tersebut. (KOMPAS.com)

Sejarah ditetapkannya hari guru sedunia adalah sejak adanya konferensi UNESCO di Paris tanggal 5 Oktober. Akhirnya, UNESCO menetapkan tanggal 5 Oktober sebagai hari guru sedunia. Seorang pengajar harus bertanggung jawab atas pendidikan murid, itulah makna kata "guru" dalam konferensi tersebut. Sedangkan penghargaan dan kedudukan yang diberikan pada guru atas kompetensinya sebagai guru, itulah makna "status".

Tidak dimungkiri bahwa peran guru sangatlah penting bagi generasi penerus bangsa. Untuk bisa menghasilkan generasi penerus bangsa yang tangguh memang butuh pengajar/guru yang kompeten agar pembinaan terhadap murid bisa menghasilkan anak didik yang cerdas dan bertakwa. Akan tetapi sayang, berbagai persoalan di dunia pendidikan, seperti murahnya gaji guru di tengah kondisi ekonomi yang serba sulit, kurikulum yang berubah-ubah yang membuat pusing guru dan murid masih terus menjadi polemik hingga saat ini. Belum lagi masalah sarana prasarana pendidikan, hingga ada sekolah yang tidak mempunyai gedung. 

Di sisi lain, fakta terang benderang terkait guru pendidik yang sering terbukti melakukan tindak kekerasan seksual kepada murid juga menambah pelik persoalan di dunia pendidikan. 

Mungkin kita berpikir, kenapa bisa seperti itu?  Guru yang seharusnya menjadi panutan justru sering berbuat hal-hal di luar nalar. Namun setelah ditelaah, ternyata kerusakan moral guru dan murid saat ini juga disebabkan karena faktor sistemik, yaitu imbas dari penerapan sistem yang rusak dan merusak, yaitu kapitalisme sekuler liberal. Sistem ini menjauhkan peran agama dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. 

Agama hanya ada di ranah pribadi dalam hal ibadah ritual saja, tidak punya tempat untuk mengatur kehidupan bernegara. Ditambah tidak adanya kontrol masyarakat yaitu amar maruf nahi mungkar di tengah masyarakat, wajar kalau jati diri guru sebagai pendidik generasi pun hilang. Terbukti dengan banyaknya kasus guru yang melakukan pelecehan seksual, hingga menimbulkan kematian. Sungguh itu sangat disayangkan.  

Islam mempunyai konsep yang mampu mencetak guru berkualitas dan berkepribadian Islam sehingga mampu mendidik siswa menjadi generasi muda tangguh yang beriman dan bertakwa. Tentu ini diwujudkan dengan sistem pendidikan Islam, yaitu sistem yang berlandaskan akidah Islam. 

Tujuan pendidikan dalam Islam adalah membentuk individu yang bersyaksiyah Islamiyyah (berkepribadian Islami). Itulah tugas dan kewajiban seorang Khalifah dalam mengatur negara. Seorang Khalifah adalah pengurus urusan rakyat, dan bertanggung jawab penuh agar rakyat bisa sejahtera. Seorang Khalifah menyadari betul bahwa apa yang diperbuatnya akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah Swt.

Negara Islam sangat memperhatikan masalah pendidikan, mulai dari gaji guru/pendidik, fasilitas sekolah yang bagus, serta biaya yang murah bahkan gratis. Profesi guru sangat dimuliakan dalam sistem Islam dengan diberi gaji yang besar. Hal itu sesuai dengan perannya sebagai pencetak generasi emas. Dengan begitu seorang guru/ pendidik akan mampu mencukupi kebutuhan dasar hidup dan fokus pada pekerjaan, tidak perlu mencari kerja sampingan lagi. 

Negara Islam adalah negara independen yang mengalokasikan semua anggaran yang berasal dari baitul maal, bukan dari pajak yang ditarik dari rakyat seperti halnya dalam sistem demokrasi kapitalis.

Sejarah pernah membuktikan bahwa Islam sangat memuliakan guru, seperti pada masa Shalahuddin al-Ayyubi. Pada masa itu, gaji guru sangat besar, yaitu sekitar 11—40 dinar, sangat fantastis. Jika di rupiahkan, itu senilai Rp42—153 juta. Oleh karena itu, kehidupan guru sangat terjamin kesejahteraannya. 

Tidak ada istilah guru honorer dalam Islam. Semua sama, tidak ada perbedaan. Dengan begitu, akan lahir  guru-guru yang kompeten dan profesional yang mampu melahirkan generasi penerus yang tangguh, beriman dan bertakwa. Begitulah kesejahteraan guru di dalam Islam yang pernah terjadi pada masa khilafah.

Jadi, pada dasarnya perayaan hari guru sedunia atau nasional tidak memberikan pengaruh kecuali hanya sekadar seremonial belaka. Hanya dengan adanya institusi negara yang menerapkan Islam secara kaffah itulah satu-satunya jalan menuju perubahan yang hakiki. Dengan cara inilah problematika dunia pendidikan termasuk kesejahteraan guru akan terselesaikan dengan baik. Wallahu a'lam bishawab.



Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Korupsi Menggurita, Islam Solusi Sempurna


Tinta Media - Kasus korupsi yang semakin menjamur menjadi musuh bersama. Sebab, dampaknya sangat merusak tata kelola pemerintahan, terutama menghambat pembangunan dan kerugian pada negara dan masyarakat. Kondisi ini mendorong Pemerintah Kabupaten Bandung untuk mengadakan program sosialisasi antikorupsi. Maka dari itu, Sekda kabupaten Bandung Cakra Amiyana mengadakan acara sosialisasi budaya kerja antikorupsi dengan diikuti oleh para ASN yang diselenggarakan di hotel Grand Sunshine Soreang, Kabupaten Bandung, Rabu 25/9/2024. 

Program menjadi komitmen bersama demi meningkatkan kualitas para ASN. Program ini sekaligus juga menjadi upaya untuk mendukung misi ke-4 pemerintah daerah Kabupaten Bandung, yakni mengoptimalkan tata kelola pemerintahan melalui birokrasi yang profesional dan tata kehidupan masyarakat yang berdasarkan nilai-nilai keagamaan.

Dalam acara tersebut, Cakra menegaskan bahwa sudah seharusnya seorang ASN memiliki nilai-nilai integritas. Artinya, mereka harus bertindak secara konsisten. Antara tingkah laku dan perkataan harus sesuai dengan nilai-nilai yang dianut sehingga menumbuhkan budaya sikap antikorupsi, karena sejatinya ASN adalah pengemban amanah yang harus menjadi garda terdepan dalam dalam menjalankan integritas tersebut.

Cakra menekankan tiga hal penting yang harus dijalankan oleh para ASN, di antaranya:

Komitmen terhadap integritas setiap aparatur pemerintah, pencegahan melalui sistem yang kuat dengan sistem pengawasan dan akuntabilitas di semua sektor, serta penanaman budaya kerja antikorupsi sejak dini dengan  sikap jujur, mandiri, tanggung jawab, berani, sederhana, peduli, disiplin, adil dan kerja keras. Inilah yang menjadi sembilan nilai antikorupsi. Cakra berharap, kegiatan tersebut menjadi ilmu yang bermanfaat bagi semuanya sehingga Kabupaten Bandung mampu mewujudkan program BEDAS (bangkit, edukatif, dinamis, agamis dan sejahtera).

Tidak ada yang keliru dengan upaya pemerintah dalam menekan budaya korupsi saat ini. Akan tetapi, tuntutan ASN 
sebagai garda terdepan dalam menumbuhkan budaya dan sikap antikorupsi dinilai tabu. Sebagaimana kita ketahui bahwa para pelaku korupsi didominasi oleh para pekerja pemerintahan dan terjadi di hampir semua lembaga atau instansi pemerintahan. 

Maka, upaya tersebut jelas kontradiktif dengan 
realitas yang ada. Walaupun tidak menafikan bahwa praktik korupsi juga terjadi di luar pemerintahan. 

Bukan sekali dua kali upaya yang sudah dilakukan untuk memberantas korupsi, tetapi budaya korupsi tidak akan pernah bisa dihilangkan jika sistem yang diterapkan tidak mampu memberikan kesejahteraan dan membentuk kesalihan individu, masyarakat, dan pemerintahan. 

Sudah menjadi rahasia umum bahwa korupsi semakin meningkat baik dari jumlah pelaku ataupun nilai materi yang fantastis yang diembat oleh para pejabat pemerintahan yang melibatkan anggota DPR dan DPRD, serta juga kalangan swasta dan pejabat eselon. Bahkan, para kepala daerah banyak yang terlibat korupsi dari walikota/bupati ataupun kepala desa dan aparatnya. Tak mau ketinggalan, para aparat penegak hukum pun terjerat kasus korupsi. Yang lebih memprihatinkan, korupsi bahkan melibatkan pimpinan KPK dan para pegawai KPK. 

Fakta ini menunjukan bahwa tata kelola pemerintahan sangat begitu buruk. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi di antaranya: 

Pertama, faktor individu yang memiliki sifat lemah sehingga tidak tahan godaan uang suap. 

Kedua, faktor lingkungan/masyarakat, seperti adanya budaya suap atau gratifikasi. 

Ketiga, faktor penegakan hukum yang lemah, misalnya adanya sikap tebang pilih terhadap pelaku korupsi, serta sanksi bagi koruptor yang tidak menimbulkan efek jera.

Semua faktor tersebut berpangkal dari penerapan sistem kapitalisme sekularisme. Dalam kehidupannya, masyarakat senantiasa berkiblat pada Barat seperti nilai-nilai kebebasan dan hedonisme. Korupsi merupakan salah satu  kerusakan akibat paham kebebasan dan hedonisme ini.

Berbeda jika yang diterapkan adalah sistem Islam. Kepemimpinan dan kekuasaan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt.  Oleh karena itu, setiap permasalahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat akan dituntaskan sesuai dengan hukum Islam. Selain itu, solusi yang diberikan tidak hanya muncul ketika ada masalah, tetapi sistem Islam mampu mencegah manusia sedari dini dari perbuatan-perbuatan yang jelas dilarang oleh agama. Seperti hal nya korupsi, Islam akan memberikan solusi sistemis dan ideologis terkait pemberantasannya.

Adapun langkah untuk memberantas ataupun mencegah korupsi dilakukan dengan cara: 

Pertama, penerapan ideologi Islam yang meniscayakan penerapan syariat Islam secara sempurna dalam segala aspek kehidupan yang bersandar pada Al-Qur'an dan as-Sunah. 

Kedua, ada syarat bagi mereka yang mencalonkan diri menjadi pemimpin ataupun pejabat pemerintahan, yakni takwa dan zuhud. Ketamwaan seorang pemimpin menjadi kontrol awal agar tidak berbuat maksiat ataupun melakukan perbuatan tercela. Ketaqwaan akan menjadikan seorang pejabat dalam melaksanakan tugasnya selalu merasa diawasi oleh Allah Swt.

Ketika takwa dibalut dengan rasa zuhud, yakni memandang rendah dunia dan qanaah dengan pemberian, maka para penguasa dan pejabat akan senantiasa menjadikan rida Allah sebagai tujuan hidupnya. 

Ketiga, pengurusan setiap permasalahan umat harus sesuai dengan tuntunan syariat Islam. 

Keempat, penetapan sanksi tegas yang berefek jera dan mencegah kasus serupa muncul berulang. Hukuman tegas tersebut bisa dalam bentuk publikasi, stigmatisasi, penyitaan harta, pengasingan, cambuk, hingga hukuman mati.

Maka dari itu, sudah seharusnya kita menjadikan Islam sebagai ideologi dalam kehidupan ini. Cukup sudah kesengsaraan yang kita rasakan saat ini. Waktunya kita hidup sejahtera di bawah naungan Islam. Wallahu'alam bisshawab.


Oleh: Tiktik Maysaroh 
(Aktivis Muslimah Bandung)


Rabu, 16 Oktober 2024

Kepemimpinan Perempuan dalam Islam



Tinta Media - Hj. Renie Rahayu Fauzi, SH., legislator dari PKB dikukuhkan sebagai Ketua DPRD Kabupaten Bandung periode 2024-2029. Sebagai ungkapan terima kasih, ia berjanji memberikan bukti kerja nyata, pengabdian, dan memfasilitasi masyarakat Kabupaten Bandung sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin DPRD Kabupaten Bandung.

Sebagai ketua DPRD, Renie mengajak semua anggota dewan untuk meningkatkan komunikasi dengan masyarakat, serta menjaga keharmonisan dengan eksekutif dan yudikatif, sehingga bisa membawa kemajuan Kabupaten Bandung dalam berbagai aspek.

Perempuan di zaman sekarang cenderung ingin merobohkan asumsi mayoritas masyarakat tentang peran perempuan sebagai suporter laki-laki dari belakang saja. Perempuan dianggap tidak mempunyai peluang besar untuk ikut berperan seperti halnya laki-laki.

Sistem sekuler kapitalisme yang diterapkan di negeri ini telah menyebabkan buruknya kondisi perempuan. Ada anggapan bahwa semua itu terjadi akibat belum terwujudnya kesetaraan gender. Solusinya adalah perempuan harus setara dengan laki-laki, termasuk dalam bidang politik.

Maka, kita perlu membuktikan kebenaran dari fakta tersebut. Faktanya, pergantian orang di kursi kekuasaan sudah berkali-kali terjadi, bahkan perempuan pernah menduduki posisi tertinggi sebagai penentu kebijakan maupun di legislatif. Akan tetapi, hal tersebut tidak menyelesaikan masalah. 

Keadaan justru tidak kunjung berubah, bahkan makin parah. Perempuan justru dijadikan sebagai tulang punggung, bahkan alat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dunia. Semua itu dilegalkan atas nama kesetaraan gender. Alhasil, alih-alih membawa kesejahteraan bagi perempuan, kesetaraan gender justru menyengsarakan perempuan itu sendiri dan menghancurkan keluarga serta generasi.

Tidak jarang, akibat ditariknya perempuan dari ranah domestik ke ranah publik dengan dalih kesetaraan gender, muncul komunikasi yang terhambat bagi perempuan kepada suaminya, juga masalah pengasuhan terhadap anak-anak. 

Perempuan memang berperan dalam menyelamatkan masyarakat dari kehancuran dan keterpurukan. Namun, apakah benar anggapan bahwa banyaknya kebijakan yang tidak pro-rakyat seperti sekarang ini semata-mata disebabkan karena perempuan tidak disertakan dalam pengambilan keputusan?

Jika dicermati lebih jauh, permasalahan yang sebenarnya bukan terletak pada siapa penentu kebijakan, apakah dia laki-laki atau perempuan, tetapi lebih kepada sistem yang sedang diterapkan.

Saat ini, sistem dalam kehidupan kita adalah sekuler kapitalisme yang melahirkan sistem pemerintahan demokrasi. Konsekuensinya adalah terjadinya pemisahan antara agama dari kehidupan. Demokrasi meniscayakan adanya kedaulatan di tangan rakyat. Rakyatlah yang berdaulat untuk membuat undang-undang hasil musyawarah dari para anggota dewan.

Kalau hanya dilihat dari sisi kemampuan dan kapabilitas laki-laki maupun perempuan, tentu keduanya punya potensi yang sama. Maka, mereka sepakat bahwa 30% kursi perempuan harus memenuhi kuota anggota DPR/DPRD. Ini selaras dengan perjuangan kesetaraan gender yang diaruskan sang penguasa adidaya.

Beginilah jika hidup dalam sistem kapitalisme. Rasa bangga, merasa berprestasi diukur dengan standar yang bertentangan dengan syari'at Islam.

Jangankan menjadi ketua DPRD, menjadi anggotanya pun sudah tidak benar, karena DPRD seperti halnya DPR, DPD, MPR berbeda dengan Majelis Umat dalam Islam. DPR ini memiliki tiga fungsi, yaitu fungsi pengawasan, fungsi legislasi (menyusun dan membahas undang-undang), dan fungsi anggaran.

Berbeda dengan Majelis Umat dalam Islam. Majelis umat adalah orang-orang yang mewakili kaum muslimin dalam menyampaikan pendapat sebagai bahan pertimbangan bagi Khalifah. Bahkan, orang-orang nonmuslim pun diperbolehkan menjadi anggota Majelis Umat untuk menyampaikan pengaduan tentang kezaliman para penguasa dalam pelaksanaan hukum-hukum Islam. Jadi, baik laki-laki ataupun perempuan, haram hukumnya berada di DPR/DPRD, karena ada fungsi legislasi. Fungsi ini sesungguhnya milik Allah Swt.

Jadi, jelas perempuan dilarang menduduki kursi kebijakan apalagi sebagai pemimpin dan membuat undang-undang. Akan tetapi, perempuan diberi peluang untuk beraktivitas politik di ranah publik. Perempuan diwajibkan juga melakukan amar makruf nahi mungkar sebagaimana laki-laki. Perempuan diperbolehkan menjadi anggota majelis syuro yang berfungsi sebagai lembaga musyawarah dan muhasabah kepada penguasa.

Sudah saatnya kita bergerak membangunkan umat dari keterlenaan. Ini tidak akan pernah terwujud selama umat Islam mencampakkan aturan Allah, dan juga berhukum berdasarkan akal dan hawa nafsunya. Sebaliknya, umat akan mulia dan meraih kemenangan jika menerapkan Islam secara kaffah. Wallahua'alam bishshawab.


Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media

Rabu, 09 Oktober 2024

Pendidikan Dikapitalisasi, Rakyat Butuh Solusi Islam




Tinta Media - Sejumlah siswa SMP terekam kamera sedang melakukan kegiatan belajar mengajar dengan duduk lesehan sambil mendengarkan guru. Mereka duduk hanya beralaskan terpal warna biru karena tidak ada kursi maupun meja.
Dalam vidio, aktivitas tersebut  berlangsung di SMPN 60 Bandung. DetikJabar pun menelusuri hal tersebut dan memang betul adanya. Namun, karena jadwal siswa masuknya di siang hari, maka detikJabar tidak melihat secara langsung.

Rita Nurbaiti (Humas SMPN 60 Bandung) juga mengakui bahwa memang SMPN 10 belum mempunyai gedung sekolah sehingga kegiatan belajar mengajar siswa masih menumpang di SDN Ciburuy Regol. Untuk meja dan kursi memang ada, dan hanya bisa disimpan di teras sekolah.
Kondisi seperti itu terjadi sejak sekolah tersebut didirikan, yaitu tahun 2018. Orang tua murid pun selalu menanyakan tentang kapan gedung sekolah akan dibangun mengingat jumlah siswa yang cukup banyak.

Pendidikan adalah hak seluruh manusia yang harus difasilitasi dengan sarana prasarana pendidikan yang memadai oleh negara. Namun sayang, adanya sistem zonasi juga berpengaruh terhadap masalah yang terjadi di dunia pendidikan saat ini. Impian untuk bisa masuk sekolah favorit terkendala masalah zonasi. Imbasnya,  kesenjangan sangat terlihat di dunia pendidikan. Ada sekolah yang full siswanya, ada pula yang satu sekolah hanya menampung beberapa murid saja. 

Mirisnya, ternyata masih ada sekolah yang tidak mempunyai gedung, hingga sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan belajar mengajar. Ini sangat disayangkan. Semua karut-marut dunia pendidikan tidak lepas dari pengaruh sistem yang diterapkan saat ini, yaitu sistem kapitalisme sekuler. Sehingga, muncul kapitalisasi di berbagai sektor. Salah satunya adalah sektor pendidikan. Jika sudah begitu, negara pun abai terhadap masalah sarana pendidikan. 

Akibat Kapitalisasi Pendidikan 

Pendidikan dikapitalisasi sedemikian rupa sehingga yang bisa mengenyam pendidikan  berkualitas dengan sarana prasarana yang memadai hanya orang kaya saja. Sementara, kalangan ekonomi menengah ke bawah akan terpinggirkan. Ini terbukti dengan ketiadaan gedung sekolah sehingga siswa harus belajar dengan beralaskan terpal. Terlihat jelas bahwa sistem kapitalisme sekuler tidak pernah berpihak kepada rakyat. Rakyat justru menjadi sasaran ketidakadilan. 

Sebenarnya, ada anggaran pendidikan yang dikucurkan pemerintah. Namun faktanya, tetap saja ada sekolah yang kondisinya memprihatinkan.  Anggaran pendidikan sangat rentan menjadi ladang korupsi dan diselewengkan. 

Bahkan, untuk sarana kebersihan sekolah seperti sapu dan alat pel lantai dibeli oleh para orang tua murid dengan inisiatif mengumpulkan uang kas setiap bulan. Terlihat jelas bahwa pendidikan dalam sistem kapitalisme ibarat barang dagangan, siapa yang mampu dan punya uang, maka dengan mudah bisa mengenyam pendidikan di sekolah favorit dengan segala sarana dan prasarana yang memadai. 

Islam Solusi Tuntas Dunia Pendidikan

Dalam Islam, masalah pendidikan menjadi prioritas yang betul-betul harus perhatikan dengan memberikan sarana dan prasarana yang bagus. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan tanpa memandang miskin ataupun kaya. 

Hal ini karena dalam Islam, pendidikan adalah kebutuhan dasar setiap individu rakyat.  Pendidikan merupakan kunci membentuk peradaban yang gemilang. Sehingga, negara sebagai raa'in (pengurus) akan betul-betul serius memperhatikan masalah pendidikan, mulai dari insfratruktur, guru-guru yang kompeten, dan segala sarana prasarana yang menunjang kegiatan belajar mengajar.

Anggaran pendidikan diberikan oleh negara dari baitul mal. Karena itu, sudah menjadi kewajiban bagi negara untuk mengurus urusan rakyat. Sehingga, para orang tua tidak akan berat menanggung beban biaya pendidikan. 

Sebagai kepala keluarga, seorang ayah hanya fokus mencari nafkah untuk kebutuhan sehari-hari, sedangkan seorang ibu fokus mendidik anak-anak dan mengurus urusan rumah tangga. 

Dengan menerapkan sistem ekonomi Islam, pemimpin negara akan mengurus urusan rakyat sesuai ketentuan syariat Islam. Pengelolaan sumber daya alam sesuai syariat akan mampu menghasilkan pundi-pundi rupiah yang fantastis, kemudian dialokasikan sesuai dengan kebutuhan di berbagai sektor, termasuk sektor pendidikan. 

Walhasil, tak ada aturan yang mampu menyelesaikan masalah kecuali hanya dengan kembali pada aturan Allah Swt. yang tidak mungkin mengecewakan. 

Negaralah yang menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan, seperti halnya dulu pernah gemilang selama berabad-abad lamanya. Jadi, wahai kaum muslimin, marilah tunduk pada aturan Allah sebagai bentuk keimanan. Mari Istikamah dalam gerbong perjuangan mengembalikan kehidupan Islam, Allahuakbar! Wallahu a'lam bishawab.




Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media



Rabu, 25 September 2024

Sistem Pendidikan Islam Mampu Mencetak Generasi Muda yang Bertakwa



Tinta Media - Rabu malam, Kompas TV memberikan penghargaan pada pemerintah Kabupaten Bandung terkait daerah layak anak  2024. Sandi Apriatna mewakili Dadang Supriatna menerima penghargaan tersebut. 

Sandi menjelaskan bahwa  pemerintah daerah sudah seharusnya memberikan pelayanan edukasi kepada anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. Tiga muatan lokal, yaitu bahasa Sunda, pendidikan bahasa, baca Al-Qur'an dan mengaji telah digulirkan di sekolah guna mempersiapkan generasi muda berkarakter dan mempunyai akhlak yang baik. Bahkan, program guru ngaji datang ke sekolah pun digulirkan dengan harapan agar anak-anak lebih melek baca Al-Qur'an. (HIBAR)

Memang, generasi muda berakhlak mulia dan berkarakter merupakan modal penting bagi sebuah negara. Berbagai program pun digulirkan sehingga mendapat apresiasi dari berbagai pihak. Pencapaian prestasi sebagai kota layak anak dianggap sebagai sebuah prestasi yang membanggakan di berbagai wilayah. Namun, fakta kenakalan remaja seperti bullying, tawuran, kekerasan pada anak hingga pembunuhan semakin merajalela akibat moral generasi yang semakin rusak. Setiap hari kita disuguhi berita-berita menyayat hati yang justru dilakukan oleh anak-anak di bawah umur sekalipun. Pergaulan bebas merajalela, mengakibatkan terjadinya perzinaan hingga pencabulan. 

Sistem pendidikan ala sekuler materialistik telah nyata berhasil merusak moral generasi. Negara dengan sistemnya telah gagal melahirkan anak-anak dan generasi muda yang saleh dan bertakwa. Semua berawal dari negara yang menerapkan sistem batil demokrasi dengan segala turunannya yang melahirkan aturan-aturan berbasis keuntungan dan manfaat, termasuk urusan pendidikan. 

Sekularisme yang memisahkan masalah kehidupan dengan agama menyebabkan segala perilaku tidak diatur dengan syariat. Sehingga, munculah berbagai macam perbuatan yang kebablasan di kalangan masyarakat, termasuk generasi muda. 

Apresiasi dan penghargaan hanya sekadar formalitas, tidak terbukti nyata dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Kita bisa lihat dengan gamlang bahwa generasi muda saat ini justru semakin rusak. Oleh sebab itu, jangan biarkan sistem pendidikan sekuler materialistik terus melenggang di negeri ini sampai kebablasan, hingga kebebasan berperilaku ini terus merasuki generasi muda yang notabene adalah generasi penerus bangsa. Seharusnya mereka menjadi agen perubahan, generasi muda beriman dan bertakwa, serta takut kepada Allah Swt.

Walhasil, untuk mewujudkan masyarakat dan generasi muda yang tangguh, maka kita harus beralih pada sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam  sebagai rol model. Inilah asas mendasar dan pondasi yang kuat sebagai konsekwensi keimanan. Pondasi inilah yang akan mampu menjauhkan generasi muda dari pemikiran-pemikiran kufur. Penerapan sistem pendidikan Islam telah terbukti mampu melahirkan peradaban yang gemilang pada zamannya dengan lahirnya para cendekiawan dan para ahli sains dan teknologi. 

Semua terbukti dalam sejarah kejayaan Islam di masa lampau yang bisa menjadi contoh untuk kita semua. Bukan tidak mungkin bahwasanya semua bisa terwujud kembali dengan terus berjuang menyampaikan Islam ke masyarakat. Kita jelaskan bahwa mencetak generasi muda yang tangguh hanyalah dengan sistem pendidikan Islam saja, yaitu dengan adanya sebuah institusi negara khilafah. Wallahu a'lam bishawab.


Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Senin, 23 September 2024

Politik Demokrasi Mahal, Islam yang Paling Andal



Tinta Media - Fenomena wakil rakyat menggadaikan surat kuasa (SK) pasca dilantik adalah potret mahalnya biaya politik demokrasi. Saat ini, perilaku hedonis dari para wakil rakyat dan biaya politik yang tinggi di Indonesia telah meningkatkan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. 

Profesor Anang Sujoko, seorang pengamat politik dari Universitas Brawijaya menilai bahwa tindakan tersebut cukup memprihatinkan. Biaya proses demokrasi yang sangat mahal dapat menjadi alasan beratnya beban bagi para anggota legislatif yang terpilih. 
( www.detik.com/7/9/2024)

Pemilihan umum adalah momen penting dalam sebuah negara demokratis. Namun, biaya politik yang mahal dapat menghambat partisipasi orang-orang yang tidak memiliki cukup dana untuk mengikuti proses pemilihan. Pada akhirnya, orang-orang yang mampu membayar biaya politiklah yang akan memiliki kesempatan terbaik untuk mencapai kesuksesan dalam pemilihan.

Besarnya dana kampanye dan praktik jual beli suara menjadi faktor terpenting dalam demokrasi. Ditambah dengan adanya kecenderungan masyarakat bergaya hidup hedonistik yang dipengaruhi oleh sistem kapitalisme sekuler, terutama bagi mereka yang memiliki akses lebih terhadap sumber daya dan kekayaan. Semua hal tersebut menjadi akar dari masalah korupsi dalam sistem politik saat ini. Para politisi yang terpilih karena menggunakan uang cenderung menjadi korup dan mencari keuntungan sebanyak mungkin, karena mereka tidak mau rugi setelah terpilih menjadi pejabat.

Selain itu tingginya biaya politik juga menjadi penyebab maraknya praktik oligarki kapitalistik, di mana para politisi yang ingin maju dalam pencalonan didukung oleh para oligarki. Para politisi yang terpilih karena didanai oleh kelompok tertentu cenderung memprioritaskan kepentingan diri sendiri atau kelompoknya daripada kepentingan publik. Hal ini jelas merugikan masyarakat karena kepentingan publik tidak diutamakan dalam pengambilan keputusan politik.

Dalam paradigma Islam, jabatan adalah  amanah yang harus diemban dengan sungguh-sungguh. Landasan pandangan tersebut berasal dari akidah dan standar yang digunakan adalah hukum syara'. Oleh karena itu, segala tindakan yang dilakukan oleh pejabat publik harus berpijak pada nilai-nilai kepemimpinan yang dibangun dengan memperhatikan kepentingan umat. Namun, dalam demokrasi hampir semua pejabat publik tidak memenuhi standar tersebut.

Dalam politik Islam, terdapat tujuh pilar atau perangkat yang membentuk pemerintahan, di antaranya khalifah, muawin, wali, kadi, amiruljihad, majelis umat, dan jihaz idari. Khalifah merupakan pemimpin tertinggi dalam pemerintahan Islam yang memastikan penerapan hukum Islam di negara Islam. 

Selain itu, sistem Islam juga mampu memangkas biaya politik yang mahal. Contohnya, pemilihan khalifah dilakukan dalam waktu singkat, paling lambat 3 hari 3 malam saja,  tidak seperti dalam demokrasi yang memakan waktu lama dan mahal. 

Pemilihan khalifah juga tidak dilakukan secara reguler, yaitu 5 tahun sekali. Sebab, khalifah tetap menjadi kepala negara selama tidak melanggar syariat Islam, sehingga tidak menguras biaya yang besar. 

Adapun kepala daerah, mereka dipilih oleh khalifah dan dapat diberhentikan kapan saja. Sistem politik Islam juga tidak disibukkan dengan pilkada rutin yang menguras energi, menimbulkan konflik, dan melibatkan biaya yang besar. 

Meski demikian, rakyat tidak perlu khawatir jika khalifah menjadi diktator. Sebab, rakyat tetap diperbolehkan mengoreksi kepala negara yang menyimpang dari kewajibannya. Ini karena dalam sistem Islam terdapat  Mahkamah Mazhalim yang akan siap mengadili perselisihan antara rakyat dan penguasa. 

Selain itu, di dalam Islam, dikenal Majelis Umat (MU), yaitu wakil langsung dari umat, bukan wakil partai. Fungsinya adalah melakukan muhasabah dan syuro. 

Berbeda dengan wakil rakyat saat ini (DPR), MU tidak memiliki fungsi legislasi (menetapkan hukum). Sebab, menetapkan hukum adalah hak Allah, sementara menerapkan hukum adalah tugas khalifah. Meski demikian, majelis umat bisa memberi masukan, tetapi sifatnya tidak mengikat. 

Syarat menjadi anggota MU juga sangat mudah. Sebab, baik muslim ataupun non-muslim dibolehkan menjadi anggota MU. Ini karena anggota MU dipilih berdasarkan kemampuan dan niat murni, bukan berdasarkan iklan atau pencitraan yang berbiaya mahal. Dengan demikian, penyalahgunaan jabatan dan korupsi dapat diminimalisir. 

Keberadaan MU dalam sistem politik tentunya dapat membantu mengatasi permasalahan yang kerap terjadi. Sebab, melalui MU, umat dapat menyampaikan pengaduan tentang kezaliman para penguasa atau penyimpangan dalam pelaksanaan hukum. 

Dengan adanya sistem politik Islam, campur tangan kapitalis dalam pembuatan UU yang berbahaya juga tidak akan ada. Sebab, dalam Islam, kedaulatan ada di tangan syariat, bukan pada manusia. Sehingga, para kapitalis tidak akan bisa membuat atau memengaruhi berbagai kebijakan dan produk hukum sebagaimana dalam demokrasi. Sebab, sumber hukum dalam sistem Islam adalah Al-Qur’an dan Sunah. 

Dengan demikian, jelas bahwa politik dalam Islam berjalan efektif, murah, dan efisien. Kendati kondisi hari ini telah demikian rusak akibat sistem kapitalis demokrasi, tetapi kita masih memiliki harapan. Dengan upaya keras, kita akan dapat memperbaiki sistem politik kita. Caranya mengganti sistem hari ini dengan sistem Islam. Wallahu alam.



Oleh: Indri Wulan Pertiwi 
Aktivis Muslimah Semarang 

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab