Tinta Media: Islam
Tampilkan postingan dengan label Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Islam. Tampilkan semua postingan

Kamis, 04 Juli 2024

Tapera Salahnya di Mana?

Tinta Media - Belakangan ini tengah ramai para pengusaha dan buruh menolak diadakannya pungutan Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA). Kebijakan ini termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menekennya. 

Kebijakan ini menuai berbagai penolakan. Pasalnya, peraturan pemerintah ini mewajibkan pemotongan gaji pekerja swasta 2,5% dan 0,5% pungutan dari perusahaan swasta untuk membantu pembelian rumah. Tentu saja hal ini justru semakin menambah beban rakyat. 

Potongan gaji sebesar 3% sebagai pungutan Tapera ini akan menambah deretan panjang potongan gaji karyawan. Pasalnya, hal itu bersamaan dengan potongan yang lainnya, seperti pungutan BPJS kesehatan, pensiun hingga jaminan hari tua, PPH, PPN sehingga sangat terasa mencekik rakyat, baik kelas atas, menengah, ataupun kelas bawah.

Dilansir dari SINDOnews.com (30/5/2024), banyak orang yang mulai penasaran berapa gaji anggota komite dan jajaran komisioner dan deputi komisioner BP Tapera. Gaji para pegawai Tapera diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 9 Tahun 2023 tentang honorarium, insentif, dan manfaat tambahan lainnya. Bahkan, dalam setiap bulannya gaji para pegawai BP Tapera bisa mencapai higga Rp43 juta rupiah.

Presiden Partai Buruh, Said Iqbal mengatakan bahwa hitungan iuran tabungan perumahan rakyat (Tapera ) sebesar 3% tidak masuk akal. Tidak ada kepastian apakah buruh dan peserta Tapera akan otomatis mendapatkan rumah setelah bergabung. 

Mengingat Tapera adalah Tabungan sosial, maka dalam jangka waktu 10 tahun sampai 20 tahun ke depan, uang yang terkumpul adalah Rp12.600.000 hingga Rp25.200.000. Apakah ada  dalam 20 tahun ke depan rumah dengan harga sekian? (INDOnews.com, 29/5/2024)

Tapera Solusi Tidak Tepat

Tapera atau Tabungan Perumahan Rakyat yaitu program untuk memenuhi kebutuhan rumah setiap orang agar dapat hidup sejahtera, bertempat tinggal, dan bisa mendapatkan lingkungan hidup yang layak. Diduga, Tapera hanya dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan atau dikembalikan pokok simpanan berikut hasil pemungutannya setelah kepesertaan berakhir. Namun, bukannya disetujui banyak kalangan, kebijakan ini malah ditentang banyak pihak, dengan alasan:

Pertama, para pekerja dengan deretan potongan gaji semakin panjang, gajinya tidak sebanding dengan biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin meningkat.

Kedua, Tapera sangat berpeluang menjadi lahan baru untuk korupsi. Dengan simpanan yang begitu panjang, tidak ada yang bisa menjamin dana simpanan tetap diam di tempatnya. Apalagi, Tapera yang sifatnya wajib makin membuat masyarakat curiga apalagi dalam pengelolaannya yang tidak jelas.

Ketiga, bukankah setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan, kesehatan, dan kehidupan yang layak, termasuk perumahan? Akan tetapi, mengapa hak itu menjelma menjadi kewajiban yang menuntut masyarakat untuk bekerja keras memenuhi kebutuhannya sendiri, melayani dirinya sendiri? Bukankah tugas negara adalah melayani dan melindungi warga negara? .

Hal ini dikarenakan negara tidak paham tugasnya sebagai pengatur dan pelayan rakyat. Negara hari ini mengusung sistem kapitalisme yang mengukur semua dari untung dan rugi dalam mencari materi. Sehingga, mindset para pemimpin negara adalah bagaimana memfasilitasi rakyat dengan uang rakyat sendiri.

Hal ini tentu berbeda dalam pandangan Islam yang menjadikan rumah sebagai salah satu  kebutuhan pokok yang wajib untuk dipenuhi oleh negara tanpa harus ada pungutan. Hal ini karena negara dalam Islam adalah pengurus rakyat. 

Rasulullah ﷺ bersabda, “Imam (Khalifah) adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya.” (HR Bukhari)

Hal ini membuktikan bahwa negara Islam bukan pengumpul dana rakyat. Negara hanya bertugas memenuhi kebutuhan rakyat dengan memberikan kemudahan dalam pembelian tanah dan bangunan dengan harga yang sangat terjangkau atau murah. Negara  juga memenuhi kebutuhan pokok yang lain seperti sandang, pangan dengan menetapkan kebijakan pangan yang murah. Mencari nafkah mudah sebab negara berkewajiban menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat.

Tugas seorang pemimpin yaitu memberikan kenyamanan bagi rakyat, termasuk dalam perkara kebutuhan rumah. Jangan sampai kebijakan yang dibuat justru menyusahkan rakyat sebagaimana sabda Nabi ﷺ dalam riwayat Muslim. 

Dari ‘Aisyah, Rasulullah ﷺ bersabda, 

“Ya Allah, barang siapa  yang mengurusi urusan umatku, lantas ia membuat susah mereka, maka susahkanlah ia. Dan barang siapa yang mengurusi urusan umatku, lantas ia mengasihi mereka, maka kasihilah ia.”

Pemenuhan kebutuhan masyarakat akan tepat ketika sistem Islam dipakai dan diwujudkan dengan sempurna dalam kehidupan. Wallahualam bisawab.


Oleh: Wilda Nusva Lilasari S. M
Sahabat Tinta Media

Senin, 01 Juli 2024

Persoalan Sampah Tak Kunjung Usai, Islam Solusinya



Tinta Media - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat terus berupaya mengurangi dan mengantisipasi sampah yang ada di wilayah Sungai Citarum. Salah satunya adalah usulan untuk memasang jaring di tiap desa yang teraliri Sungai Citarum. 

PJ Gubernur Jabar, Bey Mahmudin mengatakan bahwa permasalahan sampah harus bisa selesai dari rumah masing-masing sehingga tidak ada sampah yang dibuang sembarangan. 

Ada yang mengusulkan untuk memasang jaring dari hulu ke hilir sungai Citarum, sehingga sampah yang menumpuk bisa ketahuan datangnya dari mana. Bey meminta masyarakat harus disiplin dan bisa mengubah perilaku dalam membuang sampah. Menurutnya, kecanggihan alat apa pun tak akan mampu membereskan sampah. (DetikJabar, 20-06-2024)

Permasalahan sampah yang tak kunjung usai di Kabupaten Bandung memang menjadi tantangan besar yang harus ditangani dengan serius.

Berbagai program yang telah dilakukan memang perlu kita apresiasi. Sayangnya, kesadaran kebersihan belum dipahami masyarakat secara keseluruhan. Masalah sampah bukan hanya menyangkut manajemen pengolahan sampah semata, tetapi berkaitan dengan pandangan hidup yang diterapkan di suatu negara. 

Saat ini, paham sekuler dijadikan landasan dan aturan yang mengatur masyarakat dan negara, sehingga lahirlah masyarakat yang berjiwa individualis. Ini berdampak pada sulitnya membangun kesadaran akan arti kebersihan dan hidup bersih.

Penanganan masalah sampah tidak bisa hanya dibebankan kepada masyarakat semata, melainkan membutuhkan solusi komprehensif dari berbagai pihak, mulai dari tingkat rumah tangga hingga kebijakan pemerintah selaku pemangku kebijakan. Hal ini mengindikasikan perlunya komitmen yang kuat dari pihak berwenang untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Sistem pemerintah Islam memiliki seperangkat aturan yang telah ditetapkan oleh syariat. Di dalamnya terdapat konsep penjagaan lingkungan yang diajarkan oleh Rasulullah saw. 

Sudah seharusnya visi ini menjadi landasan bagi para penguasa dalam merumuskan kebijakan terkait pengelolaan wilayah, termasuk penanganan sampah. Sayangnya, fakta menunjukkan bahwa implementasi konsep tersebut belum sepenuhnya diterapkan dalam praktik. Upaya pemetaan TPA, penyiapan SDM pengelola sampah, serta edukasi, dan peningkatan kesadaran masyarakat masih perlu mendapat perhatian lebih dari pihak berwenang.

Dalam konteks permasalahan sampah ini, solusi Islam dapat menjadi model yang sempurna untuk diterapkan. Ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah saw. telah memberikan panduan yang komprehensif tentang penjagaan lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam, termasuk penanganan sampah. 

Dengan kembali kepada ajaran Islam yang menekankan kebersihan, kepedulian terhadap lingkungan, dan tanggung jawab individu maupun kolektif, diharapkan permasalahan sampah di Kabupaten Bandung dapat diatasi secara efektif. Implementasi solusi Islam ini harus didukung dengan komitmen yang kuat dari seluruh komponen masyarakat, khususnya pihak berwenang sebagai pembuat dan pelaksana kebijakan. 

Hanya dengan mengamalkan ajaran Islam yang menyeluruh (kaffah) dan kembali kepada sistem Islam di bawah naungan Khilafah, kita akan mampu menyelesaikan permasalahan sampah yang telah lama menjadi
tantangan bagi masyarakat. Wallahua'lam bishawab.


Oleh: Alifa Insani 
(Muslimah Peduli Generasi)

Rusaknya Generasi Muda,Hanya Islam Solusinya


Tinta Media - Makin ke sini, generasi muda makin mengerikan. Kehidupan remaja begitu dekat dengan tindak kriminal, seperti tawuran, pemerkosaan, pembunuhan, dan kekerasan. Sedih? Iya. Miris? Jelas. Was-was? Pasti. 

Usia muda yang seharusnya menjadi usia cemerlang dalam prestasi, kebaikan, karakter dan akhlak, justru sangat kontradiktif dengan fakta hari ini.

Seorang siswi tingkat SMP telah menjadi korban pemerkosaan bergilir yang dilakukan oleh 10 orang. Tiga di antaranya adalah pria dewasa, tiga orang masih berstatus pelajar, dan empat pelaku lainnya masih buron. 

Di tempat berbeda, tepatnya di Bekasi, puluhan remaja terlibat tawuran “perang sarung”. Perang sarung tersebut memakan satu korban jiwa. Seorang pelajar berusia 17 tahun meregang nyawa setelah tawuran antarkelompok geng remaja tersebut. 

Terbaru, di Pangkalpinang, Kep. Bangka Belitung, “perang sarung” terjadi di tiga lokasi berbeda dalam semalam. (Muslimah News, 19/03/2024) 
Mengapa generasi kita menjadi seperti ini?

 Pengaruh Sekularisme

Tindak kriminal dan aksi brutal di kalangan remaja bukan hanya sekali, tetapi sudah berulang kali dan setiap tahun terjadi hal yang serupa. Artinya, solusi preventif dan kuratif tidak efektif, apalagi sistem sekularisme masih mendominasi kehidupan. Inilah yang menjadi akar masalah kerusakan generasi. 

Sistem sekularisme telah melahirkan pola hidup liberal, hedonistik, dan permisif. Standar hidup tidak lagi berpegang teguh pada agama, melainkan berorientasi pada pencapaian atau keberhasilan yang bersifat materi. Alhasil, generasi semakin jauh dari ketaatan kepada Penciptanya, yaitu Allah Taala.

Di sisi lain, sistem sekularisme juga memengaruhi pola penyusunan kurikulum. Seperti halnya dalam sistem pendidikan hari ini, output dan tujuan pendidikan tidak sinkron. Dalam salah satu poin Undang-Undang (UU) Sisdiknas disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuannya adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik sehingga menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berilmu.

Pertanyaannya, apakah dengan menggunakan model kurikulum sekuler yang diterapkan saat ini, tujuan itu dapat tercapai? Sementara, porsi Islam dalam struktur kurikulum pendidikan sekuler begitu minim. Meski sudah banyak lembaga pendidikan Islam sebagai solusi alternatif, bukan suatu jaminan tidak akan terjadi perilaku negatif generasi. Arus sekularisasi inilah yang tengah dihadapi orang tua, guru, dan lembaga di semua lini kehidupan. 

Pada era keterbukaan informasi saat ini, mereka bisa mengakses apa saja yang ada di dunia digital. Generasi pun semakin tidak terkontrol dan terkendali. Belum lagi adanya tontonan berbalut maksiat atau game bergenre kekerasan. 

Ditambah budaya yang merajalela serta pemikiran asing yang sering menjadi tren dan kiblat di kalangan remaja, jadilah generasi pengikut tanpa bisa menyaring mana yang benar dan mana yang salah sesuai pandangan Islam. Artinya, yang perlu dirombak dan dievaluasi bukan hanya guru, orang tua, atau lembaga, melainkan sistem yang diterapkan, yakni sistem sekuler kapitalisme.

Betul, keluarga merupakan fondasi awal pembentukan karakter dan pendidikan anak, juga benteng pertahanan bagi anak-anak di dalamnya. Namun, keluarga juga adalah benteng yang rapuh. 

Keluarga dalam sistem kapitalisme sulit untuk bisa menjadi keluarga ideal. Ini karena semakin tingginya biaya hidup, semakin memaksa banyak orang tua bekerja keras untuk bertahan. Tidak hanya ayah yang harus mencari nafkah, bahkan para ibu pun harus rela bekerja keras menambal keuangan keluarga. 

Mahalnya kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, juga tuntutan materialisme, sering membuat mereka harus mengedepankan pekerjaan dan mengabaikan anak-anak. Pada akhirnya, terkadang anak lantas diasuh oleh lingkungan yang belum tentu steril dari kerusakan. Oleh karena itu keluarga membutuhkan kekuatan yang mampu menjadi perisai anak-anak di mana pun ia berada, di rumah, sekolah, atau lingkungan masyarakat. Kekuatan besar itu adalah negara.

Dalam sistem kapitalisme, fungsi perlindungan negara ini hampir tidak ada karena negara berfungsi sebagai regulator saja. Negara tidak boleh mengekang kebebasan rakyat. Akibatnya, pergaulan bebas, pornografi, pornoaksi, dan perzinaan mendapat tempat yang lapang di tengah masyarakat. 

Negara tidak boleh melanggar hak asasi, membungkam media perusak moral, menghukum para pelaku hubungan sejenis, merajam para pelaku pemerkosaan anak, dan seterusnya. Negara menjadi mandul, tidak memiliki kekuatan untuk bergerak menghentikan kerusakan masif terhadap generasi.

Upaya-upaya perlindungan anak diserahkan pada masyarakat dan LSM. Sama seperti berbagai aspek kehidupan lain. Ada Lembaga Perlindungan Anak (LPA), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), dan sebagainya. 

Upaya yang dilakukan ini tentu tidak akan mampu menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Pasalnya, peran lembaga-lembaga tersebut hanya “menyapu halaman”, tidak mampu untuk menghilangkan sumber kotoran. Dengan kata lain, mereka hanya melakukan pendampingan korban, melakukan mediasi, rehabilitasi mental, dan sejenisnya, bukan menjauhkan anak dari ancaman dan bahaya yang mengintai mereka.

 Negara Islam Perisai Generasi 

Islam memiliki paradigma berbeda dalam penyelamatan generasi. Dalam negara Islam, yakni Daulah Khilafah. Islam menerapkan seperangkat hukum yang  menyelesaikan semua permasalahan mulai dari akar sampai ke cabang-cabangnya. Hukum ini diterapkan oleh penguasa yang tidak hanya bertanggung jawab terhadap rakyat, tetapi juga kepada Allah Taala secara langsung.

Pemimpin dalam Islam memiliki dua fungsi. 

Pertama, fungsi pemeliharaan urusan rakyat. Ini sebagaimana sabda Rasulullah saw.,

أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى 
النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِه

Ketahuilah, setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas pihak yang kalian pimpin. Penguasa yang memimpin rakyat banyak, ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Imam Al-Baghawi (w. 516 H) menjelaskan makna “ar-râ’in” dalam hadis ini, yakni pemelihara yang dipercaya atas apa yang ada pada dirinya. 

Ar-ri’âyah adalah memelihara sesuatu dan baiknya pengurusan. Di antara bentuknya adalah pemeliharaan atas urusan-urusan rakyat dan perlindungan atas mereka. (Al-Baghawi, Syarh as-Sunnah, 10/61)

Kedua, fungsi  sebagai junnah (perisai). Hal itu sebagaimana pujian yang dituturkan Rasulullah saw. Kepada figur dari seorang penguasa yang dibaiat oleh kaum muslimin untuk menegakkan hukum-hukum Allah, melindungi harta kehormatan dan darah kaum muslim. Nabi Muhammad saw. Bersabda,

إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
BBC
“Sungguh, imam (khalifah) itu perisai; (orang-orang) akan berperang di belakangnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya.” (HR Muttafaqun ’alayh)

Negara adalah benteng, yang pada hakikatnya akan melindungi generasi dari kerusakan apa pun. Mekanismenya  dilakukan secara sistemis, meliputi berbagai aspek yang terkait langsung maupun tidak langsung, antara lain sebagai berikut:

Pertama, pengaturan sistem ekonomi. Islam mewajibkan negara menyediakan lapangan pekerjaan yang luas dan merata agar para kepala keluarga dapat bekerja dan memberikan nafkah untuk keluarganya.  

Semua sumber daya alam strategis adalah milik umat yang dikelola negara. Negara wajib mendistribusikan seluruh hasil kekayaan milik umat untuk kesejahteraan warga negara, baik untuk kebutuhan pokok individu (pangan, papan, dan sandang) maupun kebutuhan dasar kolektif (kesehatan, pendidikan, dan jaminan keamanan). Maka, beban keluarga menjadi lebih ringan dan pendidikan anak bisa berlangsung sebagaimana mestinya.

Kedua, pengaturan sistem pendidikan. Negara berkewajiban menyelenggarakan pendidikan berbasis akidah Islam bagi seluruh anak. Dengan itu, terbentuk kepribadian Islam pada anak yang standar berpikir dan bersikapnya adalah Islam. Pembentukan standar Islam inilah yang akan menyelamatkan para pemuda dari gempuran ide-ide Barat yang menyesatkan.

Ketiga, pengaturan sistem sosial. Sistem yang mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat, yang akan menghasilkan interaksi produktif dan saling menolong dalam membangun umat. Interaksi yang tidak membangun seperti campur baur laki-laki dan perempuan tanpa ada keperluan akan dilarang. 

Perempuan akan selalu diperintahkan untuk menutup aurat, menjaga kesopanan dan juga akan dijauhkan dari eksploitasi seksual. Menikah akan dipermudah.  Aturan-aturan sosial ini akan menjamin naluri seksual yang hanya akan muncul dalam bentuk hubungan suami istri dan menjauhkan dari hubungan di luar itu. Semua bentuk penyimpangan seksual, seperti seks bebas, elgebete dan sebagainya akan ditutup rapat, sehingga terbangun akhlak mulia di tengah-tengah masyarakat. 

Keempat, pengaturan media massa. Media massa bebas menyampaikan informasi. Namun, mereka harus terikat dengan kewajiban untuk memberikan pendidikan, menjaga akidah dan kemuliaan akhlak serta menyebarkan kebaikan dalam masyarakat. Media informasi juga berperan dalam mengungkap kesalahan pemikiran, paham, ideologi dan aturan sekuler-liberal. 

Dengan cara itu, masyarakat menjadi paham mana yang benar dan yang salah. Mereka pun bisa terhindar dari pemikiran, pemahaman, dan gaya hidup yang tidak islami. 

Media yang memuat kekerasan, ide elgebete, pornografi, pornoaksi, dan segala yang merusak akhlak dan agama, akan dilarang terbit dan akan diberikan sanksi bagi pelaku yang melanggar.

Kelima, pengaturan sistem kontrol sosial. Masyarakat yang bertakwa akan selalu mengontrol agar individu tidak melakukan pelanggaran. Oleh karena itu, suasana ketakwaan dibangun di tengah umat melalui berbagai kajian agama secara umum. 

Upaya mewujudkan amar makruf nahi mungkar akan dihidupkan kembali, sehingga orang merasa enggan untuk melakukan perbuatan maksiat. Dalam rangka kontrol sosial ini, negara juga mengangkat kadi hisbah, yaitu hakim yang bertugas mengawasi ketertiban umum. 

Negara memiliki hak untuk menindak berbagai pelanggaran sosial, seperti khalwat laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, perilaku menyimpang di tengah umum,  pelanggaran cara berpakaian dan sebagainya.

Keenam, pengaturan sistem sanksi. Negara menerapkan sistem sanksi  yang telah  ditetapkan oleh Allah Swt.  Sanksi tegas yang menimbulkan efek jera diberlakukan bagi para pelaku pelanggaran hukum syariat. Sistem sanksi ini akan mengakhiri perusakan generasi secara efektif. Berbagai macam pengaturan yang diterapkan oleh negara akan membangun perlindungan yang utuh untuk anak-anak, orang tua, keluarga, dan masyarakat.

Dengan menerapkan mekanisme-mekanisme ini.  Maka liberalisme, kapitalisme, dan ide perusak lainnya tidak akan mampu menyentuh anak-anak. Mereka akan tumbuh dan berkembang menjadi pribadi muslim yang tangguh, pejuang dan pembangun, serta  menjadi mutiara-mutiara di tengah umat dalam lindungan negara. 

Negaralah yang mampu melakukan fungsi besar itu, memiliki ideologi yang dipegang erat, yang terpancar dari suatu akidah yang tidak akan tergoyahkan. Negara itu adalah Negara Islam.

Membangun Kesadaran Umat 

Menyelamatkan generasi yang sudah tergerus kerusakan tidak akan bisa dilakukan oleh individu saja ataupun institusi tertentu, melainkan harus menjadi gerakan bersama seluruh umat. Negara adalah motor dan payungnya. Ketika negara Islam tersebut belum terbentuk, maka kuncinya berada di tangan umat. Caranya?

Pertama, menciptakan opini publik yang terbangun dari kesadaran umum bahwa Islam adalah solusi bagi seluruh persoalan, khususnya upaya penyelamatan generasi. Kedua, melakukan pergolakan pemikiran dan membuka keburukan ide-ide Barat yang digunakan untuk merusak para generasi. Menjelaskan kerusakan dan bahayanya terhadap kehidupan seluruh manusia. Mengungkapkan rancangan asing yang didesain untuk merusak pemikiran generasi muda, seperti moderasi beragama rancangan RAND Corp, pembajakan potensi generasi muda untuk kepentingan kapitalis melalui jalur pendidikan. 

Upaya-upaya ini dilakukan menggunakan berbagai cara, langsung maupun menggunakan media massa, media sosial, offline  maupun online, yang memungkinkan untuk menjangkau umat seluas-luasnya. Tentunya semua ini  membutuhkan komitmen yang kuat dari para pengemban dakwah Islam, dan juga penyusunan strategi yang tepat serta kerja keras. Hanya pada generasi mudalah kita berharap akan lahirnya generasi Muhammad al-Fatih baru yang akan membangkitkan umat dan mengantarkan Islam pada puncak kegemilangannya. Waallahualam Bishawab.


Oleh: Ummi Yati
Sahabat Tinta Media

Selasa, 18 Juni 2024

Inilah Kado Terbaik untuk Muslimah


Tinta Media - Aktivis Dakwah Komunitas Muslimah Batam Ustadzah Nur Kasih, S.Ag. mengungkap kado terbaik yang diberikan oleh Allah SWT melalui Rasulullah SAW kepada para Muslimah.
 
 “Ternyata kado terbaik itu diberikan oleh Allah SWT melalui Rasulullah SAW kepada para Muslimah, yaitu Islam,” tuturnya dalam Majelis Taklim Rutin yang bertajuk “Kado terbaik untuk Muslimah” pada hari Ahad (9/6/2024).

"Siapa sih yang tidak mau diberi kado? Apalagi kado istimewa yang sangat diinginkan, bagus dan gratis pula," ungkapnya.
 
Menurutnya, masyarakat Islam tegak dalam landasan akidah Tauhid, yaitu landasan yang meyakini dan mengimani Allah SWT sebagai satu-satunya Pencipta dan sesembahan seluruh makhluk. Keyakinan tersebut akan melahirkan konsekuensi ketaatan kepada peraturan-Nya. Konsekuensi inilah yang akan melahirkan tujuan hidup manusia sebagai hamba-Nya yaitu meraih ridho Allah SWT.

 Oleh karena itu, baik muslim maupun Muslimah wajib melaksanakan seluruh aktivitas apa pun dengan terikat pada aturan-aturan yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Dengannya akan memperoleh keridhoan Allah SWT sebagai standarisasi kebahagiaan hakiki,” pungkasnya.[] Falda Syaheeda

Senin, 17 Juni 2024

Islam Melindungi dan Memuliakan Perempuan

Tinta Media - Penipuan oleh penyalur Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal kembali terjadi. Kali ini korbannya adalah dua orang warga Cileunyi Wetan, Kabupaten Bandung (Lilis Ule dan Rosita). Mereka terlunta-lunta di Dubai dan Irak. 

Pada awalnya, seseorang yang mengaku dari perusahaan penyalur PMI menawarkan pekerjaan pada Lilis Ule dan Rosita. Akhirnya, mereka mendaftar sebagai ART dengan penempatan di Abu Dhabi. (AYOBANDUNG.COM)

Faktanya, Lilis diberangkatkan ke Dubai dengan status sebagai PMI ilegal. Lilis bersama Rosita hidup terlunta-lunta di Dubai, tepatnya di daerah Dhuhok. 
Namun, hingga saat ini belum diketahui secara pasti posisi terakhirnya.

Sebelumnya, Rosita sempat mengalami cidera pada kaki akibat kecelakaan yang dialaminya. Dalam kondisi seperti itu, Rosita masih disuruh bekerja. Mirisnya, gaji selama empat bulan terakhir juga belum didapatkan. Untuk kembali ke tanah air, mereka kesulitan ongkos dan terbentur masalah administrasi.

Sungguh miris, perempuan yang seharusnya dilindungi dan dihargai justru harus bekerja hingga ke luar negeri. Parahnya lagi, mereka justru mendapatkan perlakuan yang tidak adil dan sewenang-wenang oleh oknum tertentu. Faktanya, ada banyak perempuan yang justru menjadi korban para majikan.

Sebenarnya, ada faktor yang menyebabkan perempuan terpaksa mengambil keputusan untuk mencari pekerjaan di luar negeri. Ini adalah Persoalan sistemis dan terstruktur yang akhirnya berimbas pada ketimpangan ekonomi. 

Kemiskinan dan sulitnya mencari pekerjaan mengakibatkan perempuan ikut terjun mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup, bahkan hingga ke luar negeri. Ini karena sempitnya lapangan pekerjaan yang ada di dalam negeri sendiri.
Anehnya, justru pekerja dari luar negeri bisa bebas berbondong-bondong masuk ke dalam negeri ini.

Selain itu, ide kesetaraan gender menyerukan agar seorang perempuan setara dengan laki-laki. Ini mengakibatkan perempuan untuk bekerja di luar rumah. Seorang perempuan dianggap berhasil ketika bisa bekerja dan menghasilkan uang, serta akan dipandang sebagai perempuan yang berdaya. Ide ini digadang-gadang akan memberikan kesejahteraan bagi perempuan. Namun, faktanya tidak demikian. Ide ini justru memunculkan masalah baru. 

Terkait dengan penipuan yang dilakukan oleh oknum penyalur tenaga kerja, itu bukan hal yang aneh lagi di sistem kapitalisme sekuler saat ini. Perempuan dalam kapitalisme dipandang sebagai objek ekonomi yang bisa dimanfaatkan dan diperjualbelikan bak barang dagangan. 

Manusia bebas melakukan apa pun yang disukai tanpa peduli bahwa tindakannya itu merugikan orang lain. Negara pun abai dan tidak ada perlindungan yang berarti. Negara hanya berperan sebagai regulator saja dengan membuat kebijakan-kebijakan yang menguntungkan oligarki, bukan berpihak kepada rakyat. 

Kasus penipuan PMI dan segala permasalahan yang terjadi saat ini adalah imbas dari sistem kapitalisme sekuler liberal. Hal ini wajar karena sistem tersebut adalah buatan manusia yang lemah. 

Hukum buatan manusia tidak mampu memberi efek jera sehingga kejahatan semakin merajalela. Ini adalah masalah global yang tidak akan pernah bisa terselesaikan jika negara masih tercengkeram sistem kapitalisme sekuler. 

Lalu, ke Mana Perempuan Mencari Perlindungan?

Islam memandang bahwa kebutuhan manusia bukan sekadar sandang, pangan, dan papan, tetapi juga terpenuhi kebutuhan, seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Oleh karena itu, Islam hadir sebagai solusi hakiki problematika kehidupan. 

Sungguh, hanya Islam yang benar-benar melindungi dan memuliakan perempuan. Islam adalah agama sempurna yang mengatur semua aspek kehidupan, termasuk melindungi hak perempuan dan menjaga kehormatannya. 

Allah adalah satu-satunya Zat yang mengerti kelemahan hamba-Nya, sehingga memberikan aturan untuk menjaga dan melindungi manusia. Dalam hal ini adalah seorang perempuan. Sebetulnya, posisi perempuan di dalam Islam itu bukan sebagai pencari nafkah/ bekerja di luar rumah.
Walaupun demikian, Islam tidak melarang perempuan untuk bekerja, asalkan tidak meninggalkan kewajiban sebagai pengatur rumah tangganya, serta tidak melanggar syariat. 

Pada dasarnya, kewajiban perempuan adalah sebagai pendidik generasi yang bertakwa, mengurus keluarga dan anak-anak. 

Dari Ibnu Umar, Rasulullah saw. bersabda,

“Setiap kalian adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, seorang perempuan adalah pemimpin atas rumah tangga suaminya dan anak-anaknya yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR Bukhari-Muslim).

Islam juga akan memperhatikan perempuan yang sudah tidak ada yang menafkahi seperti janda-janda miskin dengan memberikan jaminan setiap bulannya. Islam mewajibkan laki-laki sebagai pencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. 

Lapangan pekerjaan akan dimudahkan agar semua laki-laki sebagai pencari nafkah  bisa bekerja. Tidak mendorong perempuan untuk bekerja ke luar rumah, apalagi keluar negeri sebagai TKW. 

Dari segi hukum, Islam sangat tegas dan mampu memberi efek jera sekaligus sebagai penggugur dosa. 

Begitulah jika aturan Islam diterapkan, kebutuhan hidup terpenuhi, kesejahteraan akan dirasakan oleh setiap individu dan masyarakat secara keseluruhan. Semua itu bisa terwujud dengan adanya sebuah institusi negara, yaitu khilafah. Khilafah akan menerapkan syariah Islam yang sudah dirasakan fakta kegemilangannya dulu.
Wallahu a’lam bishawab


Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Selasa, 11 Juni 2024

Bea Cukai dalam Sorotan, Sistem Islam Jadi Jawaban


Tinta Media - Tahun 2024 ini, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Indonesia menghadapi berbagai isu dan tantangan yang menjadi sorotan publik. Keluhan masyarakat terhadap layanan dan kebijakan Bea Cukai ditunjukkan oleh beberapa kasus yang viral di media sosial. Salah satu kasus yang mencuat adalah keluhan seorang pembeli sepatu bola seharga Rp10 juta yang dikenakan bea masuk sebesar Rp31 juta. Pihak Bea Cukai menjelaskan bahwa besaran ini termasuk denda administrasi akibat kesalahan penetapan nilai pabean oleh importir atau jasa kiriman.

Selain itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan kepada Presiden Joko Widodo tentang sejumlah masalah Bea Cukai yang menjadi perbincangan di media sosial, termasuk kasus-kasus yang berkaitan dengan importasi barang yang sangat diminati. Dalam upayanya memperbaiki situasi, Sri Mulyani menekankan pentingnya penyesuaian peraturan dan prosedur untuk meningkatkan kinerja dan pelayanan Bea Cukai.

Dari segi kinerja keuangan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berhasil menyumbang Rp22,9 triliun dari penerimaan negara hingga Februari 2024, meskipun terjadi penurunan sebesar 5% dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun ada tantangan besar dalam mengatasi peningkatan jumlah pekerjaan dan perkembangan teknologi, kinerja ini menunjukkan tren positif dalam realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). (Kompas.com, 27-02-2024)

Maraknya Kasus Suap di Lingkungan Bea Cukai

Ada beberapa kasus korupsi Bea Cukai di Indonesia pada tahun 2024. Salah satunya adalah kasus impor gula PT Sumber Mutiara Indah Perdana (SMIP). Mantan Kepala Kantor Wilayah Bea Cukai Riau berinisial RR menjadi tersangka dalam kasus ini. RR diduga mencabut keputusan pembekuan izin kawasan berikat PT SNIP agar perusahaan tersebut dapat mengimpor gula dan menerima suap terkait kegiatan ini. 

Adapun kasus yang melibatkan Eko Darmanto selaku mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta yang ditahan oleh KPK adalah dugaan gratifikasi Rp18 miliar dari pengusaha impor dan jasa kepabeanan. (Kompas.com, 18-04-2024)

Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa upaya penegakan hukum oleh Kejaksaan Agung dan KPK sangat tidak efektif terhadap korupsi lembaga Bea Cukai, termasuk pengusutan dugaan gratifikasi dan manipulasi data importasi. Ada kasus baru dan hukuman yang tidak sesuai, bahkan banyak kasus yang belum selesai seolah-olah hilang begitu saja tanpa keputusan hukum yang adil untuk para koruptor. Belum lagi kebobrokan dalam perhitungan bea cukai, mekanisme, dan prosedur yang dianggap sangat merugikan bagi masyarakat, tetapi sangat menguntungkan bagi perusahaan asing. Ini terbukti dengan adanya pengecualian atau pembebasan bea cukai bagi negara asing. 

Memahami Usyur dalam Islam

Hak kaum muslimin yang berasal dari harta dan perdagangan ahlu dzimmah dan penduduk darul harbi yang melewati batas Negara Khilafah dikenal sebagai usyur. Orang yang bertugas memungutnya disebut 'Asyir. Namun demikian, beberapa hadis telah mengancam keras bea cukai. Seperti yang diriwayatkan Uqbah bin 'Amir, bahwa ia telah mendengar Rasulullah saw. bersabda: 

» لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ صَاحِبُ مَكْسٍ «

"Tidak akan masuk surga orang yang memungut bea cukai." (HR. Ahmad dan ad-Darami) 

Bea cukai adalah harta yang dipungut dari barang dagangan yang melintasi batas negara. Menurut Kariz bin Sulaiman, "Umar bin Abdul Aziz telah menulis surat kepada Abdullah bin Auf al-Qari agar ia mendatangi rumah yang berada di Rafhi; yang dimaksud adalah gedung bea cukai, dan supaya ia membongkar gedung tersebut, lalu membawanya ke laut dan ditenggelamkan." 

Umar bin Abdul Aziz juga pernah menulis surat kepada Uday bin Artha'ah untuk meminta masyarakat agar tidak membayar fidyah, ma'idah, dan cukai. 
وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ

"Dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan." (TQS. Hud [11]: 85) 

Hadis dan atsar yang disebutkan di atas mencela bea cukai dan mengancam orang-orang yang memungutnya. Ini menunjukkan bahwa memungut bea cukai tidak dibolehkan. Menurut banyak hadis lain, usyur tidak pernah dipungut dari barang perdagangan antara kaum muslimin dan kafir zimi yang melintasi perbatasan negara. Usyur dipungut hanya dari perdagangan kafir harbi. 

Menurut riwayat Abdurrahman bin Ma'qal, Ziadah bin Hudair menjawab, "Kami tidak memungut usyur dari kaum muslimin maupun muahid." Kemudian aku bertanya lagi: "Dari siapa kalian memungut usyur?" Dia menjawab, "Dari perdagangan kafir harbi, karena mereka telah memungut usyur dari kami saat kami mendatangi mereka."

Menurut atsar lain, Umar bin Khaththab dan para Khalifah berikutnya, Utsman, Ali, dan Umar bin Abdul Aziz, memungut usyur dari perdagangan di luar batas negara. Mereka memungut 1⁄4 usyur dari pedagang kaum muslim, 1⁄2 usyur dari pedagang kafir zimi, dan usyur dari pedagang kafir harbi. Jika atsar dan hadis yang berbicara tentang usyur diteliti secara mendalam, akan menjadi jelas bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan. 

Sebenarnya, bea cukai yang dicela dan diancam keras bagi mereka yang memungutnya adalah harta yang diambil dari orang muslim tanpa hak, seperti mengambil usyur mereka atau lebih dari 1⁄4 usyur dari perdagangan mereka yang melintasi perbatasan negara. Ini karena seorang muslim tidak diwajibkan membayar usyur atau bea cukai atas barangnya kecuali membayar zakatnya 1⁄4 usyur. Ini tidak termasuk pajak atau usyur penuh. 

Komoditi yang Terkena Usyur dan Waktu Pungutannya 

Usyur dipungut atas seluruh jenis barang dagangan, seperti perhiasan, hewan, hasil pertanian atau buah-buahan. Usyur tidak diambil dari selain barang dagangan. Usyur tidak diambil dari pakaian, peralatan, atau kebutuhan sehari-hari seseorang, termasuk makanannya. 

Walaupun pedagang melewati perbatasan berkali-kali dengan barang dagangannya, usyur hanya dipungut satu kali setahun untuk satu jenis barang. Maka, 'asyir tidak boleh mengutip lebih dari satu kali. Jika mereka melewati perbatasan dan membawa barang dagangan baru yang berbeda dari barang dagangan sebelumnya, maka usyur diambil dari mereka setiap kali mereka melewati perbatasan.

Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pengaturan barang masuk dan keluar dari negara, yang berdampak pada stabilitas sosial dan politik serta ekonomi. Menurut perspektif Islam, keadilan, transparansi, dan kejujuran harus menjadi dasar pengelolaan usyur, yang sesuai dengan ajaran syariah. Semua hanya dapat diterapkan dalam sistem Islam Kaffah melalui peran khalifah sebagai pengambil kebijakan negara. Wallahohu 'alam bisshawwab.

Oleh: Yeni Ariesa
Sahabat Tinta Media

Rabu, 08 Mei 2024

Apalah Arti Sebuah Nominasi


Tinta Media - Pencapaian Kabupaten Bandung dalam bidang jaminan sosial ketenagakerjaan dinilai mampu meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan kaum pekerja serta menurunkan tingkat kemiskinan ekstrem. Adapun jenis pekerja yang berhak menerima perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan yang biayanya dikucurkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2023, di antaranya adalah guru honorer, linmas, non-ASN, puskesmas, perangkat desa, RT dan RW, PKK, BPD, LPMD, petugas pemilu, guru ngaji, tenaga kerja rentan desa dan tenaga kerja keagamaan.

Alokasi anggaran terus ditingkatkan oleh Pemerintah Kabupaten Bandung untuk perlindungan Jamsostek. Saat ini anggaran tersebut mencapai angka Rp39,8 miliar. Berbagai inovasi pun dilakukan Bupati Bandung untuk meningkatkan cakupan Jamsostek melalui program sosialisasi dan kolaborasi dengan berbagai forum, seperti Forkom Jaminan Sosial dan Forum Kepatuhan, serta kegiatan langsung di masyarakat, seperti Jumat Keliling dan Rembug Bedas.

Atas kinerjanya, Bupati Kabupaten Bandung meraih penghargaan bergengsi terkait jaminan sosial ketenagakerjaan dengan nominasi pada seleksi Paritrana Award 2024. Hal ini menjadi pencapaian signifikan Kabupaten Bandung dalam meningkatkan jangkauan perlindungan Jamsostek bagi para pekerja di wilayah yang dipimpinnya. 

Bupati Bandung berharap, sinergi antara Pemerintah Kabupaten Bandung dan BPJS Ketenagakerjaan akan semakin meningkat, sebab program jamsostek ini merupakan bentuk perhatian yang konkret terhadap kesejahteraan masyarakat.

Tentunya, penghargaan ini menjadi sebuah kebanggaan bagi masyarakat Kabupaten Bandung pada umumnya dan bupati secara khusus. Akan tetapi, fakta berkata lain. Sektor perekonomian saat ini dalam keadaan terpuruk. Banyak perusahaan gulung tikar. PHK di mana-mana. Pengangguran merajalela. Kemiskinan menimpa. 

Jika keadaan ini terus berlangsung, kehidupan sosial masyarakat akan semakin tertekan. Sebagian masyarakat tidak mempunyai penghasilan tetap. Sebagian lainnya kehilangan mata pencaharian. Masyarakat betul-betul  membutuhkan jaminan kebutuhan hidup dari pihak lain sambil menunggu kesempatan mencari nafkah.

Adapun program jaminan sosial ketenagakerjaan yang diterapkan pemerintah saat ini, di satu sisi bisa menjadi harapan para pekerja yang dalam sistem kapitalisme saat ini tidak ada jaminan pemenuhan kebutuhan hidup ke depannya, di sisi lain, jaminan sosial dalam sistem kapitalis hanya sekadar solusi tambal sulam dalam menjamin kebutuhan pekerja yang seharusnya dilakukan oleh negara. Semua ini menunjukkan bahwasanya negara berlepas tangan dalam memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. 

Terlebih, jaminan sosial ini konsepnya asuransi. Artinya, para pekerja membayar asuransi ini dengan upah yang dipotong secara otomatis oleh pihak Jamsostek. Itu berarti, biaya jaminan sosial ketenagakerjaan tersebut ditanggung oleh pekerja. 

Lalu, betulkah Jamsostek ini menguntungkan para pekerja? Jika kita mau mengkaji simulasi perhitungan iuran yang dipotong dari upah pekerja, biaya yang ditanggung pengusaha dan biaya hidup yang harus ditanggung, maka jelas bahwa ini menjadi beban berat bagi pekerja. Dalam hal ini, tentunya pengusaha menghitung semua pemasukan dan semua pengeluaran, termasuk iuran BPJS.

Oleh sebab itu, penghargaan yang diraih oleh bupati Bandung hanya sebatas nilai tanpa makna bagi pekerja dan masyarakat secara umum. 

Sejatinya, kesejahteraan itu akan mampu tercapai saat kita mengubah sistem yang saat ini dijadikan sandaran. Sistem yang diterapkan saat ini lahir dari aturan yang dibuat oleh akal manusia yang sifatnya lemah dan terbatas, hingga akhirnya merusak tatanan hidup bermasyarakat dan juga bernegara, yakni sistem kapitalisme sekularisme.

Berbeda dengan Islam, jaminan pemenuhan kebutuhan dalam Islam dilakukan oleh negara dengan mekanisme sesuai syariah, tanpa melihat pekerja atau bukan. Akan tetapi, semua warga dipastikan mampu memenuhi kebutuhannya. 

Adapun pekerja, dia akan mendapatkan upah sesuai dengan kesepakatan antara pekerja dan pengusaha, tanpa harus dibebani dengan membayar jaminan apa pun atau tanpa membutuhkan asuransi apa pun, baik pekerja, pedagang, petani, maupun nelayan. 

Maka, setiap individu rakyat akan memperoleh kesejahteraan secara merata. Inilah politik ekonomi dalam Islam, yaitu menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan rakyat, seperti pendidikan, keamanan, kesehatan, jalan, semua itu digratiskan. Sedangkan kebutuhan pokok, yaitu sandang, pangan, dan papan, bisa diperoleh dengan mudah dan harga terjangkau. 

Sistem perekonomian Islam berbasis pada sektor riil yang akan memberi lapangan kerja yang luas. Dengan demikian, negara mampu memenuhi kewajiban, yaitu menciptakan lapangan kerja untuk rakyat yang mampu. Sementara jika ada individu yang tidak mampu untuk bekerja, maka negara berkewajiban memberi bantuan secara langsung. 

Dengan mekanisme seperti ini, maka Jamsostek tidak akan diperlukan, sebab setiap orang berhak mendapatkan kesejahteraan. Dari sini, kita dapat memahami, ketika Islam diterapkan, ia menjadi sistem yang mendorong kemajuan, termasuk kemajuan ekonomi. Wallahu'alam bishawaab.


Oleh: Tiktik Maysaroh 
(Aktivis Muslimah Bandung)

Kamis, 02 Mei 2024

Impian Kartini Hanya Bisa Dimuliakan oleh Islam


Tinta Media - Ada catatan krusial pada pidato yang dilontarkan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga. Beliau menyampaikan bahwa momentum Hari Kartini harus dijadikan tonggak untuk mencapai impian Kartini, yakni menjadikan perempuan-perempuan Indonesia mampu menentukan nasibnya sendiri.

Meski maksud dari Menteri PPPA ini baik, yakni mengangkat kemuliaan dan derajat kaum perempuan Indonesia karena dinilai kaum perempuan saat ini tertindas dan hanya dijadikan obyek saja, tetapi perempuan harus mampu menentukan sendiri nasib dan masa depannya. Jangan sampai perempuan hanya nurut-nurut saja ataupun selalu dijadikan obyek untuk meraih keuntungan. Akan tetapi, perempuan juga harus mandiri.

Namun sayang sekali, ibu menteri belum tahu bahwasanya Islam sendiri telah menjadikan perempuan punya kedudukan yang sama dengan laki-laki, yakni sebagai hamba Allah Swt. 

Allah selalu memberikan kabar gembira kepada setiap perempuan. Misalnya, perempuan yang hamil, baik hamil bayi perempuan ataupun laki-laki, maka Allah menempatkannya pada posisi yang paling mulia. Dengan kesabaran dalam menerima beban kehamilan itulah pahala surga mudah diraih perempuan. Apalagi kalau bayinya perempuan, peluang masuk surganya sangat besar. 

Berbeda dengan peradaban-peradaban kotor yang menilai perempuan adalah hal buruk dan selalu dilecehkan. Contoh, di peradaban Yunani, perempuan diklasifikasikan berdasarkan latar belakang. Wanita elit diperlakukan sebagai tahanan sedangkan kalangan bawah dijadikan komoditi untuk diperjualbelikan.

Romawi pun sama. Perempuan disejajarkan dengan budak yang hanya menjadi penyenang dan penguntung tuannya. Di India, perempuan hanyalah pelayan seksual.

Di Cina, gadis yang lahir dari rahim keluarga miskin hanya dijadikan sebagai budak orang kaya bahkan keluarganya sendiri, sedangkan lahir dalam rahim orang kaya, perempuan harus menderita dulu di masa kecilnya agar bisa terangkat derajatnya. 

Di Arab sebelum Islam datang_ pun sama, anak perempuan yang lahir harus dikubur hidup-hidup. Tak jauh beda di Eropa yang pernah terjadi pembantaian besar-besaran terhadap perempuan karena dianggap sebagai pembawa sihir. Terakhir, di masa ini pun tak jauh beda. Di sistem kapitalisme sekuler, perempuan hanya dijadikan sebagai kaum pemuas pria.

Terbukti, Islam menjunjung tinggi derajat kaum perempuan. Sebagai anak, perempuan akan menjadi pintu surga untuk kedua orang tuanya, ketika beranjak dewasa atau menikah, ia menjadi penyempurna sepertiga agama suaminya, dan ketika menjadi seorang ibu, derajat kemuliaannya lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Ini terbukti ketika Rasulullah saw. menyebut kata ibu sampai 3 kali.

Cobalah kita lihat di agama lain. Hampir semua agama selain Islam menempatkan perempuan di posisi yang hina. Contoh agama Nasrani dan Yahudi yang menganggap perempuan sebagai makhluk yang penuh dosa dan dianggap sebagai ibu dari semua kesengsaraan.

Memang tak ada yang lebih memuliakan perempuan daripada Islam. Islam memberikan kedudukan yang luar biasa pada kaum perempuan, bahkan ketika di dalam kandungan sampai ketika beranjak dewasa atau menjadi ibu.

Tak heran, yang cocok untuk mengatasi problematika perempuan jawabannya ada di Islam, bukan yang lain. Apalagi peradaban sekarang kapitalis sekuler yang menjadikan perempuan sebagai penghasil cuan, karena patokannya adalah materi. Sedangkan Islam, patokannya adalah halal-haram yang mengacu pada ketentuan Allah lewat hukum syara'. Karena kita dan seluruh alam semesta adalah ciptaan Allah, maka wajar jika harus tunduk pada peraturan-Nya.

Maka, sangat sinkron dengan surat R.A. Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya di tanggal 4 Oktober 1902 dulu. Dalam surat itu tertulis bahwa perempuan bukanlah saingan ataupun rival laki-laki. Namun, seorang perempuan harus lebih cakap dalam melakukan kewajiban yang diserahkan alam (sunatullah) sendiri dalam tangannya, yakni menjadi ibu, dan menjadi pendidik manusia yang pertama-tama.

Kewajiban perempuan yang dirasa mampu meninggikan derajatnya adalah dengan mengacu pada syariat Islam. Terbukti, hanya Islamlah yang mampu menempatkan  perempuan sesuai dengan fitrahnya.


Oleh: Setiyawan Dwi 
(Jurnalis)

Rabu, 24 April 2024

Kasus Bundir Marak, Hanya Islam Solusinya




Tinta Media - Warga kampung Paledang, Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung dihebohkan dengan penemuan jenazah laki-laki yang diduga bunuh diri. Kejadian ini menjadi perhatian publik setelah tersebar luas di media sosial. 

Sebuah unggahan di akun @infociparay memperlihatkan foto jenazah tersebut tergantung pada dahan pohon di tempat pemakaman umum di Kampung Paledang RT 03 / RW 03.

Pak Bakri selaku ketua RW 03, Desa Pakutandang menerima laporan warga bahwa ada pria yang sudah meninggal bunuh diri. Beliau ke TKP dan menelepon Polsek Ciparay.

Setelah diidentifikasi Tim Inafis Polresta Bandung dan dokter Puskesmas Pakutandang, yang bersangkutan diduga bunuh diri. Selain itu, ditemukan bekas luka sayatan di pergelangan tangan kiri. Hingga berita ditulis, identitasnya belum diketahui. Henazah telah dibawa ke Rumah Sakit Hasan Sadikin.

Fenomena bunuh diri menjadi marak. Diawali depresi akibat persoalan yang tak kunjung selesai, generasi hari ini cenderung mengambil jalan pintas dan instan dalam persoalan hidup yang menimpanya, tak terkecuali bunuh diri. Mereka menjelma menjadi generasi yang mudah menyerah hingga memutuskan untuk mengakhiri hidup. 

Tidak bisa dimungkiri bahwa generasi saat ini sedang dihadapkan pada serangan pemikiran Barat yang akhirnya membentuk cara pandang mereka menjadi kapitalisme-liberal. Kapitalisme telah meletakkan standar kebahagiaan hidup tertinggi pada segala hal yang bersifat materi, seperti harta, ketenaran, kedudukan, dan sebagainya. 

Alhasil, generasi berlomba-lomba mengejar semua itu dengan berbagai cara. Saat mereka gagal mendapatkannya, depresi pun tak terhindarkan. Tak hanya itu, kapitalisme yang lahir dari asas sekularisme (memisahkan agama dari kehidupan) telah menjadikan generasi kehilangan jati dirin sebagai hamba Allah. Solusi yang mereka pilih tidak dikaitkan dengan pemahaman hidup yang benar. Padahal, solusi persoalan kehidupan manusia hanya ada pada aturan Islam yang berasal dari pencipta manusia, yaitu Allah Swt.

Negara sebagai penanggung jawab urusan umat gagal mengarahkan dan membentuk jati diri yang benar pada generasi. Negara justru mengusung dan menerapkan asas kapitalisme-sekularisme. Hal ini tentu semakin menjauhkan generasi dari cara pandang yang benar tentang hidup. Parahnya lagi, masyarakat yang sudah teracuni dengan mindset kapitalis niscaya akan semakin merusak generasi. Oleh karena itu, penerapan sistem kapitalisme hanya akan memperpanjang persoalan bunuh diri di kalangan pemuda.

Solusi tuntas saat ini hanyalah dengan menerapkan sistem Islam yang sahih dan solutif, sebab berasal dari Sang Pencipta manusia, yaitu Allah Swt.
Islam telah menempatkan negara sebagai penanggung jawab besar terhadap terbentuknya generasi unggul dan berkepribadian Islam.

Oleh karena itu, negara wajib mengondisikan individu dan masyarakat agar memiliki mindset yang benar tentang hidup. Setiap warga akan dibina sehingga mampu memahami jati dirinya sebagai hamba Allah. Dengan begitu, ia akan selalu berusaha untuk taat dan menjauhi maksiat.

Sejak dini, masyarakat dipahamkan tentang konsep ujian atau problematika kehidupan yang pasti akan terjadi pada setiap manusia. Masyarakat juga akan dipahamkan bahwa setiap ada ujian datang, Allah selalu memberikan  pada manusia kemampuan untuk menyelesaikannya.

Ketika generasi ditimpa masalah, mereka akan fokus untuk berupaya menyelesaikan masalahnya sesuai dengan syariat Islam. Masalah yang muncul pada generasi pun sejatinya tidak akan lahir dari problem sistemik sebagaimana dalam sistem kapitalisme. Sebab, masyarakat dalam sistem Islam akan hidup dalam suasana Islami. Mereka berlomba-lomba dalam mengerjakan amal saleh, bukan berlomba-lomba mengejar materi dan kesenangan duniawi. Mereka akan terbiasa melakukan aktivitas amar ma'ruf nahi munkar sehingga pemahaman Islam dalam diri umat termasuk generasi akan semakin menancap kuat.

Dengan demikian, akan terbentuk generasi yang memahami cara menyelesaikan persoalan dalam hidup yang didukung dengan sistem pendidikan Islam. Tujuan pendidikan berasaskan akidah Islam adalah menciptakan generasi yang berkepribadian Islam, menguasai tsaqafah Islam dan Iptek. Dengan begitu, wajar jika sistem Islam mampu melahirkan generasi-generasi yang tangguh, bukan generasi yang rapuh dan mudah menyerah. 

Sistem Islam juga memfasilitasi generasinya untuk menuntut ilmu. Selain memberikan pendidikan gratis dan berkualitas, sistem Islam juga menyiapkan orang tua untuk memiliki kemampuan mendidik generasi dengan cara dan tujuan yang benar. Sungguh hanya sistem Islam yang mampu mencetak generasi tangguh dan membangun peradaban gemilang. Wallahua'alam bishawab.


Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media 

Jumat, 19 April 2024

Penerapan Sistem Islam, Berantas Miras dan Narkoba



Tinta Media - Berada di lingkungan yang nyaman dan aman adalah dambaan setiap orang, selain memberikan kenyamanan dalam beraktivitas sehari-hari, juga menjaga kekhusyukan dalam menjalankan ibadah. Hal ini yang sedang diupayakan oleh Kepolisian Resort Kota Besar Bandung, Jawa Barat, yakni dengan melaksanakan operasi pekat dimulai dari tanggal 1 Maret hingga 31 Maret 2024.

Sebanyak 19.600 botol miras dan 94.500 butir obat ilegal berhasil dirazia dari para penjual kemudian dimusnahkan. Kegiatan ini dilakukan untuk menciptakan kondusivitas menjelang Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriah. Pemusnahan ini diharapkan mampu membuat efek jera kepada masyarakat, khususnya penjual yang nekat berjualan miras dan obat ilegal.

Dewasa ini, mendengar kasus penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan miras sudah tidak asing di telinga, baik kasus kelas teri maupun kelas kakap. Salah satunya, kasus terhangat  yaitu jaringan gembong narkoba Fredy Pratama yang belum tertangkap sampai saat ini. Alasan ribetnya birokrasi karena berada di Thailand membuat pelakunya masih menghirup udara segar.

Bahkan, hingga November 2023, jumlah kasus pengguna narkoba di negeri ini mencapai 3,3 juta orang. Mulai dari masyarakat biasa, pejabat, selebritis, dan penegak hukum, semua turut serta dalam lingkaran setan ini. Banyaknya kasus yang terjadi membuktikan ketidakseriusan negara dalam menangani peredaran miras dan obat-obatan ilegal di tengah masyarakat dan masih menjadi PR besar pemerintah.

Harusnya negara menyadari bahwa dampak dari mengonsumsi miras dan penyalahgunaan obat-obatan bisa menjadi efek domino. Ini karena seseorang yang sudah berada dalam pengaruh alkohol atau miras dan obat-obatan akan hilang akal sehatnya sehingga rentan melakukan aksi kriminal lainnya.

Selain itu, maraknya penggunaan obat-obatan terlarang dan miras oleh generasi muda akan berdampak pada terhambatnya kemajuan negeri ini, karena penggunaan barang haram tersebut akan merusak fisik dan psikis mereka. Bagaimana negara ini bisa maju, jika generasi penerus peradaban telah digerogoti tubuhnya oleh zat perusak syaraf.

Namun, inilah fakta yang terjadi saat ini. Buah busuk dari penerapan sistem sekuler kapitalisme menjadikan negara abai dan melahirkan masyarakat yang rapuh, mudah terbawa arus, dan tidak punya pendirian dikarenakan jauh dari pemahaman akidah Islam. 

Sistem ini memisahkan agama (Islam) dari kehidupan dan negara, sehingga negara yang menerapkan sistem ini membebaskan setiap individu untuk berekspresi, berakidah, dan berekonomi. Alhasil, ketika aturan kehidupan diserahkan pada pemikiran akal manusia, maka yang terjadi adalah kekacauan dan kerusakan.

Kemudian, penerapan hukum yang tebang pilih dan tumpul ke atas tajam ke bawah oleh negara membuat peredaran miras dan obat-obatan terlarang akan terus berlangsung, karena yang dirazia oleh pemerintah adalah yang biasa dijual di warung-warung atau penjual kecil. Harusnya yang dimusnahkan adalah pabrik yang memproduksi miras dan obat-obatan terlarang.

Sehingga, realitasnya miras yang sudah mendapatkan izin dari negara (legal) seperti di tempat hiburan malam (klub malam), tempat karaoke, hotel berbintang, dan lain sebagainya, masih bisa diperjualbelikan. 

Inilah bukti bahwa sistem ini memberikan kemudahan pada siapa saja yang memiliki modal besar untuk berbisnis, sekalipun berjualan barang haram. Sistem yang berorientasi pada keuntungan duniawi dan materi ini, membuat penguasa menjadi materialistis dan mengesampingkan keselamatan rakyat.

Oleh karena itu, kegiatan razia terhadap penjual miras dan obat-obatan ilegal bukanlah solusi yang solutif dan tidak akan mampu menghentikan peredarannya. Kalau memang betul-betul serius ingin memberantas peredarannya, negara harus membuat aturan tegas berupa larangan memproduksi dan memperjualbelikan miras dan obat-obatan terlarang, dengan memberikan hukuman yang berat bagi pelakunya. Artinya, selama negara masih menerapkan sistem sekuler kapitalisme, maka mustahil peredarannya bisa dihentikan.

Berbeda dengan negara yang menerapkan sistem Islam (khilafah) yang aturannya sahih karena dibuat oleh Allah Swt. Aturan itu tertuang dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Setiap aktivitas manusia mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi, semua ada aturannya dan berlaku hingga akhir zaman.

Termasuk persoalan miras dan obat-obatan terlarang, jelas dalam Islam haram hukumnya, baik legal maupun ilegal. Sesuatu yang membawa dampak buruk bagi manusia dilarang oleh Allah Swt. 

Allah berfirman dalam QS. Al-Maidah ayat 90 yang artinya,

"Hai orang-orang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan."

Oleh sebab itu, dalam Islam, negara berkewajiban melindungi rakyat dari hal-hal yang membahayakan jiwa dan raga. Negara harus menjaga generasi penerus peradaban dari pengaruh miras dan obat-obatan terlarang. Negara paham betul bahwa generasi tangguh dan berakhlakul karimah mampu membangun peradaban emas.

Penerapan syariah secara kaffah oleh negara inilah yang membentengi masuknya pemahaman kafir barat. Seluruh aspek kehidupan diatur oleh Islam, mulai dari akidah, ekonomi, hukum, sosial, budaya, pendidikan, dan sebagainya. Maka, akan terlahir masyarakat yang mempunyai idroksilabillah (kesadaran adanya hubungan manusia dengan Allah). Sehingga, setiap aktivitas yang dilakukan tidak keluar dari perintah dan larangan Allah Swt. Semua amal perbuatan dilakukan hanya mengharap rida Allah Swt.

Islam juga memiliki mekanisme dalam mencegah dan menangani peredaran miras dan obat-obatan terlarang. Di antaranya adalah melakukan edukasi fundamental dengan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam, adanya pengontrolan masyarakat, saling beramar ma'ruf nahi mungkar, dan memberikan sanksi bagi pelanggar hukum dengan sanksi takzir oleh hakim sesuai kadar kesalahannya. Sanksinya bahkan bisa sampai pada hukuman mati.

Inilah solusi hakiki yang Islam hadirkan untuk mewujudkan kondusivitas di tengah masyarakat, bukan hanya saat menjelang Hari Raya Idul Fitri saja. Maka dari itu, kita akhiri kezaliman sistem kufur ini dengan menggantinya dengan sistem Islam. Wallahualam


Oleh: Neng Mae
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 13 April 2024

Inikah Alasan Islam Kerap Dituding Radikal?

Tinta Media - Direktur Pamong Institute Wahyudi al-Maroky mengungkap alasan Islam kerap dituding radikal.

Hal tersebut ia sampaikan dalam program Kabar Petang: Rakus dan Radikal! Duit Negara Dijadikan Bancakan Para Mafia Tambang, Kamis (11/4/2024) di kanal YouTube Khilafah News.

Ia mengungkapkan, ajaran islam sangat bertentangan dengan kepentingan kapitalisme global maupun kepentingan oligarki yang ingin mengeruk kekayaan alam milik rakyat/umat.

“Di situ letak krusialnya, sehingga isu-isu yang dituduhkan sebagai radikal ini memang mereka arahkan kepada umat Islam dan ajaran-ajaran Islam,” ucap Wahyudi.

Maka kemudian, terang Wahyudi, yang dituding radikal itu adalah aktivis Islam maupun ormas-ormasnya, sehingga dimusuhi,” jelasnya.

Ia lantas mengingatkan, yang demikian itu pernah terjadi terhadap organisasi Islam HTI dan FPI yang diketahui sangat konsen menyuarakan Islam untuk melindungi kekayaan alam milik umat.

“Aktvis-aktivis yang keras menyuarakan kepentingan masyarakat dan negara juga dituding sebagi radikal, atau individu-individu intelektual yang  menyuarakan lantang isu-isu tersebut juga dituding sebagai intelektual yang radikal,” sesalnya.

Wahyudi pun menyampaikan, dalam ajaran Islam, barang-barang tambang kekayaan alam negeri itu harus dikelola oleh negara, dan hasilnya dikembalikan untuk kemakmuran rakyat.

Dalam hadis, ucap Wahyudi, disebutkan bahwa kaum Muslim ataupun manusia itu berserikat dalam tiga hal, yaitu kekayaan alam yang mengandung sifat unsur energi, unsur air dan unsur hutan atau padang gembala.

“Jadi tiga itu harus menjadi milik bersama masyarakat. Tidak boleh digunakan oleh individu, kelompok masyarakat dan korporat atau perusahaan untuk mereka kelola dengan seenaknya saja, tapi akses itu harus betul-betul dimiliki oleh masyarakat,” sebutnya.

Inilah menurut Wahyudi penyebab mengapa kalangan kapitalis dan oligarki yang dekat dengan kekuasaan begitu fokus untuk memusuhi Islam dan ajarannya.

“Karena dalam konteks pengelolaan kekayaan alam dan konteks pemberantasan korupsi, yang paling konsen, sangat jelas dan tegas melindungi kepentingan rakyat dan negara itu adalah konsep ajaran Islam,” pungkasnya.[] Muhar

Sabtu, 06 April 2024

Penjagaan Generasi dalam Islam


Tinta Media - Sungguh menyesakkan dada mendengar berita ada seorang anak perempuan berusia 12 tahun menjadi korban perdagangan orang. Anak perempuan yang masih kelas 6 SD di Kota Bandung tersebut telah dijual ke 22 pria hidung belang oleh tiga tersangka. Dua di antaranya sudah ditangkap polisi. Para tersangka menawarkan dan menjual korban kepada laki-laki hidung belang melalui aplikasi MiChat.

Awal kemalangan yang dialami korban bermula ketika ia dilaporkan hilang pada 23 November 2023. Upaya pencarian baru membuahkan hasil setelah tiga pekan sejak orang tuanya melaporkan pada 9 Desember 2023. Namun sungguh mengenaskan, ketika ditemukan gadis itu telah menjadi korban perdagangan orang. Ia ditemukan di sebuah apartemen di Kota Bandung. Dua pria dewasa ikut diamankan dan ditengarai telah menyetubuhinya.

Sebagai seorang ibu, tak sanggup rasanya melihat kejadian tersebut dialami oleh gadis cilik yang bahkan bisa jadi belum baligh. Sangat menyayat hati dan menyedihkan! Bisa dibayangkan bagaimana masa depannya kelak. Belum lagi rusaknya kondisi fisik dan kejiwaan yang dialami oleh gadis cilik tersebut. Bagaimana ia kelak merangkai asa dan cita-citanya?

Melihat  apa yang sudah dialami gadis cilik tersebut, maka harus dipastikan ia mendapat perawatan medis yang mencukupi. Selain itu, pendampingan ahli semacam psikolog atau psikiater juga sangat diperlukan untuk menyembuhkan luka batinnya. Tenaga ahli yang mendampingi sebisa mungkin memastikan mental si gadis mampu untuk menghadapi tekanan sosial. Dari penyembuhan luka batin ini juga diharapkan akan membantunya merangkai masa depan yang masih terbentang panjang. Harapannya, minimal dia bisa kembali beraktivitas di Masyarakat, bisa bersekolah dan bermain dengan teman-teman sebayanya.

Peran Keluarga

Kita tentu berharap generasi penerus kita adalah generasi yang terjaga dan selamat dari tindak kejahatan. Keluarga sebagai tempat awal hidupnya mempunyai peran yang cukup penting dalam pembentukan generasi. 

Orang tua, baik ayah maupun ibu harus bekerja sama dalam mendidik putra-putrinya. Ayah sebagai kepala keluarga tidak boleh berlepas tangan dan hanya memfokuskan untuk mencari nafkah. Bisa diibaratkan ayah adalah nahkoda kapal yang mengarahkan akan ke mana kapal ini berlayar. 

Selain membimbing istrinya, ibu dari anak-anaknya, ayah juga ikut terjun langsung membina anak-anaknya. Keterlibatan ayah dengan karakter kepemimpinan dan sifat tegasnya akan menjadikan anak-anak mempunyai sikap mandiri dan kepercayaan diri yang baik.

Berbicara peran ibu, semua pasti sepakat bahwa ibu mempunyai peranan yang sangat besar. Ibu sebagai pendidik pertama dan utama harus mempunyai bekal yang cukup untuk mendidik anak-anaknya. Ibu sebagai pendidik generasi sangat dibutuhkan dalam mendidik putra-putrinya dengan bekal akidah dan tsaqafah Islam yang mencukupi. Dengan bekal yang diberikan ini, diharapkan generasi memiliki kerangka pemahaman yang memadai sehingga dia bisa memilih mana yang benar dan mana yang salah. Dia tidak akan mudah tergerus dalam arus sekularisme dan hedonisme. Generasi yang dibentuk juga akan memiliki jati diri Islam yang kuat serta berkepribadian Islam.

Peran Masyarakat dan Negara

Keluarga sebagai penjaga awal generasi tidak bisa berjalan sendiri. Penjagaan generasi juga perlu didukung oleh lingkungan dan negara. Lingkungan, dalam hal ini masyarakat bisa menjaga generasi dengan melakukan amar makruf nahi munkar. Masyarakat dibiasakan saling mengajak kepada kebaikan dan mencegah jika ada kemungkaran sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah saw. dalam hadis yang artinya:

 “Barang siapa di antara kamu melihat kemungkaran hendaklah ia mencegah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak mampu, hendaklah mencegahnya dengan lisan, jika tidak mampu juga, hendaklah ia mencegahnya dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim)

Lalu, bagaimana jika terjadi kemungkaran? Di sinilah peran negara sangat dibutuhkan, yaitu negara yang menerapkan Islam secara kaffah atau negara khilafah. Negara khilafah ini akan memberi sanksi kepada pelaku kemaksiatan dengan sanksi sesuai hukum Islam. Pada kasus di atas, para pelaku perdagangan anak akan dihukum sesuai jenis kemaksiatan yang dilakukan.

Khilafah juga akan melakukan pencegahan terjadinya kemaksiatan. Dia akan memastikan keamanan dan kehormatan perempuan tetap terjaga ketika menjalankan aktivitas keseharian. Semua hal yang mengarah kepada kemaksiatan akan dihilangkan. Tidak hanya perempuan, semua individu warga negara pun akan dijaga keselamatannya.

“Imam/khalifah itu laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” [Hr. Bukhari dan Muslim]


Oleh: Erlina YD  
(Tim Editor Tinta Media)
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab