Tinta Media: Islam
Tampilkan postingan dengan label Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Islam. Tampilkan semua postingan

Senin, 18 Maret 2024

Tanpa Komando Umat Islam Jadi Lemah



Tinta Media - Isr4el melalui menterinya berniat menghapus bulan suci Ramadhan. "Apa yang disebut bulan Ramadhan harus dihapuskan, dan ketakutan kita terhadap bulan ini harus dihapuskan," kata Menteritida4el, Emichai Eliyahu sebagaimana dikutip oleh kompas.com, Selasa (5/3/2024). 

Masya Allah, betapa angkuh dan sombongnya mereka. Sudahlah menghancurkan rumah-rumah, gedung-gedung bertingkat, menghilangkan puluhan ribu nyawa, kali ini mereka ingin menghapus bulan Ramadhan. 

Betapa lemahnya kita sehingga Israel berani bermimpi menghapuskan bulan suci Ramadhan. Entah sampai kapan kita akan membiarkan saudara-saudara kita di Gaza berjuang sendiri mempertahankan tanah kaum Muslimin sejak 76 tahun lalu. Entah kapan kita akan membongkar tembok yang memblokade Gaza. Entah berapa jumlah korban yang kita tunggu baru kita akan memaksa pasukan Israel berhenti dan mengusir mereka dari tanah kita di Palestina. 

Sungguh kita sangat lemah. Kecintaan kita kepada dunia membuat kita takut melawan Israel dan sekutunya. Banyaknya negara yang berpenduduk mayoritas muslim ibarat buih yang terombang-ambing di lautan. Negeri kita yang satu, sibuk urus pemilihan umum untuk berebut kekuasaan. Negeri yang satu sibuk urus turnamen sepak bola agar berkelas dunia. Ada juga yang sibuk memamerkan kekayaan dan keindahan agar memancing wisatawan dunia. Banyak juga yang tengah dalam kemiskinan dan krisis karena masih dilanda perang yang berkepanjangan. 

Alangkah lemahnya kita sehingga kehilangan kekuasaan, kedudukan, harta termasuk nyawa lebih kita takuti daripada kehilangan pengakuan dari Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam. Karena sungguh Nabi yang paling mulia itu telah bersabda sebagaimana dalam hadits riwayat Bukhari Muslim bahwa tidak beriman seseorang hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. 

Saking lemahnya, kita tidak bisa merasakan penderitaan umat Islam di Gaza. Padahal umat Islam itu bagaikan satu tubuh. Jika satu bagian merasakan sakit, maka seluruh bagian akan ikut terjaga dan mengalami demam karena turut merasakan sakit. Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam juga menggambarkan kita bagaikan satu bangunan yang saling menguatkan satu sama lain. 

Tampaknya, tubuh umat Islam hari ini tidaklah utuh. Begitu juga sebagai sebuah bangunan pun tidak utuh. Layaknya tubuh, kita tidak punya kepala yang memberikan komando kepada bagian tubuh yang lain. Sebagai sebuah bangunan kita tidak punya atap yang melindungi. Tidak ada yang memberi komando memerangi Israel dan tidak yang melindungi umat Islam dari serangan Israel dan negara-negara kafir lainnya. 

Jelas Israel tidak akan bisa menghapuskan bulan suci Ramadhan, sebagaimana mereka maupun orang kafir lainnya tidak akan bisa menghilangkan Al-Quran dari muka bumi. Sebab, Al-Qur'an termasuk juga bulan Ramadhan dijaga langsung oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sebagaimana Allah tegaskan dalam surat Al-Hijr ayat 9. 

Hanya saja memungkinkan bagi mereka menghalangi umat Islam menunaikan ibadah di bulan Ramadhan. Namun sulit dibayangkan mereka akan berhasil selama umat Islam di Gaza masih memiliki iman yang kuat. Dihalangi berpuasa, Muslim Gaza sudah terbiasa berpuasa sebelum Ramadhan, dihalangi shalat mereka tetap shalat meski masjid dan rumahnya telah runtuh. Justru pahala puasa dan shalat di bulan Ramadhan adalah yang sangat dirindukan. Bahkan mati syahid di bulan Ramadhan merupakan nikmat yang sangat diimpikan. 

Justru yang dikhawatirkan ibadahnya di bulan Ramadhan kurang maksimal adalah kita yang tinggal di luar Gaza. Kita memang tetap berpuasa, shalat, sedekah dan tilawah Al-Qur'an, namun selama kita diam dan tidak berbuat apa-apa untuk membebaskan saudara kita yang sedang dijajah dan dizalimi di Gaza serta di belahan bumi lainnya, maka ibadah kita masih jauh dari sempurna. 

"Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga" (HR. Tabrani)



Oleh : Muhammad Syafi'i
Aktivis Dakwah 


Minggu, 17 Maret 2024

Pendidikan Ideal, Pendidikan ala Islam


Tinta Media - Kabar miris datang dari salah satu sekolah di kabupaten Bandung, yakni SMP Negeri 3 Baleendah yang diduga telah terjadi tindak kekerasan seksual kepada salah satu murid di sekolah tersebut. Keluarga korban melaporkan kasus tersebut karena merasa terancam oleh perbuatan pelaku yang merupakan guru dari korban. Setelah kasus ini diselidiki ternyata korban dari pelaku tak hanya satu orang saja melainkan beberapa murid yang sama-sama mendapatkan perlakuan tak senonoh dari beberapa oknum guru di sana. 

Lagi dan lagi, kita terus saja dihantui dengan perasaan takut terhadap dunia luar yang bisa berakibat buruk bagi anak. Kasus seperti ini bukanlah yang pertama kali, melainkan merupakan kasus berulang yang sering terjadi. Dunia pendidikan yang kita anggap menjadi lingkungan yang aman bagi anak, justru mengungkapkan fakta yang sebaliknya. Sekolah saat ini tak menjamin membuat siswa menjadi nyaman dalam belajar. Seperti kasus-kasus seperti ini yang membuat siswa menjadi tertekan dalam menjalani kegiatan belajar mengajar (KBM). 

Jika kita telisik mengenai kasus kekerasan seksual yang terjadi dalam dunia pendidikan, kita akan mendapati bahwa guru tak menempati posisi sebagaimana mestinya. Guru yang sering kita sebut-sebut sebagai "yang digugu dan ditiru" malah melakukan perbuatan yang buruk dan berdampak buruk pula bagi murid-murid yang diajarnya. Dengan didukung oleh sistem kapitalis yang diterapkan di negeri ini dan juga penerapan sekularisme atau sistem yang memisahkan agama dari kehidupan, maka orang dapat dengan bebas melakukan perbuatan, bahkan meski melanggar aturan norma masyarakat dan agama. 

Di samping itu, kurangnya edukasi dan pengarahan melalui program oleh pemerintah kepada guru terkait moral dalam dunia pendidikan, membuat guru saat ini hanya mengutamakan aspek ilmu saja. Dengan adanya kurikulum merdeka juga sedikit demi sedikit dapat menyingkirkan peran guru dalam pembelajaran siswa. Aturan kebanyakan sekolah kurang memperhatikan terkait kemaslahatan bagi guru dan siswa. Interaksi yang tidak dibatasi sehingga menimbulkan perlakuan yang tidak bermoral dari oknum-oknum pelaku kejahatan. Ditambah gaji yang tidak memuaskan para guru, membuatnya bekerja tak sepenuh hati dalam mendidik murid-muridnya. Dengan kata kasarnya, mereka bekerja sebagai formalitas semata, tak ada gairah untuk membentuk generasi yang unggul. Inilah sebab dari diterapkannya sistem kapitalisme dalam kehidupan. Sistem ini hanya menambah berbagai permasalahan dalam kehidupan seperti kasus pelecehan oleh guru kepada murid yang banyak terjadi saat ini.


Sedangkan Islam sangat menjunjung tinggi pendidikan, bahkan mewajibkan bagi umatnya untuk menuntut ilmu sebagaimana hadist yang sering kita jumpai yaitu 

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Artinya “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim” (HR. Ibnu Majah dari Anas ra.).


Orang yang berada di jalan menuntut ilmu syar'i, dijanjikan kebaikan oleh Allah yaitu dimudahkan jalannya menuju surga 

وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ 

Artinya: "Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga." (HR Muslim, no. 2699). 

Islam sangat memperhatikan mutu pendidikan bagi generasi. Islam juga memperhatikan standar seseorang yang pantas dijadikan guru. Islam akan memilih orang yang tak hanya berkompeten dalam bidang ilmu, tapi hal yang justru lebih dulu diperhatikan adalah akidah dan ketakwaan orang tersebut. Kesesuaiannya dengan syariat Islam, sehingga pola pikir dan pola sikapnya menampakkan pemahamannya yang  sesuai dengan syariat Islam (kepribadian Islam). Hal tersebut meminimalisasi kemungkinan kejahatan yang terjadi dalam dunia pendidikan, apalagi disertai dengan kontrol masyarakat (lingkungan) yang menghidupkan amar makruf nahi mungkar, dan kuatnya negara dalam melakukan penjagaan melalui penerapan Islam kaffah. 

Negara di dalam Islam  mengatur pengelolaan pendidikan, mulai dari penentuan kurikulum dan tujuan pendidikan, pengadaan sarana-pra sarana pendidikan yang kondusif dan berkualitas, termasuk penyediaan para SDM guru yang memenuhi kompeten. Lingkungan sekolah terjaga dalam aspek pergaulannya, lingkungan pendidikan antara laki-laki dan perempuan terpisah, walaupun dibolehkan untuk interaksi belajar- mengajar antar laki-laki dan perempuan, sebagai siswa dan guru. Namun untuk menjaga, boleh jika  siswa perempuan muslimah akan diajarkan ilmu-ilmu oleh guru perempuan, sebaliknya begitu pun siswa laki-laki yang diajarkan oleh guru laki-laki.


Dalam pendidikan, Islam mengajarkan terkait adab guru terhadap murid dan juga murid kepada gurunya. Dengan akidah yang benar dan tertancap kuat dalam diri para guru serta siswa, maka umat muslim akan senantiasa memperhatikan setiap amal perbuatan yang dilakukannya atas dasar rasa takut kepada Allah, sehingga moral umat muslim akan terjaga. 

Dalam Islam, guru adalah seorang yang dihormati dan memiliki kedudukan mulia diantara umat. Karena Islam meyakini bahwa ilmu adalah harta yang sangat berharga. Dengan demikian, Islam pun akan sangat menghargai jasa seorang guru dalam dunia pendidikan. 

Gaji guru di dalam Islam tidak seperti gaji guru dalam sistem kapitalis yang berasaskan manfaat semata. Tercatat dalam sejarah, Umar bin Khattab menetapkan gaji bagi setiap pengajar sebanyak 15 Dinar setiap bulan. 1 koin dinar memiliki berat sekitar 4,25 gram emas atau 4 juta rupiah lebih yang jika dikalkulasikan maka 15 dinar kurang lebih setara dengan 60 juta. Dengan gaji yang luar biasa tersebut, guru akan mengupayakan sekuat tenaga jeri payahnya untuk membentuk generasi-generasi unggul yang dapat membangkitkan peradaban menuju kejayaan. 

Sebagai perbandingan, saat ini gaji guru di negeri kita berada pada kisaran 2 juta. Jika dinyatakan dalam dinar, gaji guru sekarang hanya berkisar 1 dinar saja. Ini sama saja menyatakan bahwa gaji guru sekarang hanya 1/15 dari gaji guru pada masa Khalifah Umar. 

Maka, tak ada solusi lain untuk mewujudkan  keamanan rakyat yang dijamin oleh negara, termasuk di dunia pendidikan, selain dengan penerapan kembali Islam dalam semua aspek kehidupan di bawah naungan kekhilafahan.


Wallahua'lam bisshawaab.



Oleh: Isnaeni Nur Azizah
Sahabat Tinta Media 

Sabtu, 16 Maret 2024

Hipokrasi dalam Sistem Demokrasi Modern


Tinta Media - Negara-negara yang menganut sistem demokrasi modern saat ini adalah negara-negara yang menerapkan ideologi kapitalis sekuler. Hanya tersisa beberapa negara yang menerapkan ideologi sosialis komunis dan dapat dihitung dengan jari. Setelah runtuhnya Khilafah ideologi Islam tenggelam dan belum mampu untuk bangkit. 

Negara yang mengemban sistem pemerintahan demokrasi modern saat ini terlihat lebih baik dan lebih makmur seperti Amerika dan Eropa. Tetapi China dan Korea Utara serta Kuba  yang menerapkan sosialis-komunis juga terlihat makmur. Sementara Negara-negara timur tengah dengan sistem ke-emiran dan monarki juga sangat makmur. Ada paradoks dengan sistem demokrasi di daratan Afrika jika dibandingkan dengan Amerika dan Eropa. 

Demokrasi yang diterapkan oleh Amerika dan Eropa dinegara masing-masing adalah demokrasi yang konsisten untuk politik dalam negeri. Tetapi jika berkaitan dengan politik luar negeri mereka menerapkan standar yang sesuai dengan kepentingan ideologi negara mereka. Tidak peduli dengan kondisi dan keadaan negara lain, yang penting kepentingan negara mereka tetap terjaga. Sehingga dapat dikatakan demokrasi modern saat ini bersifat hipokrit. 

Hipokrit adalah suatu sikap yang mendua yang bertolak belakang atau berwajah dua atau sifat munafik. Sikap munafik para politisi adalah hal yang wajar menurut mereka, karena tujuan politik mereka adalah kepentingan pribadi, keluarga, golongan dan partai mereka. Tak da musuh dan teman abadi dalam sistem politik demokrasi, tetapi yang ada hanyalah kepentingan mereka. Tidak memperdulikan kehendak rakyat serta tidak peduli halal haram menurut agama. 

Dalam sistem politik Islam tolok ukurnya adalah halal haram. Jika suatu kebijakan melanggar hukum islam maka kebijakan tersebut tidak boleh diadopsi dan diterapkan, misalnya kebijakan tentang penjualan minuman beralkohol dan lokalisasi perjudian. Karena minuman beralkohol dan aktivitas judi adalah hal yang dilarang oleh agama. 

Politik Islam menerapkan kedaulatan hanya bersumber dari hukum syara, jika suatu kebijakan bertentangan dengan hukum syara maka kebijakan tersebut tidak boleh dilaksanakan. Sehingga sifat hipokrit tidak ditemukan pada politisi Islam. Politisi silam hanya memikirkan kesejahteraan umat, membuat kebijakan untuk kepentingan umat serta mengambil keputusan hanya demi kebaikan umat. 

Sangat jelas perbedaan antara politik dalam sistem demokrasi sekuler kapitalis dan politik dalam sistem Islam. Politik Islam memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan sistem politik demokrasi, terutama sikap hipokrit yang sangat kental melekat pada politisi demokrasi. 

Keunggulan sistem politik Islam wajib diadopsi oleh umat. Jika belum terwujud maka semua umat wajib mengusahakan terwujudnya sistem politik Islam. Hanya dengan terwujudnya sistem politik Islam umat ini kembali menjadi umat yang mulia, umat terbaik, umat yang unggul dan menjadi rahmat bagi sekalian alam. 

Umat Islam harus mencampakkan sistem demokrasi, membuang dan mengubur dalam-dalam sampai ke perut bumi dan sistem politik Islam menjadi penggantinya.



Oleh: Agus Syarkani
Aktivis Dakwah 

Kamis, 14 Maret 2024

Perubahan Hakiki Hanya dengan Sistem Islam


Tinta Media - Antusiasme dan harapan masyarakat di Indonesia dalam pelaksanaan Pemilu tahun ini sangatlah besar dengan berpartisipasi memberikan hak suaranya di pemilu pada tanggal 14 Februari 2024  lalu. Memilih pemimpin negeri dan wakil-wakil rakyat di DPR menjadi cara yang mereka gunakan untuk membawa perubahan yang lebih baik di negeri ini.

Di satu sisi, hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat mulai menyadari bahwa keadaan negeri ini sedang tidak baik-baik saja. Terlihat di semua  bidang  kehidupan, berbagai permasalahan kian hari kian mengimpit dan susul-menyusul tanpa henti. Di antara masalah tersebut antara lain:

Pertama, bidang ekonomi. Walaupun negeri ini sangat kaya akan sumber daya alamnya, tetapi justru kemiskinan merajalela. Utang luar negeri semakin menggurita, kasus korupsi menjadi hal biasa, kerawanan pangan pun terus melanda.

Kedua, bidang pendidikan. Belum semua lapisan masyarakat dapat mengenyam fasilitas pendidikan hingga tingkat atas, apalagi hingga perguruan tinggi (PT) akibat mahalnya biaya pendidikan. 

Untuk PT saja biaya yang harus dikeluarkan bisa mencapai ratusan juta. Ini menunjukkan hawa bisnis begitu merebak di ranah pendidikan. Hal tersebut mengakibatkan banyaknya anak-anak negeri ini yang tidak mampu melanjutkan pendidikan, bahkan putus di tengah jalan.

Ketiga, bidang kesehatan. Masyarakat harus membayar mahal ketika ingin mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Jika ingin mendapatkan yang gratis atau murah, pelayanan kesehatannya pun apa adanya. 

Program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) pun sejatinya bukan jaminan kesehatan berupa pelayanan kesehatan dari negara, tetapi justru 'gotong royong ' rakyat yang hakikatnya adalah asuransi yang dikelola oleh BPJS. Beban pembiayaannya dikembalikan kepada rakyat, dengan membayar premi per bulan per jiwa.

Keempat, bidang sosial. Berkembangnya masalah sosial dan penyakit sosial, semisal banyaknya tunawisma yang menggelandang di kota-kota besar, maraknya ODGJ akibat tidak mampu memikul beban hidup yang semakin berat dalam berbagai hal, juga stres sosial yang menimpa banyak orang di berbagai lapisan masyarakat.

Kelima, bidang keamanan dan kriminalitas. Kejahatan dalam berbagai bentuk, baik di dunia nyata maupun di dunia maya, menambah miris kondisi bangsa ini. 

Kejahatan yang meningkat tajam sebagai efek dari masalah kemiskinan, sosial, dan sebagainya, menjadikan rasa aman sebagai sesuatu yang mahal di negeri ini. Bahkan, di lingkungan terdekat sekalipun, yaitu keluarga, kerabat dan tetangga, tidak dapat terjamin rasa aman. Sebagai buktinya, bahwa para pelaku kejahatan saat ini, banyak yang merupakan orang-orang terdekat korban.

Itulah realitas hidup di dalam masyarakat yang menjunjung tinggi HAM dan kebebasan, melalui sistem demokrasinya, yang justru melahirkan masyarakat yang rusak dalam seluruh bidang kehidupan.

Maka, sangat wajar jika rakyat di negeri ini menginginkan perubahan, tentu ke arah yang lebih baik. Namun, apakah perubahan masyarakat itu cukup melalui pemilu? 

Masyarakat menggantungkan harapan yang sangat besar kepada calon pemimpin yang digadang-gadang dapat membawa perubahan. Ada juga yang berharap akan adanya sebagian wakil rakyat yang mau mendengar aspirasi mereka dan memperjuangkannya, sehingga mengubah kondisi menjadi  lebih baik. Namun, tidak sedikit juga masyarakat yang meragukan bahwa pemilu ini akan memberikan perbaikan kondisi mereka. Ini karena masyarakat sudah jengah dengan keadaan yang semakin sulit akibat kebijakan yang menyengsarakan rakyat.

Di negeri ini, pemilu demokrasi telah dilakukan berulang kali dan menghasilkan pemimpin negara yang berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari militer, sipil intelektual, ulama, perempuan, hingga pengusaha mebel. Namun, kondisi yang dialami bangsa ini tidak menjadi lebih baik dengan para pemimpin tersebut, justru makin jauh dari kata sejahtera.

Jika ditelusuri, masalahnya bukan hanya terletak pada sosok pemimpinnya saja, tetapi juga terletak pada sistem yang diterapkan, yakni demokrasi kapitalisme, yang terbukti telah gagal memberikan kehidupan yang sejahtera, aman, dan sentosa kepada rakyat, berupa kehidupan yang penuh problematika tanpa mampu diselesaikan.

Sebagai seorang muslim, kita harus mengembalikan tolok ukur kehidupan kita kepada pandangan Islam. Jika kita ingin melakukan perubahan kondisi masyarakat menjadi lebih baik, maka harus mengganti sistem demokrasi kapitalisme dengan sistem  Islam yang sempurna.

Allah Swt. berfirman dalam QS. Ar-Ra'd (13)- 11, yang artinya bahwa:

"Allah Swt. tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum tersebut mengubah keadaan diri mereka sendiri."

Sistem aturan kehidupan yang diterapkan saat ini, yaitu sistem demokrasi-kapitalisme-sekuler, yang memisahkan agama dari kehidupan, telah menampakkan aturan Allah Swt. dengan menjadikan manusia yang menjadi pembuat hukum (legislasi), karena kedaulatan berada di tangan rakyat.

Walaupun pada kenyataannya, para elite politik duduk di kursi parlemen untuk membuat undang-undang dan kebijakan yang hanya pro kepada para pemilik modal, baik lokal swasta, asing, dan aseng, sedangkan rakyat yang banyak dirugikan.

Oleh karena itu, bagi kumat Islam, hanya hukum Allah Swt. yang haq, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Maidah (5):8 50, yang artinya:

"Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik dari pada hukum Allah bagi kaum yang meyakini?"

Melalui pergantian sistem kufur saat ini dengan sistem Islam, insyaallah akan terjadi perubahan yang mendasar, melalui sebuah institusi pemerintahan yang disebut khilafah.

Perubahan sistem ini harus diperjuangkan melalui sebuah aktivitas dakwah berjamaah, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. untuk menancapkan ketakwaan pada setiap individu, dan juga pada masyarakat, sehingga mendorong mereka untuk menerapkan syariah Islam kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Ini dilakukan secara komprehensif dan revolusioner dipimpin oleh seorang khalifah (imam) yang telah memenuhi syarat kelayakan sebagai pemimpin, berdasarkan hukum syara. Inilah perubahan yang hakiki, menuju keridaan Allah Swt. 

Allah Swt. berfirman dalam QS Al -'Araf; 96, yang artinya:

"Seandainya penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa, niscaya Allah akan melimpahkan atas mereka barakah dari langit dan bumi ...."

Wallahu'allam bisawwab.


Oleh: Yuli Ummu Shabira
Sahabat Tinta Media

Senin, 11 Maret 2024

Harga Beras Melambung Tinggi, IJM: Islam Sangat Memperhatikan Masalah Pangan


Tinta Media - Menanggapi pernyataan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengenai harga beras melambung tinggi sebab jadwal hujan yang bergeser, Direktur Indonesia Justice Monitor Agung Wisnuwardana mengatakan bahwa Islam sangat memperhatikan masalah pangan.

"Sahabatku sekalian, Islam sangat memperhatikan masalah pangan," tuturnya dalam video Zulhas Ungkap Alasan Harga Beras Melambung  Gegara Jadwal Hujan Geser, Setuju? Di kanal YouTube Justice Monitor, Jumat (1/3/2024).

Menurutnya, masalah pangan merupakan salah satu dari kebutuhan pokok masyarakat. Islam mewajibkan seorang pemimpin negara dan jajarannya untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyatnya, terutama pangan. "Dengan dorongan imam, mereka melaksanakan tugasnya dengan baik. Mereka paham bahwa kepemimpinan adalah amanah dan akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah Subhanahu Wa Taa'la kelak di akhirat," ujarnya.

Ia menambahkan bahwa Islam mewajibkan pemerintah untuk menyediakan kebutuhan pokok, tidak hanya memperkirakan kecukupannya tetapi memastikan real kebutuhan setiap individu dapat terpenuhi dengan baik, dengan layak. Islam mengharamkan pemerintah mematuk harga tetapi Islam memiliki mekanisme agar ketersediaan pangan dan harganya tetap terjaga, "Tentu tidak meninggalkan petani yang membutuhkan kesejahteraan," tukasnya.

"Islam melarang kaum muslim bergantung pada asing agar negara bisa bersikap independen," imbuhnya.

Meskipun demikian, lanjutnya, Islam tidak melarang impor, asalkan memenuhi kriteria syariat seperti larangan bekerja sama dengan negara-negara musuh. Negara juga memiliki kebijakan dalam negeri untuk mewujudkan ketahanan pangan, diantaranya ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian.

Ia menjelaskan bahwa ekstensifikasi berhubungan dengan penyediaan lahan pertanian dan tentu harus meminimalisirkan alih fungsi lahan. Lahan yang menjadi cadangan pangan harus dipertahankan demikian rupa. Sedangkan intensifikasi adalah terkait dengan peningkatan kualitas benih, sarana produksi pertanian, termasuk dalamnya pupuk, metode pertanian dan lain sebagainya ituu meningkatkan kualitas. "Selain produksi, negara juga mengatur distribusinya dengan memotong rantai distribusi hingga dapat meminimalkan biaya," bebernya.

"Alhasil, harga bahan pokok tidak akan naik jauh, akan ada sanksi bagi pelaku kecurangan sehingga tidak ada yang berani berlaku curang, misalnya melakukan penimbunan," paparnya.

"Semua dilakukan semata karena dorongan imam kepada Allah Subhanahu Wa Taa'la," tambahnya.

Ia menyatakan bahwa dengan mengadopsi ekonomi syariah, negara akan memiliki kedaulatan pangan dan kesejahteraan ekonomi. "Tentu ini juga dengan menata petani dengan pola yang kami sodorkan tadi makan petani juga tetap bisa merasakan kesejahteraan," pungkasnya.[] Ajira

Minggu, 10 Maret 2024

Menjaga Generasi dari Masalah Bullying dengan Nilai-Nilai Islam


Tinta Media - Bullying atau perundungan adalah masalah sosial yang serius di era digital kita saat ini. Meskipun upaya telah dilakukan untuk menyelesaikannya, kasus bullying yang melibatkan anak-anak malah semakin meningkat. Hal ini terjadi karena sistem dalam masyarakat kapitalis yang tidak mampu memberikan solusi yang pasti.

Namun, Islam memiliki solusi yang sempurna dalam menangani masalah bullying dengan menjaga generasi dalam nilai-nilai Islam, dan melibatkan peran negara, masyarakat, dan orang tua dalam menyelamatkan anak-anak dari ancaman apa pun yang dapat terjadi. Terlebih saat ini kasus bullying dapat terjadi di mana saja, termasuk di lingkungan sekolah dan di luar sekolah.

Beberapa faktor dapat menimbulkan perilaku bullying, seperti sistem pendidikan yang cenderung sekuler dan kurang memperhatikan nilai-nilai agama. Sering kali anak-anak terpapar tayangan televisi yang bebas konten dan menampilkan adegan kekerasan, yang merusak moral dan karakter anak-anak. Selain itu, cara menganggap perilaku nakal pada anak juga menjadi faktor yang memperpanjang kasus bullying. Padahal, untuk membentuk perilaku baik pada anak, seharusnya dilakukan sedini mungkin.

Sistem peradilan anak yang diterapkan saat ini juga menjadi masalah, sebagian besar para pelaku bullying akan dikembalikan ke orang tua mereka dan tidak dikenakan sanksi yang seharusnya. Hukuman yang ringan bisa jadi memberikan dampak pada semakin maraknya kasus bullying, karena dapat memberikan sinyal yang salah kepada pelaku bahwa tindakan mereka dianggap remeh dan tidak berakibat serius.

Islam mempunyai peran penting dalam menangani masalah perundungan. Dalam paradigma Islam menjaga generasi tidak hanya menjadi tugas orang tua dan guru, tetapi juga butuh peran negara dan masyarakat. Dan sebagai agama yang sempurna, sistem yang dibuat pengaturannya juga sempurna. Dalam Islam, terdapat hukum syariat yang menetapkan pertanggungjawaban setiap pelaku atas perbuatannya. Dan Hukum tersebut bertujuan untuk mendidik para pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya.

Terlebih di dalam Islam seseorang seorang muslim yang sudah mengalami baligh, maka orang tersebut tidak akan lagi dianggap sebagai anak-anak. Sebab ia sudah sepenuhnya menjadi orang yang telah mengenal, perbuatan mana yang benar dan mana yang salah, dan telah mendapat  tanggung jawab sepenuhnya untuk menjalankan syariat Islam.

Sehingga kehadiran negara menjadi sangat penting, dalam menyediakan pendidikan yang berlandaskan akidah Islam, sebab selain pendidikan formal, pendidikan agama juga dibutuhkan bagi anak-anak. Sehingga melahirkan individu yang bertakwa serta mencetak generasi yang memiliki visi hidup dan tanggung jawab yang jelas. 

Selain itu, negara juga wajib menciptakan kesejahteraan dalam ekonomi sehingga para orang tua berada dalam perannya yang masing-masing, dan anak-anak tidak merasa kekurangan kasih sayang dan perhatian orang tua khususnya ibu. Selanjutnya negara juga mempunyai peran dalam menyaring tontonan di media, karena negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi generasi dari segala sesuatu ancaman yang hendak terjadi.

Di dalam keluarga, orang tua berperan penting dalam menanamkan akidah sejak dini,  memberikan contoh dan dorongan yang positif kepada anak. Sebagai orang tua, perlu memberikan pengasuhan yang sehat, mencintai anak, dan tidak terlalu memberikan tekanan yang berlebihan kepada anak.
Sehingga membentuk generasi yang baik dengan mempraktikkan nilai-nilai Islam di dalam kehidupan sehari-hari. Sementara peran penting  Masyarakat yaitu dengan menciptakan lingkungan yang kondusif dan jauh dari kekerasan maupun kejahatan.

Islam mempunyai aturan dan ajaran yang sempurna dalam menjaga keutuhan dan keselamatan generasi. Dalam pandangan Islam, nilai-nilai agama yang kuat seperti kasih sayang dan empati sangat ditekankan. Dan sistem Islam yang kental dengan nilai-nilai tersebut merupakan modal utama dalam memberikan perlindungan kepada anak-anak, sekaligus mampu memberikan solusi yang lebih baik dalam mengatasi masalah bullying di masyarakat.

Karena pada dasarnya masalah bullying dapat diatasi dengan ketakwaan individu, masyarakat, dan negara yang kuat. Oleh karenanya menghadirkan Islam dalam kehidupan ini, menjadi suatu keharusan bagi umat manusia. Dan dengan menerapkan sistem Islam yang kaffah niscaya masalah bullying di masyarakat dapat diatasi dengan tuntas dan tidak lagi mengganggu perkembangan generasi di masa depan.

 Wallahu'alam.


Oleh :Indri Wulan Pertiwi
Aktivis Muslimah Semarang 

Ramadhan, Momentum Persatuan Umat Islam



Tinta Media - Bulan suci Ramadhan akan menaungi umat Islam sedunia, tamu istimewa dan syiar Islam yang mulia. Namun sayang, Ramadhan yang semestinya jadi momen kesatuan umat terkadang terganggu oleh adanya perbedaan awal dan akhir Ramadhan. Hal ini merupakan masalah yang sering terjadi di dunia Islam. Antara negara yang satu dengan negara lainnya. Tentunya di era kecanggihan teknologi komunikasi dan globalisasi Informasi saat ini, perbedaan tersebut mengusik pikiran kita.

Perbedaan dalam menentukan awal dan akhir Ramadhan, menurut sebagian pemikir muslim bisa terjadi karena faktor astronomi, faktor fikih dan faktor politik. Faktor politik inilah yang dianggap sebagai faktor yang paling dominan. Karena secara politik, umat Islam kini hidup tersekat-sekat dalam beberapa bangsa dan negara. Setiap negara menentukan awal dan akhir Ramadhannya sendiri-sendiri. Bahkan sebagian dari mereka tidak memperhatikan nash-nash syara’.

Kekuasaan dan fanatisme atas wilayah negara dan bangsa mereka menjadi dasar dalam menentukan perkara ini. Padahal keterpecahan mereka saat ini adalah rekayasa imperialisme Barat, bukan perasaan kebangsaan murni. Lihatlah bangsa Arab yang berpenduduk sekitar 325 juta terbagi dalam sekitar 24 negara? Begitu pun Indonesia, Malaysia, Brunei, yang serumpun menjadi negara-negara yang terpisah. Padahal seharusnya 1,7 miliar kaum muslimin di dunia hidup dalam satu naungan negara, sebagaimana masa peradaban Islam dahulu.

Faktor politik kebangsaan inilah yang menjadi faktor terpecahnya umat Islam, termasuk dalam penentuan awal-akhir Ramadhan. Terjadinya perbedaan pendapat di internal umat Islam sebenarnya dapat ditoleransi, selama pendapat tersebut termasuk pendapat Islami dan tidak menyebabkan perpecahan di dalam tubuh umat Islam. Sedangkan perbedaan penetapan awal-akhir Ramadhan ini tergolong ke dalam perkara yang tidak bisa ditoleransi, sebab berdampak luas pada perpecahan umat Islam,

Perpecahan tersebut di antaranya kekacauan dan ketidakbersamaan dalam melaksanakan ibadah puasa termasuk dalam menampakkan syi’ar hari raya. Perbedaan dalam perkara ini tidak tergolong rahmat, sebab di dalamnya berkaitan dengan halal-haram dan perpecahan dunia Islam. Perbedaan awal-akhir Ramadhan dan Idul Fitri pada tahun-tahun tertentu harusnya membuat kita malu. Coba perhatikan, Umat Nasrani saja bisa bersatu saat perayaan Natal 25 Desember, sebagaimana Yahudi, Budha, Hindu, dan yang lainnya. Mereka semua kompak dalam kebersamaan hari-hari besar perayaan agama mereka. Mengapa umat Islam tidak bisa?

Dari sini ada pelajaran yang sangat berharga bahwa umat Islam sangat memerlukan Institusi politik pemersatu. Institusi dengan kekuatan yang sanggup menyatukan kaum Muslimin dari Maroko hingga Merauke. Dari wilayah barat hingga timur. Sehingga, ketika menentukan awal Ramadhan adalah keputusan global dari Institusi politik yang satu. Institusi tersebut melakukan rukyat secara global dan hasil rukyat akan diberlakukan global kepada seluruh umat Islam. 

Patutlah arahan dari Imam al-Maziri rahimahullah kepada kita ketika mensyarah hadis-hadis Shahih Muslim terkait rukyatul hilal, tentang institusi politik seperti apa yang sanggup mempersatukan umat Islam dalam awal-akhir Ramadhan, ia menjelaskan, "ika hilal telah terbukti oleh Khalifah maka seluruh negeri-negeri Islam wajib merujuk hasil rukyat itu, Sebab rukyat Khalifah berbeda dengan rukyat dari selain Khalifah. Karena seluruh negeri-negeri yang berada di bawah pemerintahannya dianggap bagaikan satu negeri. (Al-Mu’lim bi Fawâ`id Muslim, II/44-45). Wallahu a’lam.[]

Oleh: Cicin Suhendi 
Sahabat Tinta Media 

Kamis, 07 Maret 2024

Kasus Perundungan, Butuh Solusi Cerdas dan Berkesinambungan



Tinta Media - Kasus bullying (perundungan) masih menjadi masalah besar yang terus mengancam generasi hingga saat ini. Begitu banyak kasus yang terungkap di kalangan pelajar.

Bullying, Krisis Adab Para Pemuda

Salah satu kasus perundungan yang kini menjadi sorotan adalah kasus bullying remaja perempuan di Batam. Kasus yang sempat viral di media sosial ini, masih ditangani pihak kepolisian (liputan6.com, 3/3/2024). Empat tersangka pelaku perundungan telah diamankan pihak kepolisian. Berdasarkan keterangan, perundungan yang terjadi didasari motif sakit hati karena saling ejek. 

Tidak hanya di Batam, kasus serupa pun terjadi di salah satu pondok pesantren di Malang, Jawa Timur. Pelaku diketahui telah menyiksa juniornya dengan menyetrika dadanya menggunakan setrika uap (metro.tempo.com, 24/2/2024). Akibatnya, nyawa korban pun melayang. Kasus ini terjadi karena pelaku merasa tersinggung dan marah atas ucapan korban. 

Beberapa waktu lalu, juga terjadi bullying di Binus School Serpong. Para pelaku telah melakukan kekerasan secara bergantian kepada seorang korban (bbc.com, 21/2/2024). Pergaulan ala gangster menjadi salah satu dugaan penganiayaan. Diduga korban akan bergabung dengan komunitas tersebut, namun dengan dalih sebagai peraturan tidak tertulis, kekerasan dikenakan kepada korban. Diketahui pelaku sebanyak 11 orang, dan hingga kini masih dilakukan penyidikan oleh pihak kepolisian setempat. 

Kasus perundungan semakin marak terjadi. Tampaknya belum ada solusi yang mampu efektif menyelesaikan serangkaian kasus perundungan hingga kini. Buktinya, perundungan terus terjadi dari waktu ke waktu. Bahkan kejadiannya makin brutal. Solusi yang disajikan berupa berbagai kebijakan tentang pendidikan dan aturan perundungan dari Kemendikbud tidak mampu efektif menyolusi. Salah satunya pembentukan satgas anti kekerasan di sekolah, sama sekali tidak mampu menjadi solusi ampuh menghentikan bullying di lingkungan sekolah.

Ketua Departemen Kode Etik, Maharani Siti Sophia mengungkapkan bahwa kasus perundungan (bullying) di Indonesia telah memasuki level ‘lampu merah’ (rri.co.id, 21/2/2024). Maharani pun mengingatkan, pola pikir dan kesepakatan pengaturan antara orang tua dan pihak sekolah semestinya mampu menemui satu titik temu. Sehingga kedua belah pihak mampu bersinergi dan bersepakat menyelesaikan kasus perundungan di sekolah. Jangan sampai terjadi persepsi yang salah antara pihak orang tua dan sekolah. Demikian lanjutnya. 

Berbagai kasus bullying yang semakin memburuk merupakan hasil dari sistem pendidikan sekuler yang kini diterapkan. Sistem yang hanya mengutamakan kehidupan duniawi dengan menjauhkan konsep aturan agama dalam kehidupan. Konsep sekularisme mengagungkan pemikiran liberal yang mengutamakan kebebasan untuk setiap individu. Perilaku makin bebas. Tidak ada aturan dan norma yang diterapkan. Parahnya lagi, pemahaman tersebut dileburkan dalam konsep pendidikan. Alhasil, peserta didik pun menjadi generasi bebas tanpa batas. Individu liberal yang sekuler berkembang menjadi manusia-manusia liar yang brutal yang tidak peduli lagi dengan standar benar dan salahnya perbuatan. 

Pendidikan sekuler selalu mengedepankan konsep materi sebagai setir kehidupan. Wajar saja, generasi yang terlahir adalah generasi lalai dan tidak mampu berpikir cerdas. Emosi, keinginan, kepuasan dan hawa nafsu menjadi orientasi yang dijadikan tujuan utama. Konsep agama sebagai pengatur kehidupan, sama sekali tidak diajarkan di lingkungan sekolah. Agama hanya diajarkan sekilas, dan hanya dijadikan aturan beribadah harian saja. Sementara konsep adab, akhlak dan konsep agama sebagai ideologi tidak diajarkan di lingkungan sekolah. 

Moral semakin terkikis. Akhlak generasi pun kini semakin memprihatinkan. Jelaslah, sistem cacat yang saat ini dijadikan sandaran hanya melahirkan kezaliman dan kerusakan. 

Islam Menjaga Kemuliaan Generasi

Generasi berdaya dengan pemahaman agama yang sempurna. Hingga mampu melahirkan akhlak dan adab mulia. 

Salah satu aspek kunci yang mampu mengendalikan generasi adalah dengan menerapkan sistem pendidikan berpondasikan akidah Islam. Konsep pendidikan yang menetapkan Islam sebagai ideologi dan sumber dasar dalam berpikir dan berbuat. 

Edukasi yang menyeluruh mutlak dibutuhkan untuk mendidik generasi. 

Pertama, di lingkup keluarga. Keluarga semestinya mampu menjadi madrasatul ula yang selalu kontinyu membimbing generasi.

Kedua, lingkungan sekolah, wajib menerapkan kurikulum terintegrasi dan menjadikan akidah Islam sebagai satu-satunya konsep standar yang benar. Segala bentuk kebijakan berkonsep akidah Islam harus ditentukan dengan jelas oleh negara. Dan hanya sistem Islam dalam institusi khalifah yang menjamin terselenggaranya pendidikan yang mampu fokus menjaga generasi secara utuh. Dalam sistem Islam, negara merupakan satu-satunya institusi yang bertanggung jawab atas seluruh urusan rakyatnya.

Rasulullah SAW. Bersabda, 

“Imam adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya” (HR. Al Bukhori).

Ketiga, sistem sanksi wajib ditetapkan tegas dengan batasan jelas. Setiap pelanggaran yang dilakukan akan dikenai hukuman yang menimbulkan efek jera. Sehingga mampu memutus mata rantai kejahatan di tengah pergaulan, termasuk kejahatan perundungan. 

Keempat, berfungsinya sistem pengawasan sosial di tengah masyarakat. Masyarakat mampu saling menjaga karena keterikatannya dengan hukum syara’. Dan semua konsep tersebut hanya mampu optimal terlaksana dalam wadah institusi khilafah. 

Sistem Islam-lah satu-satunya penjaga kemuliaan generasi. Hanya dengan konsep Islam-lah  generasi mampu tunduk sempurna pada hukum syara’. 
Wallahu’alam bisshowwab.

Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor

Sabtu, 02 Maret 2024

Ilusi PIP dalam Menangani Masalah Pendidikan, Islam Satu-Satunya Solusi



Tinta Media - Program Indonesia Pintar (PIP) yang diluncurkan pada 3 November 2014  menjadi angin segar bagi masyarakat yang ingin menempuh pendidikan di tengah mahalnya biaya pendidikan saat ini. Namun sayang, tidak semua pelajar menerima bantuan itu. Sehingga keberadaan PIP dianggap tidak memberikan solusi bagi dunia pendidikan. Justru memunculkan kekecewaan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah dan juga menimbulkan kecemburuan antar pihak. Oleh karena itu, penguasa harus lebih teliti dalam memberikan solusi bagi dunia pendidikan.

Bentuk Penanganan PIP dalam Masalah Pendidikan

Menteri pendidikan, kebudayaan, riset, dan teknologi (mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim melaporkan bahwa PIP hingga 23 November 2023 telah mencapai 100 persen target. Sebanyak 18.109.119 penerima dengan anggaran 9,7 triliun setiap tahunnya. Adapun penyaluran PIP untuk jenjang SMA sebanyak 567.531 pelajar dan SMK sebanyak 99.104 pelajar. Penambahan sasaran bersamaan dengan peningkatan satuan bantuan yang semula 1.000.000 menjadi 1.800.000 untuk pelajar SMA dan SMK. (REPUPBLIKA.com)

Nadiem juga menuturkan bahwa untuk penyaluran bantuan PIP semakin terjamin dalam hal ketepatan sasaran, waktu, jumlah, dan pemanfaatannya. Ia melibatkan penyaluran bantuan PIP melalui pusat layanan pembiayaan pendidikan (puslapdik), semangat merdeka belajar, dan bekerja sama dengan pemerintah daerah dan satuan pendidikan. Hal itu ia sampaikan pada saat mendampingi Presiden Joko Widodo pada acara penyerahan bantuan PIP di Magelang (22/1/2024).

Presiden juga menuturkan bahwa PIP bertujuan untuk mencukupi kebutuhan pelajar dalam menimba ilmu di sekolah. Oleh karena itu pelajar harus pandai dalam mengatur dana bantuan PIP. Terkait ketetapan sasaran PIP, Kepala puslapdik kemendikbudristek, Abdul Kahar mengatakan, sasaran penerima PIP bersumber dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang telah terverifikasi oleh kementerian sosial (kemensos), selanjutnya dipadankan dengan data pokok pendidikan (dapodik) untuk mengecek keberadaan pelajar tersebut di sekolah.

Penguasa Tidak Serius dalam Menangani Masalah Pendidikan

Selama 10 tahun berdirinya ternyata PIP tidak dapat menuntaskan persoalan angka putus sekolah meskipun telah mencapai 100 persen target penerima. Belum ada survei yang secara langsung menunjukkan kehadiran PIP dapat mencegah anak-anak keluarga miskin dan rentan miskin dari putus sekolah. Artinya masih ada kesalahan dalam solusi pengaturan pendidikan saat ini.

Pemerintah seharusnya tidak melihat dari satu sisi saja dalam menangani masalah pendidikan karena banyak sebab terjadinya angka putus sekolah. Seperti mahalnya biaya pendidikan, tidak hanya biaya SPP, biaya barang keperluan pembelajaran siswa pun tidak bisa dicukupi dengan dana yang diterima di PIP setahun sekali karena kebutuhan akan keperluan pendidikan serba mahal. Belum lagi ongkos kendaraan, biaya internet untuk tugas, seragam sekolah, dan alat pembelajaran lainnya.

Semua itu adalah kebutuhan pendidikan yang tidak bisa diabaikan, salah satunya di era teknologi saat ini. Di sisi lain kehidupan siswa yang miskin menyebabkan mereka harus merelakan pendidikan demi membantu orang tua untuk mencari nafkah. Hal itu bukan karena keinginan tetapi karena dorongan biaya hidup yang serba mahal. Sehingga rasa keterpaksaan menuntut para siswa memilih putus sekolah bahkan tidak bersekolah dan lebih memilih mencari uang. Apalagi banyak pendidikan saat ini yang belum tentu langsung bisa mendapatkan pekerjaan yang layak sesuai output pendidikannya.

Melihat kondisi yang seperti ini menunjukkan bahwa keberadaan PIP sebagai solusi gagal meskipun pembagiannya telah tepat sasaran. Karena pada realitasnya yang mendapatkan PIP harus memenuhi syarat-syarat yang rumit. Padahal seharusnya sebagai penguasa berkewajiban memberikan pelayanan kepada masyarakat itu dengan mudah tanpa mempersulit. Dan mengenai penggunaan PIP hanya untuk pendidikan saja itu tidak adil. Karena penguasa hanya berfokus pada satu persoalan saja dan mengabaikan permasalahan yang lain.

Seperti dalam persyaratan penerima PIP hanya diperuntukkan bagi yang bersekolah tanpa melihat permasalahan penyebab anak yang memilih untuk tidak bersekolah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa sikap penguasa yang seperti ini zalim dalam mengurus rakyatnya. Karena mengurus setengah hati tanpa memastikan secara pasti terhadap kondisi rakyatnya. Begitulah bentuk pengaturan penguasa dalam sistem kapitalisme, mengurus masyarakatnya dengan penuh perhitungan materi. 

Manipulasi Kapitalisme dalam Menghambat Kebangkitan Pemikiran Umat

Ideologi kapitalisme yang lahir dari asas pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme) meniscayakan materi sebagai tujuan hidup. Ideologi ini sudah merasuki pemikiran kaum muslimin di negeri-negeri mereka. Sehingga kekacauan dari berbagai lini kehidupan terpampang nyata. Meskipun telah jelas fakta kerusakan kapitalisme menyakiti kehidupan umat saat ini, namun mereka larut dalam keadaan dan memilih membiasakan diri untuk menjalani kehidupan di bawah kerusakan ini.

Kondisi umat yang sudah terbelenggu oleh pemikiran kapitalisme semakin menguatkan cengkeraman kapitalisme untuk menghalangi kebangkitan generasi mulia. Sehingga tidak mengherankan mengapa solusi kehidupan yang ditawarkan oleh penguasa tidak menyelesaikan masalah. Karena penguasa menduduki jabatannya untuk meraih materi semata. Alhasil ketika ia ingin memutuskan segala sesuatu harus memikirkan untung rugi materi atau posisi jabatan yang didapat.

Dari situ lahirlah penguasa yang cenderung mengurusi masalah rakyat setengah-setengah. Karena mereka harus memikirkan asas manfaat yang didapat jika mengeluarkan kebijakan, selain dari untuk mendapatkan perhatian rakyat bahwa seolah-olah mereka sudah menjalani perannya. Di sisi lain, dengan solusi seperti ini menghambat umat dari kebangkitan karena mereka gagal dalam memahami peran penguasa yang sesungguhnya. Akibatnya banyak kaum muslimin yang terkecoh dengan bantuan-bantuan dan penyediaan infrastruktur tanpa memahami lebih mendalam fakta kerusakan yang lain.

Semua itu berhasil dimanipulasi oleh kapitalisme untuk tetap eksis walaupun menghasilkan kerusakan. Jadi, melihat PIP sebagai bentuk pelayanan penguasa tidak cukup. Perlu ada pemikiran yang mendalam pada umat mengenai fakta dan solusi yang ditawarkan apakah tepat atau justru hanya solusi sementara. Kalau itu adalah solusi sementara, umat harus lebih meningkatkan lagi proses berpikirnya yaitu dengan pemikiran yang cemerlang yang menghasilkan solusi yang tidak hanya baik tapi benar sesuai akidah Islam.

Islam Solusi Hakiki

Solusi yang benar hanya ada pada akidah Islam. Allah SWT telah berfirman dalam Qur’an surah Al-Imran ayat 19:

 اِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللّٰهِ الْاِسْلَامُ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْ ۗوَمَنْ يَّكْفُرْ بِاٰيٰتِ اللّٰهِ فَاِنَّ اللّٰهَ سَرِيْعُ الْحِسَابِ

Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barang siapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.

Adanya ayat-ayat sebagai hukum menjadikan Islam agama yang sempurna. Karena bukan hanya pengatur ibadah mahdoh saja melainkan pengaturan asas kehidupan yang lain juga yang telah secara lengkap disampaikan melalui lisan Rasulullah Saw. Terpenuhinya pendidikan di dalam Islam adalah kewajiban penguasa. Begitu pun bagi umat wajib baginya untuk menuntut ilmu. Dengan demikian ketersediaan segala kebutuhan pendidikan harus dipenuhi dan disediakan oleh Khalifah selaku penguasa di dalam negara khilafah.

Keberadaan program PIP tidak perlu, karena di dalam negara khilafah penguasa berperan sebagai pelayan umat. Oleh karena itu ia wajib melaksanakan segala apa pun untuk melayani umat sesuai ketentuan syariat. Pelayanan Khalifah bukan dari segi pendidikan saja, melainkan juga politik, ekonomi, sosial, dan segala yang membawa kemaslahatan pada umat dengan persyaratan yang sederhana, cepat, profesional, dan sempurna. Semua pelayanan ini harus dipastikan terpenuhi oleh seluruh individu masyarakat.

Begitulah Islam mengatur kemaslahatan umat. Tidak hanya umat yang dibentuk dengan ketakwaan, tetapi pemimpin lebih lagi dibangun kepribadian takwa dalam dirinya. Pengaturan Islam yang demikian sempurna seharusnya menjadi sistem yang mengatur kehidupan kita. Oleh karena itu kita harus menumbuhkan pemahaman Islam di tengah umat dengan mengemban dakwah Islam kaffah dan berjuang menerapkan syariat Islam di bawah naungan khilafah.

wallahu a'lam.

Oleh : Novi Anggriani, S.Pd.
Sahabat Tinta Media 

Rabu, 28 Februari 2024

Hanya Islam yang Layak Memimpin Dunia



Tinta Media - Ketua Komunitas Mengenal Islam Kafah Dra. Irianti Aminatun menegaskan, hanya Islam yang layak memimpin dunia.

“Hanya Islam yang layak memimpin dunia,” tuturnya di acara Bincang Islam #30: Persaudaraan Hakiki dalam Islam, Ahad (25/2/2024) di Bandung.

Ia beralasan, secara faktual baru satu abad dunia dipimpin kapitalisme telah mengakibatkan kerusakan di berbagai bidang di seluruh belahan bumi, termasuk di Indonesia.

“Malapetaka ekonomi, malapetaka kemanusiaan, malapetaka politik, menjadi sajian berita sehari-hari,” imbuhnya.

Ia melanjutkan, secara i’tiqody Allah Swt. menegaskan dalam Al-Qur’an surat Thaha ayat 23, 

فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقٰى  

"maka siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, dia tidak akan sesat dan tidak akan celaka."

“Mafhum mukhalafah dari ayat tersebut, kalau manusia tidak mengikuti petunjuk Allah pasti akan tersesat dan celaka. Maka jika mengatur dunia tidak dengan petunjuk Allah (Islam) maka pasti tersesat dan celaka. Dan ini sudah terbukti,” tegasnya. 

Islam, lanjutnya, datang untuk memecahkan masalah manusia. Saat  diemban oleh negara, Islam mampu menyelesaikan berbagai persoalan manusia baik sisi kemanusiaan, keamanan, kesejahteraan, maupun ilmu pengetahuan.  

“Kunci keberhasilan Islam dalam membangun peradaban dunia terletak pada akidah Islam sebagai landasan negara dan syariat Islam yang diterapkan dan diemban oleh negara. Jadi Islam itu akidah dan sistem,” terangnya. 

Khilafah

Irianti menerangkan, agar Islam bisa diterapkan, membutuhkan institusi penerap yang dalam terminologi fikih Islam disebut khilafah.

“Dengan khilafah, umat Islam yang jumlahnya 1,8 miliar disatukan dalam satu kepemimpinan yang akan melindungi dan melayani mereka. Kesatuan ini yang akan mewujudkan persaudaraan hakiki,” jelasnya.

Di dalam negeri, ucapnya, khilafah akan menerapkan syariat kafah untuk merealisasikan penjagaan terhadap keturunan, akal, kehormatan, jiwa, harta, agama, keamanan, dan negara.

“Di luar negeri, khilafah akan menebar kebaikan Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad sehingga rahmat tersebar di muka bumi,” imbuhnya. 

Pasti Tegak

Irianti meyakini, khilafah pasti tegak karena Rasulullah memberikan kabar tentang itu. Ia mengutip hadis Rasulullah saw. riwayat Imam Muslim dan Al-Hakim, "Sungguh Allah memaparkan belahan bumi untukku. Aku pun melihat timur dan baratnya. Sungguh kekuasaan umatku akan mencapai apa yang telah dipaparkan untukku dari belahan bumi itu." 

“Menegakkan kembali khilafah yang akan menerapkan syariat Islam kafah adalah kewajiban. Kewajiban menegakkan khilafah ini sebagai konsekuensi keimanan kita yaitu kewajiban menerapkan hukum-hukum Islam secara kafah,” ungkapnya. 

Menurutnya, melalaikan perjuangan menegakkan khilafah adalah kemaksiatan yang akan mendapat azab pedih dari Allah Swt. bagi yang melalaikannya. 

“Umat Islam harus sadar bahwa menegakkan khilafah adalah kewajiban. Memperjuangkannya juga kewajiban. Jika dua kesadaran ini yaitu kesadaran wajibnya menegakkan khilafah dan kesadaran kewajiban memperjuangkannya sudah melekat dalam benak umat maka tinggal satu langkah lagi yaitu pertolongan Allah,” yakinnya.

Jika pertolongan Allah datang, ucapnya, Islam akan kembali memimpin dunia. “Saat itulah peradaban emas yang dulu pernah terukir akan kembali bersinar,” ucapnya penuh optimisme memungkasi penuturan. [] Umi Arief

Minggu, 25 Februari 2024

Kekuasaan dan Islam Tidak Boleh Dipisahkan


Tinta Media - Pesta demokrasi yang sudah digelar adalah pesta akbar yang begitu dinantikan oleh orang-orang yang ingin duduk di panggung kekuasaan. Kita bisa lihat, saat itu, antusiasme tidak hanya terlihat dari para paslon, tetapi juga masyarakat yang ikut mendukung dan memeriahkan setiap acara yang dibuat oleh para paslon.

Dukungan pun datang dari para tokoh ulama. Ada yang mengatakan bahwa semua orang memiliki hak demokrasi yang sama pada pemilu 2024. Bahkan, sejumlah tokoh ulama di Kabupaten Bandung bersepakat untuk mendeklarasikan calon presiden dan wakil presiden tertentu dan mengampanyekan di wilayahnya.

Di tengah suasana pemilu saat ini, para calon penguasa memang mencari dukungan kepada setiap lapisan masyarakat, mulai dari rakyat bawah hingga kalangan atas, tak terkecuali yang paling diincar adalah para tokoh ulama. Karena mayoritas penduduk negeri ini adalah muslim, maka bisa dipastikan bahwa sosok ulamalah yang paling berpengaruh. 

Oleh sebab itu, pesantren-pesantren menjadi tempat favorit yang kerap dikunjungi ketika musim pemilu. Seperti biasa, berkedok 'menjaga silaturahim' menjadi alasan para pengejar kekuasaan untuk menemui para pemimpin pondok pesantren. Tak lupa, dana untuk pesantren pun menjadi bagian dari rangkaian kampanye untuk mendapatkan dukungan dari para ulama. 

Inilah kenapa banyak ulama yang ikut berkampanye. Buah busuk sistem sekuler kapitalisme sudah merusak pemahaman umat Islam. Karena itu, kalangan ulama yang seharusnya mampu membawa umat kepada jalan yang diridai Allah, malah ikut menjerumuskan umat pada pesta demokrasi yang jelas-jelas jauh dari syariah.

Apalagi jika yang diusung adalah dari kalangan yang track record perilakunya sangat tidak baik, terutama yang memusuhi Islam. Sejatinya musuh-musuh Islam sampai kapan pun menyimpan kebencian terhadap Islam. Apakah sosok seperti ini pantas dijadikan pemimpin dari sebuah negeri yang mayoritas penduduknya muslim? 

Dalam sistem demokrasi kapitalisme, aktivitas cari muka saat ini lumrah dilakukan oleh para calon penguasa. Mereka tebar janji, gratis ini itu, suguhkan kartu ini itu, sebagai iming-iming agar masyarakat terbuai dan mendukung mereka. Padahal, nyatanya itu hanya bahasa pemilu saja. 

Dalam sistem ini, cara-cara meraih kekuasaan sering kali menghalalkan segalanya. Ini karena akidah yang diemban di negeri ini adalah memisahkan agama dari kehidupan dan negara. Orientasi mereka hanya pada dunia semata. Pada akhirnya, ketika kekuasaan sudah di tangan, mereka lupa dengan janji-janjinya. Rakyat pun kembali dilupakan dan dibiarkan melanjutkan penderitaan yang tiada akhir. 

Para penganut ideologi ini selalu mempropagandakan demokrasi sebagai sistem yang terbaik yang mampu menjamin kesejahteraan, kemakmuran, kesetaraan, dan keadilan. Padahal, realitasnya kemakmuran hanya dirasakan oleh oligarki saja, bukan rakyat kecil.

Ini karena sesungguhnya yang berdaulat dalam sistem ini adalah para elite politik yang mengatasnamakan wakil rakyat. Lagi dan lagi, rakyat kecil menjadi korban ketidakadilan sistem demokrasi yang mengklaim bahwa kekuasaan ada di tangan rakyat. Nyatanya, semua itu hanya ilusi semata.

Berbeda halnya dalam sistem Islam, kekuasaan dan Islam tidak bisa dipisahkan, jika dipisahkan maka akan membahayakan pemimpin dan rakyat yang dipimpinnya. Maka dari itu, Islam mempunyai beberapa syarat menjadi seorang pemimpin negara, di antaranya yaitu: muslim, laki-laki, baligh, berakal, adil, merdeka, dan mampu melaksanakan tugas sebagai pemimpin negara.

Selain itu, dalam Islam, begitu penting mengetahui karakter seorang pemimpin. Tidak hanya sekadar terlihat baik, muda, pintar, berwibawa, ramah, alim ataupun gemoy, tetapi harus betul-betul dilihat dari ketakwaan kepada Allah Swt. 

Kemudian, apakah kelak kekuasaannya akan digunakan untuk memperkaya diri dan kelompoknya atau sebagai amanah yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt?

Rasulullah saw. bersabda,

"Pemimpin yang memimpin rakyat adalah pengatur urusan mereka dan dia dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya." (HR.al-Bukhari).

Peradaban mencatat bahwa Islam mempunyai pemimpin yang menjadi sosok panutan terbaik sepanjang masa. Beliau adalah Rasulullah saw. Beliaulah yang kemudian menjadi suri teladan para pemimpin Islam sepeninggal beliau. Bahkan, Islam selama 13 abad lamanya menjadi mercusuar dunia. Ini karena karena sistem pemerintahannya yang luar biasa mampu meriayah seluruh umat yang hidup dalam daulah Islamiyah.

Maka dari itu, menjadi seorang pemimpin amatlah berat tanggung jawabnya. Amanah yang diemban bukan hanya sekadar menjaga rakyat, tetapi juga menjaga Islam agar tetap tegak sebagai satu-satunya ideologi yang harus diterapkan. Inilah kenapa kekuasaan tidak boleh dipisahkan dari Islam.

Sudah saatnya kita sebagai kaum muslimin berjuang untuk menegakkan Islam secara kaffah dalam sistem pemerintahan Islam. Hanya dengan Islam, rakyat bisa sejahtera dan terbebas dari belenggu ketidakadilan dan kemiskinan yang disebabkan oleh sistem rusak, yaitu sistem demokrasi kapitalisme. Wallahualam.



Oleh: Neng Mae
(Sahabat Tinta Media)

Sabtu, 24 Februari 2024

Solusi Islam Atasi Kenaikan Harga Beras



Tinta Media - Harga beras yang naik setiap tahun menjadi hal yang sangat memprihatinkan, terutama bagi masyarakat Indonesia. Dalam beberapa dekade, harga beras di Indonesia mengalami kenaikan yang sangat signifikan, dan hal ini menjadi masalah yang sangat memengaruhi kesejahteraan masyarakat. Peningkatan hampir 20% pada tahun 2023 merupakan contoh yang nyata dari betapa mahalnya harga beras bagi rakyat Indonesia. 

Dari hasil sidak di Pasar Tradisional Cihapit Bandung dan Griya Pahlawan Bandung yang dilakukan oleh Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) pada tanggal 11 Februari 2024, KPPU menemukan fakta bahwa terjadi kenaikan harga pada berbagai bahan pokok seperti beras, gula, dan cabai merah keriting. Kenaikan harga ini membuat KPPU khawatir akan terjadinya ketidakstabilan harga, terutama menjelang bulan Ramadhan. Selain kenaikan harga, KPPU juga menemukan adanya kelangkaan pada bahan pokok seperti gula konsumsi dan beras, yang disebabkan oleh pembatasan dari pemasok. 
(Sumber: bisnis.tempo.co/11/2/2024) 

Kenaikan harga beras yang signifikan bukan hanya akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat, terutama bagi mereka yang tergolong masyarakat ekonomi menengah ke bawah.  Tapi juga menyebabkan dampak yang lebih luas terhadap perekonomian nasional. 

Penyebab naiknya harga beras di Indonesia memang cukup kompleks, dipengaruhi oleh banyak faktor seperti inflasi, kelangkaan pasokan beras akibat cuaca buruk, tingginya biaya produksi, dan tidak meratanya distribusi. Selain itu, kebijakan pemerintah yang kurang efektif dalam mengantisipasi pasokan beras juga dapat mempengaruhi harga beras. 

Faktor Produksi dan Distribusi 

Kendati Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan penghasil beras yang cukup melimpah, namun produksi beras di Indonesia belum mencapai level yang diinginkan. Bahkan, bisa dikatakan bahwa produktivitas petani dalam produksi beras masih terbilang rendah, dan seringkali negara ini mengimpor beras dari beberapa negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam. Semua itu disebabkan oleh kurangnya dukungan dari pemerintah dalam hal pemberian subsidi seperti pupuk dan benih yang berkualitas, serta adanya bencana alam atau iklim yang kurang mendukung. 

Oleh karena itu, pemerintah harus membenahi dan merestrukturisasi sistem distribusi pupuk agar dapat membantu petani dalam mengakses pupuk tepat waktu sesuai dengan kebutuhan. Dalam hal ini, Pemerintah juga harus dapat memberikan subsidi pupuk bagi petani agar dapat membeli pupuk dengan harga yang lebih terjangkau, sehingga petani dapat meningkatkan produktivitasnya dan menghasilkan kualitas beras yang lebih baik tanpa menimbulkan biaya produksi yang tinggi. Sebab, biaya produksi yang tinggi seperti biaya listrik dan upah tenaga kerja juga berkontribusi dalam meningkatkan harga beras. 

Selain faktor produksi, faktor distribusi juga turut mempengaruhi harga beras yang semakin mahal di Indonesia. Beberapa distributor beras menimbun persediaan beras untuk menciptakan kelangkaan dan menaikkan harga jualnya. Penimbunan beras ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang lebih tinggi. Penimbunan beras dapat dilakukan oleh oknum individu maupun kelompok, seperti pengusaha atau produsen beras. 

Pasar beras di Indonesia didominasi oleh sejumlah besar tengkulak atau pedagang besar. Hal ini memicu permainan harga antara tengkulak yang membuat harga beras naik karena pengaruh kekuatan pasar atau permintaan tinggi dari pembeli. Seiring meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan konsumsi beras yang meningkat, permintaan beras terus meningkat, sementara produksi tidak cukup meningkat dalam jumlah yang sama. 

Kapitalisme dan Kebijakan Pemerintah 

Kapitalisme adalah sistem ekonomi yang didasarkan pada kepemilikan swasta dan persaingan pasar tanpa campur tangan pemerintah yang berlebihan.
Dan dalam sistem kapitalis, harga beras ditentukan oleh pasar dan persaingan antara produsen dan konsumen, yang mempunyai kekuatan untuk menentukan harga pasar. Sehingga pelaku pasar cenderung memaksimalkan keuntungan yang didapat, praktik-praktik ilegal dan tidak etis seperti penimbunan beras dapat terjadi. Hal ini juga disebabkan oleh kurangnya pengawasan dan regulasi yang memadai dalam pasar. 

Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk memiliki kebijakan yang mengatur pasar dan menindak tegas praktik-praktik ilegal yang merugikan masyarakat. Dalam hal ini, pemerintah melalui Badan Urusan Logistik (Bulog) dan Kementerian Pertanian harus melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap distribusi beras, dengan cara menerapkan sistem integrasi pasokan beras dari petani ke produsen, industri beras, dan distributor. Hal ini dapat mempercepat distribusi beras dan memastikan suplai beras yang cukup dan stabil di pasar Indonesia. Selain itu, sosialisasi mengenai beras sehat, penggunaan benih yang baik, dan pendampingan teknis bagi petani juga diperlukan agar produktivitas petani meningkat dan harga beras dapat terkendali. 

Konsep Islam dalam Mengatasi Dilema Kenaikan Harga Beras 

Dalam ajaran Islam, pemenuhan kebutuhan pokok seperti beras harus menjadi tanggung jawab negara bagi setiap individu. Oleh karena itu, pemerintah harus memberikan subsidi, dukungan, dan perlindungan bagi petani, agar produksi beras terus meningkat untuk memenuhi kebutuhan rakyat akan beras. Hal ini sejalan dengan ajaran Islam yang mengatur perdagangan termasuk beras dan membiarkan harga ditetapkan oleh permintaan dan penawaran, namun melarang praktik monopoli dan penimbunan komoditas. 

Negara harus melakukan pengawasan yang ketat terhadap distribusi bahan pokok dan mengatur perdagangan bahan pokok untuk mengurangi praktik monopoli dan penimbunan barang. Selain itu, perlu adanya tindakan tegas dari negara terhadap oknum yang melakukan manipulasi harga atau spekulan pasar sehingga harga komoditas bahan pokok dapat stabil. 

Negara Islam memberikan bantuan kepetanian kepada petani dalam upaya meningkatkan produksi beras dan memastikan harga beras dapat terjangkau oleh rakyat. Dalam sistem Islam, negara memperhatikan kebutuhan dari dalam negeri, dan setiap rakyat diperhatikan, terutama petani yang memproduksi bahan pangan. 

Negara juga, akan turut campur tangan dalam distribusi beras dan produk pangan yang lainnya. Dengan terus mendorong terciptanya persaingan yang sehat dalam pasar beras. Adanya kebijakan yang tepat dari negara, misalnya dengan memberikan insentif untuk petani kecil atau mengekspor beras dalam jumlah yang tepat, akan membantu menstabilkan harga beras. Negara juga akan memperkuat BUMN untuk terlibat dalam produksi dan distribusi beras agar mampu mengontrol harga beras di pasaran dan membantu memperkecil pengaruh spekulan. 

Dengan demikian, Islam memberikan konsep mendasar yang dapat membantu mengatasi dilema kenaikan harga beras. Pemerintah harus turut campur tangan dalam mengatur dan mengontrol distribusi beras dengan mengikuti prinsip Islam yang menentang praktik monopoli dan penimbunan barang. Maka akan terciptalah kebijakan yang tepat, sehingga harga beras dapat terkendali dan terjangkau oleh rakyat. Semoga semua itu dapat terealisasi dengan sistem yang dijalankan sesuai dengan ajaran Islam. 

Wallahu'alam.




Oleh : Indri Wulan Pertiwi
Aktivis Muslimah Semarang 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab