Kasus Pelecehan terhadap Anak Berulang, Hanya Islam Solusinya
Tinta Media - Miris, terjadi kembali pencabulan terhadap anak di bawah umur yang diduga dilakukan oleh seorang guru ngaji, di Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung. Dikabarkan, sekitar dua belas anak telah menjadi korban. (Detik Jabar)
Bupati Bandung Dadang Supriatna mengintruksikan pada dinas terkait agar memberikan pendampingan bagi korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang guru ngaji di daerah tersebut. Ia mengatakan jika menurut undang-undang perlindungan anak, pelaku terancam hukuman minimal 5 tahun penjara, atau maksimal 15 tahun penjara. Namun, karena pelaku merupakan tenaga pendidik, maka ancaman hukumannya ditambah 1/3, yaitu maksimal 20 tahun penjara.
Peristiwa semacam ini merupakan hal yang berulang terjadi di tengah masyarakat, sehingga menimbulkan pertanyaan, ada apa dengan masyarakat kita?
Beberapa faktor utama yang menjadi penyebab, di antaranya adalah:
Pertama, faktor keluarga, yaitu kurangnya perhatian dari orang tua dan perannya dalam mengedukasi anak tentang pergaulan antar lawan jenis.
Kedua, faktor lingkungan, seperti pergaulan yang tidak baik, kebebasan mengumbar aurat, baik di dunia nyata maupun dunia maya, obat-obatan terlarang, dan miras yang mudah didapat, hingga menjadi pemicu lahirnya pemikiran-pemikiran yang liar. Sosial pun terkadang menoleransi pelaku tindak pelecehan.
Ketiga, faktor norma dan hukum. Karena mengabaikan nilai dan hukum agama dan moralitas, mereka berani berbuat tindak asusila, apalagi dengan lemahnya hukum seperti saat ini.
Keempat, faktor Individu, karena lemahnya iman dan kurangnya pemahaman terhadap Islam yang komprehensif, baik pada diri seorang pendidik maupun peserta didik, di lembaga pendidikan umum ataupun swasta (berbasis agama). Karena itu, saat syahwat muncul akibat stimulan dari realitas gaya hidup bebas di tengah masyarakat, individu tersebut tidak bisa mengendalikan dirinya.
Semua faktor tersebut bermuara pada penerapan sistem hidup yang menjunjung tinggi kebebasan manusia dan mendeskreditkan peran agama dalam kehidupan, yaitu sistem kapitalisme-sekularisme, yang sudah mendarah daging dalam diri masyarakat, termasuk mayoritas individunya.
Oleh karena itu, agar kejadian tersebut tidak berulang dan terus menimbulkan korban anak-anak didik yang bukan hanya akan menimbulkan trauma dan bedampak pada psikologisnya, yang dapat berujung pada munculnya gangguan jiwa seperti cemas, depresi, bipolar, psikotik dan gangguan kepribadian, tetapi juga dapat berdampak kepada masa depannya sebagai pelanjut generasi, maka harus ada solusi tuntas terhadap masalah tersebut, yakni dengan mencabut akar masalah penyebab kejadian tersebut. Tidak ada cara lain kecuali dengan mencabut penerapan sistem kapitalisme -sekularisme dan menggantinya dengan sistem yang sesuai dengan fitrah manusia, yaitu sistem Islam yang komprehensif.
Sebagai sistem hidup yang sempurna, penerapan Islam akan menjamin penjagaan terhadap warganya. Di antaranya adalah penjagaan terhadap kehormatan dan nasab, melalui penerapan sistem pergaulan Islam di tengah masyarakat.
Di antara seperangkat aturan pergaulan ini, salah satunya adalah Islam mengharamkan segala bentuk kekerasan dan penindasan termasuk kejahatan seksual.
Allah Swt. berfirman,
"... dan janganlah kalian paksa hamba sahaya perempuan untuk melakukan pelacuran, sedangkan mereka mereka sendiri menginginkan kesucian karena kalian hendak mencari keuntungan hidup duniawi." (Qs.An-Nur:33)
Islam juga menjaga kehormatan dan martabat perempuan dan laki-laki, dengan kewajiban untuk menutup aurat dan menjaga pandangan (Qs.an-Nur:30--31).
Juga kewajiban berjilbab bagi perempuan muslimah (Qs.al-Ahzab:33), larangan berhias berlebihan (tabaruj) (Qs.al-Araaf:31). Selain itu, ada larangan khalwat dan ikhtilat bagi laki-laki dan perempuan, serta aturan safar bagi perempuan, dan sebagainya.
Rasulullah saw. bersabda,
"Seorang laki-laki dilarang berdua-duaan (khalwat) dengan seorang perempuan kecuali perempuan tersebut bersama mahramnya." (HR.Muslim).
Selain itu, Islam pun mensyaratkan sanksi bagi siapa pun yang melanggar syariat Islam, termasuk bagi pelaku pelecehan, pemerkosan, dan perzinaan. Bagi pezina, jika pelakunya belum menikah, maka dicambuk seratus kali cambukan dan diasingkan selama satu tahun. Jika pelakunya pernah menikah, maka sanksinya dengan dirajam hingga mati. Jika ada yang berusaha melakukan zina tetapi tidak jadi, maka disanksi tiga tahun penjara, ditambah hukum cambuk dan pengasingan.
Para pelaku pelecehan seksual pun akan diberi sanksi yang keras dan tegas berdasarkan kebijakan khalifah (kepala negara), yaitu berupa sanksi ta'zir.
Sanksi di dalam Islam bersifat sebagai penebus dosa bagi pelaku. Bagi masyarakat, ini akan menjadi efek jera, sehingga kejadian tindakan pelecehan seksual, pemerkosaan ataupun perzinaan tidak terulang atau terus bertambah seperti saat ini.
Demikianlah penjagaan Islam terhadap manusia dan kehidupannya, menjadikan kita sebagai manusia, khususnya umat Islam merasa rindu akan kembalinya kehidupan Islam yang membawa rahmat bagi seluruh alam.
Wallahu'alam bish shawab.
Oleh: Risna SP
Sahabat Tinta Media