Tinta Media - Anggaran mencapai Rp577 juta digelontorkan untuk penyediaan pakaian dinas dan atribut DPRD Kabupaten Bandung.
Dalam hal ini, pengamat politik Universitas Padjadjaran (UNPAD), Firman Manan mengatakan bahwa dengan adanya penganggaran dana tersebut dipastikan akan menimbulkan kasak-kusuk di masyarakat. Hal ini karena masyarakat mempunyai pandangan yang bersebrangan, dan kejadian seperti ini sering memicu sentimentil negatif dari publik. (detikJabar, Rabu (25/1/2023).
Tak heran jika informasi ini menjadi ramai diperbincangkan, mengingat publik saat ini mendambakan pemimpin yang merakyat, sederhana, dan tidak berlebih-lebihan, terutama yang berkaitan dengan fasilitas yang melekat seperti hal diatas.
Di saat rakyat sedang melakukan perbaikan ekonomi, justru pemerintah mengeluarkan anggaran sebesar itu hanya untuk pakaian dan atribut DPRD. Tentunya rakyat merasa kaget dan bertanya-tanya.
Karena itu, menurut Firman, perlu diperjelas anggaran itu untuk seluruh anggota DPRD atau untuk pimpinan. Jika untuk seluruh pimpinan, maka jumlah itu tidak terlalu besar. Di sinilah perlu adanya transparansi penggunaan anggaran oleh anggota dewan agar tidak memicu reaksi publik.
Sangat miris bukan? Di saat rakyat sedang dalam keadaan ekonomi sulit dan banyak yang miskin dan kelaparan, justru pemerintah mengeluarkan anggaran uang yang tidak sedikit hanya untuk sesuatu hal yang sepertinya tidak begitu perlu dan mendesak (penting). Tentu saja hal ini menimbulkan riuh di masyarakat dan menjadi tanda tanya.
Mengapa begitu gampangnya pemerintah menghambur uang untuk hal yang tidak urgen? Di sisi lain, petugas Damkar justru kekurangan baju. Petugas Damkar juga sama-sama seorang pekerja. Tugasnya justru sangat berisiko.
Di sinilah terlihat jelas fakta tata-kelola dalam sistem kapitalisme saat ini. Gaya hidup hedonis dan konsumtif buah dari penerapan sistem sekuler telah membuat manusia cenderung untuk mengikuti trend dan memenuhi berbagai keinginannya, walaupun semua itu blm tentu yang dibutuhkan.
Sifat manusia yang tidak pernah merasa puas dan cukup tanpa adanya sebuah pedoman hidup yang jelas akan menjerumuskan manusia melakukan perbuatan yang tidak terarah.
Begitu pun adanya dalam sebuah sistem saat ini. Pengeluaran anggaran yang jor-joran untuk memanjakan para pejabat dengan fasilitas-fasilitas yang bagus dan mewah, seperti halnya beberapa waktu lalu saat membeli gorden dengan dana yang cukup besar membuat publik heran. Di sisi lain, masyarakat masih banyak yang berada dalam kondisi memprihatinkan, seperti kelaparan dan susah mencari pekerjaan, banyaknya pengangguran karena PHK dan lain-lain.
Anggaran besar untuk fasilitas para pejabat serasa tidak sebanding dengan hasil kinerja mereka, terbukti banyaknya pejabat yang korup, mulai dari kalangan atas sampai kepala desa sekalipun. Di sisi lain, pelayanan kesehatan dan pendidikan yang mahal juga sangat mencekik rakyat.
Jadi, tidak etis jika pemerintah menggelontorkan dana begitu besar hanya untuk membeli baju dan atribut, sedangkan rakyat masih kesulitan untuk membeli bahan pokok sehari-hari.
Bukan tidak mungkin ketika dana anggaran yang digelontorkan oleh pemerintah untuk atribut itu akan bebas dari tangan-tangan yang usil. Ini karena budaya korupsi seakan sudah menjamur dan menggurita di negeri demokrasi inu.
Demokrasi seakan menjadi surganya para koruptor ternyata bukan isapan jempol belaka. Hukuman yang ringan dan tidak ada efek jera membuat para koruptor tidak merasa terancam. Justru dengan uangnya mereka bisa membeli hukum.
Oleh karena itu, pentingnya ada transparansi anggaran yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal pengeluaran anggaran, sehingga masyarakat mengetahui dengan jelas, untuk apa dana itu digunakan. Selain itu, seharusnya pemerintah tidak gampang menghamburkan uang untuk hal yang tidak penting.
Memang, berharap keadilan dalam sistem kapitalisme saat ini menjadi hal yang sulit. Begitulah karut-marut tata-kelola dalam sistem kapitalis. Selamanya sistem ini tidak akan prorakyat kecil, tetapi semua berdasarkan adanya manfaat di dalamnya. Walaupun sebenarnya kebutuhan tersebut tidak penting, tetapi tetap dilakukan atau dijalankan. Negara tidak betul-betul mengurusi rakyatnya dengan baik, sehingga lagi-lagi rakyat kecil yang dirugikan.
Hanya Islamlah satu-satunya solusi yang tepat yang akan menyejahterakan rakyat.
Negara dalam sistem Islam akan betul-betul mengatur urusan rakyat sesuai syariat.
Khalifah mempunyai hak untuk menyusun dana anggaran negara. Negara mempunyai dana yang sangat banyak dari hasil pengelolaan hasil sumber daya alam milik negara. APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) disusun oleh Khalifah dan secara otomatis menjadi undang-undang yang harus dijalankan.
Negara khilafah mempunyai institusi khusus, yaitu Baitul Mall yang menampung harta yang diterima oleh negara untuk di alokasikan kepada rakyat yang berhak menerimanya. Negara khilafah sangat berhati-hati dan sangat tau apa yang terbaik untuk rakyatnya dengan tidak menggunakan dana secara serampangan. Pendistribusian yang sesuai syariat sangat dijaga sebagai bentuk tanggung jawab sebagai pemimpin, sehingga pendistribusian pun akan dilakukan secara adil dan memang sesuai dengan yang dibutuhkan.
Seorang pemimpin dalam Islam akan selalu takut dengan Allah Swt. sehingga sangat kecil kemungkinan terjadinya keteledoran dalam membelanjakan dana yang tidak bersifat urgen.
Berbanding terbalik dengan pemimpin dalam sistem kapitalisme yang menafikan aturan agama, sehingga tindak-tanduknya pun akan jauh berbeda.
Sebagai muslim, kita pasti akan merindukan sistem Islam tegak di bumi ini, sehingga syariat Islam bisa diterapkan dalam sebuah institusi negara, yaitu Khilafah. Hanya dalam naungan negara KHILAFAH lah semua aturan Islam bisa tegak. Yuk, sadarlah wahai kaum muslimin bahwa tidak ada kemuliaan selain dengan Islam, satu-satunya agama yang diridai Allah Swt.
Wallahu a'lam bishawab.
Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media,