Tinta Media: Iran
Tampilkan postingan dengan label Iran. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Iran. Tampilkan semua postingan

Jumat, 19 Januari 2024

IJM: Iran Berada di Balik Milisi Houthi*



Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor Agung Wisnuwardana menilai Iran berada di balik milisi Houthi. 

"Siapa di balik milisi Houthi ini? Iran.  Jadi ketika menyoroti Houthi tidak bisa lepas dari pengamatan tentang posisi Iran yang selama ini konflik di wilayah dunia Islam lebih khusus Timur Tengah," ujarnya dalam video: AS vs Houthi: Serangan Nyata atau Sandiwara? Di kanal Youtube Justice Monitor, Senin (15/1/2024). 

Kalau melihat Iran ini lanjut Agung, meskipun negara ini secara retorika politik internasional berseteru dengan AS, namun dalam banyak hal Iran sering digunakan oleh AS untuk memuluskan kepentingan-kepentingan atau agenda-agenda AS di kawasan Timur-Tengah. 

"Pembentukan negara boneka Irak, Afghanistan, dan krisis di Suriah itu mendapatkan dukungan dari Iran, demikian juga ketika melihat yang terjadi di dalam krisis di Yaman ini," bebernya. 

Walhasil kata Agung, negara-negara yang ada di kawasan itu (negara Timur-Tengah) telah tersingkap dan terungkap jalannya di dalam cakupan-cakupan politik yang dirumuskan Iran untuk AS yang memegang kendali di dalamnya. 

"Setiap kali Amerika meminta para loyalisnya baik yang menjadi pengikutnya atau mereka yang berjalan di orbitnya untuk bersepahaman dan menyelesaikan masalah ini, maka mereka menjalankannya dengan melakukan pendahuluan, dengan melakukan negosiasi," bebernya. 

Dan jika Amerika meminta untuk menciptakan perselisihan atau serangan kata Agung, maka negara-negara di Timur Tengah melakukannya dan merekayasa untuk Amerika. 

"Seandainya tidak ada hal itu niscaya Amerika tidak bisa melakukan sesuatu di kawasan tersebut," pungkasnya.[] Setiyawan Dwi

Minggu, 14 Januari 2024

FWIS: Milisi Houthi Tidak Akan Melebihi Apa yang Dilakukan Iran



Tinta Media - Direktur Forum World on Islamic Studies (FWIS) Farid Wadjdi menilai, posisi milisi Houthi tidak akan melebihi apa yang dilakukan Iran sebagai patronnya. 

"Kita bisa melihat posisi milisi Houthi, demikian juga posisi Hizbullah di Libanon Selatan itu tidak akan melebihi apa yang dilakukan Iran sebagai patronnya," ujarnya, di Kabar Petang : Berani Tantang AS, Siapa Houthi? Di kanal Youtube Khilafah News, Senin (8/1/2024). 

Posisi Houthi ini lanjutnya, berada di bawah kendali Iran dan Iran memosisikan diri sebagai pihak yang berseberangan dengan Amerika. Namun sebenarnya disisi lain, ucapnya, Iran banyak melayani kepentingan-kepentingan Amerika Serikat (AS) di Timur Tengah. 

"Terbukti siapa yang sering kali mendukung pemerintahan boneka AS di Irak itu adalah Iran, siapa yang mendukung Bassar Asad di Suriah itu adalah Iran, siapa yang mendukung rezim boneka Afghanistan pertama kali itu adalah Iran, termasuk siapa yang kemudian mendukung milisi Houthi sehingga menimbulkan pergolakan di Yaman itu adalah Iran juga," bebernya. 

Menurutnya, Iran tidak melakukan tindakan yang benar-benar bisa menunjukkan keseriusannya untuk menghentikan kejahatan entitas penjajah Yahudi. 

"Kenapa saya katakan tidak, Iran tidak pernah terbukti mengirimkan pesawat-pesawat tempurnya. Padahal sebenarnya kejahatan penjajah entitas Yahudi ini bisa dilakukan dengan langkah-langkah relatif sederhana. Secara militer menyerang pangkalan-pangkalan militer udara entitas penjajah Yahudi, ini akan menghentikan kebiadaban entitas penjajah Yahudi Zionis," ujarnya. 

Tetapi ia menyesalkan, ini tidak dilakukan oleh Iran. “Bahkan ketika Zionis Yahudi ini secara terbuka mengatakan, bahwa dia berada di balik pembunuhan insinyur-insinyur atau pakar-pakar nuklir Iran, Iran malah tidak melakukan tindakan yang serius dalam mengirimkan pasukan militernya," bebernya. 

Nah karena itu ujarnya, apa yang dilakukan Houthi tidak akan jauh-jauh dari apa yang dilakukan Iran. "Karena itu kita tidak boleh terjebak oleh apa yang kita lihat di depan mata kita, kita harus melihat ini secara keseluruhan, melihat track record mereka dan kebijakan-kebijakan mereka," pungkasnya.[] Setiyawan Dwi

Selasa, 04 Oktober 2022

Gerakan Lepas Jilbab di Iran Pasca Kematian Mahsa Amini, Pengamat: Berbahaya!

Tinta Media - Terkait gerakan lepas jilbab di Iran, pasca kematian Mahsa Amini, Pengamat Politik Luar Negeri, Umar Syarifudin menegaskan sebagai gerakan berbahaya yang dapat menyebabkan kemudaratan bagi kaum muslim. "Gerakan berbahaya, karena dapat menyebabkan kemudaratan bagi kaum muslim, khususnya muda-mudi, tegasnya kepada Tinta Media, Sabtu (1/10/22).

Umar memaparkan di tengah gempuran sekularisme, melaksanakan syariat memang penuh tantangan. "Pemahaman agama yang sulit didapat dan banjirnya pemahaman Barat, menjadikan kaum muslim berada di persimpangan," imbuhnya.

Ia menerangkan bahwa fokus barat, jelas ingin menyerang syariah jilbab dan model pergaulan Islami yang bertentangan dengan nilai - nilai liberalisme. "Demonstrasi di Iran sedang dikapitalisasi oleh Amerika Serikat dan Eropa untuk mengalihkan perhatian rakyat Iran dari kemiskinan dan nasib Palestina dan menyibukkan kawasan Timur Tengah agar sibuk dengan isu Iran," tuturnya. 

Umar menganalisa hal tersebut untuk menjadikan Iran menjadi musuh pertama di kawasan Timur Tengah, dan kemudian akhirnya fokus Timur Tengah diarahkan pada Iran. "Maka perhatian umat Islam mulai berkurang atau makin redup dari entitas Israel pencaplok Palestina," terangnya.

Ia menyakinkan adanya negara-negara imperialis itu mempermainkan masa depan negeri-negeri Muslim. "Tidak lain disebabkan para penguasa zalim yang bertanggung jawab terhadap urusan negeri kaum Muslim, tetapi setia kepada perangkap para musuhnya dan cenderung kepada mereka," sesalnya.

Umar kemudian menjelaskan munculnya perlawanan terhadap kewajiban jilbab di Iran sebagai buah dari penerapan sekulerisme di Iran ditunjang kepemimpinan diktator di negara tersebut. "Iran terus menerus diuji dengan tampilnya rezim zalim dan berkontribusi dalam menzalimi kehidupan umat Islam dengan kezaliman yang bertumpuk dan mengalami ketergantungan pada proyek Amerika khususnya, dan kolonialis pada umumnya, serta nasionalisme yang busuk, dan sektarianisme berdarah," bebernya.

Ia melanjutkan adanya ketergantungan pada proyek Amerika, maka itu sangat jelas bagi mereka yang tidak tertipu oleh debu slogan-slogan. "Kematian bagi Amerika, kebisingan poros kejahatan, dan kicauan si dungu yang ditaati. Dalam hal ini, bukti-bukti yang masih segar dalam ingatan kita adalah bantuan rezim Iran untuk penjajah Amerika di Baghdad dan Kabul," paparnya.

Ia mengungkapkan bertumpuk kekecewaan rakyat Iran atas pemaksaan sistem kapitalisme-sekuler di Iran. Termasuk terkait nasionalisme, maka rezim telah membuat umat kembali terpecah-belah, memprovokasinya, sehingga ketika masyarakat terpantik atas kematian Amini membuat situasi bertambah panas. "Ini sangat ironis. Iran masih membanggakan bahasa persinya dan hendak mengembalikan rasa dan sejarahnya," ujarnya.

Menurutnya, adanya musibah dan bencana besar ini adalah akibat dari peran sektarian yang berselimut dosa, yang telah membagi umat dengan perbatasan dan sungai darah, juga yang menyediakan benih-benih kebencian yang kemudian dieksploitasi oleh beberapa rezim dan para penindas untuk memuluskan adegan sektarian. 

Umar menekankan bahwa rakyat Iran harus bangkit untuk menang. Mereka harus menyadari bahaya rezim-rezim diktator yang telah membuat hidup umat ini diselimuti berbagai kezaliman, kemiskinan dan ketidakadilan. "Mereka harus sadar, bahwa terwujudnya kehidupan Islam yang bersih dan murni akan membuat Iran menjadi bangkit dan bermartabat," pungkasnya.[] Nita Savitri

Sabtu, 01 Oktober 2022

Pembunuhan Demonstran di Iran, FIWS: Jika Benar, Itu Tidak Dibenarkan dalam Islam

Tinta Media - Menyikapi adanya dugaan pembunuhan peserta demonstrasi oleh aparat pemerintahan Iran, Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Farid Wadjdi mengatakan bahwa pembunuhan itu tidak dibenarkan dalam Islam.
 
“Kalaulah benar terjadi pembunuhan terhadap rakyat Iran yang sedang melakukan demonstrasi  maka ini tentu suatu yang tidak dibenarkan di dalam Islam,” ungkapnya  kepada Tinta Media, Kamis (29/9/2022).
 
Menurut Farid, Islam melarang pemerintah menyakiti rakyat. “Di dalam Islam, menyakiti rakyat atau siapapun itu tidak dibolehkan,” tandasnya.
 
Farid mengatakan,  aksi demonstrasi tersebut tidak sebatas kritik terhadap terjadinya pembunuhan yang menuntut pertanggungjawaban secara hukum. “Ada narasi besar dibalik itu, yaitu kritik atau kecaman terhadap pemakaian busana muslimah yang diwajibkan kepada wanita-wanita Iran,” bebernya.
 
Demonstrasi ini, kata Farid digunakan oleh pihak-pihak yang  tidak menginginkan syariat islam atau  membuat citra negatif terhadap syariat Islam terkait kewajiban pemakaian busana muslimah.
 
“Aksi menggugat pemakaian busana muslimah itu sebenarnya menggugat prinsip-prinsip keagamaan yang selama ini digunakan di negara Iran. Aksi tersebut merupakan gerakan yang mengarah pada kritik terhadap ajaran-ajaran Islam yang diterapkan oleh negara. Jadi, ada kampanye liberalisasi di balik ini semua,” bebernya.
 
Bukan Negara Ideal

Farid menilai apa yang dilakukan pemerintah Iran tidak sepenuhnya mencerminkan syariat Islam. “Ada sebagian syariat Islam yang diterapkan, namun Iran bukan merupakan wujud negara ideal yang menerapkan syariat Islam,” ungkapnya.
 
Karena itu,  menurut Farid, berbagai persoalan yang terjadi di Iran saat ini, tidak bisa dikaitkan karena faktor penerapan syariat Islam, tapi karena belum diterapkannya syariat Islam secara menyeluruh di Iran.
 
“Posisi Iran bukanlah negara yang independen dalam konteks politik internasional melainkan merupakan negara yang berada dalam kendali Amerika Serikat. Oleh karena itu, kebijakan-kebijakan Iran tidak terlepas dari posisinya sebagai negara yang berada dalam kendali Amerika,” bebernya.  
 
Farid mencontohkan kebijakan di Suriah. “Kenapa  Iran dibiarkan membela Bashar Al Assad? Karena ini merupakan kebijakan Amerika,” ucapnya.
 
Iran, sambung Farid,  juga digunakan oleh Amerika untuk memperkuat pemerintahan boneka mereka di Irak termasuk di Afghanistan.
 
“Selama ini Amerika menggunakan isu nuklir Iran sebagai alasan payung keamanan di Timur Tengah. sehingga negara-negara di Timur Tengah berlindung kepada Amerika Serikat,” imbuhnya.
 
Kemunafikan Barat
 
Farid mengungkap ada kemunafikan atau standar ganda negara-negara Barat dalam melakukan protes.  “Di satu sisi, mereka mengecam pemaksaan penggunaan busana muslimah di Iran. Tapi disisi lain, ketika kaum muslim di negara-negara Barat dihalangi memakai busana muslimah dengan alasan sekularisme, itu tidak mereka perhatikan,” ujar Farid memberikan contoh.
 
Negara Barat, nilai Farid, seolah silau terhadap nyawa manusia tapi membiarkan Iran mendukung rezim Bashar Assad melakukan pembunuhan dan pembantaian serta membantu rezim Bashar  Assad membunuh dan membantai kaum Muslim di Suriah.
 
“Ini tidak diungkap oleh negara-negara Barat termasuk Amerika Serikat. Jadi, ini merupakan standar ganda dari Amerika Serikat,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 
 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab