Tinta Media: Inspirasi
Tampilkan postingan dengan label Inspirasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Inspirasi. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 07 Mei 2022

KH Hafidz Abdurrahman Jelaskan Makna Lailahaillallah


Tinta Media  - Mudir Ma'had Syaraful Haramain KH Hafidz Abdurrahman, MA. menjelaskan makna kalimat tauhid lailahaillallah.

"Ketika Allah SWT menjadikan lailahaillallah Muhammadarrasullullah bukan hanya sekedar slogan. Lailahaillallah adalah aqidah. Lailahaillallah adalah keyakinan. Lailahaillallah merupakan visi, misi dan orientasi hidup seorang muslim," tuturnya dalam Kekuatan Iman di kanal YouTube ASPIRASI News, Kamis (5/5/2022).

Menurutnya, Allah SWT telah menjadi Lailahaillallah Muhammadarrasullullah sudah berada di Lauhul mahfudz sejak Adam AS diciptakan di surga. "Ketika Adam AS melakukan kesalahan kepada Allah SWT, Adam melihat di sana terpampang Lailahaillallah Muhammadarrasullullah, bahkan sebelum Rasulullah SAW dilahirkan," terangnya.

"Lailahaillallah Muhammadarrasullullah itu merupakan bentuk ikrar. Lailahaillallah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah, tiada Tuhan yang dimana kita berhak untuk mengabdikan diri kita kecuali hanya dia, Allah SWT," ujarnya.

"Dan Muhammad Saw adalah utusan Allah SWT, maka ketika seseorang itu dalam hatinya mengikrarkan Lailahaillallah. Menjadikan dirinya hanya menjadi hamba Allah SWT, maka dia menjadi orang yang merdeka," tambahnya.

Ia menyatakan bahwa itulah kekuatan Lailahaillallah Muhammadarrasullullah. "Ketika kita memiliki kekuatan ini, maka kita menjadi orang yang merdeka, orang yang memiliki kemandirian, orang yang memiliki Izzah, kemuliaan," tukasnya.

"Karena Lailahaillallah itu menjadikan kita hanya layak untuk diperintah oleh Allah SWT, tunduk pada Allah SWT," paparnya.

Ia melanjutkan bahwa bagaimana dahsyatnya Lailahaillallah Muhammadarrasullullah menjadikan orang memiliki ikrar. Sesungguhnya shalatku dan ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah SWT zat yang menyerap semesta alam. "Itulah kekuatan Lailahaillallah Muhammadarrasullullah,"bebernya.

"Maka Lailahaillallah Muhammadarrasullullah menjadi visi seorang mukmin. Dengannya dia bisa menembus seluruh dunia, dengannya dia bisa menjadi penakluk, dengannya dia menjadi adidaya," ungkapnya.

Ia menilai bahwa kekuatan Lailahaillallah Muhammadarrasullullah menjadi sandaran hingga tidak ada rasa takut. Mereka memiliki zat yang Maha. "Kekuatan Allah SWT," tegasnya.

"Tidak ada daya, tidak ada kekuatan, kecuali milik Allah SWT. Itu kekuatan, kedahsyatan Lailahaillallah Muhammadarrasullullah," pungkasnya.[] Ajirah

Ustazah Ratu Erma: Pahami Makna Takwa dengan Benar


Tinta Media - Untuk menjaga ibadah pasca Ramadhan, Mubalighah Nasional Ustazah Ratu Erma menyampaikan pesan, "Pahami makna takwa dengan benar dan wujudkan," tuturnya kepada Tinta Media, Sabtu (7/5/2022).

Menurutnya, banyak ayat dan hadis yang memerintahkan kita untuk takwa. "Kata takwa disebut Allah SWT dalam tiga puluh sembilan ayat, lebih banyak lagi dalam hadis, sulit untuk menghitungnya," ungkapnya.

Simpulan dari makna takwa, lanjutnya,  adalah takut dan khawatir terhadap Allah SWT dengan cara menjalankan seluruh perintah dan menjauhi semua larangan Allah SWT.

Diantara ayat yang memerintahkan takwa adalah surat al Maidah ayat 8:

{وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ}

"Dan bertakwalah kepada Allah, karena Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."

Sedangkan dalam hadis, kata Ustazah Ratu, diriwayatkan oleh Ahmad dari Abu Dzar dan Muadz bin Jabal radhiyallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Saya mewasiatkan Anda untuk bertakwa kepada Allah dalam segala urusanmu, baik secara rahasia dan terbuka."

Dari Muadz radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Aku berkata, ya Rasulullah, beri aku wasiat, Rasul bersabda: "Kamu harus takut kepada Allah sebanyak yang kamu bisa." (Al-Mu`jam Al- Kabir).

"Orang-orang yang bertakwa akan mendapat dua kebaikan, di dunia dan di akhirat. Di akhirat Allah SWT menjanjikan bagi mereka kemenangan di surga dan pembebasan dari api neraka dan yang lebih besar dari itu, yaitu keridhaan Allah pada hari perhitungan di akhirat," jelasnya.

Sedangkan kebaikan di dunia, tambahnya,  Allah memberikan banyak hal, yaitu rizki yang tidak disangka-sangka, jalan keluar dari kesulitan (QS. Ath-thalaq 2-3), selamat dari kejahatan musuh-musuh Islam. 

"Allah juga memberi keberkahan bagi penduduk bumi jika mereka menaati perintah dengan menerapkan syari’ah-Nya dan menjauhi larangan-Nya," terangnya.

Ia mengutip firman Allah Quran surat Al-A'raf ayat 96: "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi."

Dalam surat Al-Hadid ayat 28, lanjutnya, Allah akan memberi rahmat dua kali lipat, menjadikan cahaya untuk berjalan, yang berarti memberi petunjuk  dalam hidup.

"Dan banyak lagi kebaikan di dunia bagi umat Islam yang bertakwa.  Karena pada prinsipnya, Allah menciptakan umat manusia dan jin di dunia itu, adalah untuk beribadah kepada-Nya," tegasnya.

Dan ibadah itu, menurutnya, diwujudkan dalam bentuk ketaatan dengan semua perintah Allah SWT dalam aspek kehidupan individu, keluarga, masyarakat dan kehidupan bernegara. "Karena hukum-hukum Allah itu mencakup semua urusan hidup manusia. Yang dengan hukum-hukum itulah keberkahan dunia akan dirasakan," tandasnya.

Ustazah Ratu menegaskan bahwa ibadah yang paling utama dilakukan dalam situasi hukum-hukum Allah tidak ditegakkan, yang menyebabkan kondisi kehidupan umat manusia jauh dari keberkahan adalah dakwah. 

"Dakwah adalah ibadah yang dicontohkan para Rasul Allah,  yang dengannya kehidupan umat manusia berubah dari jahiliyah dengan perilakunya yang buruk kepada perilaku baik sesuai syari'at Allah," pungkasnya.[] Irianti Aminatun

Nasihat Ustaz Iwan Januar Pasca Ramadhan: Ibadah Itu karena Allah


Tinta Media - Agar ibadah tetap semangat sebagaimana di bulan Ramadhan, Direktur Siyasah Institute Iwan Januar memberi nasihat bahwa ibadah itu karena Allah.

"Umat harus ingat bahwa ibadah itu adalah karena Allah, dan Allah terus hadir kapan saja, bukan semata di bulan Ramadhan," nasihat Ustaz Iwan Januar kepada Tinta Media, Sabtu (7/5/2022).

"Para ulama ingatkan kun Rabbaniyan wa laa takunu Ramadhaniyyan, Jadilah kamu Rabbani yakni orang yang menghamba Pada Allah, jangan menghamba pada Ramadhan," lanjutnya.

Menurutnya, dengan mengingat wajibnya ibadah pada Allah setiap saat, insya Allah kaum muslimin bisa istiqomah dalam ketaatan.

Ia menyampaikan beberapa hal yang perlu dilakukan umat di tengah semakin zalimnya rezim saat ini. "Ada beberapa hal yang penting dilakukan umat di masa penuh fitnah ini," ujarnya.

Pertama, menjaga diri dalam ketaatan sekalipun dibenci banyak orang. "Kedua, berjuang untuk menegakkan dienullah hingga tegaknya Syariat dan Khilafah sebagai mahkota kewajiban," jelasnya.

"Inilah dua perkara yang amat penting di masa sekarang," pungkasnya.[] Raras

Jumat, 06 Mei 2022

TELADAN DAN NASIHAT IBRAHIM BIN ADHAM


Tinta Media  - IBRAHIM BIN ADHAM rahimahulLaah adalah seorang ulama besar yang tsiqah, wara' dan zuhud (Al-Khathib al-Baghdadi, Taariikh Baghdaad, 3/219).

Ia dikenal sebagai salah seorang Sulthaan al-Awliyaa'. Bahkan menisbatkan Sulthaan al-Awliyaa' kepada Ibrahim bin Adham (w. 206 H) telah amat populer (Al-Muradi, Khulashaat al-Atsar, 2/18; Muhammad bin Abu Bakar bin Khilkan, Wafiyaat al-A'yaan, 1/32).

Banyak kisah menarik yang menggambarkan keluhuran kepribadian  Ibrahim bin Adham. Demi menjaga keikhlasan, jika ia ikut terlibat dalam peperangan (jihad), misalnya, usai perang ia tidak mengambil ghaniimah (rampasan perang) yang menjadi haknya. Hal itu ia lakukan demi meraih kesempurnaan pahala jihad (Ibn al-Jauzi, Talbîis Iblîis, 1/180).

Suatu saat Ibrahim bin Adham pergi safar untuk menunaikan ibadah haji ke Baitullah (Makkah). Saat itu ia berpapasan dengan seorang Arab dusun yang mengendarai seekor unta. Orang itu berkata, “Syaikh, mau kemana?”

Ibrahim bin Adham menjawab, “Ke Baitullah.”

Orang itu bertanya lagi, “Anda ini seperti tak waras. Saya tidak melihat Anda membawa kendaraan, juga bekal, sementara perjalanan sangat jauh.”

Ibrahim kembali berkata, “Sebetulnya saya memiliki beberapa kendaraan. Hanya saja, engkau tidak melihatnya.”

Orang itu bertanya, “Kendaraan apa gerangan?”

Ibrahim bin Adham berkata, “Jika di perjalanan aku tertimpa musibah, aku menaiki kendaraan sabar. Jika di perjalanan aku mendapatkan nikmat, aku menaiki kendaraan syukur. Jika di perjalanan Allah SWT menetapkan suatu qadhâ untukku, aku menaiki kendaraan ridha.”

Orang Arab dusun itu lalu berkata, “Jika demikian, dengan izin Allah, teruskan perjalanan Anda, Syaikh. Anda benar-benar berkendaraan. Sayalah yang tidak berkendaraan.” (Fakhruddin ar-Razi, Mafaatîh al-Ghayb, 1/234).

Ibrahim bin Adham amat terkenal dengan nasihat-nasihatnya yang bernas dan amat menyentuh kalbu.

Pernah seorang sufi, misalnya, datang kepada Ibrahim bin Adham dan bertanya, “Abu Ishaq, mengapa hatiku seperti terhijab dari Allah 'Azza wa Jalla?”

Ibrahim bin Adham menjawab, “Karena hatimu mencintai apa yang Allah benci. Kamu lebih mencintai dunia dan kehidupan yang penuh tipuan, senda-gurau dan permainan (daripada kehidupan akhirat, pen).” (Abu Bakr al-Khathib al-Baghdadi, Taariikh Baghdaad, 6/47).

Suatu saat Ibrahim bin Adham berjalan melewati sebuah pasar di Bashrah, Irak. Tiba-tiba ia dikelilingi oleh banyak orang. Ia ditanya oleh mereka tentang firman Allah SWT (yang artinya): Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkan doa kalian. (QS Ghafir [40]: 60).

Mereka mengatakan, "Kami telah berdoa kepada Allah, namun mengapa belum juga dikabulkan?"

Lalu Ibrahim bin Adham menjawab, "Karena hati kalian telah mati oleh sepuluh perkara: (1) Kalian mengklaim mengenal Allah, tetapi tidak menunaikan hak-hak-Nya; (2) Kalian membaca Kitab-Nya, tetapi tidak mengamalkan isinya; (3) Kalian mengaku memusuhi setan, tetapi mengikuti ajakannya; (4) Kalian mengaku mencintai Rasulullah saw., tetapi meninggalkan sunnah-sunnahnya; (5) Kalian mengklaim merindukan surga, tetapi tidak melakukan amalan-amalan penduduk surga; (6) Kalian mengaku takut neraka, tetapi justru banyak melakukan perbuatan penduduk neraka; (7) Kalian mengatakan kematian itu pasti, tetapi tidak menyiapkan bekal untuk menghadapi kematian itu; (8) Kalian sibuk mencari aib orang lain, sedangkan aib kalian sendiri tidak kalian perhatikan; (9) Kalian makan dari rezeki Allah, tetapi tidak pernah bersyukur kepada-Nya; (10) Kalian sering menguburkan orang mati, tetapi tidak pernah mengambil pelajaran dari kematian mereka.”

Mendengar nasihat itu, orang-orang itu pun menangis (Ibn Rajab al-Hanbali, Rawai at-Tafsiir, 2/230; Jaami' Bayaan al-'Ilmi wa Fadhlihi, 12/2).

Ibrahim bin Adham juga pernah berkata, “Ada tiga perkara yang paling mulia di akhir zaman: (1) teman dekat di jalan Allah; (2) mengusahakan harta yang halal; (3) menyatakan kebenaran di hadapan penguasa.” (Abu al-Hajjaj al-Mizzi, Tahdziib al-Kamaal, 2/35).

Ibrahim bin Adham pun pernah mengingatkan, “Amal terberat di dalam timbangan amal di akhirat adalah yang paling memberatkan badan (dilakukan dengan susah-payah, pen.).” (Al-Asbahani, Hilyah al-Awliyaa' wa Thabaqaat al-Ashfiyaa', 8/16).

Semoga kita bisa meneladani Ibrahim bin Adham dan mengamalkan nasihat-nasihatnya.

Wa maa tawfiiqii illaa bilLaah, 'alayhi tawakkaltu wa ilayhi uniib.[]

060522

Hikmah Idul Fitri:

‏قِيل *للإمام الشافعي : ما لك تكثر من إمساك العصا ولست بضعيف؟ قال: لأذكر أني مسافر (الذهبي، سيرأعلام_النبلاء، ٩٧/١٠)

Imam Syafi'i rahimahulLaah pernah ditanya, "Mengapa Anda sering tidak lepas dari--atau selalu bertumpu pada--tongkat, padahal Anda bukan orang yang lemah?" Beliau menjawab, "(Hal ini aku lakukan) agar aku selalu ingat bahwa diri ini hanyalah seorang musafir (yang sedang melakukan perjalanan di dunia yang fana menuju akhirat yang kekal abadi, pen.)."
(Adz-Dzahabi, Siyar A'lam an-Nubalaa, 10/97).[]

Oleh: Al-Faqir Arief B. Iskandar
Khadim Ma'had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor

SISI LAIN ORANG BERTAKWA


Tinta Media - RAMADHAN memang telah berakhir. Puasanya juga telah lewat. Namun, sejatinya puasa Ramadhan membekas dalam jiwa setiap Muslim. Meninggalkan takwa dalam dirinya. Takwa yang sebenar-benarnya. Sebabnya, itulah hikmah dari pelaksanaan kewajiban puasa (QS al-Baqarah [2]: 183).

Menurut Ibn Abi Dunya dalam Kitaab at-Taqwaa mengutip pernyataan Umar bin Abbdul Aziz ra., "Takwa kepada Allah itu adalah meninggalkan apa saja yang Allah haramkan dan melaksanakan apa saja yang Allah wajibkan."

Inilah hakikat takwa menurut para ulama. Para ulama pun banyak yang menjelaskan ciri-ciri takwa. Di antaranya dengan mengutip pernyataan Imam Ali ra. Kata Imam Ali ra.

التقوى هي الخوف من الجليل، والعمل بالتنزيل، والقناعة بالقليل، والإستعداد ليوم الرحيل

Takwa itu adalah: (1) Al-Khawf min al-Jaliil (Memiliki rasa takut kepada Zat Yang Mahaagung [Allah SWT]); (2) Al-‘Amal bi at-Tanzîil (Mengamalkan apa yang telah Allah turunkan [al-Quran]); (3) Al-Qanaa’ah bi al-Qalîil (Merasa cukup dengan [harta] yang sedikit); (4) Al-Isti’daad li Yawm ar-Rahiil (Mempersiapkan bekal [amal] untuk menghadapi Hari Penggiringan [Hari Kiamat]) (Muhammad Shaqr, Daliil al-Waa’izh ilaa Adillath al-Mawaa’izh, 1/546).

Sisi Lain Orang Bertakwa

Selain itu, orang bertakwa memiliki sisi lain. Di antaranya adalah sebagai berikut:

Pertama: Makin zuhud terhadap dunia. Pertanyaannya: Apa itu zuhud? Imam Hanbali rahimahulLah berkata, “Zuhud itu ada tiga jenis. Pertama: Meninggalkan keharaman. Ini adalah zuhud orang awam. Kedua: Meninggalkan perkara mubah/halal yang tak bermanfaat. Ini adalah zuhud orang istimewa. Ketiga: Meninggalkan segala perkara yang menyibukkan dari upaya mengingat Allah SWT. Ini adalah zuhud orang arif (yang makrifat kepada Allah SWT, pen.).” (Ibnu al-Qayyim, Madârij as-Sâlikîn, II/14).

Kedua: Senantiasa bersemangat untuk bersaing dengan orang lain dalam perkara akhirat. Bukan dalam perkara dunia. Ini sebagaimana juga kata  Imam Hasan al-Bashri rahimahulLaah, “Jika engkau menyaksikan orang-orang berlomba/bersaing dalam urusan dunia, maka berlombalah/bersainglah dengan mereka dalam urusan akhirat. Sebabnya, dunia mereka itu bakal pergi, sementara akhirat itu kekal abadi.” (Imam Ahmad, Az-Zuhd, hlm. 1634).

Ketiga: Tetap istiqamah dalam beribadah kepada Allah SWT. Seorang yang bertakwa, misalnya, tak hanya rajin dan ber-mujahadah pada saat Ramadhan saja. Apalagi hanya pada sepuluh malam terakhir Ramadhan karena berharap keutamaan Lailatul Qadar. Sebaliknya, ia akan terus istiqamah beribadah dan ber-mujahadah meski di luar Ramadhan, sepanjang tahun. Terkait ini, seorang ulama berkata, “Bagi seorang arif (orang yang mengenal Allah SWT), setiap malam kedudukannya sama dengan Lailatul Qadar.” (Abu Thalib al-Makki, Quut al-Quluub, 1/119).

Maknanya, sebagaimana dinyatakan oleh Syaikh Abu al-'Abbas rahimahulLaah, “Seluruh waktu kami adalah Lailatul Qadar. Artinya, ibadah kami setiap waktu senantiasa berlipat ganda.” (Abul Abbas, Iqazh al-Himam Syarh Matan al-Hikam, 1/62).

Keempat: Tidak menunda-nunda untuk melakukan amal shalih. Dalam hal ini Sufyan ats-Syauri rahimahulLaah pernah berkata, “Jika engkau berkeinginan untuk bersedekah, atau melakukan suatu kebajikan, atau beramal shalih maka segerakanlah untuk ditunaikan pada waktunya sebelum engkau dipisahkan dengan keinginan tersebut oleh setan." (Al-Ashbahani, Hilyah al-Awliyaa', 7/62).

Kelima: Makin peduli terhadap urusan Islam dan kaum Muslim. Sebabnya, dia sangat memahami Hadis Nabi saw. yang menyatakan, _“Siapa saja yang tidak memperhatikan urusan kaum Muslim, dia tidak termasuk golongan mereka.” (HR ath-Thabrani, Al-Mu'jam al-Awsaath, 7/270; Al-Mundziri, At-Targhiib wa at-Tarhiib, 3/35).

Generasi salafush-shaalih begitu tinggi kepeduliannya terhadap Islam dan kaum Muslim. Salah satunya Imam al-Muhasibi rahimahulLaah. Kepeduliannya yang tinggi terhadap Islam dan kaum Muslim tercermin antara lain dalam kata-katanya,

“Demi Allah. Andai waktu bisa dibeli dengan uang, aku akan membelanjakan semua hartaku—tanpa merasa rugi—untuk membeli waktu agar aku bisa lebih leluasa melayani Islam dan kaum Muslim." (Ali bin Nayf asy-Syuhud, Al-Waqt wa Ahammiayatuhu fi Hayaah al-Muslimiin, 1/160).

Semoga semua poin di atas ada pada diri kita sehingga kita layak menyandang gelar muttaqiin.

Wa ma tawfiiqii illaa bilLaah, 'alayhi tawakkaltu wa ilayhi uniib.[]

Hikmah Idul Fitri:

‏قال *الإمام الحافظ ابن رجب رحمه الله تعالى:
والإستغفار ختام الأعمال الصالحة كلها فيختم به الصلاة والحج وقيام الليل ويختم به المجالس...فكذلك ينبغي أن تختم صيام رمضان بالاستغفار

(إبن رجب، لطائف المعارف، ص ٢١٤)

Imam al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahulLaah berkata: "Istighfar adalah penutup segala amal shalih. Shalat, ibadah haji, qiyamullail sejatinya ditutup dengan istighfar. Majelis ilmu juga selayaknya ditutup dengan istighfar...Demikian pula shaum Ramadhan hendaknya ditutup dengan istighfar." (Ibnu Rajab, Lathaa'if al-Ma'aarif, hlm. 214).

Oleh: Arief B. Iskandar
Khadim Ma’had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor


Sabtu, 30 April 2022

Pemahaman Salah Terkait Perempuan Muncul Akibat Umat Belum Paham terhadap Islam


Tinta Media  - Pemahaman yang tidak benar terkait masalah perempuan yang muncul, dinilai Aktivis Muslimah Ustazah Najmah Sa'iidah, karena tak sedikit umat yang belum paham terhadap Islam yang sebenarnya. 

"Kalau kita kembali kepada umat islam sendiri, kita juga tidak pungkiri bahwa tidak sedikit umat islam yang bisa jadi belum paham islam yang sebenarnya itu seperti apa? Sehingga, akhirnya salah di dalam melangkah," tuturnya dalam acara Bincang Inspirasi Muslimah: Perempuan dalam al-Qur’an, di kanal Youtube Sholdah TV, Selasa (19/4/2022).

Menurutnya, kondisi ini diperparah oleh adanya beberapa pihak yang bisa dikatakan sebagai musuh-musuh islam, yang menghendaki hal tersebut. "Dan tidak dipungkiri, bahwasannya ada dari kalangan umat islam sendiri yang terbawa oleh situasi itu. Sehingga dalam prosesnya, umat islam itu terbawa arus pemahaman yang tidak benar tadi," ujarnya. 

Ia mengingatkan, agar umat Islam waspada terhadap pemikiran-pemikiran feminis.

"Ada hal yang memang harus kita waspadai. Sengaja memang, ada beberapa pihak, kalau kita sebut kalangan feminis, baik feminis muslim maupun yang feminis yang bukan muslim. Mereka berupaya keras untuk memasukkan pemikiran-pemikiran mereka ke tengah-tengah umat," ungkapnya.

Ustazah Najmah menilai, bahwa kalangan feminis memiliki pemahaman sendiri tentang permasalahan perempuan. "Menurut mereka, permasalahan perempuan itu adalah karena adanya diskriminasi gender. Jadi muncul kekerasan, diskriminasi, dan sebagainya, yang dalam pandangan mereka,  itulah yang menjadi penyebab permasalahan perempuan. Padahal, kalau kita lihat dalam islam, tidak ada sama sekali diskriminasi terhadap perempuan," terangnya.

Bahkan, kemudian akhirnya, Islam itu dianggap biang keladi terjadinya permasalahan yang menimpa perempuan. Dalam pandangan mereka, solusinya adalah mewujudkan masyarakat berkesetaraan gender. Jadi, laki-laki itu harus sama dengan perempuan. Perempuan itu diberi hak untuk menentukan keinginannya, untuk menentukan apa yang diharapkannya, dan sebagainya.

Sistem Patriarki

Kalangan feminis memandang, apa yang harus dilakukan adalah dengan menghilangkan sistem patriarki. Karena, mereka menilai bahwa islam itu sebagai sistem patriarki. Sistem yang mengekang perempuan yang sangat mendukung laki-laki, yang pro laki-laki.

"Kepemimpinan perempuan itu, dinilainya ayat yang pro laki-laki, kalau Amina (Amina Wadud Muhsin seorang Feminis Muslim asal Afro Amerika) itu, menyebutnya ayat-ayat yang misoginis (ayat-ayat yang membenci perempuan). Nanti ada lagi hadits yang membenci perempuan juga. Nah, ini kan sudah kebablasan sebenarnya," tandasnya.

Inilah yang kemudian akhirnya kaum feminis lakukan, pemberdayaan ekonomi perempuan, peningkatan taraf pendidikan.

"Perempuan memang harus pandai," lanjutnya. "Tapi bukan dalam rangka untuk bersaing dengan laki-laki, tapi harus melaksanakan peran dia yang sesungguhnya menurut islam," jelasnya.

Rekonstruksi Fikih

Menurutnya, yang tidak kalah penting dari apa yang dilakukan oleh kalangan feminis adalah mereka mencoba melakukan rekonstruksi terhadap fikih islam.

"Ketika umat Islam itu pemahaman terhadap islamnya itu belum utuh, ditambah deraan dari eksternal itu tadi ke dunia islam, yang akhirnya mereka memperdaya kita, memperdaya umat Islam. Menyatakan bahwa ini dari Islam, padahal sesungguhnya bukan dari Islam," terangnya.

Ia mencontohkan Qur'an Surah an-Nisa ayat 34. "Arrijaalu qowwamuuna 'ala annisai bimaa faddhdholallahu  ba'duhum 'ala ba'din wa bimaa anfaquu  min amwalihim"

"Dalam nash ini, sangat jelas kita bisa lihat. Kalau kita melihat dari sisi arrijaalu qowwamuuna. Jadi, dalam pandangan feminis, qowwam itu maknanya  penyangga atau penopang. Jadi, laki-laki itu sebenarnya penopang perempuan. Kalau perempuan mampu melaksanakan itu, bimaa fadhdholallahu anfaquu, kalau perempuan itu mampu memberikan nafkah kepada keluarga, kenapa tidak jadi pemimpin. Itu sudah jelas kebablasan," pungkasnya.[] 'Aziimatul Azka
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab