Tinta Media: Infrastruktur
Tampilkan postingan dengan label Infrastruktur. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Infrastruktur. Tampilkan semua postingan

Rabu, 03 April 2024

Infrastruktur Jalan, Fasilitas Umum Rakyat yang Strategis

Tinta Media - Jalan retak dan ambles kembali terjadi. Kali ini lokasinya terletak di Desa Wanasuka, penghubung antara Kampung Kiara Loa RW 04, menuju Kampung Pasir  Junghun RW 03, serta menuju Kampung Srikandi RW 01 dan RW 02, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Menurut keterangan warga setempat, sebelum jalan ini retak dan ambles, hampir setiap hari turun hujan. Akibat luapan air hujan, gorong-gorong tersumbat dan  membuat tanah terkikis, sehingga tidak dapat menampung debit air. Akibatnya, jalan  retak dan amblas. Peristiwa ini terjadi pada hari Selasa (12/03/2024) pukul tiga pagi hari, dan telah  dilaporkan ke dinas Pekerjaan Umum.

Di sisi lain, koordinator wilayah dari Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kabupaten Bandung, H. Agung Priatna mengatakan bahwa setelah ada informasi dari masyarakat, tim dari Dinas PUTR sudah melihat dan mengecek lokasi jalan yang retak dan ambles tersebut dan pihaknya akan secepatnya  melakukan koordinasi agar cepat dilakukan penanganan. 

Jalan adalah infrastruktur yang dibangun untuk melancarkan mobilitas distribusi barang dan jasa dalam memberikan kemudahan akses ke layanan publik, mendukung pertumbuhan ekonomi, dan berbagai fungsi lainnya. 

Jalan sangat penting untuk kepentingan rakyat dalam menjalankan kehidupannya, terlebih jika menghubungkan dua wilayah, sebagai akses antar kabupaten, misalnya. Oleh karena itu, perencanaan, pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan jalan harus menjadi prioritas pemerintah dalam upaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan pertumbuhan ekonomi suatu negara, sehingga pemerintah pun harus maksimal terkait infrastruktur jalan ini. 

Namun anehnya, negeri yang menganut sistem kapitalis demokrasi ini telah membuat dan menetapkan Undang-Undang No.38 Tahun 2004 tentang jalan, yang menetapkan bahwa hanya jalan nasional yang menjadi kewenangan pemerintah pusat (negara), yaitu melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Sedangkan jalan provinsi, kabupaten, dan kota merupakan kewenangan pemerintah daerah. 

Hal inilah yang sering kali menjadikan saling lempar tanggung jawab antara pemerintah pusat dan daerah, terkait pembangunan jalan, pemeliharaan, serta perbaikannya. Akhirnya, semua mangkrak, tanpa memedulikan efek terhadap kehidupan masyarakat luas.

Fakta ini semakin menunjukkan lemahnya tata kelola sistem kapitalisme demokrasi dalam menjamin hak umum rakyat berupa ketersediaan jalan yang memadai untuk keberlangsungan hidup mereka. 

Efek dari hal tersebut, selain akan mempersulit dan memperlambat mobilitas rakyat terkait distribusi barang dan jasa, efek turunannya akan berakibat pada mahalnya barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Tampak jelas bahwa sistem ini jauh dari visi keumatan.

Berbeda dengan Islam yang merupakan sistem hidup yang manusiawi, sangat memahami kebutuhan manusia. Jalan merupakan milik umum yang harus dipelihara oleh penguasa (khalifah). Jika ada kerusakan, khalifah akan segera menanganinya melalui lembaga administratif untuk mengatur kepentingan rakyat yang disesuaikan dengan kebutuhan yang ada, serta sarana yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut sehingga birokrasinya tidak berbelit-belit. Sebab dalam pandangan Islam, manajemen harus meliputi tiga hal, yakni kesederhanaan aturan administrasi, kecepatan dalam pelayanan, dan profesional dalam meriayah (melayani) umat. 

Jika terjadi jalan ambles dan retak di suatu daerah, padahal jalan tersebut merupakan jalan penghubung antar desa dan merupakan infrastruktur yang sangat dibutuhkan oleh rakyat, sementara menundanya akan menimbulkan bahaya atau dharar bagi umat, maka tanpa memperhatikan ada atau tidak ada dana APBN atau baitul mal, jalan tersebut harus tetap diperbaiki. Jika ada dana APBN atau di baitul mal, maka wajib dibiayai dari dana tersebut. 

Akan tetapi, jika tidak mencukupi, maka negara wajib membiayai dengan memungut pajak (dharîbah) dari sebagian rakyat, yaitu yang memiliki kelebihan harta (kaya).

Jika waktu pemungutan dharîbah memerlukan waktu lama, sementara infrastruktur harus segera dibangun, maka negara boleh meminjam kepada individu rakyat. Pinjaman tersebut akan dibayar dari dana dharîbah yang dikumpulkan. Pinjaman yang diperoleh tidak boleh ada bunga atau menyebabkan negara bergantung kepada pemberi pinjaman. 

Negara akan memaksimalkan upaya untuk memenuhi hak rakyat, karena pemimpin dalam Islam atau (khalifah) adalah ra’in (pelayan), yang bertanggung jawab atas urusan rakyatnya dan memiliki visi akhirat. Penguasa sangat memahami bahwa semua bentuk periayahan (pelayanan) akan dipertanggungjawabkan di pengadilan akhirat kelak.

Sejarah telah mencatat tentang amirul mukminin Umar bin Khattab r.a. yang terkenal tegas dan tegar dalam memimpin kaum muslimin. Beliau seketika menangis dan gelisah tatkala seorang pengawal melaporkan ada jalan rusak dan berlubang di Irak yang mengakibatkan seekor keledai tergelincir dan jatuh ke jurang. Inilah figur pemimpin yang dicetak oleh sistem dan peradaban Islam, adil, amanah, dan siap untuk melayani rakyat, karena hakikatnya dia adalah pelayan rakyat. Wallahu'alam bishawwab.

Oleh: Thaqiyunna Dewi, S.I.Kom
Sahabat Tinta Media

Kamis, 29 Februari 2024

Pembangunan Infrastruktur dan Pariwisata Merampas Ruang Hidup Rakyat



Tinta Media - Pembangunan secara umum merupakan ciri kemajuan dari suatu daerah, semakin pesat pembangunan di suatu wilayah maka semakin majulah daerah tersebut, inilah pemikiran masyarakat pada umumnya.

Pembangunan infrastruktur yang menjadi kebanggaan atas daerahnya sebenarnya adalah awal dari rusaknya tatanan lingkungan hidup dimasyarakat, betapa tidak dengan banyaknya pembangunan infrastruktur dan pariwisata semakin melahap habis ruang hidup rakyat. 

Lihat saja di Rempang dengan dalih pembangunan Rempang Ecocity, sebagian besar masyarakat harus rela terusir dari tanah kelahiran mereka selama puluhan bahkan ratusan tahun.

Belum lagi di Kawasan Ekonomi Khusus atau KEK, seperti proyek sirkuit Mandalika,  masyarakat yang selama puluhan tahun menggantungkan hidupnya pada laut dan pertanian harus kehilangan mata pencahariannya.

Selain itu, dampak buruk juga pada lingkungan sekitar proyek pembangunan infrastruktur manufaktur, kendaraan alat berat yang hilir mudik melewati pemukiman warga mengakibatkan udara tercemar kendaraan alat berat tersebut, dan yang menjadi korban adalah kaum perempuan dan anak-anak yang menghabiskan sebagian waktunya di rumah.

Dan di sisi lain keselamatan kerja perusahaan manufaktur terhadap pekerja kasar yang didominasi warga negara Indonesia tidak dijamin secara layak, banyak dari mereka tidak dilengkapi pakaian yang aman untuk pekerjaan yang kasar dan berbahaya, seperti ledakkan tungku di PT ISS Morowali Sulawesi Tengah mengakibatkan belasan pekerja meregang nyawa. Belum lagi upah murah yang diberikan PT asal China tersebut menambah rentetan panjang terampasnya ruang hidup masyarakat 
Inilah kenyataan pahit yang dirasakan oleh rakyat jika hidup di dalam negara yang mengadopsi sistem kapitalisme, segala upaya dilakukan hanya untuk kepentingan elite politik untuk meraih ambisi, sehingga semua dikendalikan oligarki dan korporasi. Karena sesungguhnya oligarki dan korporasilah penguasa yang sebenarnya yang bersembunyi dibalik ambisi penguasa Kita.

Berbeda halnya jika aturan Islam yang diterapkan, Kholifah yang merupakan raa'in bagi umat akan senantiasa melayani dan mengurusi rakyatnya. Kesejahteraan masyarakat di lihat dari individu-individu bukan dari indeks rata - rata, karena setiap orang berbeda biaya hidupnya. Khilafah akan menjamin umat merasakan keamanan, sehat dan tidak kekurangan kebutuhan hidup sehari-hari. Jadi masihkah kita berharap pada sistem yang rusak ini ? Atau akan mengubah keadaan dengan kembali kepada sistem Islam yang telah ditetapkan Allah SWT sebagai sumber hukum yang sempurna.

Oleh: Jumiliati 
(Sahabat Tinta Media)

Jumat, 08 Desember 2023

Pembangunan lnfrastruktur dalam Sistem Kufur

Tinta Media - Daerah merupakan bagian dari suatu negara yang perlu diperhatikan dalam pembangunan infrastruktur. Ini karena kemajuan suatu daerah dapat mendorong perekonomian negara. 

Senada dengan rencana Bupati Bandung Dadang Supriatna, dalam rangka menyongsong Indonesia Emas 2024, beliau berpesan agar Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) disusun dengan berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW). 

Beliau mencontohkan beberapa proyek strategis di Kabupaten Bandung yang menjadi proyek strategis nasional, seperti proyek Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) yang ada di Tegalluar, Bandung Selatan dan proyek pembangunan jalan tol Gedebage-Tasikmalaya-Cilacap (Getaci) yang akan dimulai tahun 2024.

Setiap rencana pembangunan pemerintah, baik skala nasional ataupun daerah, tentunya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Adanya sebuah pembangunan infrastruktur dapat berpengaruh dalam banyak hal, seperti aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Oleh karena itu, pembangunan di setiap daerah harus merata agar tidak terjadi kesenjangan dan persaingan antardaerah.

Maka dari itu, dibutuhkan perencanaan pembangunan daerah karena dengan perencanaan yang tepat, pembangunan dapat terarah dan berkesinambungan. Dikarenakan proyek ini adalah proyek jangka panjang, maka dibutuhkan keseriusan dan kekonsistenan dari pihak-pihak terkait dalam menjalankan proyek sesuai dengan perencanaan agar hasilnya bisa dinikmati oleh masyarakat secara merata. 

Sayangnya, terkadang proyek pembangunan infrastruktur yang sejatinya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah, dengan menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, faktanya tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh masyarakat itu sendiri.

Sebetulnya, keinginan masyarakat di daerah sederhana, tidak muluk-muluk. Mereka lebih membutuhkan pembangunan infrastruktur sekolah, jalan, rumah sakit, listrik, air bersih, irigasi, pasar dan lain-lain, bukan kereta cepat atau pembangunan jalan tol. 

Banyak daerah yang belum tersentuh terkait pembangunan infrastruktur. Seharusnya pemerintah dengan aparat daerah melakukan survei terlebih dahulu terkait apa yang di butuhkan masyarakat yang berada di daerah.

Banyak pembangunan infrastruktur yang dibangun pemerintah tidak sesuai dengan yang dibutuhkan masyarakat daerah itu. Salah satunya adalah Kereta Cepat Jakarta Bandung dengan harga tiket Rp300 rb, pastinya sangat tidak berpihak pada masyarakat kecil. Fasilitas itu hanya bisa digunakan oleh kalangan elit saja, tidak untuk kalangan ekonomi sulit.

Sangat terlihat jelas bahwa pemerintah telah gagal dalam mewujudkan pemerataan pembangunan infrastruktur. Pemerintah lebih memanjakan masyarakat elit dengan menyediakan infrastruktur yang super canggih, sedangkan masyarakat kecil dibiarkan berbecek-becekan, meniti jembatan rusak, berjalan belasan kilometer demi mendapatkan fasilitas kesehatan yang bahkan tak memadai. Siswa-siswi belajar di bangunan tak layak. Para petani kesulitan mengairi sawah dan banyak lagi bukti dari abainya pemerintah.

Inilah dampak dari sistem kapitalisme yang tak berpihak pada rakyat kecil. Sistem ini memberikan kebebasan bagi para kapital untuk menjalankan perekonomian sesuai yang diinginkan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Sudah pasti yang menjadi target penghasil pundi-pundi rupiah adalah masyarakat elit, sehingga berapa pun biaya yang digelontorkan untuk membangun infrastruktur yang menjadi kebutuhan masyarakat elit pasti dipenuhi, walaupun harus berutang. Selain itu, ada hal-hal yang dikhawatirkan dari perencanaan pembangunan infrastruktur ini. 

Pertama, di tahun politik ini, ada kecenderungan bahwasanya pembangunan yang jor-joran ini dilakukan pemerintah tak ubahnya sebagai lahan mencari dukungan bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Kedua, proyek pembangunan infrastruktur ini membuka celah korupsi yang dilakukan pihak-pihak terkait dengan mengurangi spesifikasi atau volume infrastruktur, sehingga berdampak pada kualitas bangunan dan anggaran negara pun jebol.
 
Dana yang harusnya digunakan untuk membiayai pembangunan malah masuk ke kantong para koruptor. Menurut data ICW (Indonesia Corruption Watch), 250 kasus korupsi dalam bidang Pengadaan Barang/Jasa (PBJ), 58% adalah kasus korupsi pembangunan jalan dan jembatan.

Alhasil, tujuan pemerintah untuk menyejahterakan rakyat dalam wujud pemerataan pembangunan infrastruktur sepertinya hanya sebatas harapan palsu. Selama negara masih memakai sistem kufur ini, rakyat kecil selalu yang menjadi korban keserakahan para kapital.

Sistem sekuler kapitalisme yang diemban negeri ini menjadikan manusia hidup bukan dengan aturan Sang Khalik, melainkan dengan aturannya sendiri. Padahal, jelas manusia itu lemah dan terbatas sehingga hawa nafsu cenderung mengungguli akal. 

Parahnya, nilai materi adalah sesuatu yang diagungkan dalam sistem ini sehingga apa pun caranya, entah halal atau haram, tak jadi soal. Salah satunya adalah dengan melakukan korupsi yang jelas-jelas sangat merugikan negara dan imbasnya menyengsarakan rakyat.
  
Dalam sistem pemerintahan Islam (khilafah), perencanaan pembangunan infrastruktur betul-betul dipikirkan dan dibuat dengan tujuan memenuhi kebutuhan rakyat, serta memudahkan rakyat untuk menikmatinya. Pembangunan infrastruktur ini merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan untuk memudahkan aktivitas masyarakat, misalnya pembangunan jalan, kereta api, jembatan, air bersih, listrik, waduk, dan lain-lain.

Negara melalui aparaturnya akan terlebih dahulu melakukan survei turun ke masyarakat. Ini dilakukan untuk mengetahui pembangunan infrastruktur seperti apa yang dibutuhkan rakyat. Setelah itu, barulah Negara membuat rancangan dan merealisasikanya dengan mengerahkan para ahli dan pakar di bidangnya yang amanah dalam menjalankan tugas. 

Inilah bentuk komitmen negara dalam melayani rakyat, yaitu memenuhi segala kebutuhan rakyat. Rasulullah saw. bersabda, 

"Imam (khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya yang diurus." (HR.Bukhari).

Atas dasar itulah, pembangunan infrastruktur ini merupakan bentuk ketakwaan kepada Allah Swt., bukan memenuhi kebutuhan para pemilik modal seperti dalam sistem kapitalisme.

Negara dengan sistem ekonomi Islamnya sangat mampu membiayai seluruh pembangunan infrastruktur. Dengan kekayaan sumber daya alam yang dikelola, negara tanpa melibatkan pihak asing mampu menghasilkan pendapatan yang luar biasa. Semua hasilnya disimpan dalam baitul mal (kas negara) yang dialokasikan untuk memenuhi semua kebutuhan rakyat, termasuk pembangunan infrastruktur.

Dengan demikian, pemerataan infrastruktur ini akan membawa dampak pada kemajuan perekonomian rakyat. Rakyat memiliki kemampuan secara ekonomi yang tentunya memengaruhi kualitas sumber daya manusia.

Khilafah dengan aturan yang paripurna mampu menghadirkan kesejahteraan untuk rakyat, termasuk dalam pemerataan pembangunan infrastruktur, ekonomi, dan menjadikan manusia yang berkualitas dan berakidah Islam . Tak ada yang harus diragukan lagi, khilafah adalah rahmat bagi semesta alam. Maka, wajiban bagi seluruh umat Islam untuk berjuang mengembalikan kehidupan Islam. Wallahu'alam.

Oleh: Neng Mae
Sahabat Tinta Media

Kamis, 28 September 2023

Genjot Infrastruktur, Rakyat Terkena Imbasnya

Tinta Media - Bupati Bandung Dadang Supriatna mengatakan dan berkomitmen untuk mendorong percepatan pembangunan di akhir tahun 2023. Ada tiga program yang diprioritaskan, di antaranya yaitu: pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM), pembangunan irigasi pertanian, dan peningkatan kualitas jalan.

Agar bisa segera dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, maka pihaknya segera menginstruksikan, Asisten Daerah, Dinas PUPR, dan Sekretaris Daerah (Sekda), untuk melakukan percepatan, mengingat program itu sangat mendesak dan krusial. Diharapkan, program itu akan selesai dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan. (BANDUNG, iNewsBandungRaya.id)

Untuk melaksanakan tiga program tersebut, pihaknya menggelontorkan anggaran sebesar Rp673 miliar. Agar cepat dan kualitasnya bagus, Kang DS (Dadang Supriatna) pada meminta Pak Asisten dan Pak Sekda agar semua tender dilakukan melalui e-katalog. 

Menurutnya, tender melalui e-katalog mempunyai banyak kelebihan, sedangkan kemungkinan gagal dalam lelang akan semakin berkurang. Selain pembangunan infrastruktur jalan, Kang DS juga mengatakan agar mempercepat proses pembangunan RSUD Bojongsoang. Begitu juga dengan jalan-jalan pertanian yang didorong untuk bisa selesai tahun ini karena kondisi jalan yang mulus dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, terutama di Kabupaten Bandung.

Sarana infrastruktur yang memadai merupakan hal yang sangat penting  dalam rangka  untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat, entah sarana pertanian, pendidikan, kesehatan atau pun jalan umum, serta jembatan. Setiap orang pasti mendambakan berbagai infrastruktur yang bagus dan nyaman. 

Terlihat jelas bahwa pemerintah sekarang ini begitu ambisius dan jor-joran mengeluarkan anggaran demi membangun berbagai infrastruktur, terutama di bidang pariwisata. Konon, hal ini dilakukan untuk mendongkrak ekonomi yang terpuruk sebagai dampak dari pandemi Covid-19 dan juga dalam bidang lain, seperti pembangunan kualitas jalan, rumah sakit, dan sarana irigasi pertanian yang sedang diprioritaskan untuk dibangun. Alasannya sama, yaitu untuk mendorong kemajuan ekonomi masyarakat. 

Namun, perlu disadari bahwa pembangunan ala kapitalis sering kali menuai masalah dari berbagai sisi, dan yang dirugikan siapa lagi kalau bukan rakyat. Pembangunan sering kali dilakukan dengan cara menggusur atau membuka lahan hijau yang ujung-ujungnya akan merusak keharmonisan lingkungan. Hal seperti ini sudah sering terjadi. 

Tidak jarang juga muncul konflik di tengah-tengah masyarakat ketika warga enggan direlokasi. Akan tetapi, masyarakat harus tetap menurut pada aturan pemerintah. Belum lagi tindak korupsi yang semakin tumbuh subur bak jamur di musim hujan. Ini menambah rumitnya permasalahan yang terjadi di masyarakat, 

Itulah  berbagai polemik yang sering terjadi di masyarakat ketika berada dalam kungkungan sistem kapitalisme. Dalam sistem ini, pemerintah dengan bebasnya membuat aturan (program) yang seolah ditujukan untuk kepentingan publik, tetapi hakikatnya untuk kepentingan bisnis para konglomerat. Ini karena pada dasarnya sistem kapitalisme hanya berlandaskan pada keuntungan materi semata, tanpa peduli terhadap kondisi lingkungan atau berbagai dampak lainya, seperti banjir, longsor, dan bencana alam lain sebagai dampak dari pembangunan infrastruktur yang serampangan.

Sistem Islam sangat unik dan berbeda dengan yang lain. Islam adalah cahaya yang membawa keselamatan manusia di dunia dan di akhirat. Islam mempunyai aturan yang sangat lengkap dan terperinci dalam mengatur seluruh makhluk. 

Sistem ekonomi yang berbasis akidah akan melahirkan orang-orang yang bertakwa dan jujur, merasa diawasi oleh Allah Swt. sehingga akan mempertimbangkan segala perbuatannya. 

Seorang pemimpin dalam Islam adalah pengurus urusan rakyatnya. Rasulullah saw. bersabda,

"Imam (khalifah) adalah raain  (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya."
(HR. Al-Bukhari)

Pembangunan infrastruktur dalam Islam adalah sebuah kewajiban negara untuk memenuhinya. Manfaatnya dirasakan oleh masyarakat luas secara gratis dan tidak dipungut biaya. Tidak seperti dalam sistem kapitalis yang akan selalu memasang tarif dari berbagai fasilitas dan infrastruktur untuk publik. 

Negara Islam adalah negara adidaya yang tidak bisa diintervensi oleh pihak mana pun. Biaya pembangunan infrastruktur dalam Islam adalah hasil dari sumber daya alam yang diatur secara terperinci oleh Allah melalui wahyu sebagai aturan yang adil. 

Kepemilikan umum dikelola oleh negara dan hasilnya diserahkan kembali ke rakyat dalam bentuk pelayanan. Salah satunya adalah dengan pembangunan berbagai sarana infrastruktur.

Seorang pemimpin (khalifah) tidak akan berani mengambil keuntungan dari pembangunan infrastruktur untuk kepentingan pribadi atau golongan karena akidah yang kuat akan membentenginya dari perbuatan yang melanggar syariat. Sungguh, hanya syariat Islamlah yang akan mampu meminimalisir terjadinya berbagai kecurangan dan pelanggaran di tengah masyarakat. 

Maka, sungguh hanya sebuah  ilusi ketika kita masih berharap pada sistem selain Islam. Padahal, sistem tersebut terbukti belum bisa menyelesaikan permasalahan yang terjadi selama ini. Oleh karena itu, hanya dengan penerapan syariah Islam secara kaffah, semua problematika kehidupan akan terpecahkan dan akan membawa  kemaslahatan bagi umat. Hanya penerapan sistem ekonomi Islamlah yang akan mampu memajukan ekonomi rakyat. Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Dartem, Sahabat Tinta Media

Senin, 11 September 2023

Gencar Bangun Infrastruktur, Tapi Nasib Rakyat Hancur

Tinta Media - Pembangunan dan pengadaan infrastruktur terus gencar dilakukan pemerintah negeri ini. Mulai dari bandara, jalan tol, stadion, jembatan, terminal, bendungan dan lainnya. Dengan alasan meningkatkan konektivitas antar wilayah dan bertujuan untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat.

Dan program teranyar, pembangunan patung sang Proklamator yang membuat banyak kalangan terheran-heran. Karena sama sekali tak ada urgensinya. Dan tak mencerminkan rasa empati. Saat keadaan ekonomi rakyat yang terjungkal, justru pemerintah menetapkan kebijakan tak masuk akal.

 Pembangunan infrastruktur yang ada pun, justru membebani anggaran negara. Karena membutuhkan biaya perawatan. Sebut saja beberapa bandara yang akhirnya ditutup karena tak mampu beroperasi, Bandara Kertajati misalnya. Padahal trilliunan dana APBN telah digelontorkan untuk pembangunannya.

Sementara di sisi lain, fasilitas umum yang sebetulnya dibutuhkan masyarakat, justru terabaikan. Kebutuhan akan gedung sekolah misalnya. Begitu banyak gedung sekolah yang tak layak guna. Salah satunya di wilayah Gunung Sindur, Kabupaten Bogor. Gedung sekolah yang sudah rusak karena gempa dan termakan usia. Gedung sekolah hanya ditopang bilah-bilah bambu. Tak ada pilihan lain, anak-anak sekolah pun harus melanjutkan aktivitas belajarnya di tengah ancaman ambruknya gedung sekolah. 

Meskipun pengajuan renovasi sudah diajukan, hingga empat kali, namun belum juga ada tanggapan dan aksi dari pemerintah. Dan fakta seperti ini, begitu banyak ditemukan. Tak hanya gedung sekolah, akses jembatan-jembatan penghubung yang dibutuhkan masyarakat pun belum memadai. Kebanyakan jembatan yang ada dibangun dengan dana mandiri. Tak sedikit juga jembatan yang dibangun seadanya, hanya menggunakan bilahan-bilahan kayu, yang tak mampu menjamin keselamatan nyawa. Sungguh memprihatinkan.

Lagi-lagi, kebutuhan rakyat dipinggirkan. Kebijakan yang ditetapkan para penguasa hanya berorientasi pada nilai materi dan ekonomi. Negara tak mampu mendudukkan standar prioritas dalam menetapkan kebijakan. Betapa kacaunya tata kelola kehidupan ala sistem kapitalisme. Asasnya yang sekuler, benar-benar memisahkan kehidupan dari aturan agama. Alhasil, rakyat dianggap sebagai beban. Bukan amanah yang selayaknya dijaga dan dilayani.

Pemimpin yang ada pun tak mampu mengurusi nasib rakyat. Justru yang ada, pemimpin menikung lewat jalan oligarki dan korporasi. Regulasi yang ada hanya menguntungkan oligarki korporasi. Pemimpin tak lagi peduli dengan janji-janji yang dulu pernah disampaikan. Semua ini sebagai implikasi diterapkannya sistem yang rusak. Sistem kapitalisme, sangat jelas kerusakannya hingga menimbulkan kezaliman yang tak pernah berhenti. Keselamatan dan kesejahteraan rakyat tak mungkin terwujud dalam sistem destruktif.

Lantas, masihkah kita berharap pada sistem kapitalisme? Faktanya, kesejahteraan dan keselamatan hanya disajikan sebagai ilusi dalam sistem ini.

Tak ada pilihan lain. Sistem rusak ini harus segera ditinggalkan. Kemudian menggantinya dengan sistem yang jauh lebih menjanjikan. Yaitu sistem yang memadukan aturan agama dalam pengaturan kehidupan. Memposisikan agama sebagai ideologi. Dan mencampakkan pola pikir sekuleristik.

Kebutuhan rakyat akan terpenuhi sempurna jika sistem kehidupan dikembalikan sesuai fitrahnya. Yakni mengembalikan segala aturan pada aturan yang diwajibkan Allah SWT. Aturan yang berlandaskan akidah Islam. Islam menetapkan bahwa rakyat adalah amanah yang wajib dijaga. Sehingga setiap regulasi yang ditetapkan senantiasa tertuju untuk kesejahteraan rakyat. Pembangunan-pembangunan infrastruktur senantiasa diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas rakyat. Bukan untuk pencitraan yang hanya bermuara pada pujian.

Wallahu a'lam bisshowwab.

Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor

 

Selasa, 29 Agustus 2023

Ketika Pembangunan Infrastruktur Dikapitalisasi



Tinta Media - Jalan Cikawari yang merupakan penghubung antar desa yang terletak di kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung,  kini sungguh mengenaskan. Banyak bebatuan di atas jalanan aspal, kendati sebelumnya sudah ada perbaikan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung pada tahun 2022 lalu. Namun, hal itu tidak bertahan lama karena yang diperbaiki hanya pada sebagian jalan saja. 

Fadil, salah satu penduduk  di Pondok Buah Batu, Kecamatan Cimenyan mengatakan bahwa perbaikan dilakukan sekitar pertengahan 2022. Namun, setelah setahun berlalu, jalanan tersebut kembali berlubang seperti semula (Jabar Ekspres, Kamis, 17/08/2023).

Jalan umum adalah kebutuhan yang sangat vital dan merupakan hajat hidup orang banyak, tidak peduli itu miskin ataupun kaya.
Kenyamanan dan keselamatan adalah hak semua masyarakat sebagai warga negara. Pihak pemerintah daerah setempat juga mempunyai kewajiban untuk mengatur dan membangun insfratruktur dengan kualitas terbaik.

Namun, pada kenyataannya insfratruktur daerah pedesaan justru terlihat hancur dan buruk. Terkadang, keluhan warga pun baru akan direspon jika persoalan sudah menjadi viral di medsos.

Sungguh sangat memilukan, jalan berlubang dan rusak sering kali menjadi santapan masyarakat, terutama pedesaan atau daerah pelosok. Walaupun Perbaikan jalan telah dilakukan oleh pemerintah daerah setempat, tetapi faktanya dalam kurun waktu yang singkat, jalan itu kembali rusak. Bahkan, di beberapa daerah ada juga yang sampai berangkat ke sekolah dengan cara meniti jembatan gantung hanya berpegangan tali. Tentu hal itu sangat rentan terjadi kecelakaan. 

Ini semakin membuka mata kita bahwa ternyata masih banyak saudara-saudara kita yang keadaannya sangat menyedihkan.

Padahal yang kita ketahui, negeri ini sangatlah kaya akan sumber daya alam yang seharusnya sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, termasuk dalam pembangunan insfratruktur yang baik. 

Di sisi lain, hingar-bingar pembangunan insfratruktur seperti rencana pembuatan patung (Sukarno) dengan biaya fantastis makin massif, padahal sejatinya tidak ada manfaatnya, bahkan banyak terjadi penentangan. 

Karut-marut ini biangnya adalah sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan di negri ini. Pembangunan insfratruktur dikomersilkan. Hubungan antara penguasa dengan rakyat bagaikan penjual dan pembeli. Jadi, bukan hal aneh ketika anggaran untuk pembangunan insfratruktur rentan dikorupsi oleh oknum yang tidak bertanggung jawab sehingga hasil pembangunan insfratruktur kurang maksimal kualitasnya. 

Proyek pembangunan insfratruktur cenderung asal jadi, tanpa mempertimbangkan kualitas. Itulah sebabnya jalan akan cepat rusak kembali dalam waktu yang tidak lama. 

Agama yang hanya dipakai dalam hal ibadah mahdhah tidak mempunyai pengaruh apa pun dalam sistem sekuler kapitalis.  Sehingga, yang terjadi hanyalah kerusakan dan kekacauan yang semakin parah. Semua yang terjadi hanya sebagai ladang bisnis dan manfaat semata, tanpa peduli halal haramnya.

Karena itu, perlu solusi tuntas dan jitu, yaitu sistem Islam yang datang dari Sang Pencipta sebagai pengatur urusan rakyat dan pedoman hidup manusia hingga hari kiamat.

Islam memandang bahwa kekuasaan adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan dihadapan Allah Swt. Pemimpin (Khalifah) adalah penggembala yang harus bertanggung-jawab atas urusan rakyat. 

Islam juga sangat memperhatikan masalah pembangunan insfratruktur, termasuk jalan umum yang merupakan kebutuhan vital rakyat keseluruhan.

Seorang pemimpin (Khalifah) sadar betul kewajibannya sebagai seorang pengurus urusan rakyat dengan didasari oleh keimanan yang kuat. Pemimpin harus sadar dengan adanya hari penghisaban, sehingga segala tindak tanduknya selalu sesuai dengan syariat Islam. 

Di sisi lain, rakyat juga mempunyai hak untuk menyampaikan aspirasi mereka. Rakyat juga diwajibkan untuk muhasabah lil hukum kepada penguasa /pemimpin jika melakukan kesalahan atau bertindak tidak sesuai dengan syariat. 

Mengkritik pemerintah/penguasa diperbolehkan, bahkan dianjurkan demi kebaikan bersama. Di dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. bersabda,

“Jihad paling utama adalah kalimat adil di depan pemimpin yang tidak adil.” (HR Imam Abu Dawud dan Imam Tirmidzi).

Dengan demikian, tidak ada solusi lain selain hanya dengan penerapan sistem Islam yang akan memberikan rasa nyaman dan menyejahterakan rakyat tanpa pandang bulu. Wallahu a'lam bishawab.

Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Rabu, 26 Juli 2023

Pembangunan Salah Kaprah Mengakibatkan Banjir, Islam Solusi Tuntas

Tinta Media - Pada pertengahan November 2022, lalu 3 desa di 2 kecamatan, yaitu Kecamatan Kutawaringin dan Kecamatan Katapang, Kabupaten Bandung diterjang banjir akibat meluapnya sungai Ciwidey. 

Menurut Jeje Hermawan selaku Direktur Lembaga Pengawasan Pembangunan Daerah (LPPD), penyebab terjadinya banjir tersebut adalah akibat kondisi sungai yang menyempit, sehingga arus sungai tersendat. 

Kondisi tersebut diperparah karena dibangunnya pabrik di kawasan Lebak Muncang Kecamatan Katapang dan kawasan Libai Desa Pameuntasan Kecamatan Kutawaringin. Sehingga, saat terjadi hujan dengan intensitas tinggi, sungai tidak dapat menampung volume air dan mengakibatkan meluapnya air sungai.

Selain itu, pemakaman umum yang ada di Blok Kubang Desa Pameuntasan juga terkena imbas terjangan banjir ketika musim penghujan tiba. Dampaknya sejumlah makam yang berada di tepi sungai tergelincir, kemudian hanyut terbawa arus sungai yang deras. 

Sejumlah pemilik makam pun akhirnya terpaksa memindahkan makam miliknya, karena khawatir jenazah yang ada di dalamnya akan hanyut. (deJurnal.com 2/7/2023)

Banjir di Kabupaten Bandung merupakan kejadian rutin yang ketika musim penghujan datang. Bahkan, selalu menjadi pokok permasalahan yang hingga saat ini masih belum tertuntaskan.

Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah setempat, seperti melakukan pengerukan sedimentasi dan membangun kolam-kolam retensi untuk menampung debit air di beberapa daerah terdampak banjir. Semuanya belum membuahkan hasil dalam penanganan banjir.

Beberapa faktor utama yang menjadi penyebab banjir pun masih sering diabaikan, baik oleh masyarakat maupun pemerintah setempat. 

Misalnya, membuang sampah di selokan dan sungai sehingga dapat mengakibatkan tersendatnya aliran sungai. Minimnya daerah resapan air, sehingga ketika hujan tiba tidak ada tempat untuk mengalirkan air hujan ke sungai. 

Pendangkalan sungai yang terjadi dari erosi tanah akibat penggundulan hutan menyebabkan material tanah akan terbawa aliran air hujan dan masuk ke sungai, kemudian mengalami pengendapan yang mengakibatkan sungai menjadi dangkal. 

Selain itu, kondisi sungai yang menyempit akibat pembangunan pemukiman di bantaran sungai, juga menjadi salah satu penyebabnya.

Beberapa faktor penyebab banjir tersebut bermuara pada faktor penyebab utamanya, yakni minimnya kesadaran masyarakat terhadap kehidupan akibat lepasnya aspek ruhiyah, yaitu keterikatan hubungan dirinya sebagai hamba bagi Sang Khalik. 

Dalam menjalani kehidupan, masyarakat dijauhkan dari agama (sekuler). Hal ini diperparah dengan penerapan sekularisme-kapitalisme ini oleh negara. 

Sistem ini melahirkan paham liberalisme sebagai turunanya, yaitu memberikan kebebasan kepada para pengusaha (pemilik modal) untuk membuka lahan-lahan baru yang dialihfungsikan menjadi pabrik dan perumahan, tanpa mempertimbangkan kondisi lingkungan jika musim penghujan tiba, hingga terjadi banjir. 

Hal tersebut karena asas dalam sistem kapitalisme-sekularisme tolak ukurnya hanya mencari keuntungan (manfaat) semata, dan tidak menghiraukan dampak yang terjadi terhadap manusia dan lingkungan di sekitarnya.

Bencana banjir tentu saja tidak bisa dianggap sepele, apalagi jika terus berulang karena akan menimbulkan banyak kerugian. Di antaranya kerugian harta benda, kerugian sektor pertanian dan perkebunan, sektor transportasi, sektor perdagangan dan industri, sektor pendidikan, sektor kesehatan dan lingkungan, bahkan ada yang sampai menimbulkan korban jiwa. 

Hal ini tentu saja harus menjadi perhatian khusus dan penanganan serius dari pemerintah setempat, mulai dari penataan tata ruang yang tepat dengan mempertimbangkan dampak untuk lingkungan. 

Kemudian sering melakukan sosialisasi terhadap masyarakat agar menjaga dan merawat lingkungan, serta secara berkala membersihkan selokan. Pemerintah harus memperketat izin mendirikan bangunan di bantaran sungai, reboisasi atau penanaman kembali lahan hutan yang gundul.

Bencana banjir yang terjadi jelas bukan semata karena faktor alam saja. Kebijakan penguasa yang salah kaprah dalam pembangunan tanpa memperhatikan efek negatif terhadap manusia dan lingkungan memiliki andil besar dalam masalah ini. 

Dengan memenuhi kepentingan para kapitalis, hal tersebut justru menjadi faktor dominan penyebab banjir yang tidak berkesudahan. 

Allah Swt. berfirman dalam Surat Ar-Rum ayat 41,

"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut akibat dari perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki yang demikian agar manusia merasakan akibat dari perbuatan tangan mereka supaya mereka kembali ke jalan yang benar." 

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa setiap bencana yang terjadi dikarenakan berbagai kemaksiatan yang dilakukan oleh manusia. 

Mereka mengabaikan bahkan mencampakkan hukum Islam dalam kehidupan, sehingga bencana alam kerap terjadi. Padahal, syariat Islam sejatinya merupakan pengatur kehidupan manusia di dunia, di segala aspek kehidupan.

Islam selalu memperhatikan setiap permasalahan umat secara mendetail. Islam bahkan menawarkan solusi yang tepat untuk mengatasi bencana banjir. 

Di antaranya, negara akan mengatur kebijakan pengelolaan tata ruang yang memperhatikan kondisi alam dan melarang siapa pun untuk mendirikan bangunan di daerah rawan banjir. 

Negara juga melarang pembukaan lahan secara besar-besaran yang dapat mengakibatkan erosi. Siapa pun yang melanggar akan ditindak secara tegas, melalui sanksi yang sepadan dan mampu memberi efek jera.

Negara juga akan membangun sistem drainase yang baik, membangun sumur-sumur resapan yang dapat dimanfaatkan ketika musim kemarau tiba, membangun kanal dan sungai buatan, serta membangun bendungan dengan berbagai tipe yang mampu menampung volume air hujan secara efektif. 

Negara juga membentuk badan khusus untuk menanggulangi bencana dengan fasilitas peralatan yang memadai dan akan menetapkan daerah-daerah tertentu sebagai cagar alam yang dilindungi dan tidak boleh dimanfaatkan tanpa izin. 

Selain itu, negara juga akan memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan merawatnya, serta secara berkala melakukan monitoring dan pengerukan lumpur-lumpur di sungai agar tidak terjadi pendangkalan.

Cara-cara tersebut di atas terbukti efektif mengatasi banjir di masa keemasan peradaban Islam yang gemilang. Maka, sudah saatnya kita mencampakkan sistem kufur kapitalisme-sekularisme, dan beralih menerapkan syariat Islam yang mampu menyelesaikan seluruh problematika kehidupan. 

Wallahu alam bi shawab.

Oleh: Dini A Supriyatin, Sahabat Tinta Media

Selasa, 29 November 2022

Inilah Perbedaan Cara Pandang Infrastruktur Transportasi dalam Islam dan Kapitalisme

Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) menuturkan, cara pandang infrastruktur transportasi dalam sistem Islam sangat berbeda dengan kapitalisme.

“Sangat berbeda cara pandang infrastruktur transportasi dalam Islam yaitu untuk pelayanan publik, sedangkan kapitalisme  infrastruktur transportasi lebih berorientasi bisnis,” tuturnya dalam Program Serba Serbi MMC: Proyek Kereta Api Cepat Hanya Menggerus Kedaulatan Negara? Selasa (22/11/2022) di kanal Youtube Muslimah Media Center.

Menurutnya, infrastruktur kapitalisme merupakan ladang komersial sehingga keberadaannya bisa diperjualbelikan kepada swasta. “Rakyat tidak bisa untuk menikmati layanan infrastruktur tersebut secara murah, mudah bahkan nyaman. Andaikan pun mau menikmatinya juga harus berbayar,” ucapnya.

Ia menegaskan penjelasan Syaikh Abdul Qadim Zallum dalam buku Sistem Keuangan Negara Khilafah bahwa sarana transportasi umum termasuk jenis infrastruktur milik negara yang disebut marâfiq. Marâfiq ammah ialah seluruh sarana umum yang disediakan negara agar dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat. “Sarana ini dibuat oleh negara selama bermanfaat dan dapat membantu masyarakat daerah pedesaan maupun provinsi,” tegasnya.

Khilafah akan menjadi penanggung jawab utama dan pertama dalam pembangunan transportasi seperti pesawat terbang, kereta api, dan kapal laut. “Jika dilihat transportasi tersebut terdapat maslahat bagi kaum muslim, dan sangat mendesak untuk membantu mereka serta memudahkan mereka untuk bepergian,” bebernya.

Dalam sistem kapitalisme, kata narator, pembiayaan infrastruktur melibatkan swasta dengan skema investasi dan utang bunga. Sedangkan untuk pembiayaan infrastruktur dalam Khilafah, mengambil dana dari pos kepemilikan negara atau pos kepemilikan umum. Menurutnya, pos kepemilikan negara berasal dari harta kharaj, fai, usyur, jizyah, dan sebagainya. Sementara pos kepemilikan umum berasal dari harta pengelolaan sumber daya alam oleh negara secara mandiri.

“Model pembiayaan seperti ini akan menjamin kedaulatan negeri sehingga tidak tunduk pada asing,” ucapnya.

Sementara kapitalisme memberikan ruang lebar bagi swasta untuk menjadi penguasa dan pengendali kepentingan publik termasuk dalam hal infrastruktur. “Sehingga pembangunan infrastruktur transportasi bukan 100 persen berada di bawah kendali negara namun pihak swasta,” kritiknya. 

Pembangunan infrastruktur dalam Islam manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat sebagai bentuk layanan publik.
“Bentuk-bentuk penerimaan yang diterima juga dikembalikan menjadi manfaat lainnya bagi publik,” katanya.

Narator mencontohkan penerapan konsep pembangunan dalam Khilafah yang terjadi pada masa khalifah Umar bin Khattab ketika wilayah kerja ekonomi negeri Khilafah semakin luas. “Khalifah Umar mendirikan semacam wilayah perdagangan yang besar di kota Basrah yakni gerbang untuk perdagangan dengan Romawi dan Kufah sebagai pintu masuk perdagangan dengan Persia,” ujarnya.

“Khalifah Umar juga membangun kanal dari Fustat ke Laut Merah sehingga orang yang membawa gandum ke Mesir tidak perlu lagu memakai unta karena saat itu, mereka dapat langsung menyeberang sungai Sinai ke Laut Merah,” tuturnya.
 
Ia pun mengungkapkan contoh tentang penerimaan yang dimanfaatkan kembali untuk layanan publik. “Khalifah Umar misalnya meminta Ammar bin Ash radhiallahu anhu menggunakan pemasukan dari Mesir untuk membangun jembatan, terusan, dan jaringan suplai air hingga fasilitas-fasilitas yang bertebaran di jalan-jalan untuk memenuhi kebutuhan para musafir,” ungkapnya.

Sehingga pada masa kekhalifahan Umar didapati pos semacam rumah singgah yang disebut sebagai Dar ad-Daqiq. “Rumah ini digunakan sebagai tempat penyimpanan kurma, anggur, dan berbagai bahan makanan lainnya yang diperuntukkan bagi Ibnu Sabil yang kehabisan bekal dan tamu asing,” tuturnya.

Ia mengakhirinya dengan mengatakan bahwa mekanisme pembangunan transportasi dalam Islam memudahkan masyarakat untuk mengaksesnya. “Masyarakat bisa mengaksesnya dengan murah bahkan gratis,” pungkasnya.[] Ageng Kartika

Minggu, 30 Oktober 2022

Islam Membangun Infrastruktur untuk Kebermanfaatan Umat

Tinta Media - Rakyat tentu mengharapkan adanya sejumlah fasilitas berupa infrasruktur yang dibangun untuk memudahkan urusan mereka, serta mampu menghasilkan kesejahteraan manusia. Alih-alih membangun infrastrutur untuk rakyat, pemerintah nampak tetap ngotot membangun sejumlah infrastruktur yang masih diragukan manfaatnya untuk umat.

Proyek untuk Rakyat Atau Investor?

Pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) tetap dikejar pelaksanaannya oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), walaupun berkali-kali menuai persoalan. Salah satu masalah krusial yang dihadapi proyek ini adalah besarnya anggaran yang dibutuhkan sehingga memaksa pemerintah merogoh APBN untuk membiayainya. 

Proyek kereta cepat ini, merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN), yang disinyalir menjadi bagian tak terpisahkan dari gurita bisnis Tiongkok. Pelaksana proyek, yaitu KCIC merupakan konsorsium yang berisi empat BUMN yang bekerja sama dengan perusahaan Cina. Selama beberapa tahun terakhir, otoritas Cina bertindak sangat agresif untuk mengembangkan banyak proyek di luar negeri melalui bendera Belt & Road Initiative (BRI), termasuk salah satunya di negeri ini. (katadata.co.id/19/10/2022)

Selain Kereta Cepat Jakarta Bandung, ada juga proyek pembangunan light rail transit atau LRT di Palembang. Proyek ini diproyeksikan untuk menyambut dan juga memfasilitasi ajang Sea Games yang akan datang. Hanya saja, beberapa pihak mengkritik proyek ini yang salah perencanaan. Salah satunya adalah Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. 

"Saya kasih tahu kegagalan decision Rp9 triliun itu LRT Palembang. Decision based-nya political decision, not planning decision. Ini karena mau ada Asian Games, harus ada koneksi dari Palembang ke Jakabaring," ujarnya di Fablab Correctio Jababeka, Cikarang, Jumat lalu (21/10). 

Menurutnya, kala itu dia sudah mengkritik pembangunan LRT karena belum dibutuhkan untuk masyarakat setempat. (gelora.co/23/10/2022).

Tak hanya Ridwan Kamil, kritik tajam atas pembangunan LRT ini juga dilontarkan oleh Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Benny K. Harman. Dia mempertanyakan tentang efektivitas penggelontoran dana sebesar Rp9,1 triliun untuk proyek ini. 

Apakah proyek ini efektif untuk mengatasi persoalan rakyat? Proyek ini pun disinyalir juga mengandung unsur korupsi yang harus diusut tuntas. 

Dua proyek ini menambah deretan proyek yang tidak membawa manfaat optimal dan maksimal untuk kebermanfaatan rakyat. Proyek dengan dana mega fantastis ini tak mampu membawa kenyamanan dan kemudahan bagi kehidupan rakyat. Lagi-lagi rakyat yang akan menjadi korban dan menanggung semua biaya dalam bentuk utang yang dihasilkan dalam proyek ini. Kembali dipertanyakan, apakah proyek ini demi rakyat atau justru untuk kepentingan investor?

Islam Membangun Infrastruktur untuk Kebermanfaatan Umat

Aturan Islam yang diterapkan di dalam politik dalam negeri negara Islam bertujuan untuk memenuhi dan mengurusi segala kebutuhan rakyat hingga kemaslahatan hidup manusia bisa tercapai. Semua jajaran penguasa dan pegawai yang bekerja di negara memiliki komitmen dan tanggung jawab besar untuk mewujudkan hal ini.

Setiap proyek pembangunan yang dijalankan didasarkan pada kebutuhan rakyat. Rakyat melalui Majelis Umat memiliki hak untuk menyampaikan kepada Khalifah mengenai kebutuhan infrastruktur apa saja yang dibutuhkan. Jika pendapat mayoritas Majelis Umat menyetujui hal ini, pendapat Khalifah pun harus mengikuti pendapat ini. 

Selain itu, anggaran yang digunakan didasarkan pada sumber pemasukan negara. Tidak ada sama sekali sumber pendanaan berupa utang terhadap asing, terlebih dari negara kafir. Negara Islam merupakan negara yang independent dengan meniadakan campur tangan atau intervensi asing dalam pengelolaan negaranya. 

Proses pembangunan dijalankan dengan sebenarnya demi menghasilkan infrastruktur yang dibutuhan umat dan berdaya guna. Anggaran dibuat tanpa ada rekayasa ataupun mark-up data karena setiap pejabat dan pegawai negara dibina untuk mendapatkan akidah yang lurus. Karena itu, mereka melandaskan kerjanya dengan rasa takut kepada Allah Swt. Mereka berusaha untuk tidak melakukan kesalahan, serta semaksimal mungkin tidak melakukan kerusakan dari pembangunan yang dijalankan. 

Hal ini sesuai dengan seruan Allah Swt di dalam Surat Hud ayat 85 yang berbunyi, 

“Dan wahai kaumku! Penuhilah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan jangan kamu membuat kejahatan di bumi dengan berbuat kerusakan.”

Pembangunan segala infrastruktur didasarkan pada tujuan untuk memberikan kebermanfaatan bagi umat. Tidak pernah ada tujuan untuk memberikan manfaat atau tender kepada investor atau hanya demi ambisi kekuasaan, layaknya yang ada di era pemerintah saat ini. Wallahu’alam.

Oleh: Rochma Ummu Arifah 
Sahabat Tinta Media 

Sabtu, 20 Agustus 2022

Pembangunan Fisik dalam Jeratan Utang, Siapa yang Untung?

Tinta Media - Utang dengan bunga besar tengah mengintai negeri tercinta ini. Dengan dalih untuk mewujudkan pembangunan fisik yang bermanfaat bagi masyarakat dan memberi keuntungan bagi negara, pembangunan fisik jor-joran pun dilaksanakan di tengah kondisi perekonomian nasional yang terengah-engah. Utang negara dianggap mampu diselesaikan tanpa perlu khawatir akan terpuruk di kemudian hari. Benarkah demikian? 

Dilansir dari media kompas.com, Jumat (6/8/2022), Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengakui bahwa Indonesia memiliki utang yang terbilang besar, yakni Rp7.000 triliun. Namun, menurutnya Indonesia mampu membayar utang tersebut karena dibayar dengan proyek-proyek yang bagus, yakni pembangunan. Luhut pun menyebutkan, tingkat utang pemerintah Indonesia saat ini jauh lebih aman dibandingkan negara-negara lain di dunia. 

Berdasarkan penelusuran dari berbagai sumber, detikcom mencoba untuk membandingkan utang Indonesia dengan sejumlah negara ASEAN terlebih dahulu. Misalnya, Malaysia memiliki utang negara hingga Juni 2022 mencapai RM 1,045 triliun, setara dengan Rp3.490 triliun, Singapura dilaporkan hingga Maret 2022 mencapai US$ 645 miliar atau setara Rp9.684 triliun, Filipina hingga akhir April 2022 mencapai P12,76 triliun, setara dengan Rp3.423 triliun. Kemudian di negara lainnya, seperti Amerika Serikat, pada Juni 2022 utang publiknya mencapai US$ 30,57 triliun, setara 456.209 triliun, lalu di Arab Saudi, utang publiknya meningkat lebih dari 2 persen pada akhir kuartal pertama 2022 mencapai SR958 miliar setara Rp3.840 triliun, (detikfinance.com, 8/8/2022).

Sungguh, berapa pun besaran utang Indonesia, tetap harus dibayarkan. Membandingkannya dengan negara lain yang lebih besar utangnya sangatlah tidak bijaksana. Hal ini karena yang menjadi permasalahan adalah bagaimana pembayaran utang yang jumlahnya fantastis itu bisa terselesaikan. 

Negara beralasan bahwa utang tersebut positif dapat terbayarkan karena ada banyak investasi proyek strategis yang akan balik modal dan memberikan keuntungan bagi negara. Namun, faktanya beberapa investasi proyek strategis yang digaungkan pemerintah justru mangkrak saat ini, tidak diteruskan, bahkan beralih fungsi menjadi sarana yang tidak sesuai dengan tujuan awal pembangunan investasi dilakukan. 

Kondisi ini seakan memperlihatkan bahwa investasi tersebut hanya manipulatif untuk memenuhi janji terhadap para korporat dengan menggolkan proyek-proyek yang telah mereka rencanakan. Jadi, bukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang infrastruktur. Pembangunannya dilakukan seperti kejar tayang, tetapi di tengah jalan berhenti begitu saja. Masyarakat pun tidak merasakan manfaatnya. Maka siapa yang diuntungkan? 

Bisakah Utang Terbayarkan? 

Jelas, kondisi perekonomian Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Saat ini negara-negara berkembang lain tengah bergulat dengan krisis pangan dan energi yang sedang melanda. Tidak mustahil Indonesia pun mengalami hal yang sama. Hal ini karena pijakan dalam melaksanakan kegiatan ekonominya sama, yakni kapitalisme demokrasi dengan turunannya liberalisme. 

Kita ketahui, pendapatan negara itu bertumpu pada pajak dan utang. Setiap sektor kehidupan yang dapat dikenai pajak, maka peluang untuk mewajibkan pembayaran pajak akan dilaksanakan. Pajak ini mayoritas diperoleh dari masyarakat dengan golongan menengah ke bawah. Maka jelas, ini sangat memberatkan. Sudah tercekik dengan pendapatan dari hasil kerja keras yang tidak seberapa, ditambah harus membayar pajak yang telah ditetapkan. 

Utang yang dimiliki negara juga ternyata digunakan sebagai pendapatan dalam mengatur rancangan pendapatan dan belanja negara (RAPBN). Sungguh, hal ini akan menambah beban dalam pelaksanaan APBN-nya. Hal ini karena utang tersebut benar-benar harus menghasilkan keuntungan bagi negara. Akan tetapi, yang terjadi malah sebaliknya. Beberapa proyek strategis yang dijanjikan tidak terealisasi. Maka, beban utang yang dibayarkan semakin membengkak. Bunga terus bertambah, sementara pemasukan yang dijanjikan tidak terwujud. 

Dengan fakta demikian, maka tidak yakin pembayaran utang berjalan dengan baik karena yang jadi tumpuannya sangat rapuh. Padahal, bunga utang terus mengintai dan bisa  berujung pada krisis pangan, krisis energi, dan krisis kedaulatan ketika utang tidak terbayarkan. Kejadian krisis dan kebangkrutan di negara-negara berkembang lain, seperti Sri Lanka, Zimbabwe, dan lainnya adalah bukti nyata yang mestinya menjadi pelajaran. 

Kepentingan Kapitalis Bukan Prioritas

Merunut investasi proyek strategis, terpampang nyata bahwa kepentingan merealisasikan janji terhadap para korporat lebih utama dibandingkan pemenuhan kebutuhan esensial bagi masyarakat. Dengan keadaan saat ini yang serba mahal dan sulit, masyarakat membutuhkan solusi hakiki agar keluar dari kemelut dalam memenuhi kebutuhannya, baik pangan, sandang, dan papan. Seyogianya pemerintah bisa memprioritaskan kebutuhan masyarakat. 

Jelas, dalih proyek-proyek strategis tersebut memberi keuntungan dan akan balik modal tidak tercapai. Hal ini karena sasaran dari pembangunan proyek-proyek tersebut hanya upaya mewujudkan janji saja. Sifat proyek yang dihasilkan pun hanya dinikmati oleh segelintir masyarakat, tidak menyeluruh meliputi setiap lapisan masyarakat. 

Contohnya, untuk pembangunan jalan tol, negara hanya bertindak sebagai regulator saja. Ketika tol selesai, keuntungan terbesar dinikmati para korporat sebagai pemiliknya. Penikmat tol pun hanyalah sebagian masyarakat saja. Balik modal terbesar tidak kembali pada negara, tetapi ke para korporat. 

Proyek lainnya, pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung yang berujung pada kemandekan, tidak selesai hingga saat ini. Siapa yang diuntungkan? Pastinya bukan masyarakat karena belum bisa dinikmati hingga saat ini. Proyek-proyek strategis lainnya, semakin nyata menggambarkan keberpihakan kepada para korporat. 

Pembangunan Fisik dalam Islam

Sistem pemerintahan Islam yang disebut Khilafah Islamiyah, dalam melaksanakan kebijakan pembangunan fisiknya bertumpu pada kebutuhan masyarakat secara umum. Pembangunan fisik ini tidak dapat dipisahkan dengan penerapan sistem ekonomi Islam. Mekanisme kepemilikan dan sistem pengelolaan yang tegas dalam Khilafah mampu mewujudkan ketahanan dan kedaulatan negara. Dalam sistem Islam, tidak akan ditemukan sistem pengalihan kelola dari negara ke investor swasta atau asing terkait pembangunan yang dilaksanakan. 

Tujuan pembangunan fisik adalah untuk kemaslahatan publik. Pembangunan dijalankan sebagai sarana untuk memberikan pelayanan dan kemudahan aspek transportasi atau pun pelayanan lainnya yang memenuhi seluruh kepentingan dan kebutuhan aktivitas publik, meliputi kebutuhan ekonomi, kesehatan, pendidikan, keamanan, dan lain-lain. Yang paling penting, kebijakan pembangunan fisik dialokasikan sesuai pertimbangan urgenitas di suatu wilayah atau daerah tertentu, sehingga pembangunan merata. 

Keuangan negara diatur oleh Baitul Mal dengan pos masing-masing. Demikian juga dengan pembangunan fisik, telah diatur dalam pos Baitul Mal tersebut. Adapun kesulitan yang terjadi dalam pemenuhannya, misalnya ketika di mana Baitul Mal mengalami defisit, negara tidak menyerahkan pengelolaan pembangunan kepada pihak lain (swasta/asing). Keuangan bisa dipenuhi dengan pinjaman utang yang tidak menjerat kedaulatan dan eksistensi negara, mengharamkan riba, dan bersegera mengembalikan di saat Baitul Mal kembali normal. Pinjaman ini bisa diperoleh dari umat yang aghniya (kaya) atau pun kepada pihak lain dengan perjanjian sesuai aturan syara’ dalam hal pinjaman. 

Proses pembangunan fisik yang dibangun negara melibatkan masukan dari Majelis Umat atau Majelis Wilayah yang anggotanya berisi perwakilan orang-orang yang merupakan representasi umat. Mereka mewakili aspirasi warga muslim dan nonmuslim yang telah menjadi warga negara khilafah. Pendapat dari majelis ini bersifat mengikat bagi khalifah sebagai penyelenggara pemerintahan dan wajib dipenuhi kebutuhan tersebut dengan merujuk kepada pertimbangan para wali dan majelis wilayah  tempat pelaksanaan pembangunan fisik. Sedangkan untuk tempat pembangunan, teknis, dan strategi pembangunan diserahkan kepada pendapat para ahli dan pakar di bidangnya. 

Maka, pembangunan fisik yang jor-joran dalam Islam tidak akan terjadi. Semua benar-benar dipersiapkan dan dilaksanakan dalam pemenuhan kebutuhan publik, bukan selainnya. Kepentingan umatlah yang harus diutamakan dalam setiap kebijakan yang diterapkan oleh khalifah. Dengan begitu, negara terhindar dari jeratan yang dapat menggoyahkan eksistensi negara. 

Ini semua dapat terwujud ketika negara menerapkan aturan Islam kaffah, menyeluruh dalam setiap sendi kehidupan sehingga terwujud kesejahteraan masyarakat di dalamnya, yaitu dalam bingkai khilafah Islamiyah. Wallahu'alam bishawab.

Oleh: Ageng Kartika, S. Farm. 
Pemerhati Sosial

Jumat, 15 April 2022

Lahan Digusur demi Infrastruktur

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1TvDdtwAT-f-qA18bmZ0jAdvCbcfIJX4O

Tinta Media - Saat ini pemerintah sedang gencar melakukan pembangunan infrastruktur. Untuk pembangunan infrastruktur yang diminta, mau tidak mau area pertanian dialihfungsikan. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, DR. Ir. A. Tisna Umaran.

"Kabupaten Bandung merupakan kawasan sangat strategis. Banyak pihak yang meminta dilakukan penataan ruang. Salah satunya adalah pembangunan Tol Soroja dan Tol Cigatos yang tentunya mengakibatkan peningkatan pembangunan infrastruktur dengan menggunakan lahan pertanian, bahkan kemungkinan semakin banyak lahan pertanian beralih fungsi. Belum lagi fasilitas industri untuk lapangan kerja dalam rangka kesejahteraan masyarakat, juga perumahan untuk fasilitas masyarakat," ujar Tisna Umaran (portalbandungtimur02. 30/3/22).

Menurut Tisna, langkah yang ditempuh oleh pemerintah untuk mengantisipasi alih fungsi lahan saat ini adalah dengan memberikan edukasi dan pemahaman kepada para petani, agar meningkatkan hasil pertanian melalui intensifikasi pertanian. Ini mutlak dilakukan.

Untuk meningkatkan pelayanan kepada para petani, Pemkab sudah menyiapkan kartu tani guna mendapatkan bantuan dari pemerintah. Fungsi kartu tani Sibedas misalnya untuk bantuan traktor, untuk mendapatkan beasiswa anak-anak petani yang ingin melanjutkan kuliah. Tepatkah langkah ini dilakukan ?

Solusi Pemkab bagi petani yang lahannya terkena proyek infrastruktur adalah dengan melakukan edukasi dan memberikan kartu petani. Para petani yang terdampak, akan mendapatkan bantuan dari pemerintah. Namun, hal ini pada hakikatnya bukan solusi, tetapi upaya menyenangkan hati petani. Tetap saja bahwa dampak hilangnya lahan pertanian akan sangat dirasakan oleh petani. Bagaimana tidak, mereka kehilangan lahan dan berujung kehilangan pekerjaan.

Tak jauh beda dengan petani, di tempat lain banyak juga yang kehilangan lahan untuk industri. Model pembangunan kapitalisme memang hanya menguntungkan pemilik modal dan sangat merugikan petani, tak terkecuali pembangunan infrastruktur jalan tol. Berkurangnya lahan pertanian pun berimbas para melemahnya ketahanan pangan nasional.

Disinyalir, pemerintah justru memberikan karpet merah untuk pembangunan infrastruktur tanpa mempertimbangkan efek domino yang terjadi pada masyarakat. Alih-alih mendapatkan jaminan ekonomi, justru pertanianlah yang semakin mengkhawatirkan. Ujung-ujungnya, rakyat juga yang dirugikan.

Inilah watak penguasa di alam kapitalisme, yaitu pemimpin hanya menjadi regulator yang melonggarkan para korporat untuk menguasai lahan strategis demi usahanya. Sedangkan rakyat kembali gigit jari karena perannya semakin termaginalkan dalam pengaturan hak milik lahan pertanian.

Terkait masalah ini, Islam memiliki cara pandang yang khusus. Islam mengakui bahwa lahan pertanian adalah termasuk kepemilikan individu. Ketika kepemilikan ini dianggap sah secara syar'i, maka pemilik tanah memiliki hak untuk mengelolanya. Jika tidak mampu dan ditelantarkan selama dua tahun, maka kepemilikan bisa hilang. Negara akan mengambilnya untuk diberikan pada orang lain yang membutuhkan dan mampu untuk menggarap. Di sini jelas, kehadiran negara secara penuh merupakan hal yang mutlak dibutuhkan dalam tata kelola lahan pertanian. Islam menjamin kepemilikan lahan individu secara adil, selama lahan tersebut dikelola dan dimanfaatkan dengan baik.

Syariah Islam menetapkan bahwa pemimpin berperan sebagai raain (pelayan) dan junnah (pelindung) bagi rakyat. Kedua peran ini harus dijalankan sepenuh hati tanpa bisa diwakilkan karena Allah Swt. akan meminta pertanggungjawabannya kelak di akhirat. Begitulah Allah menurunkan agama Islam untuk mengatur seluruh kehidupan manusia dengan syariat yang lengkap dan sempurna. Maka, ketika suatu negara mendasarkan pemerintahannya pada syariat Allah, sudah pasti rakyat akan sejahtera. Insyaallah

Wallahu alam bi shawab

Oleh: Erlyn Lisnawati
Sahabat Tinta Media 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab