Tinta Media: Inflasi
Tampilkan postingan dengan label Inflasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Inflasi. Tampilkan semua postingan

Minggu, 10 Maret 2024

Laju Inflasi Pangan di Atas Rata-Rata Kenaikan Upah Minimum, Bukti Pemerintah Salah Urus Negara!



Tinta Media - Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) menilai Pemerintah Joko Widodo selama ini telah salah urus dalam mengelola Negara. Kemiskinan tetap jadi masalah utama di Indonesia, akibat daya beli masyarakat yang rendah. Di sektor ketenagakerjaan, kebijakan politik upah murah yang diterapkan Pemerintah terbukti tidak berkeadilan dan tidak menyejahterakan. Demikian disampaikan oleh Mirah Sumirat, SE Presiden ASPEK Indonesia dalam keterangan pers tertulis kepada media (06/03/2024).

Keterangan pers ASPEK Indonesia ini merespons  informasi dan pernyataan yang disampaikan oleh Kepala Departemen Regional Bank Indonesia (BI) Arief Hartawan, terkait laju inflasi pangan yang bergejolak atau volatile food dalam kurun waktu 4 tahun terakhir dan telah melampaui rata-rata kenaikan upah minimum regional (UMR). Dikutip dari artikel di Kompas.com dengan judul "BI: Inflasi Pangan Sudah Lampaui Kenaikan UMR, Hampir Salip Kenaikan Gaji PNS", tanggal 04 Maret 2024.

Kepala Departemen Regional BI Arief Hartawan mengatakan, dalam kurun waktu 4 tahun terakhir, inflasi pangan bergejolak mencapai 5,6 persen. Angka itu lebih tinggi dibanding rata-rata kenaikan UMR yang hanya mencapai 4,9 persen pada periode 2020-2024.

Mirah Sumirat menilai berbagai kebijakan Pemerintah Joko Widodo terbukti gagal dalam menyejahterakan rakyatnya. Sistem pengupahan yang beberapa kali diubah selama masa pemerintahannya, terbukti semakin melanggengkan politik upah murah dan menurunkan daya beli masyarakat. Inflasi pangan yang diungkap Kepala Departemen Regional Bank Indonesia (BI) Arief Hartawan, membuktikan bahwa untuk dapat memenuhi kebutuhan pangannya saja, masyarakat sudah sangat kesulitan. Apalagi untuk kebutuhan lainnya, seperti pendidikan, perumahan dan kebutuhan lainnya.

ASPEK Indonesia mendesak Pemerintah untuk serius dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. “Jangan hanya peduli pada kekuasaan, tapi mengabaikan kesejahteraan rakyatnya,” pungkas Mirah Sumirat.

Jakarta, 06 Maret 2024
Dewan Pimpinan Pusat
Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia

Mirah Sumirat, SE
Presiden

Sabda Pranawa Djati, SH
Sekretaris Jenderal

Sumber: PRESS RELEASE, ASOSIASI SERIKAT PEKERJA INDONESIA (ASPEK INDONESIA) (06/03/2024)

Selasa, 19 Desember 2023

Inflasi Jelang Natal dan Tahun Baru, Mengapa Selalu?



Tinta Media - Sudah menjadi rahasia umum setiap akan ada hari-hari besar seperti lebaran, natal, dan tahun baru maka akan terjadi lonjakan harga beberapa bahan pokok di pasar, dan ini selalu terjadi setiap tahun nya, umumnya bahan pokok yang mengalami kenaikan adalah cabai, telur, ayam, dan lainnya. 

Dalam Tribunnews.pekanbaru (10/12/2023). Untuk mengatasi kenaikan harga bahan pokok pemerintah menggelar pasar murah yang akan dilakukan di sejumlah daerah di Riau. Dan di Pekanbaru akan diadakan di depan Masjid Babussalam di Rumbai. Hal ini dilakukan demi menekan inflasi besar-besaran di akhir tahun nanti, dan pemerintah juga kembali mengingatkan masyarakat untuk menanam cabai di pekarangan rumah agar lebih hemat. Benarkah solusi ini? 

Demokrasi dan Kebahagiaan Ilusi 

Slogan dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat tampaknya hanya omong kosong belaka, buktinya apa pun yang terjadi pada rakyat pemerintah hanya bisa memberikan solusi seadanya, seperti saat harga beras naik, rakyat diminta untuk tidak makan nasi dan menggantinya dengan ubi, kentang, pisang atau lainnya. 

Sementara mereka tetap bisa makan enak dengan nasi sebagai makanan pokok utamanya. Tampak bahwa janji-janji manis jelang pemilu hanya tinggal janji, mereka lupa dan abai pada nasib rakyatnya setelah kepentingannya dicapai, rakyat hanya sebagai batu loncatan untuk naik ke tempat lebih tinggi. 

Beginilah demokrasi yang berasal dari sistem sekuler kapitalis, buah dari pemisahan agama dan kehidupan, kepentingan menjadi alasan dan tolak ukur perbuatan, sangat jauh bertolak belakang dengan nilai-nilai islam. Jika Demokrasi terus dijalankan, mungkin rakyat hanya akan semakin mengalami penderitaan. 

Namun bangsa ini seolah telah terkekang oleh Demokrasi, padahal kebijakan demi kebijakan dilaksanakan namun tak ada yang berpihak atau menguntungkan rakyat, politik Demokrasi hanya akan terus menguntungkan para-para pemilik modal, hal ini terbukti dari berbagai kebijakan yang tetap di sah kan walau terjadi penolakan dan pergolakan ditengah rakyat, hingga rakyat mengadakan demo pun ketok palu tak dapat dihindarkan, sebegitu tunduknya sistem ini pada cuan. 

Islam Mengayomi Setiap Masyarakatnya 

Pasar murah hanya solusi sementara , dan untuk jangka panjang pemerintah tetap belum ada solusinya. Islam mewajibkan pemenuhan kebutuhan pokok terhadap seluruh masyarakatnya secara gratis. Negara mengatur pengelolaan bantuan pada masyarakat dari baitul mal (penyimpanan harta) yang didapat dari pembayaran jizyah (pajak) oleh kafir dzimmi (mau tunduk pada Islam), zakat, infaq, sedekah, dan ghanimah (harta rampasan perang). 

Negara Islam memberikan bantuan berupa penyediaan lahan gratis bagi siapa saja yang ingin bertani, dan bantuan dana untuk yang membutuhkan, negara juga menyediakan lapangan kerja seluas-luasnya, memberikan gaji yang layak, memberikan fasilitas kesehatan dan pendidikan gratis, sebab seluruh biaya ditanggung oleh negara. Dilihat dari seluruh hal ini harga bahan pangan atau pokok tidak mungkin mengalami kenaikan, juga mata uang yang dipakai adalah emas yang memiliki nilai tetap. 

Kepala pemerintahan atau Khalifah juga akan turun tangan langsung dalam mengawasi penyebaran atau pendistribusian bahan pokok, sehingga tak ada kecurangan saat bahan berpindah dari petani ke penyalur, Khalifah juga memastikan stok bahan pokok aman dan mencukupi untuk masyarakat, sehingga tidak akan ada kelangkaan yang menyebabkan kenaikan harga, agar masyarakat bisa terus membeli dengan harga terjangkau. 

Dengan Penerapan Syariat Islam oleh negara membuat masyarakat mendapatkan keadilan dan ketenangan dalam menjalani kehidupan, sebab syariat yang bersumber dari Allah SWT pasti membawa maslahat untuk seluruh umat manusia jika diterapkan dengan sempurna. 

Oleh: Audina Putri
Aktivis Muslimah

Senin, 04 Desember 2023

Penanggulangan Inflasi dan Kemiskinan Ekstrem ala Kapitalisme-Sekularisme Terbukti Gagal



Tinta Media - Akademisi Universitas Nurtanio Bandung, Bapak Djamu Kertabudi mengapresiasi keberhasilan Kabupaten Bandung di bawah kepemimpinan Bupati Bandung, Bapak Dadang Supriatna sebagai role model (contoh) keberhasilan dalam menekan angka inflasi dan angka kemiskinan ekstrem di wilayah Kabupaten Bandung, sehingga menjadi salah satu daerah terendah efek inflasi dan kemiskinan ekstrem di Indonesia.

Djamu Kertabudi mengatakan bahwa hal tersebut dipandang sebagai hasil dari penerapan berbagai program bantuan dan langkah konkret oleh Pemerintah Kabupaten Bandung. Sehingga,  saat ini angka inflasi di Kabupaten Bandung hanya berada di angka 2. 27 persen, jauh di bawah angka inflasi rata-rata nasional, sebesar 2, 57 persen. Angka kemiskinan ekstrem di Kabupaten Bandung pun menurun dari tahun sebelumnya, yakni dari 1,78 persen menjadi 1,48 persen.

Berbagai program bantuan dan kebijakan konkret tersebut, di antaranya: pemberian bantuan langsung tunai (BLT), pemberian bantuan pangan (BPNT) , pemberian bantuan keluarga harapan (PKH), subsidi listrik, hingga pelaksanaan sidak dan operasi pasar. Ada juga bantuan pemberian modal bergulir tanpa bunga dan agunan yang mulai dinilai berhasil mengendalikan angka inflasi dan angka kemiskinan ekstrem di wilayah Kabupaten Bandung. Selain itu, ada juga program rehabilitasi rumah tidak layak huni, penyediaan sarana dan prasarana pasilitas umum, sanitasi layak, dan air bersih.

Di sisi lain, adanya kemiskinan ekstrem akibat terjadinya inflasi pangan dan energi (BBM), khususnya kenaikan kebutuhan pokok masyarakat yang semakin melambung tinggi, belum lagi pengangguran semakin bertambah, karena tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang cukup,dan berkurangnya penghasilan, menjadikan daya beli masyarakat semakin menurun dalam memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Kesejahteraan pun menjadi hal yang mustahil dirasakan oleh masyarakat umum, sehingga memunculkan masalah kemiskinan ekstrem. 

Walaupun ada penurunan tingkat inflasi dan kemiskinan ekstrem di Kabupaten Bandung, tetapi masalah tersebut sesungguhnya belum tuntas diselesaikan. Hal ini karena program-program bantuan dan kebijakan yang dijalankan masih bersifat pragmatis, tidak menyelesaikan akar masalah, sehingga dapat kembali meningkat di kemudian hari.

Lalu, apa sesungguhnya akar masalah dari terjadinya inflasi dan kemiskinan ekstrem tersebut? Jika dirunut dari penyebabnya, maka kedua hal tersebut merupakan akibat dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme-iberalisme.  

Sistem ini melahirkan kebijakan liberal sehingga merugikan rakyat dan menguntungkan para korporasi (pengusaha). Misalnya, UU Cipta Tenaga Kerja yang sangat merugikan para buruh (pekerja), apalagi pasca pandemi covid. Ekonomi dunia yang krisis, berefek juga terhadap perlambatan ekonomi di Indonesia, sehingga ribuan buruh dirumahkan, bahkan di-PHK, mengakibatkan pengangguran dan tidak bisa memenuhi kebutuhan pokoknya  sehari-hari.

Penerapan sistem kapitalisme-liberalisme menjadikan negara hanya sebagai regulator, sehingga perannya sangat minim dalam pengurusan rakyat. Negara layaknya pelaku bisnis, yang menjual barang dan jasa kepada rakyat. Sedangkan produksi, distribusi, serta harga komoditas, diserahkan kepada pasar yang dikuasai oleh para korporasi besar, dengan kekuatan modal yang mereka miliki. 

Inflasi dan kemiskinan ekstrem merupakan bukti kegagalan sistem ini, termasuk sistem ekonominya. Maka, untuk menuntaskan masalah tersebut, haruslah mengganti sistem dengan sistem yang sahih (benar).

Islam sebagai din (agama) yang sempurna dan menyeluruh dalam pengaturan kehidupan manusia, memiliki konsep kepemimpinan yang khas, yang menempatkan negara sebagai pelayan umat, yang wajib menjamin seluruh kebutuhan pokok rakyat, baik sandang, pangan, maupun papan, juga kesehatan, pendidikan, dan keamanan.

Dalam pengaturan ekonomi, sistem ekonomi Islam yang menerapkan syariat Allah akan dipastikan oleh negara ketersediaan barang dan jasa bagi rakyat, juga distribusinya agar mereka mudah dalam mendapatkannya. Negara juga yang memastikan kemampuan setiap individu rakyat dalam memenuhi kebutuhan, dengan memastikan individu-individu yang wajib menafkahi mampu memiliki sumber nafkah. Salah satunya dengan ketersediaan lapangan pekerjaan oleh negara.

Inilah perkara-perkara utama yang harus dilakukan oleh negara. Apabila ada rakyat yang kurang mampu dalam hal nafkah atau pemenuhan kebutuhan, maka wajib bagi negara untuk memenuhinya.

Fungsi negara seperti itu dapat berjalan, ditopang oleh sistem keuangan yang sangat stabil dan antiresesi, karena berstandar kepada dinar dan dirham, yang merupakan alat tukar dengan nilai intrinsik yang stabil, di mana pun dan kapan pun.

Dengan demikian, perekonomian negara akan kuat dan stabil, dapat menjamin tidak terjadinya inflasi dan kemiskinan ekstrem. Walaupun rakyat miskin mungkin ada, tetapi dapat terselesaikan dengan baik. 

Rasullulah saw, bersabda:

"Imam (khalifah) adalah pengurus (ra'in) rakyatnya dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus. (HR. Al-Bukhari).

"Dan sekiranya penduduk negeri  beriman dan bertakwa, akan Kami limpahkan barakah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat ayat Kami) maka akan Kami siksa mereka sesuai apa yang telah mereka kerjakan. (TQS. Al a'raf (7): 96)

Wallahu"Allam  bisawwab.

Oleh: Yuli Ummu Shabira
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 18 November 2023

Pengendalian Inflasi Pragmatis ala Kapitalis



Tinta Media - Dalam rangka mengendalikan inflasi di daerah, Pemerintah Kabupaten Bandung di 31 kecamatan menggencarkan operasi pasar murah. Menurut Bupati Bandung, data inflasi Kabupaten Bandung menurun di kisaran 3,20 persen setelah dilaksanakannya giat operasi pasar. Bupati Bandung berharap, angka inflasi ini terus menurun di Kabupaten Bandung. 

Bupati Bandung menyampaikan bahwa masyarakat akan membeli harga sembako di bawah harga eceran tertinggi. Semua ini karena operasi pasar murah telah disubsidi oleh Pemkab Bandung. Masyarakat bisa menebus dengan harga Rp59 ribuan saja, sementara harga normalnya dijual Rp120 ribu. Bupati Bandung juga menyebutkan bahwa Pemkab Bandung mempunyai Dana Insentif Daerah. Bonus kinerja ini akan kembali kepada masyarakat dan penerima manfaat lainnya. 

Operasi pasar diberikan khusus bagi 44 ribu keluarga penerima manfaat di 31 kecamatan dan dibagi ke dalam tujuh daerah pembangunan. Menurut Bupati Bandung, masyarakat dapat membeli 5 kilogram beras berkualitas dengan  harga 10.200 per kilogram. Beliau berharap, adanya operasi pasar ini bisa meringankan beban ekonomi masyarakat yang semakin berat, apalagi dengan melambungnya harga beras. Beliau pun berharap, operasi pasar ini bisa mengendalikan harga beras di pasaran agar tidak semakin melambung. 

Menurut Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian, stok beras dan ketersediaan kebutuhan pokok di Kabupaten Bandung untuk saat ini relatif aman. Semua ini berdasarkan hasil peninjauan di lapangan. Bupati Bandung bergerak cepat segera melakukan operasi pasar dengan menugaskan Disdagin yang bekerja sama dengan Bulog Cabang Bandung dan Bank Indonesia.

Dari sini kita bisa melihat bahwa skema perdagangan di era kapitalisme ini memang sangat rentan dengan inflasi. Pada faktanya, setiap tahun selalu terjadi inflasi. Berbagai faktor penyebab terjadinya inflasi dijadikan alasan terjadinya kenaikan harga komoditi. 

Usaha Pemerintah untuk mengendalikan pasar agar harga tidak melambung pada faktanya masih membuat harga- harga komoditi tetap melambung tinggi. Harga-harga di pasar kebanyakan ditentukan oleh para pedagang besar. Mereka memiliki kekuasaan untuk menimbunnya. 

Apabila pasar banyak yang membutuhkan dan barang juga langka, maka permintaan pun akan naik. Pada akhirnya, penawaran akan naik pula. Di sinilah harga secara otomatis akan naik. 

Sementara, pemerintah memberi bantuan tidak merata dan sering salah sasaran. Walhasil, masih banyak warga miskin yang terabaikan karena jumlah mereka semakin banyak. Inilah salah satu produk kerusakan dari sistem  kapitalis yang semakin menambah berat beban rakyat. 

Islam adalah agama yang sempurna, yang mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk salah satunya adalah mengatur perekonomian. Islam mengharuskan negara menerapkan sistem perekonomian Islam berdasarkan Al-Qur'an dan sunnah. 

Prinsip ekonomi Islam adalah pemenuhan kebutuhan pokok dan kamaliyah (sekunder/tersier) secara ma'ruf. Hal tersebut berlaku bagi semua warga negara. Pemerintah akan memenuhi semua kebutuhan pokok setiap warga negara, baik muslim maupun nonmuslim. Salah satunya dengan cara langsung, yaitu dengan mendistribusikan zakat fitrah dan zakat mal kepada para mustahiknya. 

Negara juga bisa memberikan tanah atau harta negara kepada rakyat yang membutuhkan. Juga dengan membuka lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya, terutama bagi laki-laki yang berkewajiban memberi nafkah buat keluarganya.  

Negara harus memastikan bahwa sumber daya alam harus menjadi kepemilikan umum, sehingga siapa pun boleh memanfaatkannya. Negara tidak boleh menyerahkannya kepada asing atau swasta untuk menguasainya. Akan tetapi, kalaupun ada regulasi, negara hanya untuk menjaga ketertiban. Negara bertindak sebagai pengelola dan hasilnya untuk kepentingan masyarakat umum. 

Inilah urgensinya diterapkannya sistem Islam, agar setiap permasalahan umat dapat diselesaikan dengan benar dan masyarakat terlindungi dari berbagai keburukan dan kezaliman. wallahu'alam bisshawab.

Oleh: Enung Sopiah
Sahabat Tinta Media

Kamis, 16 November 2023

Operasi Pasar, Solusi Buntu Cegah Inflasi dalam Ekonomi Kapitalis



Tinta Media - Dengan alasan untuk menjaga stabilitas harga bahan pokok utama beras dan menekan laju inflasi, pemerintah di berbagai daerah melakukan Operasi Pasar Murah. Hal ini disebabkan oleh kenaikan harga  komoditas bahan pokok yang semakin meroket,  terutama beras yang  menjadi komoditas penting di negeri ini, yang sekarang mencetak harga eceran tertinggi hingga 15 ribu / kg untuk beras premium dan 13,5 ribu/ kg untuk beras medium. 

Melalui operasi pasar yang telah disubsidi oleh pemerintah, maka masyarakat bisa membeli paket sembako yang harga normalnya 120 ribu, dapat ditebus dengan 59 ribuan saja. Bahkan beras berkualitas bisa ditebus dengan harga lebih rendah dari harga pasaran, yaitu pada kisaran Rp 10.200/kg melalui operasi pasar tersebut. 

Namun yang menjadi permasalahan, untuk siapakah operasi pasar tersebut diadakan? Bukankah seluruh rakyat merasakan efek kenaikan harga beras tersebut? Jika subsidi hanya  untuk rakyat miskin, lantas mengapa kuotanya sangat terbatas? Dan kriteria miskin itu, seperti apa, sehingga berhak mendapatkan subsidi?

Miris, hal tersebut terjadi di negeri yang sangat besar dan kaya sumber daya alamnya ini, serta dikenal dengan sebutan negara agraris. Padahal dahulu Indonesia bisa mewujudkan swasembada pangan hingga bisa mengekspor beras ke negeri-negeri tetangga. Namun kini Indonesia malah harus impor beras dari Cina mencapai hingga 1 juta ton untuk memenuhi kebutuhan beras dalam negeri. Anehnya lagi, kebijakan impor ini dilakukan di tengah fakta di lapangan bahwa terjadi panen raya di berbagai daerah di Indonesia sehingga stok beras dalam negeri bisa memenuhi kebutuhan masyarakat, bahkan lebih. Walaupun demikian, lalu mengapa harus impor dan mengapa harga beras masih tinggi? Bahkan Presiden Jokowi pun turun langsung memastikan ketersediaan beras cadangan pemerintah (CBP) yang ada di gudang Perum Bulog dan menyatakan bahwa stok beras di dalam negeri diprediksi aman sampai akhir tahun 2023. [CNBC, Jakarta, Senin (11/9/2023)]

Kenaikan harga beras saat ini ternyata disebabkan oleh penerapan sistem ekonomi kapitalistik neo liberal di negeri ini. Hal tersebut tampak dari dilahirkannya kebijakan yang selalu berpihak kepada korporasi. Peran pemerintah yang minim sebatas regulator saja, sehingga sangat minim dalam mengatur urusan rakyat, bahkan cenderung menyengsarakan. Selain itu,  tidak ada upaya serius dari pemerintah untuk menstabilkan harga beras dan ini berefek kepada sulitnya masyarakat memenuhi kebutuhan beras.  Padahal sejatinya beras merupakan makanan pokok utama masyarakat Indonesia.

Negara tidak bertindak sebagai pelayan rakyat, tetapi sebagai pelaku bisnis serta menyerahkan harga setiap komoditas pada mekanisme pasar bebas yang dituntut sistem saat ini dengan mengabaikan kemampuan rakyat untuk memenuhi hak tersebut. Negara hanya fokus pada produksi atau penyediaan komoditas masyarakat, tetapi mengabaikan distribusi. Stok beras berlimpah namun tidak ada pemastian beras tersebut sampai ke tengah masyarakat dengan mudah sehingga mampu dibeli oleh setiap individu masyarakat. Terlebih banyak masyarakat tidak mampu membeli karena rendahnya daya beli.

Tak ayal terjadi banyak kasus kematian yang disebabkan oleh kelaparan. Masyarakat yang memiliki daya beli tinggi melakukan “panic buying”. Selain itu, para oknum nakal melakukan penimbunan untuk meraup keuntungan di tengah terus naiknya harga beras, hingga stok beras habis, sehingga dipandang bahwa pemerintah telah melakukan distribusi.

Penerapan sistem ekonomi kapitalis yang dianut negeri ini terbukti telah gagal dalam menyejahterakan rakyat, karena kebijakan yang tidak pro rakyat dan lebih mengutamakan para kapitalis (pemilik modal).

Tentu hal ini berbanding terbalik dengan sistem Islam yang memosisikan negara sebagai pengatur urusan umat bukan sebagai regulator yang memandang rakyat sebagai objek bisnis seperti saat ini. Dalam Islam pemerintah wajib menjamin seluruh kebutuhan umat. Melalui penerapan Islam secara kaffah, termasuk di dalamnya sistem ekonomi Islam, perekonomian akan  stabil dan anti resesi serta terhindar dari inflasi. Hal tersebut karena ditopang oleh sistem moneter yang berbasis dinar dan dirham yang bernilai stabil, dan negara berdaulat dalam menentukan berbagai kebijakannya. 

Selain itu, Islam memandang bahwa distribusi komoditas kebutuhan rakyat harus diatur dengan baik, sehingga mudah sampai kepada masyarakat, apalagi bahan makanan pokok, termasuk beras. Jika ada individu-individu yang membutuhkan beras dan tidak mampu mengaksesnya dikarenakan miskin, cacat atau tidak ada kerabat yang menanggung nafkah mereka atau lainnya, maka negara harus hadir dan menjamin seluruh kebutuhan mereka,  termasuk sandang, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan.

Negara wajib memastikan mekanisme pasar sesuai dengan syariat dengan menerapkan hukum ekonomi Islam terkait produksi, distribusi, perdagangan dan transaksi sehingga tidak akan terjadi kelangkaan dan mahalnya harga barang seperti saat ini. Operasi pasar dengan menentukan harga tertentu bagi komoditas, tidak akan dilakukan oleh negara. Selain akan mengganggu pasar, juga karena syariat Islam melarang hal tersebut, seperti sabda Rasulullah SAW ketika diminta untuk menentukan harga, Beliau bersabda:

"Sesungguhnya Allah SWT Dzat Yang Maha Menetapkan harga, Yang Maha Memegang, Yang Maha Melepas, dan Yang Memberikan rezeki. Aku sangat berharap bisa bertemu Allah SWT tanpa seorang pun dari kalian yang menuntutku dengan tuduhan kezaliman dalam darah dan harta. (HR. Abu Dawud, dan dinyatakan shahih oleh At-Thirmidzi dan Ibnu Hibban).

Karena itulah hanya dengan penerapan Islam dalam bingkai Khilafah rakyat akan sejahtera dan semua kebutuhannya tepenuhi secara sempurna. Wallahu’alam bishawwab

Oleh : Thaqiyunna Dewi, S.I.Kom.
Sahabat Tinta Media

Selasa, 19 September 2023

ASPEK Tuntut Pemerintah Naikkan Upah Minimum 15%


 
Tinta media - Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK) Mirah Sumirat  mengatakan, ASPEK menuntut pemerintah agar menaikkan upah minimum 15%.
 
“ASPEK Indonesia menuntut kenaikan upah minimum tahun 2024 sebesar 15% dengan memperhitungkan inflasi dan hasil survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang harus dilakukan oleh Dewan Pengupahan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia, ” tuturnya dalam Press Release Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia, yang sampai di redaksi Tinta Media, Kamis (14/09/2023).
 
Ia melanjutkan, Kebutuhan Hidup Layak yang harus disurvei, minimal menggunakan 64 komponen KHL, didasarkan pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Kebutuhan Hidup Layak.
 
“Setelah adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang merupakan peraturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang oleh Mahkamah Konstitusi RI dinyatakan inkonstitusional bersyarat, kenaikan upah minimum di Indonesia menjadi sangat kecil dan tidak manusiawi," terangnya.
 
Berdasarkan PP Nomor 36 Tahun 2021, lanjutnya, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat kenaikan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2022 hanya naik rata-rata 1,09%.
 
“Sedangkan untuk kenaikan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2023, Kementerian Ketenagakerjaan justru menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023, kenaikan UMP dibatasi tidak boleh melebihi 10%. Sehingga secara rata-rata, kenaikan UMP tahun 2023 hanya 7,50%,” imbuhnya.

Rendah
 
Mirah menilai, selama berkuasa Presiden Joko Widodo telah menerbitkan peraturan pengupahan yang semakin rendah dan merugikan pekerja.
 
“Jika berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003, kenaikan upah minimum harus dihitung berdasarkan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL), produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Namun pada tahun 2015, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, yang menghilangkan mekanisme survei KHL, sehingga formula kenaikan upah minimum hanya berdasarkan akumulasi tingkat inflasi dan angka pertumbuhan ekonomi,” bebernya.
 
Kemudian, ia melanjutkan,  pada 2021, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang kembali mengurangi dasar perhitungan kenaikan upah minimum hanya berdasarkan variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi (bukan akumulasi).
 
“Perubahan formula perhitungan upah minimum yang terus berkurang ini, membuktikan Presiden Joko Widodo hanya berpihak pada kepentingan pengusaha dan tunduk pada intervensi kelompok pengusaha,” tegasnya.
 
Terakhir, ia mengatakan, ASPEK Indonesia meminta Pemerintah untuk menetapkan kenaikan upah minimum tahun 2024, dengan tetap menggunakan formula perhitungan kenaikan upah minimum berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
 
“Kenaikan Upah Minimum harus berdasarkan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL), produktivitas dan pertumbuhan ekonomi,” pungkasnya.[] Citra Salsabila

Kamis, 05 Januari 2023

Refleksi 2022, Inflasi Capai 5,7 % Akibat BBM Naik

Tinta Media - Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak mengatakan bahwa kenaikan inflasi yang terjadi di tahun 2022 itu terjadi karena kebijakan pemerintah menaikkan BBM.

"Tahun ini (2022) inflasi diperkirakan mencapai 5,7 persen, jauh di atas tahun lalu yang mencapai 1,9 persen. Kenaikan inflasi tahun ini disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang menaikkan BBM pada bulan September," tuturnya kepada Tinta Media, Sabtu (31/12/2022).

Akibatnya, imbuhnya, daya beli masyarakat, khususnya menengah bawah, tertekan akibat kenaikan tersebut. "Para nelayan misalnya kesulitan melaut karena biaya produksi meningkat;" ujarnya. 

Menurutnya, tahun 2022 itu penderitaan masyarakat cukup lengkap dengan adanya kelangkaan pupuk yang dialami petani, karena pemerintah mengurangi subsidi pupuk. "Tahun ini juga diwarnai kelangkaan pupuk yang dialami petani akibat kebijakan pemerintah yang mengurangi kuota subsidi pupuk dari 25 juta menjadi hanya 9 juta," ujarnya.

Kebijakan ini, terang Ishak, dilakukan pemerintah untuk mengurangi belanja subsidi. Akibatnya petani terpaksa menggunakan pupuk non subsidi yang mahal. Sudahlah BBM naik, harga pupuk juga mahal. Di sisi lain, pemerintah telah memutuskan untuk melakukan impor beras yang berpotensi menurunkan harga gabah di tingkat petani.

Sebagai ekonom, ia menilai kebijakan pemerintah tersebut condong kepada kepentingan oligarki dibandingkan dengan rakyat kecil.

"Di sisi lain, pemerintah berencana memberikan subsidi kendaraan listrik baik mobil ataupun motor senilai Rp 5 triliun. Subsidi ini hanya menguntungkan orang-orang kaya dan produsen mobil. Kebijakan ini juga sarat kepentingan oligarki sebab beberapa perusahaan domestik telah merambah ke industri tersebut, seperti Toba Sejahtera milik LBP, Adaro milik keluarga Erick Thohir, dan Saratoga milik Sandiaga Uno," bebernya.

Selain itu, katanya kembali, pemerintah juga terus memberikan suntikan pembiayaan Kereta Cepat Jakarta-Bandung melalui Penyertaan Modal Negara, yang sudah mencapai Rp 7,5 triliun. Kebijakan itu dilakukan karena proyek itu membengkak dari awalnya US$ 5 miliar (75 triliun) naik menjadi US$ 8 miliar (Rp120 triliun). Padahal sebelumnya kontraktor China berkomitmen bahwa proyek tersebut tidak melibatkan pemerintah. 

Ia juga menilai bahwa pemerintah terkesan memaksakan kehendak untuk melanjutkan kembali proyek IKN, meskipun para investor enggan, yang akhirnya terpaksa harus merevisi UU IKN.

"Pemerintah juga ngotot untuk melanjutkan proyek IKN. Karena investor swasta juga belum tertarik maka pemerintah melakukan revisi UU IKN yang baru saja disahkan pada Februari tahun ini," cecarnya.

Revisi ini, jelasnya, diperkirakan akan memberikan insentif besar-besaran kepada investor yang dikhawatirkan menggadaikan kedaulatan negara. Di sisi lain, kalaupun swasta tidak tertarik, maka proyek ini terancam mangkrak. Mengandalkan pembiayaan APBN  juga berisiko membuat utang negara semakin besar atau anggaran untuk publik semakin berkurang, termasuk subsidi dan belanja modal untuk infrastruktur dasar seperti jalan dan irigasi. Ujung-ujungnya yang dirugikan rakyat banyak. 

Ustadz M. Ishak, sapaan akrabnya juga menghimbau agar masyarakat khususnya umat Islam sadar bahwa kebijakan ekonomi saat ini meniscayakan pro kepada kepentingan para oligarki.

"Alhasil, umat Islam semestinya sadar bahwa kebijakan ekonomi saat ini tidak berubah, tetap mendukung kepentingan para oligarki, tunduk pada kepentingan asing, dan tidak empati terhadap kondisi rakyat bawah," terangnya.

Ini adalah buah sistem ekonomi kapitalisme, tegasnya, kebijakan cenderung kepada para kapitalis atau oligarki sementara pemerintah semakin mengurangi perannya untuk melakukan intervensi untuk memperbaiki kesejahteraan rakyatnya.

Terakhir, ia menyatakan dengan jelas bahwa solusi dari berbagai masalah ekonomi dan yang lain hanya dengan penerapan syariat Islam, yang akan mampu mewujudkan kesejahteraan untuk seluruh masyarakat, karena dorongan keimanan dan ketakwaan.

"Adapun solusi atas berbagai masalah tersebut adalah mendorong terwujudkan sistem pemerintah dan ekonomi yang berlandaskan syariat Islam. Selain sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-nya, penerapan aturan Islam akan menghilangkan bias kepentingan kepada kelompok tertentu, sehingga keadilan dan kesejahteraan akan dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat," pungkasnya. [] Nur Salamah

Jumat, 21 Oktober 2022

FAKKTA: Inflasi di Indonesia Berpotensi Lebih dari 7 Persen

Tinta Media - Peneliti Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran (FAKKTA) Muhammad Ishak mengatakan, inflasi yang terjadi di Indonesia berpotensi lebih tinggi dari 7 persen.

"Bagaimana mungkin dikatakan rendah, perkiraan IMF, inflasi Indonesia tahun ini di kisaran 7 persen. Pada bulan September diperkirakan 6 persen, sementara masih tersisa tiga bulan lagi, sehingga inflasi berpotensi lebih tinggi dari 7 persen," tuturnya kepada Tinta Media, Kamis (20/10/2022).

Apalagi itu rata-rata inflasi umum, kata Ishak, kalau dilihat secara rinci, inflasi transportasi sudah hampir 15 persen, sementara makanan sudah di atas 5 persen. "Kalangan masyarakat bawah sangat sensitif dengan perubahan harga makanan dan transportasi. Pengeluaran mereka untuk kedua hal itu sangat besar," ujarnya. 

Menurutnya, di dalam daulah Islam juga ada potensi terjadi inflasi pada saat paceklik. "Di dalam daulah Islam, inflasi juga berpotensi terjadi, misalnya ketika terjadi paceklik sehingga terjadi kelangkaan bahan pangan," ujarnya.

Namun, lanjutnya, negara akan segera menangani itu dengan cara yang sesuai dengan syariat Islam, misalnya dengan meningkatkan pasokan, mempermudah proses impor, dan sebagainya, sehingga pasokan dapat segera pulih.

Dalam kapasitasnya sebagai ekonom, ia menegaskan bahwa dalam sistem pemerintahan Islam tidak menggunakan sebagaimana cara-cara yang dilakukan oleh sistem kapitalisme.

"Pemerintah juga tidak akan melakukan cara-cara dalam sistem kapitalisme dalam mengatasi inflasi dengan melakukan pengetatan moneter dengan mendorong kenaikan suku bunga perbankan," terangnya.

Terakhir, Ustadz Ishak, sapaan akrabnya menjelaskan bahwa penggunaan nilai mata uang emas dan perak oleh negara, mampu mencegah terjadinya inflasi seperti sekarang ini.

Hal ini, karena negara mengadopsi mata uang emas dan perak yang pasokan uangnya tidak dikontrol oleh pemerintah, seperti pada standar mata uang kertas. Dengan mata uang emas dan perak tersebut inflasi yang disebabkan oleh faktor nilai mata uang yang melemah akibat meningkatnya pasokan uang, tidak terjadi seperti saat ini," pungkasnya.[] Nur Salamah

Jumat, 14 Oktober 2022

UPAYA PENGENDALIAN INFLASI

Tinta Media - APBD Perubahan 2022 disahkan Bupati Bandung Dadang Supriatna guna menyikapi inflasi daerah pasca-kenaikan harga BBM. Untuk menghadapi inflasi ini, Pemkab Badung menganggarkan dana sebesar Rp 31 M. Selain itu, Pemkab Bandung juga mengadakan sejumlah program untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. 

Wacana ini berlangsung di Ruang Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Bandung di Soreang. Pemerintah kabupaten Bandung mengklaim bahwa selama ini telah berhasil menekan angka inflasi daerah, dengan bantuan operasi pasar murah(OPM), dan insentif guru ngaji, juga subsidi BBM pada angkutan umum.

Jika kita telaah, sejatinya bantuan program subsidi yang dilakukan pemerintah ini hanya bersifat parsial, sekadar meredam kemarahan masyarakat. Penyalurannya juga tidak tepat sasaran, tidak merata. Hanya sebagian lapisan masyarakat kecil saja yang mendapat bantuan sosial. Padahal, dampak kenaikan BBM dirasakan oleh semua lapisan masyarakat. Selain itu, bantuan yang diberikan sangatlah minim jika dibandingkan dengan uang yang disedot oleh pemerintah lewat kenaikan BBM, sehingga menyebabkan inflasi terhadap perekonomian masyarakat. 

Dampak kenaikan BBM jelas memberikan efek domino terhadap kenaikan harga dan kebutuhan masyarakat yang lainnya, seperti kenaikan harga barang dan jasa, meningkatnya pengangguran, menurunnya kesejahteraan masyarakat.

Realnya, beragam bansos yang diberikan tak mampu membuat kualitas hidup masyarakat sejahtera. Inflasi semakin tinggi, tetapi kenaikan upah sangat rendah sehingga kehidupan masyarakat makin terpuruk.

Hal ini terjadi karena dampak diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme. Dalam sistem kapitalis, negara menyerahkan pengelolaan SDA kepada swasta, yang pengelolaannya dilakukan melalui mekanisme pasar. Tata kelolanya banyak menimbulkan  permasalahan, seperti mematok harga sesukanya oleh mafia pasar, sehingga mau tidak mau rakyat terpaksa membeli karena butuh. Akibatnya, harta hanya dinikmati oleh segelintir orang, yaitu para korporat/pengusaha, sedangkan masyarakat terabaikan. Semua ini akan terus terjadi selama sistem kapitalis diterapkan.

Karena itu, saatnya kita kembali kepada  sistem yang berasal dari Allah Swt, yang menerapkan syari'at Islam secara kaffah dalam institusi  khilafah. Sistem ekonomi Islam yang diterapkan akan mampu mengentaskan kemiskinan dan memberikan kesejahteraan kepada seluruh masyarakat, sehingga tidak ada seorang miskin pun yang membutuhkan subsidi. Ini dilakukan dengan pengelolaan harta umat  secara benar dan efisien sesuai dengan syariat Islam. Negara hadir sebagai penanggung jawab kebutuhan rakyat, seperti kebutuhan pokok, kebutuhan publik, dan lain-lain.

Seperti sabda Rasulullah saw. yang arimya :

"sesungguhnya penguasa adalah pengurus rakyat, dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya". (H.R. muslim dan Ahmad). 

Kholifah akan berhati-hati dengan harta umat. Negara akan mengelola harta umat. Hasilnya  untuk kemaslahatan umat, bukan diserahkan kepada swasta atau para kapitalis seperti dalam sistem kapitalis. 

Sistem ekonomi Islam kebijakannya tidak membebani rakyat. Buktinya ketika Islam tegak, pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Azis, tidak ditemukan orang yang berhak menerima zakat, karena orang miskin sudah ada jaminan dari negara untuk hidup layak. 

Sistem ekonomi Islam menerapkan pembatasan kepemilikan, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Cara ini akan menutup para kapitalis atau swasta untuk menguasai harta kepemilikan umum, sehingga inflasi yang mengakibatkan kemiskinan dapat teratasi, melalui ditribusi  zakat mal khilafah, yang diurus oleh negara.

Wallahu alam bishawab.

Oleh: Elah Hayani 
Ibu Rumah Tangga
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab