Minggu, 25 Februari 2024
Sabtu, 03 Februari 2024
Sekolah Menjadi Industri Murni
Minggu, 24 Desember 2023
Menelisik Pembangunan Industri Pupuk di Fakfak, Benarkah untuk Rakyat?
Minggu, 18 Juni 2023
Ini yang Terjadi ketika Kesehatan Dikaitkan dengan Industri
Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) menuturkan, layanan kesehatan yang semestinya menjadi hak mendasar bagi masyarakat, jika dikaitkan dengan industri maka yang bicara adalah benefit, untung rugi, cost, investasi dan profit.
"Kesehatan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi masyarakat. Namun, ketika layanan kesehatan berbicara terkait industri, maka di situ akan bicara terkait benefit, bicara untung rugi, cost, bicara investasi dan profit," tuturnya dalam Focus to the Point: Liberalisasi Kesehatan, Rakyat Semakin Susah, Rabu (14/6/2023) di kanal YouTube UIY channel.
Ustadz Ismail Yusanto menyebutkan, ini hari pelayanan dalam bidang kesehatan telah mengalami pergeseran. "Kesehatan yang semestinya ditempatkan sebagai kewajiban negara dalam pelayanan warganya sudah beralih menjadi industri," sesalnya.
Sebagai contoh, ketika pasien berhadapan
dengan dokter, maka pasien tidak punya pilihan obat apa yang harus diminum. "Baik terkait jenis dan macam obatnya apa yang harus digunakan?" ujarnya.
"Ditulis sesuai dengan resep dokternya, sampai
termasuk juga harganya, hampir hampir tidak punya pilihan. Bahaya sekali resep
yang ditulis, sikap pelayanan dokter kepada pasien bila dalam rangka mencari
keuntungan," tambahnya.
UIY mengatakan, pasien hampir hampir tidak memiliki pilihan, bahasa yang penting "bisa sembuh" kemudian dieksploitasi. "Muncul guyonan, pasien itu sakit dua kali, yang pertama sakit karena sendiri dan yang kedua sakit karena harus membayar biaya sakitnya," ungkapnya.
Jika dilihat dari kegiatan ekonomi yang adil atau memegang prinsip fairness, menurutnya, seorang pasien itu seharusnya memiliki pilihan, harus ada multiple provider, penyedia atau supplier, ada beberapa penawar sehingga pasien memiliki pilihan
"Namun pada kondisi saat ini, liberalisasi kesehatan sudah mengarah kepada orientasi dokter itu akan menjadi kepanjangan tangannya perusahaan farmasi, kepanjangan tangannya Rumah Sakit dan menjadi kepanjangan tangannya pemilik modal," sesalnya.
Rumah sakit menjadi kepanjangan tangannya pemilik modal, penyedia peralatan dan perusahan asuransi. "Ini saling mengikat menjadikan rumah sakit itu sebagai Rumah eksploitasi pasien," terangnya.
Ketika kesehatan dieksploitasi sedemikian rupa, maka akan berefek menimbulkan suasana sakit kepada setiap orang yang sakit itu karena memikirkan biaya rumah sakit. "Lebih jauh lagi bila liberalisasi bidang kesehatan ini terus bergulir, maka industrialisasi dalam bidang kesehatan itu akan semakin dominan dalam sebuah negara," jelasnya
UIY mengingatkan peran negara sangat dibutuhkan dalam bidang
kesehatan, begitu pun juga bidang lainnya seperti bidang pendidikan. "Negara
harus jelas duduk posisinya," pungkasnya.[] Pakas Abu Raghib.
Kamis, 08 Desember 2022
MMC Jelaskan Tujuan Pengembangan Industri dalam Islam
MMC: Eksistensi Industri Mandiri Berasas Kapitalisme
Senin, 14 November 2022
Membangkitkan Industri Pertanian, Bisakah dengan Dana Hibah?
Rabu, 17 Agustus 2022
Prof. Suteki: Penegakan Hukum Sudah Menjadi Industri Hukum
Tinta Media - Pakar Hukum dan Masyarakat Prof. Suteki menegaskan bahwa penegakan hukum di negeri ini sudah masuk industri hukum. "Penegakan hukum di negeri kita, sudah masuk ke industri hukum," tuturnya dalam Diskusi Media Umat: Fredy Sambo, KM 50 dan Gunung Es Karut Marut Kepolisian, Ahad (14/8/2022), melalui kanal Youtube Media Umat.
Suteki memaparkan ada 3 komponen sistem hukum yang sangat dekat dengan polisi. "Yang pertama peraturan. Jika peraturan hukum tidak mendukung penciptaan polisi yang baik, maka ya repot," imbuhnya.
Kemudian yang kedua, lanjutnya, adalah sistem kelembagaan polisi. "Sistem hirarki, komando tidak pas dalam kepolisian. Umpama seorang bawahan ketika diperintah seorang atasan, tidak bisa menolak," ungkapnya.
Padahal menurutnya, seorang bawahan bisa mengelak ketika menyadari bahwa yang memimpin itu adalah hukum, bukan atasan. "Jadi kasus Bharada E bisa menolak perintah menembak, ketika dia sadar bahwa untuk menembak seseorang harus ada landasan hukumnya," jelasnya.
Sementara yang ketiga lanjutnya, adalah culture atau legal culture. "Ada dua tempat, yaitu dari internal penegak hukumnya dan masyarakat secara umum. Dua hal ini juga turut menentukan baik-buruknya polisi sebagai penegak hukum," tegasnya.
Suteki menjelaskan bahwa sistem penegak hukum ada beberapa yaitu polisi, advokat, jaksa, hakim, dan Lapas (lembaga pemasyarakatan). "Polisi adalah garda terdepan dalam penegakan hukum. Ketika polisi terjebak dalam industri hukum maka bisa dibayangkan kelanjutan penegakan hukum ini menjadi sangat buruk," ungkapnya.
Jika terjebak, lanjutnya, sejak awal bisa direkayasa. Apakah seseorang itu mau disalahkan atau dibenarkan, dituduh dengan pasal apa tergantung oleh polisi. "Orang bisa mengatakan yang salah bisa dibenarkan, yang benar bisa disalahkan, pasal bisa dicari. Kalau kita ngomong industri hukum, seperti yang disampaikan oleh Pak Mahfudz MD," bebernya.
Suteki menyakinkan adanya industri hukum itu ada, terbukti dengan adanya rekayasa kasus. "Tugas penegak hukum adalah bringing justice to the people, namun dengan merekasa kasus, menghilangkan bukti, sampai menghapus jejak, maka sudah masuk industri hukum," paparnya.
Menurutnya, hukum lebih ditegakkan dengan untung-rugi, seperti dunia industri. "Dengan kasus ini kita tersadar bahwa penegakan hukum di negara kita sudah masuk ke industri hukum. Bukan penegakan hukum dalam rangka bringing justice to the people," pungkasnya.[] Nita Savitri