Tinta Media: Indonesia
Tampilkan postingan dengan label Indonesia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Indonesia. Tampilkan semua postingan

Senin, 11 November 2024

Berharap kepada Milenial dan Gen Z Menuju Indonesia Emas 2045, Apa Bisa?


Tinta Media - Pemkab dan Kasbangpol melaksanakan seminar bagi generasi muda bertemakan "Talkshow Why Gen Z: Kepemimpinan ala Gen Z" di Hotel Sutan Raja. Acara ini diikuti para pelajar SLTA di Kabupaten Bandung dan ditujukan kepada generasi muda. 

Diharapkan, seminar ini akan memberi pencerahan dan wawasan untuk para calon pemimpin ke depannya dan kesempatan untuk mempersiapkan diri dalam proses kepemimpinan mendatang. Hal itu merupakan salah satu upaya untuk memberikan pengayaan pendidikan politik dan wawasan kebangsaan guna mempersiapkan dan menghadapi Indonesia Emas 2045 (kim.bandungkab.go.id, Rabu 23/10/2024).

Sementara, pasangan calon bupati dan wakil bupati no urut 2 Dadang Supriatna-Alie Sakieb berkomitmen akan menciptakan 50 ribu lapangan pekerjaan serta wirausahawan muda untuk  generasi milenial dan Gen-Z. Hal itu dilakukan dengan cara mengadakan pelatihan-pelatihan untuk disalurkan menjadi karyawan ataupun wirausahawan muda. Mereka berjanji untuk memberikan bantuan alat maupun dana pinjam bergulir tanpa bunga dan tanpa jaminan, serta ribuan lapangan pekerjaan setiap tahunnya.

Dengan kondisi sistem demokrasi seperti ini, janji tersebut hanyalah nyanyian surga dari para pejabat yang jauh dari kemungkinan untuk terwujud. Mereka hanya berucap belaka dalam waktu berkampanye untuk membuat janji-janji manis. Nyatanya, di lapangan susah sekali mencari pekerjaan. Adapun yang mudah mendapat pekerjaan hanya orang yang memiliki koneksi orang dalam. Nyatanya, setiap lowongan pekerjaan hanya meloloskan orang-orang yang berduit alias nyogok di awal.

Milenial dan Gen-Z seharusnya dipersiapkan sebagai pemimpin masa depan. Mereka adalah aset besar untuk sebuah perubahan ke arah perbaikan dan kebangkitan, terutama seorang muslim. Mereka adalah para penerus estafet ketaatan. Kita tidak bisa hanya fokus pada perubahan ekonomi saja, tetapi harus menyeluruh kepada perubahan yang hakiki, yaitu mencetak generasi muda yang memiliki syakhsiyah (kepribadian) Islamiyyah.

Sistem demokrasi hanya memandang mereka sebagai komoditas untuk kemajuan ekonomi semata.
Dengan sistem kufur demokrasi,  mustahil terbentuk peradaban gemilang ke depannya. 

Hanya dengan sistem Islamlah kita bisa mencetak generasi cemerlang dan menggantungkan harapan karena berasal dari Zat yang menciptakan kita, yaitu Allah Swt, Sang Khaliq, al Mudabbir. Wallahu a'lam bish shawwab.


Oleh: Ummu Aisha
Sahabat Tinta Media


Kamis, 12 September 2024

Maraknya Aborsi, Indonesia Darurat Seks Bebas


Tinta Media - Sepasang kekasih berinisial DKZ (23) dan RR (28) ditangkap polisi karena melakukan aborsi di Pegadungan, Kalideres. DKZ diketahui telah mengandung delapan bulan. Tersangka DKZ yang sudah hamil sejak bulan Januari akhirnya sepakat dengan pacarnya untuk menggugurkan kandungan. (Kompas.com, 30/08/2024)

Selain itu, kabar kurang mengenakkan datang dari putri artis berinisial NM yang juga dikabarkan hamil dengan pasangannya, kemudian melakukan aborsi. (tvonenews.com, 30/08/2024)

Maraknya kasus aborsi adalah sesuatu yang sangat memprihatinkan bagi generasi atau remaja yang kian terperosok dalam seks bebas. 
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo ketika hadir dalam peringatan Hari Keluarga Nasional ke-30 di Palembang 5 Juli 2023 menyatakan bahwa saat ini rata- rata pertama kali anak-anak berhubungan seks pada usia 15-16 tahun. Padahal, sekitar 20 tahun lalu pada usia 18-19 tahun. Hal ini menjadi bukti nyata bahwa banyak remaja berzina dan menjadi suatu paradoks dalam masyarakat kita. 

Ada banyak faktor yang memengaruhi makin maraknya seks bebas, yaitu : 

Pertama, rusaknya tata pergaulan. Jika kita mengamati bagaimana model pergaulan remaja saat ini, tentu tidak terlepas dari interaksi yang kebablasan, tidak ada batasan yang memisahkan interaksi antara keduanya. Ikhtilath atau campur baur adalah hal yang lumrah, apalagi dengan khalwat atau berdua-duaan dengan lawan jenis yang jelas bertentangan dengan Islam. 

Ketiadaan batasan tata pergaulan tersebut akan berpengaruh terhadap perilaku para remaja yang tergolong labil dan mudah terpancing gharizah nau'nya (naluri menyukai lawan jenis). Apabila tidak ada aturan yang mengatur cara menyalurkan atau mengendalikannya, maka tentu saja akan tersalurkan dengan cara yang haram, yaitu zina.

Kedua, gagalnya sistem pendidikan mencetak generasi berakhlak mulia. Sistem pendidikan saat ini sangat jauh dari kurikulum berbasis Islam. Pelajaran Agama saja hanya terbatas maksimal 2 jam dalam seminggu. Bagaimana bisa menancapkan pemahaman yang benar jika sistem pendidikannya malah berbasis pendidikan sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, sehingga remaja hanya mengetahui agama hanya sebagai rukun Islam atau perihal ibadah saja? Karena itu, kita patut prihatin bahwa sistem pendidikan saat ini ternyata juga memberikan sumbangsih atas kerusakan remaja saat ini. 

Ketiga, kebijakan negara yang memfasilitasi pergaulan bebas.
Pemerintah Indonesia baru saja mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 Pasal 103 ayat 4e tentang penyediaan alat kontrasepsi pada anak usia sekolah dan remaja.


PP ini tentu menjadi kebijakan kontroversial dan banyak mendapatkan respon pertentangan dari masyarakat hingga para intelektual. Sebab, PP Nomor 28 Tahun 2024 ini sama saja dengan menjerumuskan dan memberikan fasilitas pada anak usia sekolah dan remaja dalam pergaulan bebas di kalangan usia sekolah dan remaja. Maka, itu artinya pemerintah juga turut andil dalam kerusakan generasi saat ini. 

Harusnya, jika anak sekolah dan remaja melakukan seks bebas, maka jalan satu-satunya adalah menghentikan aktivitas seks bebas yang mereka lakukan, bukan memberi fasilitas alat kontrasepsi agar terhindar dari penyakit. Pendekatan dengan memberi fasilitas alat kontrasepsi ini adalah salah. Efeknya akan sangat mengerikan untuk kalangan remaja dan anak sekolah karena akan menyuburkan seks bebas di kalangan mereka.

Jika selama ini mereka tidak bebas membeli alat kontrasepsi, mereka akan dengan mudah mendapatkannya sejak ada PP tersebut, bahkan dilegalkan oleh negara. Sungguh sebuah kebijakan absurd dan harus dikoreksi kembali. 

Mengapa pemerintah tidak mau membuat PP yang melarang pergaulan bebas bagi remaja dan memberikan sanksi tegas bagi pelakunya? Apakah karena negara ini menjunjung tinggi kebebasan?

Keempat, sistem sanksi yang lemah dan tontonan yang menjerumuskan. Sistem sanksi di Indonesia tidak memberikan efek jera bagi pelaku aborsi. 

Islam sangat menjaga nyawa manusia. Tidak boleh ada orang yang menghilangkan nyawa orang lain tanpa hak (izin syar’i). Dengan demikian, orang tidak akan mudah menyakiti orang lain. Jika ada yang demikian, Khalifah akan memberikan sanksi yang tegas. 

Selain sanksi yang tidak memberikan efek jera,  tontonan yang disuguhkan baik di media sosial maupun televisi juga salah satu faktor yang membuat munculnya pergaulan bebas hingga kehamilan tidak diinginkan berujung aborsi. Sebab, ternyata pemerintah gagal memfilter tontonan yang beredar yang indikasinya mengarah pada pornografi. Dari tontonan tersebut menjadikan tuntunan bagi para remaja yang tidak memiliki pemahaman Islam yang mengakar pada dirinya, sehingga muncullah keinginan atau rasa penasaran untuk mencoba atau melakukannya dengan pssangan yang berujung perzinaan. Sungguh miris.

Akibat Sistem Sekuler Liberal

Maraknya aborsi menunjukkan buruknya sistem kehidupan kita saat ini yang mewajarkan bisa berduaan secara terang-terangan tanpa ada yang menegur. Mereka berinteraksi layaknya suami istri hingga berujung kehamilan yang tidak direncanakan. Jika sudah demikian, kemungkinannya hanya dua, diaborsi atau dibuang.

Sistem pergaulan antara laki-laki dan perempuan saat ini memang begitu liberal. Pornografi dan pornoaksi ada di mana-mana. Aurat bebas ditampakkan tanpa batas. Dorongan terhadap syahwat bertebaran di media. Zina pun merajalela.

Di sisi lain, dakwah Islam dipersekusi. Ajakan menerapkan Islam kafah dikriminalisasi. Seruan melindungi generasi dengan Khilafah dianggap berbahaya. Jadilah pergaulan bebas tanpa batas. Apalagi kontrol dari masyarakat sudah tidak berjalan karena sudah individualis akibat penerapan sistem sekuler kapitalis.

Sistem pergaulan yang bebas tanpa batas (liberal) ini akhirnya berdampak buruk pada hilangnya nyawa. Janin manusia seolah tidak berharga.
Maraknya aborsi dan pembuangan bayi ini menunjukkan bahwa sistem liberal gagal melindungi nyawa manusia, padahal nyawa manusia sangatlah berharga. Dalam Islam, hilangnya satu nyawa manusia merupakan urusan yang sangat berat timbangannya. 

Solusinya Hanya Sistem Islam

Islam sangat menjaga nyawa manusia. Tidak boleh ada orang yang menghilangkan nyawa orang lain tanpa izin syar’i. Dengan demikian, orang tidak akan mudah menyakiti orang lain. Jika ada yang demikian, Khalifah akan memberikan sanksi yang tegas.

Adapun terkait aborsi, para ulama sepakat bahwa aborsi yang dilakukan setelah ditiupkan roh (120 hari) adalah haram. Pelaku aborsi akan dikenai sanksi dengan membayar diat. Para ulama berbeda pendapat mengenai pelaku aborsi harus membayar kafarat atau tidak. Sebagian ulama berpendapat bahwa orang yang melakukan aborsi, selain harus membayar diat, juga harus membayar kafarat dengan membebaskan budak atau berpuasa dua bulan berturut-turut.

Untuk mencegah terjadinya aborsi, Khilafah akan menerapkan sistem pergaulan Islam. Kehidupan laki-laki dan perempuan terpisah, hanya bertemu jika ada hajat syar’i. Zina, khalwat, dan ikhtilat akan dilarang. Kewajiban menutup aurat ditegakkan. Laki-laki dan perempuan diperintahkan untuk menundukkan pandangan. Pornografi dan pornoaksi dilarang, pelaku dan pengedarnya akan dihukum. Media massa dan media sosial akan dikontrol secara ketat agar tidak menampilkan konten unfaedah.

Khilafah juga akan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam sehingga terwujud ketaatan pada aturan Islam. Dakwah amar makruf nahi mungkar diserukan ke seluruh penjuru negeri sehingga seluruh masyarakat bertakwa. Hasilnya, kontrol sosial pun berjalan efektif dan merata. Maka, yang terjadi akan terwujud kehidupan masyarakat yang jauh dari zina dan tertutup rapat pintu aborsi.




Oleh: Illa Kusuma N,
Pemerhati Remaja 

Kamis, 04 Juli 2024

Indonesia Darurat Judi Online


Tinta Media - Menteri PMK Muhadjir Effendy mengusulkan agar para keluarga pecandu judi online mendapatkan bansos dan pembinaan sehingga terlepas dari kecanduannya. Tentu saja usulan ini mendapat penolakan keras dari masyarakat karena bansos tidak akan menyelesaikan masalah kecanduan judi ini. Pembinaan yang diusulkan pun efektivitasnya juga belum teruji. 

Pihak Kemenkominfo sendiri mengaku sudah memblokir hampir dua juta akun, tetapi judi online tetap bermunculan. Lantas, dengan cara apa lagi kita bisa memberantas perjudian  yang sudah mengakar ini?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka kita harus melihat apa yang menyebabkan judi mengakar begitu kuat di masyarakat. Penyebab utamanya tentu karena sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Kapitalisme menganggap urusan agama hanya sekadar ibadah ritual antara hamba dengan penciptanya, sehingga menjadikan semua urusan di dunia disandarkan pada untung rugi, bukan halal haram. 

Meskipun mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, mereka melihat judi hanya dari sisi untung rugi, bukan halal haram. Mereka menganggap bahwa judi adalah jalan pintas untuk meraih kekayaan. Tidak perlu bekerja keras, dengan sedikit modal dan keberuntungan, mereka berharap bisa kaya-raya dalam waktu singkat. 

Ini diperkuat dengan sikap permisif negara yang mengabaikan maraknya perjudian. Alih-alih berusaha memberantas dengan menutup segala bentuk perjudian dan menghukum berat pelaku yang terlibat, pemerintah justru terlihat tak berdaya dan akhirnya membiarkan begitu saja. Yang miris lagi, banyak aparat negara juga terseret dalam kasus perjudian ini. 

Dengan demikian, harapan pemberantasan judi secara tuntas ada pada penerapan syariat Islam secara kafah. Ini karena individu-individu yang ada terdidik dengan syariat. Mereka paham bahwa judi, baik online atau offline hukumnya haram dan wajib ditinggalkan, meskipun ada keuntungan besar yang bisa diraih. Baik pecandu, bandar, maupun penegak hukum, akan memahami dan mengamalkan aturan ini. 

Negara akan memblokir total semua situs judi dan tempat-tempat permainan yang ada unsur judi. Jika ada yang ngotot bermain judi secara sembunyi-sembunyi, hukuman keras akan menanti. 

Demikian cara Islam menuntaskan perjudian. Berbeda dengan kapitalisme yang menganggap judi itu menguntungkan bagi mereka yang terlibat di dalamnya. Pemberantasannya tidak akan maksimal. Ada proses tebang pilih. Oleh karena itu, darurat judi online tidak akan selesai jika masih berharap pada sistem saat ini. Jadi, tunggu apa lagi, mari kita menerapkan Islam kafah agar hidup menjadi berkah.


Oleh: Anita
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 22 Juni 2024

Cendekiawan Muslim Ini Beberkan Kesemrawutan Indonesia

Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) membeberkan kesemrawutan Indonesia. "Ini, ya Allah. Negara kita ini kok, makin ke sini makin ke sana, makin enggak karuan. Semrawut," ucapnya dalam video singkat yang bertema: Tapera, Tak Punya Perasaan? Di kanal YouTube Khilafah News, Senin (17/6/2024).

UIY pun menuturkan, ada korupsi timah gila-gilaan yang disebut mencapai 300 triliun. Lalu, ada kehebohan UKT (Uang Kuliah Tunggal) naik tinggi.

"Sekarang muncul lagi Tapera. "Singkatan resminya sih Tabungan Perumahan Rakyat, tapi banyak yang memelesetkannya menjadi Tabungan Pemeras Rakyat," tuturnya.

Lebih lanjut UIY mengungkapkan, fenomena dan kebijakan bercorak liberalisme di Indonesia yang membuat fungsi peran negara dipinggirkan atau terpinggirkan sesungguhnya bukanlah suatu hal yang baru. Secara sistematis terus-menerus dipaksakan, hingga waktu belakangan ini.

"Mungkin Anda masih ingat! Jauh sebelumnya ada iuran BPJS yang sekarang menjadi kewajiban," kenangnya mengingatkan.

Sejak embrio kelahirannya lewat Undang-undang SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) di tahun 2011, kenangnya lagi, organisasi dakwah Hizbut Tahrir ketika itu sudah lebih dulu melakukan protes keras terhadap BPJS.

"Apa alasannya? Karena pada intinya kebijakan ini mengalihkan tanggung jawab negara yang semestinya diemban oleh negara menjadi tanggung jawab rakyat," ulasnya.

Dan ini, menurutnya, jelas bertentangan dengan prinsip keberadaan negara yang semestinya sebagai pengurus rakyat (daulah ri'ayah) menjadi negara pemalak (daulah jibayah). "Ini tak sesuai dengan syariat Islam," tandasnya.

Begitu pun Tapera, UIY menyimpulkan,  jika diteliti hakikatnya sama dengan BPJS yang pada faktanya adalah sebuah kebijakan yang mengubah hak sosial rakyat menjadi komoditas bisnis.

"Dan karenanya, komentar saya terhadap Tapera ini sama, sebagaimana dulu saya sampaikan komentar terhadap Undang-undang SJSN 13 tahun yang lalu," kata UIY.

Ia kemudian mengajak pemirsa untuk memperhatikan kembali statement atau pernyataannya di hadapan pers ketika itu.

"Apabila hak sosial rakyat didekati dengan komunitas bisnis, posisi rakyat yang sentral substansial (pusat inti) direduksi menjadi marginal residual (terpinggirkan). Sementara kepentingan bisnis, justru ditempatkan menjadi yang sentral substansial," pungkas UIY membacakan ulang apa yang pernah dinyatakannya. [] Muhar

Sabtu, 02 Maret 2024

Potret Buram Generasi Muda Indonesia



Tinta Media - Beberapa kasus tindak kriminalitas yang dilakukan oleh generasi muda saat ini semakin meningkat. Bukan hanya sekedar terkait pergaulan muda-mudi yang semakin bebas, tapi juga beberapa aksi kriminalitas yang meresahkan. Bahkan yang terbaru seorang remaja laki-laki usia 16 tahun menjadi pelaku pembunuhan satu keluarga di Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur (Kaltim). Aksi keji tersebut dilakukan diduga lantaran adanya sakit hati serta dendam terkait asmara. Lebih dari itu remaja tersebut juga dengan tega memperkosa salah satu korbannya. Akibat perbuatannya, pelaku terancam mendapatkan hukuman mati.

Tentunya kasus ini menambah potret buram perkembangan generasi muda bangsa saat ini. Disaat bangsa ini membutuhkan perubahan terhadap kondisi yang ada, kasus tersebut justru semakin menjauhkan harapan bangsa terhadap generasi muda. Selain itu, hal ini juga menambah potret buram gagalnya sistem pendidikan Indonesia dalam mewujudkan peserta didik sebagai harapan generasi penerus bangsa yang berkepribadian akhlakul karimah. 

Kasus kriminalitas dilakukan generasi muda bukan kali ini saja terjadi, namun terus berulang setiap waktunya. Tentunya kejadian kriminalitas yang terus berulang, menunjukkan adanya kelemahan terhadap sanksi hukum yang diberlakukan. Tidak adanya efek jera ditengah-tengah masyarakat, menjadikan kasus-kasus kriminalitas akan selalu ada dan tidak mampu mencegah individu dalam melakukan aksi kejahatannya. Sistem aturan kapitalis liberalis yang memberikan kebebasan setiap individu masyarakat dalam menjalankan kehidupannya menjadikan generasi muda terjebak dalam derasnya pergaulan bebas yang diiringi dengan barang terlarang seperti narkotika, minuman keras sampai seks bebas. Aturan agama yang sekian lama ditinggalkan, semakin menambah jejak-jejak setiap individu untuk melakukan perbuatan buruknya.

Sehingga hal tersebut harusnya menjadi evaluasi pemerintah untuk memperbaiki sistem aturan bernegara yang ada saat ini. Bukan hanya terkait satu aspek saja tapi juga menyeluruh, agar solusi yang diberikan bukan solusi tambal sulam. Negara berkewajiban menjamin terlaksananya sistem kehidupan yang terbaik, mulai dari sistem pendidikan sampai sistem berkehidupan. Sistem pendidikan yang mampu mencetak generasi muda sebagai penerus bangsa yang diharapkan, sistem sanksi hukum yang mampu mencegah kembalinya kejahatan untuk berulang dan mengembalikan serta memastikan setiap individu untuk kembali pada aturan agama sehingga terbentuklah individu-individu masyarakat yang bukan hanya taat pada aturan negara namun beriringan terhadap aturan agama. Utamanya generasi muda saat ini yang semakin jauh dari aturan agama dan negara, maka terbentuklah para generasi bangsa yang diharapkan.

Oleh: Putri YD
Sahabat Tinta Media

Perekonomian Global Merosot, Indonesia Bertumbuh, Yakin?


Tinta Media - Meski resesi sedang menghantui kondisi perekonomian global, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN),  Erick Thohir mengatakan Indonesia tak perlu khawatir , pasalnya data pertumbuhan ekonomi Tanah Air di angka 5,05 persen sudah lebih tinggi daripada rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia sebesar 5,03 persen (republika.co.id, 20/2/2024).

Bahkan Erick menegaskan ini menjadi kesempatan Indonesia untuk tumbuh. Hal ini ia katakan saat  ground breaking Pembangunan Gedung BNI di PIK 2, Banten, Selasa (20/2/2024). Terlebih pemerintah sudah memiliki strategi yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia , salah satunya konsolidasi yang dilakukan baik oleh pemerintah pusat dan daerah. Seperti kemudahan pemberian izin berinvestasi, perizinan lahan dan lain-lain. 

Perusahaan plat merah (BUMN) yang ada di bawah kewenangannya pun asetnya mengalami lonjakan drastis dalam waktu 3,5 tahun dari Rp6 ribu triliun menjadi Rp10 ribu triliun. Di sinilah perlunya mendorong swasta untuk tumbuh, BUMN juga tumbuh, sehingga bisa disinergikan dan menjadi kebijakan lebih baik. 

Menurut Erick di sinilah letak opportunity-nya,  ketika Inggris dan Jepang resesi di saat itulah kita mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kuncinya adalah lebih friendly dengan market dan Investments. Bukti bahwa BUMN bisa berkontribusi banyak terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) melalui penyaluran dividen ke negara. Sepanjang 2023, BUMN telah menyetorkan dividen sebanyak Rp81 triliun. 

Itu adalah angka tertinggi sepanjang sejarah dan Erick menargetkan di tahun 2024 BUMN akan menyetor dividen lebih banyak lagi, yakni sebesar Rp 85 triliun.

Dunia Resesi, Indonesia Tumbuh, Teori Penuh Ilusi

Bolehlah kita yakin dan optimis menghadapi masa depan perekonomian bangsa. Namun, jangan lupa, negara Indonesia bukan benar-benar negara mandiri yang punya kedaulatan mengatur urusan negaranya sendiri. Ada banyak kebijakan yang disahkan di Indonesia hasil dari ratifikasi kebijakan Internasional. 

Apalagi banyak organisasi  yang bekerja sama baik dalam bidang ekonomi, perdagangan, perdamaian bangsa, penyelamatan iklim ekstrem, dan lainnya yang Indonesia bergabung di dalamnya, baik tingkat ASEAN, bilateral maupun multilateral. 

Organisasi tersebut semuanya hanya kaki tangan negara kafir pengemban ideologi kapitalisme. Meski di beberapa wilayah dunia tidak menggunakan dollar sebagai satuan mata uang, namun mereka tetap tak bisa menghilangkan dollar yang tak hanya sebagai alat tukar tapi juga legitimasi hegemoni Amerika sebagai negara besar, adidaya dan punya kuasa atas seluruh bangsa di dunia. 

Pun ketika posisi Indonesia sebagai ketua atau presiden dari semua organisasi di atas, tak banyak berpengaruh. Eksistensi Indonesia tak benar-benar diperhitungkan selain pangsa pasar strategis bagi mereka yang rata-rata sebagai produsen besar atas barang dan jasa. 

Resesi ada akibat sistem kapitalisme yang diterapkan hari ini. Gara-gara kapitalisme resesi akan senantiasa berulang , karena kapitalisme masih mempertahankan sistem perbankan dengan praktik riba, standar mata uang bukan emas dan perak, dan masih mengembangkan pasar modal (sektor nonriil). 

Apalagi strategi Indonesia kali ini tetap memberi karpet merah bagi para investor bahkan di 2024 diharuskan lebih friendly  dengan market dan investment dan menjadikan peningkatan pendapatan APBN dari sektor deviden atau non pajak sebagai kebanggaan. Bahkan hingga sampai pada anggapan sudah memperbaiki keadaan negara. 

Jika benar APBN kita sepanjang tiga tahun belakangan mendapatkan surplus dividen mengapa angka kemiskinan ekstrem masih tinggi? Mengapa angka pengangguran juga kian tinggi? Harga bahan pokok kian melambung hingga beberapa barang susah di temui di pasaran?

Logikanya, pendapatan APBN meningkat berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan rakyat. Dan jika kita detail meneliti, setiap investasi yang dibuka di Indonesia mendatangkan konsekuensi yang tak remeh, tentu masih ingat bagaimana  rakyat Rempang di usir dari tanah air mereka atas nama investasi, perizinan tambang di Kalimantan yang marak atas nama investasi telah meninggalkan hutan gundul, lubang menganga, pencemaran ekosistem dan banjir bandang. Dan masih banyak lainnya. 

Intinya, tak sekalipun investasi yang selalu dipuji oleh menteri-menteri di negara ini karena mendatangkan kemajuan, penghargaan kepada negara Indonesia, membuka lapangan pekerjaan dan lainnya berhubungan langsung dengan terwujudnya kesejahteraan, semua ilusi! Jelas akarnya adalah sistem kapitalisme, yang asasnya sekuler. Menjadikan aturan manusia ( pemilik modal) lebih berkuasa dibandingkan aturan Allah, Sang Pencipta Alam Semesta beserta isinya. 

Islam Boleh Investasi?

Dalam Islam investasi asing justru dilarang keras karena konsekuensinya menjadi jalan masuknya penguasaan negara luar terhadap aset-aset milik umat (kepemilikan umum dan negara). Juga melarang pengambilan utang luar negeri berbunga yang biasanya ditawarkan negara asing atau lembaga keuangan internasional. 

Dalam jangka pendek, menghancurkan sistem moneter, dalam jangka panjang menghancurkan sistem APBN. Maka dalam mengatasi inflasi dan benar-benar menjadikan Indonesia tumbuh melampaui negara adidaya di dunia ini dengan mengganti sistem keuangan APBN dengan Baitulmal (kebijakan ekonomi makro) yang berisi tiga pos pendapatan utama; pengelolaan harta milik umum, pengelolaan harta negara, pengelolaan zakat mal.

Kemudian mengganti sistem moneter  dari dollar (fiat money) menjadi Dinar dan dirham.  Mengganti kebijakan fiskal dengan meniadakan semua pungutan pajak yang bersifat permanen. Pajak (dharibah) hanya boleh dipungut dalam situasi luar biasa ( extra-ordinary) dengan objek pungutan pada orang kaya saja. Setelah terselesaikan, pajak wajib dihentikan. Islam melarang praktik riba dan transaksi yang melanggar aturan syariat. Semua muamalah berbasis riil bukan non riil. 

Keadaan ini hanya bisa jika sistem kapitalisme dicabut dan diganti dengan sistem Islam. Hal ini sebagaimana firman Allah swt.yang artinya,”Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (TQS al-A’raf:96). Wallahualam bissawab.


Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban

Senin, 19 Februari 2024

Apakah Demokrasi Indonesia Sekotor Itu?



Tinta Media - Di hari tenang film “Dirty Vote” tayang mengungkap dugaan kecurangan pada Pemilu 2024 yang terstruktur, sistematis, dan masif, yang menguraikan ihwal penunjukan 20 pejabat (PJ) Gubernur dan Kepala Daerah, adanya tekanan untuk setiap kepala desa agar mendukung kandidat tertentu, penyaluran bantuan sosial atau Bansos yang berlebihan, serta kejanggalan dalam hasil sidang putusan Mahkamah Konstitusi (MK). 

Apakah Demokrasi Indonesia sekotor itu? itu pertanyaan saya ketika selesai nonton film dokumenter Dirty Vote, yang sejak di-upload pada hari Ahad (11/2/2024) film dokumenter tersebut telah ditonton jutaan penonton baik di channel YouTube Dirty Vote maupun di channel PSHK Indonesia. 

Banyak fakta yang diungkap pada film dokumenter garapan sutradara Dandhy Dwi Laksono tersebut, dari penjelasan ketiga narasumber yang dihadirkan di situ yakni Zainal Arifin Mochtar, Feri Amsari, dan Bivitri Susanti yang merupakan ahli hukum tatanegara, tergambar jelas bahwa sistem demokrasi yang menjadi harga mati bagi setiap pencintanya itu ternyata sedang tidak baik-baik saja. 

Poin pertama yang diungkap adalah terkait dugaan kecurangan melalui penunjukan 20 pejabat (PJ) Gubernur dan Kepala Daerah, tujuannya tentu agar salah satu kandidat bisa memenangkan pemilu sekali putaran melalui sebaran wilayah, dengan berhasil menang di 20 daerah yang dipimpin PJ Gubernur dan Kepala Daerah tersebut, hal itu dipaparkan jelas oleh Feri Amsari dan Zainal Arifin Mochtar di film tersebut, dan jika benar tentu ini merupakan persekongkolan jahat antara penguasa dan pejabat yang ditunjuknya, ini jadi bukti pertama betapa rusaknya sistem demokrasi jika mengacu pada film "Dirty Vote". 

Kedua, ada tekanan untuk setiap kepala desa agar mendukung kandidat tertentu, ini jadi kejahatan berikutnya yang dipaparkan di film tersebut, dan sepertinya itu benar karena pernah muncul beritanya pada bulan November tahun lalu tentang deklarasi dukungan dari organisasi yang tergabung dalam Desa Bersatu terhadap salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden. 

Ketiga, penyaluran bantuan sosial atau Bansos yang berlebihan, dari data yang dipaparkan Bivitri Susanti begitu terlihat mencolok jumlah peningkatan bansos menjelang pemilu, dengan berbagai macam bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah, bahkan baru bulan Januari sudah menghabiskan dana sebesar 78.06 Triliun untuk bantuan sosial, sehingga diduga kuat ada penyalahgunaan bansos yang dilakukan pemerintah untuk menarik simpati rakyat pada pemilu 2024 agar memilih kandidat tertentu. 

Dan terakhir kejanggalan dalam hasil sidang putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang meloloskan kandidat cawapres termuda sepanjang sejarah demokrasi Indonesia, dan seperti kita ketahui bersama bagaimana dengan mudahnya sebuah peraturan di sistem demokrasi diubah dengan sedemikian rupa untuk memuluskan jalan menuju kekuasaan. 

Lantas jika demokrasi sudah seperti itu, masihkah mengharapkan adanya keadilan dan kesejahteraan? 

Oleh: Herdi Kurniawan 
Sahabat Tinta Media

Rabu, 14 Februari 2024

Film Dirty Vote, IJM: Potret Buram Politik Indonesia



Tinta Media - Menyikapi beredarnya film dokumenter Dirty Vote menjadi trending topik, Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM)  Agung Wisnuwardana menilai, ini  potret buram politik di republik Indonesia. 

"Dirty Vote seakan ingin menyajikan potret buram politik di Republik Indonesia," ujarnya dalam video:  Dirty Vote, Why? Di kanal Youtube Justice Monitor, Senin (12/2/2024). 

Dirty Vote, menurut Agung, adalah  sebuah film dan rekaman sejarah betapa rusaknya demokrasi yang sudah terjadi di Indonesia. 

"Dirty Vote juga menceritakan soal kekuasaan yang disalahgunakan karena nepotisme yang cukup berbahaya dalam negara hukum," imbuhnya. 

Agung menegaskan,  film ini seolah mengingatkan pentingnya bagi publik dalam merespons praktik kecurangan. 

"Ingatlah kekuasaan itu ada batasnya tidak pernah ada kekuasaan manusia yang abadi," tandasnya. 

Menurutnya, sebaik-baiknya kekuasaan adalah meski masa berkuasa pendek tapi bekerja demi rakyat dengan menerapkan sistem hukum yang adil. 

"Seburuk-buruknya kekuasaan adalah yang hanya memikirkan diri dan keluarganya dengan memperpanjang kuasanya," pungkasnya.[] Muhammad Nur

Rabu, 17 Januari 2024

Ditemukan Ladang Gas Baru, Benarkah Indonesia Jadi Negara Maju?



Tinta Media - Indonesia, dengan kekayaan sumber daya alam yang seolah tak pernah punah, mestinya menjadikannya sebagai negara besar. Di Indonesia, mulai dari ujung barat hingga paling timur, tersebar berbagai penemuan ladang bahan tambang, mulai dari batu bara, gas bumi, tembaga, nikel, hingga emas, dan lainnya. Bahkan, laut dengan berbagai macam ikan yang kaya manfaat, airnya yang mengandung garam, rumput laut, harusnya mampu mengeluarkan Indonesia dari sebutan sebagai negara berkembang menjadi negara maju. Belum lagi tanah yang sangat subur, hingga tongkat kayu bisa hidup tanpa ditanam. Akan tetapi, kenapa Indonesia tetap menjadi negara berkembang? Bisakah Indonesia menjadi negara maju? 

Penemuan Gas Besar 

Dilansir dari Bisnis.com (6/1/2024), terdapat 2 penemuan besar (giant discovery) potensi gas bumi di Indonesia selama tahun 2023. Penemuan ini menjadi indikasi besarnya potensi gas di Indonesia. Dari data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, terdapat cadangan terbukti (proven reserves) minyak bumi mencapai 2,41 miliar barel (BBO) dan cadangan terbukti (proven reserves) gas bumi ada di angka 35,3 triliun kaki kubik (TCF) pada Januari 2024. 

Penemuan cadangan gas besar tersebut adalah: 

Pertama, sumur eksplorasi Layaran-1 Blok South Andaman yang menemukan sekitar 100 kilometer lepas pantai Sumatra bagian utara. Sumur eksplorasi ini dioperasikan Mubadala, perusahaan energi internasional yang berkantor pusat di Uni Emirat Arab. Dalam sumur tersebut terdapat gas berkualitas sangat baik dengan kapasitas 30 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd). 

Kedua, sumur eksplorasi Geng North-1, North Ganal yang menemukan cadangan gas jumbo di Kalimantan Timur oleh raksasa migas asal Italia, Eni pada Oktober 2023. Hasil uji produksi sumur tersebut berhasil dilakukan dengan perkiraan kapasitas 80-100 MMscfd serta sekitar 5-6 kbbld kondensat. Tentu ini menjadi harapan besar bagi Indonesia untuk menjadi lebih baik, bahkan segera terlepas dari jeratan utang luar negeri yang telah mencapai kisaran 8000 triliun. 

Namun, alih-alih bisa keluar dari kubangan utang luar negeri, justru penemuan baru ini akan menguntungkan segelintir penguasa dan pengusaha. Pasalnya, penemuan ini akan dijadikan kekuatan untuk mendorong investor baru. Terlebih, Indonesia telah menargetkan produksi minyak 1 juta barel per hari (BOPD), dan gas menjadi 12 miliar kaki kubik per hari (BSCFD) pada tahun 2030. Karenanya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memperkirakan kebutuhan investasi sekitar 20-26 miliar dolar AS per tahun. Jelas, penemuan gas besar di tahun 2023 menjadi angin segar bagi penguasa dan investor. 

Dalam sistem kapitalis yang sekarang diemban Indonesia, investor dianggap penting dan jalan utama untuk pengelolaan sumber daya alam. Melalui investor, diharapkan negara mendapat modal besar guna pengelolaan SDA sekaligus membuka lapangan pekerjaan sehingga mampu menyerap tenaga kerja. Lapangan pekerjaan baru dinilai dapat meningkatkan perekonomian negara. Intinya, investor dianggap berkontribusi nyata dalam perekonomian, lapangan pekerjaan, pengembangan teknologi, infrastruktur, dan sebagainya. Padahal, investor juga memiliki tujuan untuk meraih keuntungan dari investasi yang bisa saja justru merugikan negara dan rakyat. 

Bahaya Investasi 

Selama ini pemerintah menggambarkan pentingnya investasi, terutama dari asing. Berbagai dampak positif dari investasi asing seolah menjadi jalan cepat mendapatkan modal untuk pengelolaan SDA. Padahal, investasi asing memiliki banyak risiko berbahaya bagi negara. 

Ketergantungan negara terhadap investasi asing dapat melemahkan rupiah. Bagaimana tidak, investasi asing yang awalnya menghasilkan devisa hingga mampu menopang rupiah, dalam jangka panjang justru akan menyedot devisa karena adanya kewajiban mengirim deviden ke negara investor. 

Selain itu, investasi asing bisa menimbulkan berbagai dampak negatif, seperti kerusakan lingkungan, terbengkalainya sektor pertanian karena masyarakat tergiur bekerja pada perusahaan dibandingkan mengembangkan lahan pertaniannya. Tentu saja ini juga berdampak pada berkurangnya lahan produktif. Mahalnya biaya pengelolaan lahan membuat masyarakat lebih memilih memanfaatkan lahan pertanian untuk usaha lain semisal perdagangan dan sebagainya. 

Lebih parah lagi jika hasil usaha dari eksplorasi SDA lebih banyak dibawa ke negara investor. Indonesia hanya mendapatkan sebagian kecil saja. Investor asing juga membuka peluang penguasaan terhadap lahan tambang. Mereka mengeksploitasi SDA secara berlebihan dalam waktu lama. Hal ini menjadikan Indonesia tidak bisa berbuat apa-apa terhadap kekayaannya sendiri. Maka, bisa dibilang bahwa ini merupakan bentuk penjajahan yang diizinkan negara.  

Pengelolaan SDA dalam Kekhilafahan 

Syekh Taqqiudin an Nabhani dalam kitabnya Nidzamul Iqtishadi menjelaskan dua cara dalam mengelola sumber daya alam. 

Pertama, sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan rakyat secara langsung, seperti padang rumput, sumber air laut, dan semacamnya. Khilafah hanya akan mengawasi pemanfaatannya oleh rakyat agar tidak membawa mudarat. 

Dalam hadis yang diriwayatkan Tirmidzi, dari Abyad bin Hammal, ia mendatangi Rasulullah dan meminta agar diberikan tambang garam kepadanya. Kemudian Nabi memberikan tambang itu. Ketika Abyad bin Hamal ra. telah pergi, ada seorang lelaki yang ada di majelis itu berkata, “Tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepadanya? Sesungguhnya, Anda telah memberikan kepadanya sesuatu yang seperti air mengalir (al-maa’ al-‘idd).” Ibnu al-Mutawakkil berkata, “Lalu Rasulullah mengambil kembali pemberian tambang garam itu dari Abyad bin Hammal.” (HR Abu Dawud dan At-Timidzi) 

Pada hadis tersebut, Rasulullah menarik kembali tambang garam yang telah diberikan pada Abyadh bin Hammal setelah beliau tahu bahwa tambang garam itu depositnya melimpah. Hadis ini merupakan dalil bahwa barang tambang yang depositnya melimpah adalah milik umum, dan tidak boleh dimiliki individu (privatisasi). Hadis ini tidak hanya berlaku untuk garam, tetapi juga untuk seluruh barang tambang. 

Kedua, sumber daya alam yang tidak bisa dimanfaatkan rakyat secara langsung karena membutuhkan tenaga ahli dan teknologi khusus, serta biaya besar. Misalnya minyak bumi, gas, dan semacamnya. 

Dalam hal ini, khilafah mempunyai kewenangan secara mutlak dalam pengelolaannya. Mulai dari eksplorasi, eksploitasi, pengelolaan, hingga distribusi kepada rakyat, mutlak di tangan khilafah. Namun, khilafah tidak boleh menarik investor dalam pengelolaan tersebut. Khilafah akan bekerja sama dengan pihak tertentu dengan akad ijarah atau sewa jasa. Pihak ini hanya menyediakan jasa tanpa mempunyai wewenang mengambil kebijakan, apalagi menguasai lahan. Dengan demikian, hasil pengelolaan SDA seluruhnya menjadi milik rakyat dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk kemaslahatan mereka. 

Dengan penerapan sistem Islam dalam pengelolaan SDA, sangat memungkinkan Indonesia menjadi negara maju yang bebas dari utang luar negeri. 
Allahu a’lam bish shawab.

Oleh: R. Raraswati
Kontributor Tinta Media 

Selasa, 19 Desember 2023

Indonesia Darurat JUDOL



Tinta Media - Tidak hanya merebak di kalangan orang dewasa, kini judi online (judol) juga merambah kalangan anak di bawah umur. Data terbaru dari PPATK menyebutkan bahwa sebanyak 2,7 juta orang Indonesia terlibat judi online, 2,1 juta di antaranya adalah ibu rumah tangga dan pelajar, dengan penghasilan di bawah Rp10.000. Para pelajar yang terlibat adalah anak-anak dengan jenjang pendidikan mulai dari SD, SMP, SMA, dan mahasiswa. 

Dalam berjudi, mereka tidak perlu memasang taruhan atau deposit dalam jumlah besar. Dengan uang Rp10.000, mereka sudah bisa main judi. Caranya pun gampang, bisa dengan kirim pulsa, dompet elektronik, uang elektronik, bahkan QRIS.

Menurut data PPATK, transaksi judi online dari tahun 2017 hingga 2023 mencapai lebih dari Rp200 triliun. Budi Ari selaku menteri komunikasi dan informatika Republik Indonesia (Menkominfo RI) mengatakan bahwa Indonesia saat ini sedang darurat judi online. Data tersebut dilansir dari laman Kemendikbud Ristek, Selasa (28/11/2023).

Kurniawan Satria Denta seorang dokter spesialis anak mengungkapkan bahwa ia tidak menyangka akan menangani anak yang kecanduan judi online. Selama ini, kebanyakan kasus yang ia tangani adalah kecanduan gim atau kesulitan dalam belajar.

Sungguh sangat miris dan memprihatinkan melihat kondisi saat tersebut. Bagaimana kondisi generasi kita ke depannya jika pikiran, akal, dan perilakunya sudah terkontaminasi dengan judi online?

Jelas, dampak dari judi online ini sangat luar biasa membahayakan generasi dan menghancurkan bangsa dan negara. 

Dengan maraknya judi online di kalangan anak di bawah umur ini, tentu ada beberapa faktor yang menjadi penyebab. Hal ini wajib mendapatkan penanganan serius dari berbagai pihak, terutama oleh negara.

Yang pertama, faktor dari keluarga. Orang tualah yang memegang peran utama dalam mendidik anak, tetapi di zaman sekarang, orang tua mendapat tantangan berat dalam mendidik anak. Pada saat ini, anak-anak tumbuh di era digital yang serba bebas, ditambah sistem pendidikan sekuler yang tidak membentuk kepribadian anak yang berakhlak mulia. 

Awalnya, bisa jadi si anak bermain game, kemudian coba-coba ke judi online. Dari yang awalnya coba-coba, menjadi senang kemudian berubah menjadi kecanduan. Apalagi di zaman sekarang, sarana dan fasilitas sangat mudah mereka jangkau dan tanpa pendampingan orang tua juga. 

Perilaku buruk yang bisa ditimbulkan dari kecanduan pada judi online ini di antaranya, hidup lebih boros, stres, depresi, berbuat kriminal, menghalalkan segala cara demi mendapatkan uang, lebih mudah emosional, dan yang paling fatal bisa melakukan aksi bunuh diri. Nauzubillah

Kedua, faktor masyarakat atau lingkungan setempat. Tak heran, sistem kapitalis saat ini telah membuat masyarakat lebih bersifat individualis, mempunyai rasa peduli yang rendah sehingga tidak mau ikut campur dalam urusan orang lain. Masyarakat tidak terbiasa untuk menyeru terhadap yang makruf dan mencegah kemungkaran.

Sebagai contoh, apabila ada orang tua melihat anak orang lain sedang bermain judi online, maka orang tua tersebut akan acuh saja, tidak mau menegur, bahkan bisa jadi berkata,"Biarkan saja dia seperti itu, yang penting anakku tidak seperti itu."

Ketiga, faktor negara. Pratama Persadha, pengamat pengamanan siber dari Comunication and Information System security Research Center (CISSReC) mengatakan bahwa pemerintah harus menyeriusi persoalan ini karena target judi online bukan hanya orang dewasa, tetapi generasi muda. Jika hal ini dibiarkan, Pratama meyakini bahwa masa depan generasi muda akan hancur. (BBC Indonesia, 27/11/2023)

Beginilah jadinya ketika aturan Islam sudah tidak lagi diterapkan di tengah-tengah masyarakat. Judol adalah salah satu contoh fakta kerusakan yang terjadi di negeri ini. Inilah potret kehidupan sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan.

Padahal, ketika sistem Islam diterapkan, seluruh akses judi online yang ada di masyarakat akan ditutup. Negara juga akan menutup konten yang berisi keharaman dan mengajak kepada kemaksiatan.

Selain itu, negara akan memberikan sanksi hukum kepada para pelaku kemaksiatan agar mempunyai efek jera.
Negara juga akan menjamin kebutuhan pokok rakyat terpenuhi sehingga tidak ada lagi alasan bagi masyarakat untuk bermain judi online karena kesulitan ekonomi.

Dengan penerapan Islam kaffah, akan terwujud individu atau pribadi yang bertakwa, masyarakat yang senantiasa berdakwah, dan negara yang amanah dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab terhadap rakyat. 

Wallahu 'alam.


Oleh: Wanti Ummu Nazba
Muslimah Peduli Umat

Senin, 11 Desember 2023

𝐍𝐄𝐆𝐀𝐑𝐀 𝐁𝐀𝐍𝐆𝐒𝐀 𝐑𝐄𝐏𝐔𝐁𝐋𝐈𝐊 𝐈𝐍𝐃𝐎𝐍𝐄𝐒𝐈𝐀 𝐓𝐈𝐃𝐀𝐊 𝐒𝐄𝐑𝐈𝐔𝐒 𝐁𝐄𝐋𝐀 𝐏𝐀𝐋𝐄𝐒𝐓𝐈𝐍𝐀


.
Tinta Media - Boro-boro boikot produk Zionis Yahudi, apalagi sampai mengerahkan tentara untuk mengusir entitas penjajah Zionis Yahudi dari Palestina, justru nilai impor Indonesia malah meningkat di bulan Oktober 2023. 
.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai impor Indonesia dari entitas Zionis Yahudi naik 7,68 persen (mtm) pada Oktober menjadi USD 18,67 miliar dibandingkan dengan September 2023.
.
Apakah ini menunjukkan bahwa negara bangsa Republik Indonesia serius membela Palestina? Tentu saja tidak. Memang tidak ada yang bisa diandalkan dari 57 negara bangsa yang berdiri di atas puing-puing khilafah untuk menyelamatkan negeri-negeri Islam termasuk Palestina dari penjajahan. 
.
Secara syar'i dan faktual memang solusinya hanya jihad dan khilafah, enggak ada yang lain.
.
𝐓𝐮𝐠𝐚𝐬 𝐊𝐡𝐚𝐥𝐢𝐟𝐚𝐡 

Berbeda dengan tugas kepala negara dari negara bangsa, tugas khalifah (kepala negara khilafah) itu memang untuk memobilisasi kaum Muslim berjihad melawan entitas penjajah Zionis Yahudi di Palestina dan di negeri-negeri Muslim lainnya yang saat ini tengah diduduki kafir penjajah. 
.
Untuk kemerdekaan yang hakiki, tentu saja menggabungkan seluruh wilayah kaum Muslim yang sudah merdeka dengan khilafah yang di dalamnya diterapkan syariat Islam secara kaffah sehingga semakin kuatnya ukhuwah dan kafir harbi fi'lan tidak bisa lagi menjajah. 𝑊𝑎𝑙𝑙𝑎ℎ𝑢'𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑏𝑖𝑠ℎ-𝑠ℎ𝑎𝑤𝑤𝑎𝑏.[] 
.
Depok, 28 Jumadil Awal 1445 H | 11 Desember 2023 M
.
Joko Prasetyo 
Jurnalis

Sabtu, 09 Desember 2023

Indonesia Darurat Judi Online pada Anak



Tinta Media - Judi online, masyarakat masih dihadapkan pada masalah rumit yang seakan tak kunjung usai, dari mulai ibu rumah tangga hingga pengangguran dan anak remaja, kebanyakan mereka terlibat judi online. 

Pasalnya kini judi online bukan hanya digemari oleh orang dewasa, remaja, pelajar dan mahasiswa. Judi online kini merambah pada anak-anak di bawah umur, yang kian hari semakin asyik dengan ponsel di tangannya. Tanpa sadar mereka masuk jauh terlalu dalam ke dalam permainan online mereka, dan mereka awalnya tidak menyadari bahwa itu merupakan permainan judi. 

Masalah Besar 

Sejumlah anak usia sekolah dasar, didiagnosis kecanduan judi online, dari konten live streaming para streamer game yang secara terang-terangan mempromosikan situs judi slot. Anak-anak itu menjadi lebih boros, uring-uringan, tidak bisa tidur, dan juga tidak bisa makan, cenderung menyendiri, dan performa belajar terganggu. Indikasi mengarah pada kecanduan game online, menurut dokter spesialis yang menangani anak-anak tersebut. 

Alih-alih untuk membeli fitur game, uang saku pemberian orang tua, mereka gunakan untuk berjudi. Jika uang mereka habis karena kalah judi, perilaku mereka menjadi tak terkendali. 

Menurut pengamat keamanan siber dari communication and information system security Research Center (CISSReC), Pratama Persadha mengatakan, pemerintah harus serius menangani persoalan ini, karena target judi online bukan lagi orang dewasa, tapi generasi muda. 

Dampak buruk dari Judi Online 

Jika dibiarkan masa depan mereka bakal hancur. Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (kominfo) , Nezar Patria, mengakui perang terhadap judi online sangat berat, sehingga mempertimbangkan membentuk satuan tugas yang terdiri dari kepolisian, Otoritas jasa keuangan (OJK) serta pusat pelaporan dan analisis transaksi keuangan (PPATK). Menurut laporan terbaru PPATK menemukan, 2,7 juta orang Indonesia terlibat judi online, sebanyak 2,1 juta di antaranya adalah ibu rumah tangga dan pelajar. bbc.com (27 November 2023) 

Kini anak-anak pun tak luput dari judi online, dari yang awalnya remaja SMA dan SMP, 3 bulan terakhir justru anak-anak SD kelas 5 dan 6, yang kebanyakan dari keluarga menengah ke atas. Di usia sekolah dasar, anak-anak belum bisa menalar dengan benar, mereka tak bisa menentukan mana yang baik dan buruk, maka ketika ditawarkan judi online yang mirip dengan game, anak-anak itu tidak tahu bahayanya. Ini jelas sangat berbahaya. 

Dalam jangka panjang kualitas hidup mereka semakin terpuruk, hal-hal buruk bisa terjadi kapan saja, mereka tak ada gairah hidup, tak bisa fokus kerja, bahkan bisa terlilit hutang. Dan yang paling fatal adalah mereka bisa melakukan tindakan di luar batas bahkan bunuh diri. 

Banyak Faktor Pendukung 

Di antara faktor pendukung anak terjerat judi online adalah, pendidikan, peran keluarga, maupun masyarakat dan negara. 

Pertama, pendidikan. Saat ini tidak lepas dari pendidikan sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Anak-anak atau pelajar tidak diberikan pendidikan akidah yang cukup, yang bisa membentengi dirinya untuk lebih mengenal siapa Tuhannya, sehingga bisa membedakan mana perbuatan  yang baik dan mana yang buruk. 

Kedua, peran keluarga. Keluarga merupakan pondasi yang harusnya kuat dan kokoh membentengi anak-anak dari pengaruh game online ataupun judi online, pada kenyataannya dalam sistem kapitalis saat ini, keluarga bukan menjadi tempat yang nyaman bagi anak-anak, karena peran dari kedua orang tua yang disibukkan dengan pekerjaan, sehingga kualitas mengasuh dan mendidik anak-anak di serahkan kepada pengasuh mereka, bahkan tak jarang mereka sudah memegang gadget dari sejak kecil, tanpa pengawasan, maka jadilah anak-anak bisa mengakses situs-situs judi online tanpa mereka sadari. 

Ketiga, peran masyarakat. Saat ini masyarakat  dalam sistem kapitalis sekuler, cenderung individualis, tak peduli sesama , yang penting bahagia untuk diri dan keluarganya, mereka abai terhadap sesama, dan tak peduli dengan kehidupan orang lain mau itu baik ataupun buruk tak lagi menjadi standar. 

Keempat, peran negara. Negara seharusnya menjadi pelindung bagi seluruh rakyatnya, dan mempunyai komitmen untuk menyelesaikan masalah judi online, karena negara mempunyai kekuasaan, walaupun sudah menyatakan sikap perang terhadap judi online, tetapi tidak di barengi oleh kebijakan yang bisa memutus mata rantai perjudian secara total. 

Negara seharusnya bersikap tegas kepada pemilik situs-situs judi online, dengan tidak memberikan ruang bagi mereka untuk bisa masuk, dan negara mempunyai akses untuk mencegah para gamer untuk mempromosikan judi online melalui game yang mudah di akses oleh siapa saja termasuk anak-anak. 

Islam Menjaga Generasi dengan Baik 

Di dalam Islam sudah jelas judi haram, seperti di dalam hadist "Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, "Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. (Akan tetapi) dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya. 

Baik itu di lakukan oleh orang dewasa, remaja ataupun anak-anak, dan di dalam islam akan menjaga dengan baik generasi, dari mulai pendidikan berbasis akidah islam yang kuat dan kokoh, sehingga anak-anak bisa membedakan mana perbuatan yang baik dan buruk. 

Berbagai peran dalam Islam sangatlah nyata, keluarga, masyarakat dan negara mempunyai peran yang sangat luar biasa, keluarga akan senantiasa menjadi benteng kokoh dalam lingkungan pertama, karena peran dari kedua orang tua yang memadai untuk mendidik dan menjadikan mereka generasi penerus peradaban Islam. masyarakat juga tidak akan abai kepada sesama, karena di dalam Islam di terapkan adanya amar makruf nahi munkar, semua kalangan masyarakat bisa saling mengoreksi satu sama lain, dan saling peduli, karena semua mempunyai standar hukum yang sama yaitu akidah Islam. Dengan sistem yang sempurna dan komprehensif melalui penerapan Islam secara kaffah, maka generasi tangguh akan menjadi penerus peradaban manusia. 

Wallahu'alam.


Oleh : Ummu Ghifa 
Sahabat Tinta Media 

Sabtu, 18 November 2023

IJM Sebut 5 Faktor Penyebab Indonesia Akan Jadi Importir Beras


 
Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana menyebut, setidaknya ada 5 faktor penyebab Indonesia akan menjadi negara importir beras.
 
“Pertama, pertanian banyak beralih fungsi menjadi kawasan industri, perdagangan, perumahan, jalan tol, dan sejumlah infrastruktur lainnya. Alhasil lahan pertanian kian menyusut dan mengakibatkan produksi pertanian kian menurun,” tuturnya dalam video: Pak Jokowi, Beras Mahal – Rakyat Miskin Tetap Beli, melalui kanal Youtube Justice Monitor, Rabu (15/11/2023).
 
Kedua, sebutnya, kerdilnya peran negara dalam merawat, menjaga, dan menyejahterakan petani. Untuk menghasilkan produksi beras berkualitas, terangnya, para petani membutuhkan bibit, pupuk, pengairan, saprotan (sarana produksi tanaman) yang memadai.
 
“Semua ini membutuhkan sumber daya dan biaya yang tidak sedikit. Sayangnya negara mengabaikan peran tersebut. Banyak petani gigit jari setelah panen karena terjadinya harga gabah yang sangat murah sementara biaya produksi beras yang tinggi tidak seimbang dengan hasil penjualan gabah. Pada akhirnya banyak petani menjual sawahnya karena tidak kuat menahan kerugian ketika panen raya,” ulasnya.
 
Agung mengatakan, masalah ini jelas membutuhkan negara dalam memenuhi kebutuhan petani agar bergeliat kembali. Negara bisa memberi subsidi, pemberian, atau pembelian alat-alat produksi pertani dengan harga murah dan terjangkau.
 
“Ketiga, ketidakseriusan negara memberantas mafia pangan. Jika dulu modus mafia pangan mengoplos beras bulog,  kini mengganti karung beras dengan merek lokal premium,” ujarnya.
 
Ia mengutip pernyataan Direktur utama Bulog Budi Waseso bahwa mafia beras ini terus beroperasi meski satgas pangan telah melakukan pengawasan.
 
“Pertanyaannya, mengapa pengawasan dilakukan tapi tidak berjalan efektif? Perangkat hukum tampak mandul dan belum mampu memberantas mafia beras,” sesalnya.
 
Keempat, ucapnya, belum ada upaya terstruktur, terukur dalam melakukan mitigasi krisis pangan. Sejauh ini pemerintah hanya mengandalkan impor beras untuk memenuhi stok pangan di dalam negeri seakan tidak mau ruwet dan ribet untuk mengurusi pertanian. Solusi impor selalu jadi jurus jitu.
 
“Kelima, dari keempat poin di atas masalah pokok pangan sejatinya bermula dari penerapan sistem kapitalisme liberal, sistem yang membuat negeri ini harus tunduk dan terikat pada liberalisasi pasar dan perdagangan bebas,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun

Jumat, 10 November 2023

Indonesia Berduka: Majelis Kehormatan (MK) Menjadi Penjaga Kehormatan Anwar Usman



Tinta Media - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (Majelis Kehormatan MK) menyatakan Anwar Usman, hakim konstitusi terlapor dugaan pelanggaran kode etik, terbukti bersalah melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim, sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama.

Dengan hanya menyebut “melanggar kode etik Sapta Karsa Hutama”, Majelis Kehormatan MK terkesan mendegradasi kesalahan Anwar Usman dari pelanggaran berat menjadi “tidak berat”.

Karena Sapta Karsa Hutama hanya dokumen berisi deklarasi yang mengatur butir-butir kode etik dan perilaku hakim konstitusi, dimuat di dalam lampiran Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 9/PMK/2006. Peraturan ini sendiri tidak mengatur sanksi atas pelanggaran kode etik dimaksud.

Seharusnya, Majelis Kehormatan MK menyatakan secara jelas dan spesifik, Anwar Usman melanggar pasal apa, di peraturan yang mana, atau undang-undang yang mana.

Tanpa menyebut itu semua, masyarakat tidak bisa mengukur bobot dari pelanggaran berat Anwar Usman, dan sanksi yang pantas diberikan kepadanya.

Upaya mendegradasi atau meringankan pelanggaran berat Anwar Usman ini juga terlihat dari pengenaan sanksi kepadanya. Anwar Usman hanya dikenakan sanksi “diberhentikan dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi”. Tetapi tidak diberhentikan sebagai hakim konstitusi.

Pemberian sanksi “ringan” ini melanggar Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) No 1/2023, pasal 47 butir b, yang menyatakan secara eksplisit bahwa hakim konstitusi yang terbukti melakukan pelanggaran berat wajib “diberhentikan dengan tidak hormat”.

Pasal 47 PMK 1/2023:
“Dalam hal Hakim Terlapor atau Hakim Terduga, menurut Majelis Kehormatan, terbukti melakukan pelanggaran berat, Majelis Kehormatan menyatakan:
a. Hakim Terlapor Terbukti melakukan pelanggaran berat;
b. Menjatuhkan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat.

Selain itu, sanksi yang diberikan Majelis Kehormatan kepada Anwar Usman juga melanggar Pasal 23 ayat (1) huruf h UU No 7/2020 tentang Perubahan Ketiga atas UU No 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi, yang berbunyi:
“Hakim konstitusi diberhentikan tidak dengan hormat apabila, melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi.”

Anggota Majelis Kehormatan, Bintan Saragih, juga berpendapat sama. Bintan Saragih menyampaikan dissenting opinion atas pemberian sanksi yang tidak sesuai peraturan dan undang-undang.

Bintan Saragih: Sanksi terhadap “pelanggaran berat” hanya “pemberhentian tidak dengan hormat”, dan tidak ada sanksi lain, sebagaimana diatur pada Pasal 41 huruf c dan Pasal 47 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.

Jimly Asshiddiqie dan Wahiduddin Adams, dua anggota Majelis Kehormatan  MK lainnya, yang masing-masing merangkap sebagai Ketua dan Sekretaris Majelis Kehormatan, tentu saja mengerti sepenuhnya.

Jimmy Asshiddiqie memberi dua alasan pembenaran atas pemberian sanksi yang melanggar peraturan dan UU tersebut.

Pertama, Jimly Asshiddiqie berpendapat, pemberian sanksi harus mempertimbangkan ukuran proporsionalitas, seperti pada kasus pidana.

Jimly Asshiddiqie memberi perbandingan, pada kasus pidana, majelis hakim wajib memperhatikan alasan-alasan yang dapat dipergunakan untuk meringankan atau justru memperberat sanksi yang akan dijatuhkan.

Alasan yang dikemukakan Jimly Asshiddiqie tidak tepat dan tidak relevan untuk kasus pelanggaran berat kode etik hakim. Karena, “jumlah” sanksi pada kasus pidana tidak diatur di dalam UU. Yang diatur hanya batas sanksi “maksimum”, sehingga majelis hakim mempunyai hak subyektif dalam menjatuhkan sanksi hukuman kepada terpidana, sepanjang tidak bertentangan dengan UU. Sepanjang sanksi tidak lebih dari batas “maksimum” setinggi-tingginya, maka putusan majelis hakim tidak melanggar UU. 

Tetapi, sanksi pelanggaran berat hakim konstitusi hanya satu, seperti diatur sangat jelas di dalam PMK dan UU. Yaitu, pemberhentian tidak dengan hormat.

Kalau memang mau mempertimbangkan hal yang meringankan, seharusnya dilakukan sewaktu menentukan bobot pelanggaran, apakah Anwar Usman melakukan pelanggaran berat atau tidak. “Vonis” bahwa Anwar Usman melakukan pelanggaran berat harus dimaknai sudah melalui semua pertimbangan, dan tidak ada hal yang bisa meringankan lagi.

Alasan kedua, Jimly Asshiddiqie mengatakan, hakim konstitusi yang “diberhentikan tidak dengan hormat” dapat mengajukan banding, sehingga sanksi tersebut bisa membuat penyelesaian perkara menjadi berlarut-larut dan tidak pasti. Terutama mengingat agenda pilpres sudah sangat dekat.

Alasan ketiga ini juga tidak masuk akal. Sanksi kepada Anwar Usman tidak pengaruh pada agenda dan jadwal pilpres, karena Majelis Kehormatan tidak mengubah putusan MK No 90 terkait syarat batas usia calon wakil presiden. Sehingga, upaya banding Anwar Usman, seandainya ada, tidak mempunyai dampak sama sekali terhadap agenda pilpres.

Sebaliknya, sanksi Majelis Kehormatan yang tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku akan memberi dampak sangat negatif.

Sanksi ini membuat reputasi MK terpuruk, dan kepercayaan masyarakat hilang. Hakim konstitusi yang melakukan pelanggaran berat dianggap masih layak menjadi hakim konstitusi. Ini contoh (yuris prudensi) yang sangat buruk. Bagaimana masyarakat bisa percaya MK?

Dengan masih menjabat hakim konstitusi, Anwar Usman masih menyandang “yang mulia, yang terhormat”, padahal tidak. Karena seharusnya diberhentikan tidak dengan hormat.

Oleh karena itu, tidak salah kalau masyarakat beranggapan, sanksi yang diberikan Majelis Kehormatan MK kepada Anwar Usman, yang hanya memberhentikannya dari jabatan Ketua MK, sejatinya untuk mempertahankan dan menyelamatkan kehormatan Anwar Usman. Dengan cara melanggar undang-undang.

Oleh: Anthony Budiawan
Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)

—- 000 —-

Minggu, 10 September 2023

UIY: Negeri Ini Merdeka Atas Rahmat Allah

Menanggapi pernyataan dari sebagian orang yang mengatakan kalau mau memperjuangkan Khilafah keluar saja dari Indonesia, Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) mengatakan negeri ini merdeka atas rahmat Allah.
 
“Negeri ini merdeka diakui atas rahmat Allah. Bagaimana mungkin rakyat dari sebuah negara yang merdeka atas rahmat Allah, dengan pongahnya menganggap Khilafah yang merupakan bagian dari ajaran Islam sebagai sesuatu yang dimusuhi. Bahkan yang memperjuangkan harus keluar dari negeri itu,” ungkapnya di Focus To The Point: Khilafah Ajaran Islam, Kok Tidak Cocok di Indonesia? Rabu (5/9/2023).
 
UIY menegaskan, sungguh sangat tidak layak siapa pun yang mengatakan bahwa Khilafah itu sesuatu yang buruk apalagi kemudian mengatakan Khilafah tidak cocok diterapkan di Indonesia.
 
“Khilafah itu bagian dari ajaran Islam. Para ulama bahkan menyebut Khilafah sebagai mahkota kewajiban. Artinya jika Khilafah tidak diwujudkan, akan ada banyak sekali ketentuan-ketentuan dari ajaran Islam yang tidak bisa di dilaksanakan atau diterapkan,” terangnya.
 
UIY mengingatkan, sebagai seorang muslim sejati, sebagai hamba Allah sejati, semestinya memandang Khilafah itu sebagai bagian dari risalah Islam yang hukumnya wajib. Selain itu, lanjutnya, seharusnya turut berpartisipasi dalam mewujudkannya.
 
“Ajaran Islam bukan ajaran yang bersifat teoritik. Khilafah adalah ajaran yang dituntunkan kepada kita untuk diamalkan. Dalam fakta sejarah, juga pernah terwujud,” bebernya.
 
Bahkan, lanjutnya, terbentuknya negara ini tidak bisa dilepaskan dari sentuhan Khilafah di masa lalu. “Karena itu sangat tidak elok kalau hari ini ada orang yang membenci Khilafah,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun.

UIY: Indonesia akan Beruntung Jika Menerapkan Khilafah

Tinta Media - Klaim sebagian masyarakat yang mengatakan Khilafah tidak cocok diterapkan di Indonesia justru ditanggapi sebaliknya oleh Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY).
 
“Indonesia akan beruntung kalau menerapkan Khilafah, karena Khilafah bagian dari ajaran Islam yang jika dilaksanakan akan menjadi ibadah dan akan mendapat rida Allah,” ungkapnya di Focus To The Point: Khilafah Ajaran Islam, Kok Tidak Cocok di Indonesia? Rabu (5/9/2023).
 
Ia melanjutkan, ibadah itu bukan hanya salat, puasa, zakat. Itu ibadah mahdhah. Sebagai seorang muslim harus mewujudkan ibadah pada seluruh sendi kehidupan baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, maupun kehidupan masyarakat, dan negara.
 
“Jika mendapatkan keridaan Allah, pasti mendapatkan berkah di dunia, dan di akhirat akan mendapatkan apa yang menjadi cita-cita bersama yaitu surga Allah. Apakah itu bukan sebuah keuntungan yang sangat besar?” tanyanya retoris.
 
Berkah itu, ucapnya, bertambahnya kebaikan di dunia, dan pahala di akhirat. “Ekonominya akan menghasilkan kesejahteraan, pertumbuhan, kestabilan, keadilan serta keberkahan. Bukan seperti ekonomi kapitalis yang ada sekarang ini, eksploitatif, tidak stabil, tidak adil dan pasti jauh dari keberkahan,” bebernya.
 
Di bidang budaya, sambungnya, akan mendapatkan tatanan masyarakat yang berbudaya, manusiawi, penuh hormat, bermartabat.
 
“Tidak seperti hari ini budayanya tidak jelas, bahkan untuk memahami bahwa manusia itu laki-laki dan perempuan saja makin kabur,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab