Tinta Media: Indonesia
Tampilkan postingan dengan label Indonesia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Indonesia. Tampilkan semua postingan

Senin, 16 Mei 2022

KHILAFAH DAN MASA DEPAN BANGSA INDONESIA


Tinta Media  -  Sing dianggap khilafah iku opo... Yg gak suka khilafah ala HTI bkn berarti bukan Islam. Model khilafah iku akeh. Ono koyo RRC, RUSIA, SAUDI, IRAN, ato ala NKRI... Tanya gus @⁨Yoga Inderayana⁩ yg lebih paham...

[Komentar Anggota GWA Tokoh Nasional, 14/5]

Saya bahagia, diskursus Khilafah ditengah masyarakat terus bergulir tidak kecuali dikalangan para tokoh. Itu menunjukkan, bahwa upaya rezim Jokowi memonsterisasi Khilafah gagal total.

Kalau rezim merasa bangga karena telah berhasil mencabut BHP HTI, boleh saja. Tapi rezim tidak akan pernah sanggup untuk mencabut keyakinan Khilafah dari benak dan hati umat Islam. Alasannya, sederhana saja : Karena Khilafah ajaran Islam, bukan ajaran HTI.

Khilafah telah ada sejak era Kulafaur Rasyidin, Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, hingga terakhir di Turki. Khilafah telah eksis hampir 13 Abad, menaungi dunia dan menjaga peradaban manusia.

Sedangkan HTI adalah bagian dari HT (Hizbut Tahrir) Yang baru berdiri pada tahun 1953, didirikan oleh seorang ulama di Palestina bernama Asy Syaikh Taqiyuddin an Nabhani. HT berdiri untuk merespons kejatuhan Khilafah dan keterpurukan dunia Islam, dengan berupa mengembalikan hukum Allah SWT melalui tegaknya institusi Khilafah.

Terlepas diskusi khilafah ada yang pro dan kontra itu biasa. Diskusi tentang komunisme, sosialisme, kapitalisme hingga demokrasi juga ada yang pro dan kontra.

Hanya saja, saya melihat yang kontra Khilafah tidak gentle. Hanya bernarasi sepihak (monolog), ketika diajak berdialog dengan pejuang Khilafah ngacir.

Misalnya saja, Menkopolhukam Mahfud MD berulang kali menyatakan Khilafah tak baku, hingga menyatakan haram mendirikan negara seperti Nabi Muhammad Saw. Begitu didatangi, diajak diskusi, dimintai tabayun, tidak mau dengan dalih sudah banyak melakukan diskusi terkait Khilafah.

Kalau berdiskusi Khilafah dengan sesama kontra Khilafah itu namanya bukan diskusi tetapi 'ngerasani' (Jawa : Gosip). Diskusi itu menyampaikan persepsi dan perspektif berbeda agar para pihak saling mengerti basis argumentasinya.

Dalam diskusi tidak selalu harus diakhiri dengan kata sepakat, namun minimal peserta diskusi dapat memahami basis argumentasi yang disampaikan. Sehingga diketahui, kenapa memiliki pandangan berbeda.

Saya ingin diskusi dengan Menkopolhukam Mahfud MD juga bukan dalam rangka agar Mahfud MD pro Khilafah. Tetapi setidaknya, Mahfud MD dapat memahami basis argumentasi pejuang Khilafah yang tentu pro Khilafah. Saya juga berkepentingan untuk memahami, apa sih dasar pernyataan haram mendirikan negara nabi Muhammad Saw ? dasar menyatakan Khilafah tak baku ?

Nah, dalam konteks itulah seluruh elemen anak bangsa sebaiknya terbuka dengan diskursus Khilafah. Jangan menutup diri, mengunci hati dan pikiran dengan jargon 'Khilafah anti NKRI', 'Khilafah memecah belah' atau stigma negatif lainnya.

Mari duduk bersama untuk berdiskusi, siapa tahu setelah diskusi Anda justru semakin paham dan yakin bahwa masa depan bangsa Indonesia adalah Khilafah? Lagipula, berdiskusi tidak membutuhkan biaya atau tenaga, cukup sediakan akal sehat untuk menyerap argumentasi. [].

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik & Pejuang Khilafah

Rabu, 04 Mei 2022

BAGAIMANA CARA MELUNASI UTANG INDONESIA?


Tinta Media  - Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah kembali naik pada Maret 2022 menjadi Rp7.052,5 triliun. Nominal tersebut bertambah 0,5% atau Rp37,92 triliun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar Rp7.014,58 triliun.

Hingga akhir kepemimpinan Jokowi, diprediksi utang pemerintah (belum termasuk utang BUMN) akan mencapai angka diatas Rp. 10.000 triliun. Alhasil, banyak pengamat menyampaikan pandangan siapapun Presidenya akan kepayahan melunasi utang-utang Warisan Rezim Jokowi.

Padahal, melunasi utang Indonesia itu sangat mudah, asalkan Indonesia mau menerapkan sistem Khilafah. Mekanisme untuk melunasi utang tersebut oleh Khilafah akan ditempuh dengan cara :

*Pertama,* menghentikan seluruh utang baik domestik maupun luar negeri yang berbasis ribawi. Utang ribawi inilah, yang mencekik sistem ekonomi dan moneter Indonesia.

Namun, jika utang dihentikan darimana sumber penerimaan APBN ? selama ini, APBN selalu dibiayai dari pajak dan utang. Untuk menjawabnya, masuk ke solusi selanjutnya.

*Kedua,* jadikan harta dari jenis milik umum (Al Milkiyatul Ammah) menjadi sumber utama penerimaan APBN, selain dari jenis harta Milik Negara (Kharaj, Fa'i, Ghanimah, Usyur, dll).

Dalam hitungan kami, hanya dari 6 jenis komoditi harta milik umum (gas alam, batubara, nikel, emas, hasil hutan, hasil laut) didapatkan potensi penerimaan negara lebih dari Rp. 4.000 triliun per tahun. Jika pembiayaan APBN disusun sebesar Rp 2000 triliun per tahun, maka terdapat surplus Rp 2000 triliun per tahun.

Untuk melunasi utang Indonesia yang mencapai Rp. 7000 triliun, hanya dibutuhkan maksimum 3-4 tahun. Selanjutnya, APBN dapat disusun secara mandiri tanpa intervensi modal atau utang, swasta maupun asing.

*Ketiga,* optimalisasi pendapat sektor di luar al Milkiyatul Ammah, yakni harta yang terkategori milik negara. Termasuk, optimalisasi harta zakat untuk alokasi 8 asnaf yang jelas akan mengurangi beban APBN untuk melayani kewajiban negara melayani kaum fakir, miskin, amil, muallaf, gharim, riqab, fisabilillah, dan ibnu sabil.

Sebagaimana dikabarkan, potensi zakat di Indonesia mencapai angka Rp 327 triliun potensi zakat/tahun. Potensial ini hanya akan maksimal, jika metode pengambilan zakat dipungut oleh negara dan diberikan sanksi bagi pembangkangnya.

Tindakan seperti ini, hanya bisa dilakukan oleh Khilafah. Negara sekuler, tidak akan mungkin mewajibkan zakat dan menarik zakat sesuai arahan syariat. Zakat dalam sistem sekuler demokrasi hanya menjadi pilihan (option) bukan kewajiban (obligation).

Dengan tiga mekanisme sederhana ini, dipastikan Indonesia akan segera lepas dari jeratan utang yang merupakan sarana penjajahan. Kalau Indonesia masih setia dengan demokrasi, menggunakan pajak dan utang sebagai sumber pembiayaan APBN, sampai kiamat utang Indonesia tidak akan lunas. Bahkan, boleh jadi Indonesia kiamat duluan sebelum kiamat yang sesungguhnya terjadi.[]

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

Selasa, 12 April 2022

ANCAMAN OLIGARKI: Suara Takbir adalah Alasan Indonesia Ada!

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1dCKJrLOme7ATlFObeq8HMfRjJI7Ue6Vc

Tinta Media - Indonesia sedang mengalami ancaman luar yang dahsyat menyangkut nasib kedaulatan negeri. Ambisi perluasan kekuasaan Tiongkok yang diwujudkan dalam bentuk kekuasaan oligarki. Tentu ini bukan lagi rahasia, semua sudah tahu dan merasakannya. Dan ini sudah lama diprediksi oleh Samuel Huntington dalam The Clash of Civilization (1993).

Ancaman riil dari luar, tapi oleh kekuatan mereka, berhasil dikonstruk bahwa bahaya ancaman itu adalah dari dalam. Tertuduh dan terdakwanya adalah Islam, kelompok umat yang paling berjasa bagi negeri dan pendirian republik.

Andalan kekuatan utama dan terakhir Indonesia memang hanya ada pada mereka yang komitmennya paling terbukti dan heroismenya terbentang menghiasi sepanjang sejarah, sejak dari Nusantara hingga menjadi Indonesia.

Seperti dulu disadari betul oleh Snouck Hurgronje era kolonial, kini juga disadari betul oleh kekuatan ekstra negara. Tak ada yang bisa melemahkan Islam kecuali satu: devide et impra alias adu domba, dan ini sedang terjadi, sedang kita nikmati bersama.

Bila bangsa Indonesia, alih-alih sadar, malah terjebak terus dalam ketidaksadaran ego kelompok dan ketaksadaran sedang dikuasai, sebentar lagi, nama Indonesia hanya tinggal cerita, kejayaan tanah air dan kehebatan sejarah Indonesia hanya fantasi, NKRI harga mati hanya tinggal slogan dan cita-cita Pancasila tidak pernah terwujud.

Hanya gelora teriakan "Allāhu Akbar!" para ulamalah, yang akan mampu mengembalikan marwah, harga diri dan harkat derajat Indonesia itu.

Sebagaimana telah disuarakan oleh Pangeran Diponegoro, Cut Nyak Dien hingga Bung Tomo di Surabaya, teriakan suara takbir yang membahana di seluruh penjuru negeri adalah alasan Indonesia ini ada!***

Oleh: Moeflich H. Hart
Intelektual Muslim

Senin, 11 April 2022

Pengamat: Indonesia Abstain di PBB karena Ingin Tetap Menjaga Hubungan Baik dengan Rusia

https://drive.google.com/uc?export=view&id=19K9EF-Y4QvmPtZHcdLcG3FxfpjhaOrgJ

Tinta Media - Pengamat Politik Internasional Budi Mulyana menilai, abstainnya RI di PBB soal Rusia karena Indonesia ingin tetap menjaga hubungan baik dengan Rusia. "Sikap ini menunjukkan bahwa Indonesia ingin tetap menjaga hubungan baik dengan Rusia,"tuturnya kepada Tinta Media, Ahad (10/3/2022).

Namun, menurutnya hal ini juga tidak serta merta tunduk kepada kemauan AS dan sekutunya.
"AS dan sekutunya memanfaatkan case ini untuk membangun opini yang menyudutkan Rusia. Namun semua masih samar," imbuhnya.

Budi menjelaskan krisis Ukraina adalah pertarungan kepentingan AS di Eropa yang kebetulan bersinggungan dengan eksistensi Rusia di kawasan. "Tidak ada imbas secara langsung bagi Indonesia dan negeri-negeri Muslim lainnya," ujarnya.
Ia menegaskan tidak ikut serta mendukung salah satu pihak adalah pilihan terbaik yang dapat dipilih. Namun dengan tetap mengamati kemungkinan perubahan-perubahan arah dalam politik global. "Karena yang ‘bertarung’ adalah negara-negara yang memiliki posisi dalam konstelasi politik global, Rusia dan AS," pungkasnya.[]Nita Savitri

Sabtu, 09 April 2022

Indonesia Terpuruk, KPAU: Khilafah Layak Sebagai Solusi

https://drive.google.com/uc?export=view&id=13leSb4VLnrumVAXdEwRS1BdkoIwU82D9

Tinta Media - Ketua Koalisi Persaudaraan Advokat dan Umat (KPAU) Ahmad Khazinudin, S.H. menilai bahwa di tengah keterpurukan bangsa Indonesia, khilafah layak sebagai solusi.

“Di tengah keterpurukan bangsa Indonesia yang membutuhkan alternatif solusi, Khilafah layak untuk diperbincangkan sebagai alternatif solusi,” tuturnya kepada Tinta Media, Jumat (8/4/2022).

Oleh karena itu Ahmad menghimbau kepada segenap elemen anak bangsa untuk membuka ruang diskusi tentang Khilafah. “Apalagi, di tengah munculnya kegalauan bangsa atas dinamika politik yang berkembang. Tunda Pemilu, Presiden tiga periode, Pemilu 2024 atau mempercepat Pemilu, nyatanya tetap tidak dapat memberikan keyakinan bangsa Indonesia akan keluar dari masalah dan segera bangkit dari keterpurukan,” ungkapnya.

Ahmad tidak sependapat dengan pernyataan  Mahfud MD yang mengharamkan membangun negara ala Nabi Muhammad SAW, dengan dalih Nabi SAW sudah tidak lagi berada di tengah-tengah kita. “Penolakan syariah Islam untuk membangun negara dengan logika seperti ini adalah pikiran yang picik, tidak objektif, tendensius dan cenderung menganut pikiran islamofobia,” nilainya.

“Mahfud MD tidak pernah mempersoalkan demokrasi yang diantaranya adalah buah pikiran Montesquieu dengan mengatakan Montesquieu sudah tidak ada lagi, sudah lama mati. Tidak pernah mengatakan Trias Politica yang merupakan ajaran Montesquieu tidak relevan lagi diterapkan karena Montesquieu telah lama mati. Faktanya, ajaran Trias Politica Montesquieu tetap diterapkan dan lestari diadopsi negeri ini, meskipun Montesquieu sudah lama mati,” sindirnya.

Menurutnya, substansi menegakkan negara yang  ittiba'  Nabi SAW bukanlah dengan menghadirkan beliau SAW  hadir di tengah-tengah kita, karena hal ini mustahil. Namun, menghadirkan dan menerapkan kembali wahyu berupa syariah Islam yang dibawa Nabi SAW kembali hadir dalam tata kelola bernegara.

“Nabi SAW  sendiri, ketika mengelola kekuasaan (Negara) di Madinah juga tidak mengikuti hawa nafsu beliau, melainkan selalu mengikuti petunjuk wahyu.  Tidak pernah Nabi SAW  mengelola negara dengan mengikuti hawa nafsunya,” terangnya.

Ahmad mengutip QS an-Najm ayat 3 sebagai rujukan argumennya. “Ayat ini menegaskan, Nabi Muhammad SAW  tidak pernah mengambil tindakan (amal) termasuk mengelola negara dan pemerintahan  kecuali atas petunjuk wahyu. Sehingga, esensi menegakkan negara Nabi SAW  adalah bukan menghadirkan Nabi SAW  tetapi menghidupkan atau menerapkan kembali wahyu yang dibawa Nabi SAW  berupa al Qur'an dan As Sunnah,” tegasnya.

“Untuk menegakkan kembali negaranya Nabi SAW  yang diwariskan kepada sahabat (yang disebut sebagai khilafah) maka umat Islam harus ittiba (nyontek/duplikasi) amal yang dilakukan Nabi SAW  saat di Mekkah hingga berhasil mendirikan negara di Madinah. Aktivitas tersebut dimulai sejak di Mekah yang statusnya Darul Kufur (negara kufur) hingga akhirnya mendapatkan pertolongan dari Ahlun Nusyroh di Madinah,” bebernya.

Menurutnya, keliru besar jika ada upaya menegakkan negara Nabi SAW (khilafah) tetapi menempuh cara atau metode yang menyelisihi amalan Nabi SAW. “Karena itu, termasuk keliru memperjuangkan Khilafah dengan terlibat dalam sistem demokrasi yang tidak pernah diajarkan Nabi SAW.,” tandasnya.

“Tahapan yang dilakukan oleh Nabi SAW dalam mendirikan negara adalah : (1) pengkaderan (at-tatsqîf); (2) interaksi dengan umat (at-tafâ’ul), termasuk di dalamnya adalah pencarian dukungan dan pertolongan (thalab an-nushrah); (3) penerimaan kekuasaan dari peliki kekuasaan (istilâm al-hukmi),” jelasnya.

Fase Mekah, lanjutnya,  adalah fase dakwah Nabi SAW  ketika belum memiliki negara. Fase Madinah adalah fase Nabi SAW  memiliki kekuasaan dan kemudian menerapkan Islam secara kaffah sekaligus mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru alam.

Menurut Ahmad, status negara-negara yang ada di dunia ini semua adalah negara kufur karena tidak menerapkan Islam secara kaffah, tidak mengemban dakwah Islam dan keamanannya tidak berada ditangan kaum muslimin. Sehingga, sejak Khilafah diruntuhkan tahun 1924 M, kaum muslimin seperti kembali pada fase Mekah dan tidak memiliki negara. Karena itu, seluruh negeri adalah objek dakwah untuk menegakkan khilafah hingga khilafah dapat tegak disalah satu negeri, dan kemudian dari negeri tersebut khilafah akan melakukan unifikasi seluruh negeri kaum muslimin.

“ISIS (Islamic State Irak and Suriah) atau DAES (kata lain ISIS)  tidak memenuhi kriteria sebagai Negara Khilafah sehingga eksistensinya tidak menggugurkan kewajiban menegakkan Daulah Khilafah. ISIS adalah gerakan yang dibentuk Amerika untuk mencitraburukan ajaran Khilafah yang agung,”bebernya.

“Setelah khilafah berdiri maka barulah rahmat Islam akan dirasakan seluruh umat Islam bahkan seluruh penjuru alam. Keadilan dan kemakmuran akan benar-benar wujud sebagai dampak dari ketaatan kepada Allah SWT,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab