Rencana Impor Dokter Asing, Liberalisasi Bidang Kesehatan
Tinta Media - Rencana Kementerian Kesehatan untuk mendatangkan dokter asing ke Indonesia, berbuntut panjang hingga pemecatan terhadap Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Profesor Doktor dr. Budi Santoso, SpOG. FER yang berkomentar menolak rencana tersebut.
Kabar pemberhentian Prof. dr. Budi dibenarkan oleh pihak Unair. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Pusat Komunikasi dan Informasi Publik (PKIP) Unair dr. Martha Kurnia Kusumawardani Sp. KFR (K) dalam keterangan tertulisnya.
"Terkait beredarnya pemberitaan tentang pemberhentian Dekan FK Unair di beberapa media sosial, dengan ini kami humas Universitas Airlangga menyatakan bahwa pemberitaan tersebut benar adanya," (detikjatim/3/7).
Liberalisasi di Bidang Kesehatan
Sebelumnya, dr Budi menyuarakan pendapatnya tentang penolakan atas rencana Kemenkes untuk mendatangkan tenaga medis dari luar negeri. Hal itu ia lakukan bukan tanpa alasan, dr. Budi berkeyakinan 92 Fakultas Kedokteran yang ada di Indonesia mampu meluluskan dokter-dokter berkualitas, bahkan kualitasnya tidak kalah dengan dokter luar negeri.
Inilah salah satu hasil dari pengesahan Undang-Undang nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan yang mengatur tentang kebolehan mendatangkan dokter dan tenaga kesehatan dari luar negeri atau Warga Negara Asing (WNA) yang ingin berpraktik di Indonesia. UU Inilah yang menjadi biang keladi dari rencana pemerintah untuk impor dokter asing. Bukan rahasia lagi jika UU sudah disahkan maka harus dilaksanakan, karena itu adalah sebuah mandat yang sudah dipesan oleh asing.
Sedangkan dari pihak pemerintah melalui Kementerian Kesehatan, Budi Sadikin berdalih, misi dari program mendatangkan tenaga kesehatan asing adalah untuk menyelamatkan sekitar 12 ribu nyawa bayi baru lahir per tahun dengan risiko meninggal akibat kelainan jantung bawaan. Sedangkan kemampuan Dokter di Indonesia hanya mampu menangani sekitar 6 ribu pasien per tahun. Padahal, operasi kelainan jantung bawaan memerlukan penanganan yang cepat.
Jika benar, minusnya tenaga kesehatan khususnya dokter spesialis dengan kualitas baik, menjadi alasan untuk merekrut dokter asing, maka itu bukan tanpa sebab. Mahalnya biaya pendidikan kedokteran yang tidak terjangkau oleh rakyat kebanyakan menjadi salah satu penghambat dihasilkannya tenaga kedokteran yang berkualitas, karena sektor pendidikan pun tak luput dari kapitalisasi.
Rencana Kemenkes mendatangkan dokter asing sudah sangat menjelaskan bagaimana hegemoni Barat dengan kuatnya mencengkeram negeri ini dari segala lini. Fungsi negara yang seharusnya bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya menjadi mandul karena negara hanya berfungsi sebagai regulasi, sedangkan semua kebijakan adalah milik korporasi. Inilah buah dari penerapan sistem kapitalis liberalisme yang memberi kebebasan bagi swasta untuk intervensi terhadap urusan rakyat.
Kebijakan Negara Islam terhadap Dokter Asing
Rencana Impor dokter asing sedikit banyak pasti akan berimbas pada keberadaan dokter lokal, bahkan bisa jadi dokter lokal akan tersingkir. Lantas bagaimana Islam memandang keberadaan dokter asing? Dalam sistem Islam, berkaitan dengan urusan kesehatan setidaknya ada beberapa hal yang harus dijamin keberadaannya oleh negara, antara lain:
Tenaga kesehatan, untuk tenaga kesehatan negara boleh mendatangkan dari luar negeri, karena perekrutannya tidak seperti di dalam sistem kapitalisme yang hanya mementingkan untung dan rugi, serta negara yang mengendalikan semua prosedur dan aturannya. Hal itu bisa dilihat ketika Rasulullah Saw mendapat hadiah seorang tabib (dokter) dari Muqauqis, raja Mesir, kemudian Rasulullah menjadikan dokter tersebut sebagai dokter umum bagi seluruh warganya (HR Muslim).
Selain itu, negara juga menjamin pendidikan kedokteran yang bisa dijangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga bisa menghasilkan tenaga ahli di bidangnya. Jadi, kebutuhan akan dokter spesialis bisa disediakan oleh negara sendiri, tanpa kekhawatiran akan adanya persaingan dengan dokter asing.
Fasilitas kesehatan, negara juga wajib menyediakan sarana dan fasilitas kesehatan seperti obat-obatan, alat kesehatan, teknologi kesehatan juga semua sarana penting lainnya seperti listrik, air, transportasi dan semua tata kelola infrastruktur lainya yang mendukung bidang kesehatan.
Pembiayaan kesehatan, negara wajib menyediakan pelayanan kesehatan gratis bagi seluruh warganya tanpa membedakan kaya dan miskin, pelayanan yang mudah diakses oleh seluruh elemen masyarakat, karena semua ditanggung oleh Baitul mal. Baitul mal memiliki Sumber pendanaan dari hasil pengelolaan Sumber Daya Alam, kharaj, Infaq, dll.
Maka tidak pantas ketika kesehatan menjadi salah satu kebutuhan mendasar bagi umat, namun dijadikan ladang bisnis oleh segelintir orang dengan dukungan dari negara. Bahkan, negara berbuat zalim dengan solusi pragmatisnya mendatangkan dokter asing dari pada memperbaiki sistem pendidikan kesehatan khususnya kedokteran dengan meningkatkan kualitas dan juga pembiayaannya.
Sudah saatnya kita beralih dari sistem kapitalisme yang hanya memberatkan kehidupan rakyat dan menggantinya dengan sistem yang sahih yang berasal dari sang Khaliq yaitu sistem Islam yang sesuai dengan jalan kenabian.
Wallahua'lam
Oleh: Dyan Shalihah, Sahabat Tinta Media