Berantas Judol: Ilusi dalam Sistem Kapitalis Sekuler
Tinta Media - Polda Metro Jaya melakukan penangkapan terhadap 11 orang terkait judi online. Di antara mereka ada beberapa pegawai Kemkomdigi. Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) RI, Meutya Hafid pun buka suara terkait oknum pegawai yang ikut terlibat kasus judi online. Pihak Kemkomdigi menyatakan dukungan penuh terkait pemberantasan berbagai bentuk aktivitas ilegal, termasuk judi online atas arahan Presiden Prabowo. (VIVA – Jakarta)
Tidak ada pandang bulu dalam penanganan kasus judi online. Penegakan hukum akan diberlakukan dengan tegas pada siapa pun yang terlibat, terkhusus bagi pejabat di lingkungan kementerian. Hal tersebut diungkapkan oleh Meutya dalam keterangan resmi yang dikutip pada tanggal 1 November 2024.
Memang, penanganan berbagai kasus harus dilakukan dengan tegas, serius, dan tidak tebang pilih. Setiap yang melanggar harus diberi sanksi agar tersangka kasus-kasus seperti judol bisa berkurang dan tidak meluas. Kita ketahui bahwa judi online adalah ibarat lingkaran setan yang sangat berbahaya bagi masyarakat.
Judi adalah sebuah perbuatan yang dilarang oleh syariat. Efek judol juga sangat berbahaya dan merusak moral generasi. Di tengah pesatnya dunia digital ini, semua bisa diakses dengan sangat mudah. Sehingga, wajar kalau saat ini kasus judi online semakin merajalela hingga sangat meresahkan. Sayangnya, pejabat yang diharapkan bisa memutuskan dan memberantas praktik judi online justru ada yang menjadi tersangka karena terlibat kasus tersebut.
Judi online merupakan kasus sistemik yang tidak bisa diselesaikan cara pragmatis. Semua berawal dari penerapan sistem kapitalisme sekuler. Sistem buatan manusia yang lemah karena berlandaskan kepada akal ini mustahil akan memberi kemaslahatan bagi makhluk. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan justru akan melahirkan manusia-manusia serakah, korup, dan hanya fokus untuk memperkaya diri dengan segala cara, bahkan cara haram sekalipun.
Sanksi hukum yang lemah dalam sistem demokrasi semakin memberi ruang pada para pelaku kejahatan. Bukan hanya persoalan judi online, masalah lain bertubi-tubi yang menggemparkan dunia hampir tak satu pun yang bisa selesai dengan tuntas dan mendapatkan hukuman adil. Ini karena pada dasarnya memang tidak ada keadilan di dalam sistem rusak demokrasi kapitalis.
Kasus judi online yang melibatkan oknum pejabat seharusnya bisa menjadi tamparan keras bahwasanya ini adalah problem besar dan sangat merusak. Masalah ini tidak hanya dilakukan sendirian, tetapi justru akan menarik pelaku lainnya agar terlibat. Akhirnya, mereka saling bekerja sama dalam melakukan kejahatan.
Sungguh, maraknya judi online tidak akan bisa diberantas dalam sistem kapitalisme sekuler seperti saat ini. Terbukti, berbagai perundangan-undangan tak mampu memberantas praktik judi online selama ini.
Pemberantasan judol sampai akarnya hanya dapat dilakukan oleh negara. Satu-satunya negara yang bisa melakukannya adalah negara yang menerapkan aturan Islam secara kaffah, yaitu khilafah.
Penerapan sistem Islam akan melahirkan orang-orang yang berkepribadian Islam karena tindak-tanduknya selalu dituntun syariat. Khilafah akan memberlakukan sanksi tegas dengan memakai aturan yang datang dari Allah Swt. yaitu syariat Islam.
Tidak ada permainan uang/suap di dalam sistem Islam karena semua yang bersalah akan mendapatkan sanski sesuai kesalahannya. Semua dipandang sama dan tidak dibeda-bedakan.
Yang perlu diperhatikan adalah bahwasanya kekuasaan merupakan amanah yang jika berkhianat akan berdosa. Dosa penguasa atau pemangku jabatan sungguh mengerikan karena menyangkut rakyat yang dipimpinnya.
Walhasil, dengan sistem Islam, akan lahir para pejabat yang amanah, beriman, dan bertakwa. Sehingga, celah terjadinya kecurangan sangat bisa dinetralisir dan tidak akan muncul orang-orang atau pejabat yang mau terlibat dalam kerja sama melakukan kemaksiatan. Semua karena takut dan sadar bahwa segala perbuatannya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. Wallahu a'lam bishawab.
Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media