Tinta Media: Ikhlas
Tampilkan postingan dengan label Ikhlas. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ikhlas. Tampilkan semua postingan

Rabu, 25 Oktober 2023

Amal Terbaik adalah yang Paling Ikhlas dan Paling Benar

Tinta Media - Pengasuh Kajian Bulanan Komunitas Muslimah Batam, Ustazah Nur Kasih, S.Ag. menjelaskan maksud amalan yang baik dalam Al-Qur'an surah Al Mulk ayat dua.

"Dalam Al-Qur'an surat Al-Mulk ayat dua dijelaskan bahwa amalan yang baik adalah amalan yang paling ikhlas dan paling benar," tuturnya saat mengawali kajian, Komunitas Muslimah Batam: Persembahan Amal Terbaik, Jumat (20/10/2023) di Batam.

Menurutnya, amal tidak akan diterima sampai amal itu ikhlas dan benar. "Ikhlas itu hanya untuk Allah. Benar yaitu jika sesuai dengan Sunnah," ungkapnya. 

Apabila amal dilakukan dengan ikhlas, namun tidak sesuai dengan ajaran Nabi SAW, amalan tersebut tidak akan diterima. "Begitu pula, apabila suatu amalan dilakukan mengikuti ajaran Beliau SAW, namun tidak ikhlas, amalan tersebut juga tidak akan diterima. Sehingga bisa disimpulkan syarat diterimanya amal adalah ikhlas dan benar," terangnya. 

Selanjutnya, ia menjelaskan ciri-ciri orang yang ikhlas. "Ciri-ciri orang yang ikhlas, pertama adalah menjadikan Allah satu-satunya tujuan dalam menjalankan ketaatan. Kedua, membersihkan perbuatan dari mencari pandangan manusia. Ketiga, Membersihkan amalan dari setiap noda (penyakit hati)," terangnya.

Sehingga, ujarnya, ketika beramal tetapi tidak mendapat respon, atau bahkan direspon negatif oleh manusia, maka kita tidak mudah kecewa.

Buk Nur, sapaan akrabnya juga menyampaikan bahwa ulama salafush saleh ketika beramal bukan sekadar kualitas tetapi juga memberikan kuantitas terbaik. 

"Ulama salafush saleh mencontohkan bukan hanya beramal dengan memberikan kualitas terbaik tapi juga kuantitas terbaik," tukasnya.

Terakhir, ia menekankan bahwa agar amalan yang dilakukan tidak hilang atau terhapus harus menjauhi penyakit hati berupa riyq dan sum'ah.

"Nah, agar amal tidak terhapus, maka harus menjauhi riya dan sum'ah. Beramal sesuai tuntunan Rasulullah SAW adalah kewajiban dan jaminan keselamatan," pungkasnya.[] Retno

Kamis, 05 Januari 2023

Ikhlas Itu Inti Ajaran Islam

Tinta Media - Sobat, Kesungguhan dan keikhlasan adalah wujud Iman dan Islam. Penganut agama Islam terbagi dua: mukmin dan munafik. Keduanya dibedakan oleh kesungguhan, sebab dasar kemunafikan adalah kepura-puraan. Allah menyandingkan hakikat Iman dengan kesungguhan. Allah SWT Berfirman :

۞قَالَتِ ٱلۡأَعۡرَابُ ءَامَنَّاۖ قُل لَّمۡ تُؤۡمِنُواْ وَلَٰكِن قُولُوٓاْ أَسۡلَمۡنَا وَلَمَّا يَدۡخُلِ ٱلۡإِيمَٰنُ فِي قُلُوبِكُمۡۖ وَإِن تُطِيعُواْ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ لَا يَلِتۡكُم مِّنۡ أَعۡمَٰلِكُمۡ شَيًۡٔاۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ رَّحِيمٌ إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ثُمَّ لَمۡ يَرۡتَابُواْ وَجَٰهَدُواْ بِأَمۡوَٰلِهِمۡ وَأَنفُسِهِمۡ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِۚ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلصَّٰدِقُونَ  
“Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” ( QS. Al-Hujurat (49) : 14-15 )

Sobat. Allah menjelaskan bahwa orang-orang Arab Badui yang mengaku bahwa diri mereka telah beriman. Ucapan mereka itu dibantah oleh Allah. Sepantasnya mereka itu jangan mengatakan telah beriman karena iman yang sungguh-sungguh ialah membenarkan dengan hati yang tulus dan percaya kepada Allah dengan seutuhnya. Hal itu belum terbukti karena mereka memperlihatkan bahwa mereka telah memberikan kenikmatan kepada Rasulullah saw dengan keislaman mereka dan dengan tidak memerangi Rasulullah saw.

Mereka dilarang oleh Allah mengucapkan kata beriman itu dan sepantasnya mereka hanya mengucapkan 'kami telah tunduk masuk Islam, karena iman yang sungguh-sungguh itu belum pernah masuk ke dalam hati mereka. Apa yang mereka ucapkan tidak sesuai dengan isi hati mereka.

Az-Zajjaj berkata, "Islam itu ialah memperlihatkan kepatuhan dan menerima apa-apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Dengan memperlihatkan patuh itu terpeliharalah darah dan jiwa, dan jika ikrar tentang keislaman itu disertai dengan tasdiq (dibenarkan hati), maka barulah yang demikian itu yang dinamakan iman yang sungguh-sungguh. Jika mereka benar-benar telah taat kepada Allah dan rasul-Nya, ikhlas berbuat amal, dan meninggalkan kemunafikan, maka Allah tidak akan mengurangi sedikit pun pahala amalan mereka, bahkan akan memperbaiki balasannya dengan berlipat ganda."

Terhadap manusia yang banyak berbuat kesalahan, di mana pun ia berada, Allah akan mengampuninya karena Dia Maha Pengampun terhadap orang yang bertobat dan yang beramal penuh keikhlasan.

Sobat. Dalam ayat 15 al-hujurat ini, Allah menerangkan hakikat iman yang sebenarnya yaitu bahwa orang-orang yang diakui mempunyai iman yang sungguh-sungguh hanyalah mereka yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya, tanpa keragu-raguan sedikit pun dan tidak goyah pendiriannya apa pun yang dihadapi. Mereka menyerahkan harta dan jiwa dalam berjihad di jalan Allah semata-mata untuk mencapai keridaan-Nya.

Orang mukmin di dunia ada tiga golongan: pertama, orang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu dan berjihad fi sabilillah dengan harta dan dirinya. Kedua, orang yang tidak mengganggu harta dan diri orang lain. Ketiga, orang yang mendapatkan kemuliaan ambisi, ia meninggalkannya karena Allah. (Riwayat Ahmad dari Abu Sa\'id al-Khudri)
 
Mereka itulah orang-orang yang imannya diakui oleh Allah. Tidak seperti orang-orang Arab Badui itu yang hanya mengucapkan beriman dengan lidah belaka, sedangkan hati mereka kosong karena mereka masuk Islam itu hanya karena takut akan tebasan pedang, hanya sekadar untuk mengamankan jiwa dan harta bendanya.

Sobat. Seorang ahli hikmah pernah ditanya,” Siapakah orang yang lkhlas itu? Jawabnya, Orang ikhlas adalah orang yang menyembunyikan amal kebaikannya sebagaimana ia menutupi amal keburukannya.

Sobat. Sayyidina Ali bin Abi Thalib berkata, “ Ada empat tanda orang yang ria dalam beramal, yaitu malas beramal jika sendirian, rajin beramal jika banyak orang, semakin rajin beramal jika mendapat pujian, dan semakin malas beramal jika mendapat celaan.”

Allah SWT berfirman :
وَقَدِمۡنَآ إِلَىٰ مَا عَمِلُواْ مِنۡ عَمَلٖ فَجَعَلۡنَٰهُ هَبَآءٗ مَّنثُورًا 
“Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” ( QS. Al-Furqan (25) : 23 ).

Sobat. Dalam ayat ini, Allah menjelaskan sebab-sebab kemalangan dan kerugian orang kafir. Allah akan memperlihatkan segala perbuatan yang mereka anggap baik yang pernah dikerjakan selama hidup di dunia, seperti silaturrahim, menolong orang yang menderita, memberikan derma untuk meringankan bencana alam, memberi bantuan kepada rumah sakit dan yatim piatu, membebaskan atau menebus tawanan, dan sebagainya. 

Sobat. Sebanyak apa pun kebaikan mereka, tidak akan memperoleh imbalan apa pun di sisi Allah. Mereka hanya dapat memandang kebaikan itu tanpa dapat mengambil manfaatnya sedikit pun. Kebaikan-kebaikan mereka itu lalu dijadikan Allah bagaikan debu yang beterbangan di angkasa karena tidak dilandasi iman yang benar kepada Allah. Mereka hanya bisa duduk termenung penuh dengan penyesalan. Itulah yang mereka rasakan sebagai akibat kekafiran dan kesombongan mereka.

Sobat. Hamid al- Laffaf berkata, “ Jika Allah menghendaki seseorang celaka, maka Allah akan menyiksanya dengan tanda. Pertama, Allah memberikan ilmu kepadanya, tetapi Allah tidak menganugerahkan kemampuan untuk mengamalkan ilmu itu. Kedua, orang itu senang bergaul dengan orang-orang sholeh, tetapi ia sendiri enggan mengetahui kewajiban-kewajiban orang sholeh. Ketika, Allah membukakan pintu ketaatan baginya , tetapi ia tidak ikhlas beramal.”

Allah SWT berfirman :
وَإِنَّ ٱللَّهَ رَبِّي وَرَبُّكُمۡ فَٱعۡبُدُوهُۚ هَٰذَا صِرَٰطٞ مُّسۡتَقِيمٞ 
“Sesungguhnya Allah adalah Tuhanku dan Tuhanmu, maka sembahIah Dia oleh kamu sekalian. Ini adalah jalan yang lurus.” ( QS. Maryam (19) : 36 )

Sobat. Pada ayat ini Allah menerangkan lagi ucapan Isa di waktu dia masih bayi dalam buaian di samping ucapan-ucapannya pada ayat 30-33 Surah ini yaitu, "Bahwa sesungguhnya Allah adalah Tuhanku dan Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyembah-Nya." Isa menegaskan kepada kaumnya bahwa dia hanya hamba Allah seperti mereka juga meskipun dia dilahirkan dengan cara yang luar biasa tanpa bapak. Hal ini tidak menunjukkan bahwa dia adalah putra Allah, atau dia adalah Tuhan yang patut disembah. Dia hanya manusia biasa diciptakan Allah. Oleh sebab itu dia mengajak kaumnya supaya menyembah Allah Yang menciptakannya dan menciptakan semua makhluk. Yang patut mereka sembah hanyalah Allah Pencipta segala sesuatu. 

Selanjutnya Isa menerangkan kepada mereka, bahwa manusia sepatutnya menyembah Allah bukan menyembah setan dan berhala. Inilah jalan yang lurus yang akan membawa mereka pada kebahagiaan di dunia dan akhirat. Ini pula jalan yang ditunjukkan oleh nabi-nabi sebelum dia. Barangsiapa yang menempuh jalan itu ia akan berbahagia dan barangsiapa yang menempuh jalan selain itu akan sesat dan celaka.

Sobat. Tugas hidup kita adalah mengemudi hati menuju Allah di jalan yang lurus. Maka pangkal kelurusan itu pertama tama adalah hati yang tak pernah berbelok dari Allah sebagai sesembahan yang haq. Lurus sebab hanya pada Allah tunduknya, taatnya dan tenteramnya. Lurus, sebab hanya untuk Allah yakinnya, pasrahnya, dan kebajikannya. Lurus, sebab hanya bersama Allah gigil takutnya, geresik harapnya, dan getar cintanya.

Sobat. Seorang ahli hikmah berpendapat, orang yang beramal hendaknya meniru adab beramal yang dipraktekkan penggembala kambing. Jika si pengembala melakukan sholat di samping gembalaannya, maka sholatnya tak akan pernah dipuji oleh kambing-kambingnya. Demikian pula orang beramal, hendaknya ia tidak pernah memperhatikan pandangan manusia terhadap amalnya. Sebaliknya, ia harus mampu beramal secara konsisten, baik di kala ramai maupun sepi – beramal tanpa mengharapkan pujian manusia.

Sobat. Diantara tanda berniat baik adalah tak gentar oleh kendala dan tantangan, tak ciut hati karena salah melangkah, dan tak menyerah walau dalam keadaan yang begitu susah. Ikhlas adalah rahasia antara Allah dan hamba-Nya. Malaikat pencatat tidak mengetahui sedikit pun mengenainya untuk dapat dia tulis, syetan tidak mengetahuinya hingga tak dapat dia rusak, nafsu pun tidak menyadarinya sehingga tak mampu dia pengaruhi.

Sobat. Ikhlas merupakan inti ajaran Islam. Sebab, islam berarti pasrah atau berserah diri kepada Allah bukan yang lain. Allah SWT berfirman :
بَلَىٰۚ مَنۡ أَسۡلَمَ وَجۡهَهُۥ لِلَّهِ وَهُوَ مُحۡسِنٞ فَلَهُۥٓ أَجۡرُهُۥ عِندَ رَبِّهِۦ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ 
“(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” ( QS. Al-Baqarah (2) : 112 )

Sobat. Anggapan masing-masing golongan dari Ahli Kitab tidak benar, karena masuk surga tidak hanya dimonopoli oleh suatu bangsa atau suatu golongan, tetapi akan didapat oleh siapa saja yang berusaha mendapatkannya dengan ketentuan harus beriman dan beramal saleh.

Sebagai ketegasan, Allah memberikan pernyataan bahwa barang siapa beriman kepada Allah dan membuktikan imannya itu dengan amal yang ikhlas, maka dia akan memperoleh pahala. Allah tidak akan menyia-nyiakan amal baik seorang hamba. Ayat ini juga menunjukkan bahwa iman yang tidak direalisasikan dalam amal saleh, tidak menjamin tercapainya kebahagiaan seseorang. Dalam Al-Qur'an banyak didapati kata-kata iman senantiasa diiringi dengan amal saleh:
 
Dan barang siapa mengerjakan amal kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan sedang dia beriman, maka mereka itu akan masuk ke dalam surga dan mereka tidak dizalimi sedikit pun. (an-Nisa'/4:124)
 
Barang siapa mengerjakan kebajikan, dan dia beriman, maka usahanya tidak akan diingkari (disia-siakan), ¦( al-Anbiya'/21:94)

Apabila mereka telah berserah diri kepada Allah dan beramal saleh, maka mereka tidak perlu khawatir dan bersedih. Di antara tabiat orang-orang mukmin ialah apabila mereka ditimpa sesuatu yang tidak menyenangkan, mereka akan menyelidiki sebab-sebab terjadinya dan berusaha keras untuk mengatasinya. Kalau masih juga belum teratasi, mereka menyerahkan persoalan itu kepada kekuasaan Allah: niat mereka sedikit pun tidak melemah dan hati mereka pun menyadari bahwa untuk mengatasi semua kesulitan itu dia menyerahkan diri kepada kekuatan yang hakiki, yaitu Allah.

Allah SWT berfirman :
وَمَن يَبۡتَغِ غَيۡرَ ٱلۡإِسۡلَٰمِ دِينٗا فَلَن يُقۡبَلَ مِنۡهُ وَهُوَ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ مِنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ  
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” ( QS. Ali Imran (3) : 85 )

Sobat. Allah menetapkan bahwa barang siapa mencari agama selain agama Islam, atau tidak mau tunduk kepada ketentuan-ketentuan Allah, maka imannya tidak akan diterima oleh Allah. Sebagai contoh dikemukakan, orang-orang musyrik dan orang-orang yang mengaku beragama tauhid padahal mereka mempersekutukan Allah. Seperti Ahli Kitab penganut agama Nasrani yang tidak berhasil membawa pemeluk-pemeluknya tunduk di bawah kekuasaan Allah. Agama yang semacam ini hanyalah merupakan tradisi belaka, yang tidak dapat mendatangkan kemaslahatan kepada pemeluknya, bahkan menyeret mereka ke lembah kehancuran, dan menjadi sumber permusuhan di antara manusia di dunia, serta menjadi sebab penyesalan mereka di akhirat.

Orang yang mencari agama selain Islam untuk menjadi agamanya, di akhirat nanti termasuk orang yang merugi, sebab ia telah menyia-nyiakan akidah tauhid yang sesuai dengan fitrah manusia.

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual, Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo, Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur

Kamis, 01 Desember 2022

Gempa adalah Musibah, Harus Diterima dengan Ikhlas

Tinta Media - Berkenaan dengan gempa bumi yang terjadi di Cianjur, Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto mengatakan bahwa gempa adalah musibah yang harus diterima dengan ikhlas.
 
“Gempa di Cianjur kemarin jelas itu adalah musibah dan harus diterima dengan ikhlas,” tuturnya di Focus UIY: Gempa, Apa Hikmahnya? Senin (28/11/2022) melalui kanal UIY Official.
 
UIY  menegaskan bahwa setiap bencana yang terjadi di muka bumi sudat tercatat di Lauhul Mahfudz, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-Hadid ayat 22, “Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuz) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh yang demikian itu mudah bagi Allah,” ucapnya membacakan terjemahnya.
 
Artinya, sambung UIY, gempa yang terjadi itu sudah merupakan ketentuan dari Allah Swt. Mudah bagi Allah untuk menggerakkan sedikit saja lempeng dan dampaknya sangat dahsyat. Tapi Allah mengingatkan agar tidak terlalu bersedih terhadap apa yang luput dari kamu.
 
Besar Pahalanya
 
Berdasarkan hadis riwayat Imam Tirmizi, jelas UIY besarnya pahala itu beriring dengan besarnya ujian. Makin besar ujian makin besar pahala.
 
“Kalau menggunakan perspektif Islam sebenarnya makin besar musibah itu mestinya senang karena pahalanya besar kalau bisa menghadapi dengan sabar,” tukasnya.
 
Dalam hadis lain lanjutnya, dikatakan musibah itu sesungguhnya adalah bentuk cinta Allah kepada suatu kaum. “Jika Allah mencintai suatu kaum maka mereka akan diuji,” ucapnya membacakan hadis riwayat Ath-Thabrani.
 
UIY juga mengutip Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 155-157 yang intinya menegaskan bahwa Allah Swt. akan menguji hamba-Nya dengan sedikit rasa takut, kelaparan, berkurangnya harta, jiwa dan buah-buahan.
 
“Nah yang terjadi dengan gempa itu berkurang harta, rumah ambruk, isi rumahnya juga rusak lalu mengakibatkan kematian.Tapi menariknya ayat ini mengatakan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. Dalam ayat selanjutnya  disebut bagi orang yang sabar akan mendapatkan tiga hal, salawat (ampunan)  dari Tuhan mereka, mendapat rahmat dan mendapat petunjuk. Jadi perolehannya luar biasa kalau bisa menghadapi musibah dengan  sabar,” bebernya.
 
Sabar, jelas UIY, kalau merujuk pada tafsir Jalalain dikatakan di sana  adalah menahan terhadap apa yang dibenci, tidak disukai. “Inilah yang dikatakan oleh Baginda Rasulullah Saw. dalam hadis riwayat Muslim, menakjubkan sekali urusan orang yang beriman itu karena semua urusan itu baik bagi dia. Jika dia tertimpa sesuatu yang menyenangkan dia bersyukur,  tapi jika sesuatu yang menyulitkan yang tidak menyenangkan dia sabar dan itu baik juga,” ungkapnya.
 
Jadi, tegasnya,  kalau mendapatkan kebaikan dia bersyukur itu baik buat dia tapi kalau mendapatkan yang tidak menyenangkan dia sabar itu baik juga, karena dia dapat pahala. “Makin besar ujiannya makin  besar pahalanya,” tandasnya.  
 
Menghapus Dosa

Dalam hadis shahih Bukhari Muslim, kata UIY, dikatakan tidaklah seorang muslim tertimpa  musibah  atau tertusuk duri atau lebih daripada itu kecuali Allah dengan musibah itu, menghapus sebagian dosanya. “Jadi kalau semakin banyak musibah dosanya makin berkurang. Menjadi senang sebenarnya kan,” lugasnya.
 
Bagi yang meninggal dalam musibah itu, imbuhnya, berdasarkan keterangan dari Nabi Saw. ia syahid akhirat. “Kita prihatin dengan musibah yang terjadi, tapi dengan penjelasan diatas ternyata sangat banyak kebaikan di balik musibah,” yakinnya.
 
UIY mengingatkan bagi yang tidak terkena musibah untuk membantu saudara-saudara yang  terkena musibah.
 
“Mereka jelas memerlukan banyak bantuan, dan kita harus menyadari bahwa tidak ada orang yang tidak butuh bantuan sebagaimana juga kita. Allah akan selalu membantu hamba-Nya sepanjang hamba-Nya itu membantu saudaranya,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun
 
 
 

Sabtu, 12 November 2022

Belajar Ilmu Ikhlas

Tinta Media - Sobat. Hakikat Ikhlas itu membersihkan amal dari segala campuran. Dengan kata lain, amal itu tidak dicampuri sesuatu Media mengotorinya karena kehendak-kehendak nafsu, entah karena ingin memperlihatkan amal itu tampak indah di mata orang-orang, mencari pujian, tidak ingin dicela, mencari pengagungan dan sanjungan, karena ingin mendapatkan harta dari mereka atau pun alasan-alasan lain yang berupa cela dan cacat, yang secara keseluruhan dapat disatukan sebagai kehendak untuk selain Allah, apa pun dan siapa pun. Demikian penjelasan Ibnul Qayyim al-Jauziah dalam kitab Madarijus Salikin.

وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُواْ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلۡقَيِّمَةِ 

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” ( QS. Al-Bayyinah (98) : 5 )

Sobat. Dalam ayat ini Karena adanya perpecahan di kalangan mereka, maka pada ayat ini dengan nada mencerca Allah menegaskan bahwa mereka tidak diperintahkan kecuali untuk menyembah-Nya. Perintah yang ditujukan kepada mereka adalah untuk kebaikan dunia dan agama mereka, dan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Mereka juga diperintahkan untuk mengikhlaskan diri lahir dan batin dalam beribadah kepada Allah dan membersihkan amal perbuatan dari syirik sebagaimana agama yang dibawa oleh Nabi Ibrahim yang menjauhkan dirinya dari kekufuran kaumnya kepada agama tauhid dengan mengikhlaskan ibadah kepada Allah. Ikhlas adalah salah satu dari dua syarat diterimanya amal, dan itu merupakan pekerjaan hati. Sedang yang kedua adalah mengikuti sunah Rasulullah. Allah berfirman:
 
Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), "Ikutilah agama Ibrahim yang lurus." (an-Nahl/16: 123)
Firman-Nya yang lain:
 مَا كَانَ إِبۡرَٰهِيمُ يَهُودِيّٗا وَلَا نَصۡرَانِيّٗا وَلَٰكِن كَانَ حَنِيفٗا مُّسۡلِمٗا وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ 

Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, tetapi dia adalah seorang yang lurus dan muslim. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik (Ali 'Imran/3: 67)

Mendirikan salat dalam ayat ini maksudnya adalah mengerjakannya terus-menerus setiap waktu dengan memusatkan jiwa kepada kebesaran Allah, untuk membiasakan diri tunduk kepada-Nya. Sedangkan yang dimaksud dengan mengeluarkan zakat yaitu membagi-bagikannya kepada yang berhak menerimanya sebagaimana yang telah ditentukan oleh Al-Qur'anul Karim.
Keterangan ayat di atas tentang keikhlasan beribadah, menjauhkan diri dari syirik, mendirikan salat, dan mengeluarkan zakat, adalah maksud dari agama yang lurus yang tersebut dalam kitab-kitab suci lainnya.

Sobat. Allah memberikan ketegasan kepada orang yang berdebat siapa Nabi Ibrahim yang sebenarnya (an-Nisa'/4 :125). Ayat ini merupakan jawaban bagi perdebatan orang Yahudi dan Nasrani mengenai agama Nabi Ibrahim. Mereka masing-masing berpendapat bahwa Ibrahim menganut agama yang dipeluk mereka. Pendapat mereka itu sebenarnya adalah dusta karena tidak didasarkan pada bukti-bukti yang nyata. Yang benar ialah keterangan yang didasarkan wahyu yang diyakini kaum Muslimin, karena umat Islam memeluk agama seperti agama yang dipeluk oleh Nabi Ibrahim dan agama Islam mempunyai prinsip-prinsip yang dibawa oleh Nabi Ibrahim. Maka jelaslah bahwa Nabi Ibrahim itu tidak memeluk agama Nasrani dan tidak pula pemeluk agama Yahudi akan tetapi Nabi Ibrahim itu seorang yang taat kepada Allah, tetap berpegang kepada petunjuk Allah serta tunduk dan taat kepada segala yang diperintahkan-Nya.

Nabi Ibrahim tidak menganut kepercayaan musyrikin, yaitu kafir Quraisy dan suku Arab lainnya, yang menganggap diri mereka mengikuti agama Nabi Ibrahim. Dari ayat ini dapat dipahami bahwa Nabi Ibrahim adalah orang yang dimuliakan oleh segala pihak, baik orang-orang Yahudi, Nasrani ataupun musyrikin. Tetapi sayang pendapat mereka itu tidak benar, karena Nabi Ibrahim itu tidak beragama seperti agama mereka. Beliau adalah orang Muslim yang ikhlas kepada Allah, sedikit pun tidak pernah mempersekutukan-Nya.

Sobat. Menyerahkan diri kepada Allah artinya memurnikan tujuan dan amal karena Allah. Sedangkan mengerjakan kebaikan ialah mengikuti Rasulullah SAW dan sunnah beliau.

Sobat. Amal yang seperti debu itu adalah amal-amal yang dilandaskan bukan kepada As-sunnah atau dimaksudkan bukan karena Allah. Rasulullah SAW pernah bersabda kepada Saád bin Abi Waqqash,” Sesungguhnya sekali-kali engkau tidak akan dibiarkan, hingga engkau mengerjakan suatu amal untuk mencari wajah Allah, melainkan engkau telah menambah kebaikan, derajat dan ketinggian karenanya.”

وَقَدِمۡنَآ إِلَىٰ مَا عَمِلُواْ مِنۡ عَمَلٖ فَجَعَلۡنَٰهُ هَبَآءٗ مَّنثُورًا  

“Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (QS. Al-Furqan (25) : 23 )

Sobat. Dalam ayat ini, Allah menjelaskan sebab-sebab kemalangan dan kerugian orang kafir. Allah akan memperlihatkan segala perbuatan yang mereka anggap baik yang pernah dikerjakan selama hidup di dunia, seperti silaturrahim, menolong orang yang menderita, memberikan derma untuk meringankan bencana alam, memberi bantuan kepada rumah sakit dan yatim piatu, membebaskan atau menebus tawanan, dan sebagainya. 

Sebanyak apa pun kebaikan mereka, tidak akan memperoleh imbalan apa pun di sisi Allah. Mereka hanya dapat memandang kebaikan itu tanpa dapat mengambil manfaatnya sedikit pun. Kebaikan-kebaikan mereka itu lalu dijadikan Allah bagaikan debu yang beterbangan di angkasa karena tidak dilandasi iman yang benar kepada Allah. Mereka hanya bisa duduk termenung penuh dengan penyesalan. Itulah yang mereka rasakan sebagai akibat kekafiran dan kesombongan mereka.

Sobat. Salah satu derajat Ikhlas adalah Malu terhadap amal sambil tetap berusaha, berusaha sekuat tenaga membenahi amal dengan tetap menjaga kesaksian, memelihara cahaya taufik yang dipancarkan Allah SWT sebagaimana firman-Nya :

وَٱلَّذِينَ يُؤۡتُونَ مَآ ءَاتَواْ وَّقُلُوبُهُمۡ وَجِلَةٌ أَنَّهُمۡ إِلَىٰ رَبِّهِمۡ رَٰجِعُونَ  
“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka,” (QS. Al-Mu’minun (23) : 60 )

Sobat. Salah satu ciri Orang mukmin ialah takut kepada Allah, karena mereka yakin akan kembali kepada-Nya pada hari berhisab di mana akan diperhitungkan segala amal perbuatan manusia. Meskipun mereka telah mengerjakan segala perintah Tuhan dan menjauhi segala larangan-Nya dan menafkahkan hartanya di jalan Allah, namun mereka merasa takut kalau-kalau amal baik mereka tidak diterima, karena mungkin ada di dalamnya unsur-unsur riya` atau lainnya yang menyebabkan ditolaknya amal itu. Oleh sebab itu mereka selalu terdorong untuk selanjutnya berbuat baik karena kalau amal yang sebelumnya tidak diterima, mungkin amal yang sesudah itu menjadi amal yang makbul yang diberi ganjaran yang berlipat ganda.

Dalam hadis yang diriwayatkan Ibnu Abi hatim dari 'Aisyah pernah bertanya kepada Nabi:
Siti Aisyah pernah bertanya kepada Rasulullah mengenai ayat ini (alladzina yu`tuna ma ataw waqulubuhum wajilah), apakah yang dimaksud dengan ayat ini ialah orang berzina dan meminum khamar atau mencuri, dan karena itu ia takut kepada Tuhan dan siksa-Nya? Pertanyaan ini dijawab oleh Rasulullah, "Bukan demikian maksudnya, hai puteri Abu Bakar as-shiddiq. Yang dimaksud dalam ayat ini ialah orang-orang yang mengerjakan salat, berpuasa dan menafkahkan hartanya, namun dia merasa takut kalau-kalau amalnya itu termasuk amal yang tidak diterima (mardud). (Riwayat Ahmad dan at-Tirmidzi)

Sobat. Derajat ikhlas berikutnya adalah membiarkan amal berlalu berdasarkan ilmu, tunduk kepada hukum kehendak Allah dan membebaskan amal dari sentuhan rupa. Artinya Membebaskan amal dan ubudiyah dari selain Allah. Karena apa pun selain Allah hanyalah rupa yang hanya tampak di luarnya saja. Tidak melihat amal sebagai amal, tidak mencari imbalan dari amal dan tidak puas terhadap amal. Orang yang memiliki ma’rifat ialah yang tidak ridha sedikit pun terhadap amalnya dan merasa malu jika Allah menerima amalnya.

إِنۡ هُوَ إِلَّا ذِكۡرٞ لِّلۡعَٰلَمِينَ لِمَن شَآءَ مِنكُمۡ أَن يَسۡتَقِيمَ وَمَا تَشَآءُونَ إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلۡعَٰلَمِينَ
“Al Quran itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam, (yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam. ( QS. At-Takwir (81) : 27-29 )

Sobat. Kemudian Allah menyatakan bahwa Al-Qur'an itu tiada lain hanya peringatan bagi semesta alam, bagi mereka yang mempunyai hati cenderung kepada kebaikan. Namun demikian, tidak semua manusia dapat mengambil manfaat dari Al-Qur'an ini. Yang mengambil manfaat ialah siapa yang mau menempuh jalan yang lurus. Adapun orang yang menyimpang dari jalan itu, maka ia tidak dapat mengambil manfaat dari peringatan Al-Qur'an.

DR.Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur

Kamis, 01 September 2022

Recharge Mandiri Pengemban Dakwah (Bagian 1): IKHLAS

Tinta Media - Tak ayal lagi ber dakwah untuk menegakkan Islam kaffah banyak bujukan, godaan, hambatan, gangguan, bahkan ancaman. Belum lagi rasa lelah yang berkepanjangan karena panjangnya perjuangan. Masih lagi adanya sikap penentangan di antara manusia. Maka seorang pengemban dakwah dituntut untuk memiliki stamina yang prima sepanjang waktu. Untuk itulah ikhlas merupakan modal pokok dan pertama bagi mereka agar bisa istiqomah. 

Ikhlas itu simpel dalam konsep. Semua hanya untuk Allah. Hanya karena Allah. Hanya karena mentaati Allah dan Rasul-Nya. Hanya melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan Allah. 

Tak ada karena mahluk. Tak ada karena manusia. Tak ada karena nama besar. Tak ada karena viral. Tak ada karena harta, jabatan, dll urusan dunia. 

Ikhlas simpel di konsep amat sulit di aplikasinya. Ikhlas perjuangan sepanjang hayat hingga nafas terakhir. Tak ada seorang pun hamba yang selesai dalam memperjuangkan ikhlasnya kecuali ikhlas pada tarikan nafas terakhir. 

Karena hanya untuk Allah maka ikhlas menghasilkan energi yang tak terbatas. Membuat seorang pengemban dakwah sangat kuat dan superior. Tak bisa dihentikan oleh unsur mahluk. Tak peduli dengan selain Allah. Harta, tahta, wanita, tenar dan viral tak sedikit pun mampu menghadangnya. Bahkan Iblis pun tak akan mampu menggodanya. 

Allah berfirman:

قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ (39) إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ (40)

“Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma’siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya. kecuali hamba-hamba Engkau yang ikhlas di antara mereka.” (QS. Al Hijr: 39-40).

Dalam setiap ketaatan kita harus ikhlas. Namun untuk dakwah ini lebih lebih lagi harus ikhlas. 

Pengemban dakwah yang ikhlas tak akan mampu dibelokkan oleh apapun jua. Tak bisa dibujuk dengan harta, tahta maupun wanita. Tak bisa ditakut tajuti dengan pengasingan, persekusi, kriminalisasi, bahkan ancaman kematian. Mengapa? Karena urusan dia hanya dengan Allah. Dia hanya berharap kepada Allah. Tak ada urusan dia dengan mahluk. Maka semua bujukan dan ancaman itu tak berpengaruh kepada dirinya karena semua itu hanyalah mahluk. 

Selama pengembangan dakwah itu ikhlas maka Allah akan menjamin dia. Akan memberikan energi tak terputus. Energi yang melahirkan stamina luar biasa sehingga mampu menjadi dirinya dalam istiqomah hingga akhir dalam husnul khotimah.

 Semoga Allah jadikan kita hamba yang ikhlas. Aamiin. 
Wallaahu a'lam.[]

Ustaz Abu Zaid 
Tabayyun Center 


Minggu, 28 Agustus 2022

Keikhlasan Mengemban Dakwah Sama Halnya dengan Keikhlasan Melakukan Ibadah Lain

Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) menegaskan bahwa keikhlasan di dalam mengemban dakwah sama halnya dengan keikhlasan di dalam melakukan ibadah lainnya.

"Karena itu, keikhlasan di dalam mengemban dakwah sama halnya dengan keikhlasan di dalam melakukan ibadah lainnya," tuturnya dalam acara One Minute Booster Ekstra : Keikhlasan adalah Perkara Penting dalam Mengemban Dakwah, Selasa (23/8/2022).

Tanpa keikhlasan di dalam melaksanakan ibadah, lanjutnya, seorang muslim akan terjerumus ke dalam perbuatan syirik yang menjadi penghapus seluruh amalnya. Untuk itu haruslah para pengemban dakwah memperhatikan persoalan ini dengan sangat serius dan sungguh-sungguh. 

"Seorang muslim, khususnya para pengemban dakwah, hendaknya memahami bahwa keikhlasan di dalam beribadah merupakan pencegahan dari tipu daya setan. Siapa saja yang berpegang teguh dengan sikap ikhlas, maka dia pasti akan selamat. Sebaliknya, siapa saja yang tidak berpegang teguh dengan sikap ikhlas maka ia akan tersesat, celaka dan terlempar jauh dari jalan yang lurus," ujarnya.

Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Hijr ayat 39 yang artinya, "Iblis berkata, "Tuhanku, oleh sebab engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan manusia memandang baik perbuatan maksiat di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semua kecuali hamba-hambamu yang ikhlas diantara mereka." (QS. Al-Hijr [15] : 39).

"Melalui ayat tersebut, Allah SWT telah memberikan penjelasan bahwa iblis mengetahui orang-orang yang ikhlas dari kalangan hamba Allah, dan mereka akan terhindar dari godaan dan tipu daya menyesatkan yang dilakukan oleh iblis. Siapa saja yang mengikuti iblis, pasti akan tersesat. Jelas sekali bahwa hamba-hamba Allah yang tidak dikuasai iblis dan terhindar dari berbagai jerat iblis, hanyalah orang-orang yang ikhlas," paparnya.

Ia menjelaskan, keikhlasan di dalam ucapan adalah mengucapkan sesuatu sebagai bentuk pelaksanaan dari perintah Allah secara sungguh-sungguh dengan tujuan mencari keridhaan Allah semata. Keikhlasan dalam perbuatan adalah melakukan sesuatu sebagai bentuk pelaksanaan dari perintah Allah secara sungguh-sungguh dan semata-mata mencari keridhaan Allah.

"Jika seorang pengemban dakwah dengan niat untuk mencari keridhaan Allah dan melaksanakan perintah-Nya, maka niatnya tersebut bernilai disisi Allah SWT. Sebaliknya, siapa saja yang mengemban dakwah tersebut dalam rangka mencari penghasilan, menampakkan keilmuan serta kepiawaian, atau bersungguh-sungguh karena ingin memperoleh pujian dan gelar, maka semua itu akan mengotori amal ibadah itu," tandasnya.

"Sehingga Allah tidak akan pernah menerimanya. Sebab pengemban dakwah adalah salah satu bentuk ibadah dan dia terikat dengan syarat-syarat untuk bisa diterima oleh Allah," pungkasnya.[] Willy Waliah
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab