Tinta Media: Ijazah
Tampilkan postingan dengan label Ijazah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ijazah. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 06 Mei 2023

BANDING GUS NUR & IJAZAH PALSU JOKOWI

Tinta Media - Telah terbukti secara sah dan meyakinkan, melalui forum resmi pengadilan yang terbuka untuk umum, BAHWA IJAZAH ASLI JOKOWI TAK PERNAH ADA. Dalam fakta persidangan yang tak terbantahkan, untuk membuktikan kabar bohong soal Ijazah palsu Jokowi, saudara Jaksa Penuntut Umum hanya menghadirkan dokumen ijazah foto copy Jokowi, bukan ijazah asli.

Karena itulah, salah satu materi Banding yang diajukan Gus Nur adalah bahwa Majelis Hakim Judex Factie tingkat 1 Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surakarta telah mengabaikan sejumlah fakta hukum di persidangan, khususnya terkait tidak adanya bukti ijazah asli Jokowi. Dalam memori banding setebal 30 halaman, kami telah menjelaskan detail dasar dan alasan pengajuan memori banding.

Ada tiga dasar alasan utama pengajuan memori banding, yaitu: 

1. JUDEX FACTIE TINGKAT 1 PENGADILAN NEGERI SURAKARTA TELAH KELIRU MENERAPKAN HUKUM

2. JUDEX FACTIE TINGKAT 1 PENGADILAN NEGERI SURAKARTA TELAH MENGABAIKAN FAKTA HUKUM PERSIDANGAN

3. MAJELIS HAKIM JUDEX FACTIE TINGKAT 1 PENGADILAN NEGERI SURAKARTA TELAH MENGABAIKAN ETIKA HAKIM DALAM MENGADILI PERKARA

Namun, yang lebih krusial untuk dicermati publik sebenarnya bukan soal materi muatan banding Gus Nur. Bukan pula soal vonis 6 tahun penjara, meskipun vonis ini benar-benar zalim, melawan logika dan mencederai rasa keadilan.

Yang lebih penting adalah bagaimana nasib masa depan bangsa Indonesia, setelah terbukti melalui fakta persidangan, ternyata tidak ada ijazah asli Jokowi. Kalau sebelumnya, ijazah palsu Jokowi dianggap hoax, melalui pengadilan Negeri Surakarta telah dibuktikan ijazah asli Jokowi tidak pernah ada.

Lantas, apakah 270 juta rakyat Indonesia akan ridlo dipimpin oleh seorang Presiden yang terbukti via pengadilan tak ada ijazah aslinya? Bukankah, kalau ijazah asli itu ada, jaksa bisa menghadirkannya di pengadilan?

Kalau rakyat serba permisif, mendiamkan Presiden tak punya ijazah aslinya. Lantas, bagaimana mungkin Republik ini dapat dikelola dengan nilai-nilai kejujuran? kemana rakyat? kemana DPR MPR? kemana TNI POLRI? Kenapa semua serba diam dan bungkam?

Lalu, ada yang berasumsi ijazah asli Jokowi ada. Tapi gengsi untuk dihadirkan di pengadilan. Lantas, Presiden macam apa yang mengabaikan hukum, bahkan mengabaikan perintah pengadilan? 

Beberapa kali sidang, bukan hanya penasehat hukum yang meminta ijazah asli dihadirkan. Bahkan, Majelis hakim berkali-kali mengingatkan jaksa agar menghadirkan ijazah asli Jokowi. Tapi ijazah asli Jokowi tetap tak ada dalam fakta persidangan.

Kalau Gus Nur menjadi martir ijazah palsu Jokowi, Gus Nur telah berdamai dengan hatinya. Gus Nur telah menyatakan ridlo dengan qadla Allah SWT atas dirinya.

Tetapi, apakah segenap rakyat akan diam dan ridlo, dipimpin Presiden yang tak berijazah asli? [].

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Kuasa Hukum Gus Nur
https://heylink.me/AK_Channel/


Nb. Tulisan ini dibuat saat di Solo, dalam rangka penyerahan memori Banding Gus Nur.

Selasa, 25 Oktober 2022

UNTUK ANDA YANG MERASA YAKIN DAN TAKLID BUTA DENGAN IJAZAH JOKOWI

Tinta Media - Saya pastikan, anda yakin Jokowi memiliki ijazah asli bukan karena melihat, mendengar dan mengalami sendiri. Bukan melihat ijazahnya secara langsung, bukan karena mendengar dan mengalami peristiwa serah terima ijazah dari sekolah kepada Jokowi.

Derajat kepercayaan anda tidak memiliki nilai pembuktian. Pengetahuan yang dirujuk dari orang lain, atau keterangan yang sifatnya katanya dan katanya, tidak bernilai secara hukum. Hanya testimoni de auditu.

Lalu anda, mencoba mencari keyakinan lain. Anda merasa yakin, Ijazah pasti asli. Kalau aspal (asli tapi palsu), pastilah Jokowi tidak bisa menjadi Walikota Solo, Gubernur DKI Jakarta, hingga Presiden periode 2009-2014.

Tapi anda harus tahu, Bupati Simalungun JR Saragih gagal nyagub Pilgub Sumatera Utara karena terganjal ijazah palsu. Padahal, sudah jelas menjadi Bupati.

Lagipula, persoalannya bukan sudah pernah jadi Walikota, Gubernur hingga Presiden. Persoalannya, apakah Jokowi punya ijazah asli ? itu problemnya, bukan apakah Jokowi pernah menjadi Walikota, Gubernur hingga Presiden.

Sekarang datang Bambang Tri Mulyono. Dia menganalisa Ijazah Jokowi. Dia bandingkan dengan ijazah lainnya. Kemudian dia melakukan rihlah, melakukan sejumlah perjalanan untuk menelusuri riwayat pendidikan Jokowi. Dia bertemu dengan sejumlah saksi pelaku sejarah, yang mengetahui, melihat dan mengalami sendiri.

Dan akhirnya, Bambang Tri berkeyakinan Ijazah Jokowi palsu. Bambang Tri telah 'men-Jarh' sosok Jokowi. 

Dalam ilmu hadits (ulumul hadits), ada kajian Jarh wa Ta'dil. Men-jarh adalah mencela periwayat hadits. Menta'dil adalah memberikan predikat adil pada periwayat (perawi).

Al Alamah As Syaikh Taqiyudin an Nabhani menyatakan, jika ada satu perawi di jarh dan dita'dil sekaligus, maka yang men-jarh lebih dikuatkan ketimbang yang menta'dil. Karena menjarh hakekatnya mengungkap aib perawi yang tidak diketahui publik. Sementara men-ta'dil hanya mengungkap apa yang sudah umum diketahui publik.

Bambang Tri mencela riwayat kesahihan ijazah Jokowi. Untuk mengungkap aib atau cacat ijazah Jokowi, Bambang Tri melakukan sejumlah pengkajian, juga penelusuran riwayat saksi hidup yang dulu sezaman dengan SD, SMP, hingga SMA Jokowi.

Sekarang, apa dalil anda meyakini ijazah Jokowi asli ? Padahal, anda tidak mengetahui riwayat ijazah Jokowi. 

Malahan, yang umum diketahui publik hingga derajat masyur adalah Jokowi pembohong. Jokowi bohong soal duit Rp. 11.000 triliun hingga mobil esemka. Kalau untuk banyak hal Jokowi biasa bohong, apa sulitnya bohong untuk urusan ijazah ? 

Lagipula, Bambang Tri saat ini membawa perkaranya ke pengadilan. Untuk kembali memastikan keyakinannya. Dan sekarang, Bambang Tri dan Gus Nur dipenjara dalam perkara ini, lalu Anda masih berada di pihak Jokowi dan sibuk mencari-cari dan menyalahkan Gus Nur dan Bambang Tri. Anda sudah berfikir untuk mengambil sikap itu? [].

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

Kamis, 20 Oktober 2022

KENAPA TIM HUKUM MENERIMA DITUNJUK SEBAGAI KUASA HUKUM BAMBANG TRI?

Tinta Media - Saat Gus Nur menginformasikan Bambang Tri butuh lawyer untuk mendampinginya, untuk menggugat di Pengadilan, penulis sempat berfikir dan menimbang-nimbang sebelum menyatakan siap atau bersedia. Bukan apa-apa, karena gugatan yang akan diajukan sangat sensitif, terkait jabatan RI-1, terkait sejarah dan masa depan bangsa Indonesia.

Gugatan ijazah palsu Jokowi bisa berdampak pada statusnya sebagai Presiden. Jika dikabulkan, maka jabatan Presiden Jokowi ilegal dan harus diberhentikan.

Gugatan ini juga akan menentukan sejarah kehidupan bangsa Indonesia, apakah pernah dipimpin oleh Presiden ilegal yang menggunakan ijazah palsu saat pencapresan. Tentu saja, sangat penting untuk menentukan masa depan bangsa Indonesia. Bagaimana mungkin, bangsa sebesar ini akan terus dipimpin Presiden ilegal ?

Lalu penulis berfikir, bagaimana jika gugatan Bambang Tri ini lemah ? tidak terbukti ? 

Karena itu, penulis mencoba mempelajari Buku Jokowi undercover karya Bambang Tri. Dalam buku tersebut disajikan sejumlah data dan analisa, yang dapat ditarik kesimpulan Ijazah Jokowi baik yang SD, SMP dan SMA adalah palsu.

Selanjutnya, penulis mulai bertanya-tanya, haruskah Presiden Jokowi digugat ?

Sampai titik ini, penulis terdiam dan mulai memikirkan urgensi gugatan. Baik untuk kepentingan Bambang Tri, Presiden Jokowi, juga untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia.

Dari sisi Bambang Tri, tentu dirinya membutuhkan sarana legitimasi untuk membuktikan hasil analisisnya. Saat ini, Bambang Tri hanya bisa menulis dan mendiskusikan isinya kepada publik.

Saat dirinya dipenjara, itu juga karena tuduhan lain. Bukan dalam konteks membuktikan isi bukunya dihadapan pengadilan.

Sedangkan Presiden Jokowi juga membutuhkan sarana klarifikasi yang bernilai hukum. Sehingga, apa yang disampikan presiden bukan sekedar klaim melainkan dibuktikan dihadapan pengadilan. Agar setelah putusan, tidak ada lagi isu ijazah palsu yang beredar ditengah masyarakat, dan segenap elemen energi bangsa bisa segera dikonsolidasi untuk membangun dan menatap masa depan Indonesia yang lebih baik. 

Adapun bagi segenap rakyat, tentu sangat membutuhkan kepastian hukum. Rakyat tidak nyaman, memiliki Presiden yang ijazahnya palsu.

Atas pertimbangan itulah, Bismillah, penulis menerima ditunjuk sebagai kuasa hukum. Penulis segera berkoordinasi dengan Rekan Sejawat lainnya, terutama segera konsultasi kepada Bang Eggi Sudjana.

Karena itu, seluruh pihak penulis himbau untuk memandang positif gugatan ini. Tidak perlu menebar ancaman dan pamer arogansi, seperti yang dilakukan Staf Ahli KSP dan Stafsus Bidang Hukum Presiden.

Jalani proses hukum ini secara alami. Nanti ada pemanggilan, ada mediasi, ada jawab jinawab, ada replik dan duplik, ada pembuktian, ada bukti tertulis, ada keterangan saksi dan ahli, Para Pihak bisa menyampaikan kesimpulan dan akhirnya Majelis Hakim membacakan putusan.

Putusan itu hanya ada dua : diterima, atau ditolak. Setelah diputus hakim, pihak yang tidak terima diberikan kesempatan untuk mengajukan Banding hingga Kasasi.

Jadi, sekali lagi mari bersama memandang gugatan Bambang Tri ini dalam perspektif positif dengan tujuan yang sama : menjaga dan melindungi wibawa lembaga Presiden. Kita semua tentu tidak ridlo, jabatan Presiden diemban oleh orang yang tak berhak karena berijazah palsu. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Kuasa Hukum Bambang Tri Mulyono (Penulis Buku Jokowi Undercover)

https://heylink.me/AK_Channel/

Minggu, 16 Oktober 2022

IJAZAH PALSU DAN ETIKA POLITIK

Tinta Media - Bisa dimengerti jika ada anak kecil takut akan gelap, namun sulit dimengerti, hari ini, ada banyak orang dewasa yang justru takut akan terang (Plato)

Berita seputar gugatan ijazah Joko Widodo oleh Bambang Tri Mulyono terus bergulir. Seperti biasanya, setiap kali ada kasus diangkat, maka pro kontra langsung menyeruak di kalangan masyarakat. Namun tak lama, Polri telah menetapkan Bambang Tri Mulyono yang menggugat ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai tersangka kasus ujaran kebencian pada Kamis (Kompas, 13/10/2022).

Adapun Presiden Jokowi digugat ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat ihwal dugaan menggunakan ijazah palsu saat mengikuti pemilihan presiden (pilpres) pada 2019. Gugatan itu terdaftar dalam perkara nomor 592/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst dengan klasifikasi perkara perbuatan melawan hukum (PMH). Bagi Amien Rais, perkara dugaan ijazah ini sebenarnya simpel, yakni pihak tergugat tinggal mendatangi pengadilan dengan membawa ijazah aslinya.

Terlepas dari perkara yang sedang bergulir di atas yang akan dibuktikan di pengadilan, ijazah punya arti penting di negeri ini karena menjadi syarat untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya sekaligus sebagai pembuktian intelektualitas seseorang. Ijazah di negeri ini juga memiliki fungsi sebagai status sosial pemiliknya. Ijazah juga menunjukkan identitas diri seseorang, syarat melamar pekerjaan, penentu besarnya gaji, sebagai salah satu syarat kenaikan jabatan pada instansi tertentu serta sebagai bentuk pengakuan yang sah dari negara

Di Indonesia pada era modern, ijazah adalah sebuah sertifikat atau dokumen yang diberikan oleh suatu instansi kepada peserta didik. Umumnya orang akan mendapatkannya setelah tamat belajar dari sebuah instansi pendidikan, baik itu sekolah, madrasah, atau universitas. Ijazah adalah pertanda bahwa seseorang telah lulus dari sebuah institusi pendidikan secara sah dan legal.

Sejumlah pihak menyoroti Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang memasukkan point-point pendidikan di dalamnya berpotensi melegalkan praktik pemalsuan ijazah. Praktik pemalsuan ijazah dimungkinkan karena pasal pidana dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pasal 67, 68 dan 69 dihapus.

Pengamat pendidikan dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Jejen Musfah menegaskan sangat tidak setuju sanksi pidana terhadap pemalsuan ijazah dihapus. Apalagi pemalsuan ijazah tidak hanya menyangkut individu tapi merugikan publik dari sisi pembangunan sistem yaitu good governance dan good government.

Sementara itu, pengamat hukum dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Dr Ismail Rumadan, MH juga mengatakan, jika DPR menyetujui UU Ciptaker yang melegalkan tindak pidana pemalsuan ijazah maka bisa mendorong meningkatnya praktik pemalsuan ijazah. Hal ini tentu berakibat buruk terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Dampak buruknya lagi banyak pihak akan melakukan tindakan pemalsuan dokumen yang lain yang terkait dengan aspek legalitas.

Di negeri ini, masalah etika dan hukum dipisahkan, semisal yang tercantum dalam Omnibus Law di atas. Keduanya dianggap dua hal yang berbeda. Namun sering muncul sebuah pertanyaan, apakah etika yang melandasi hukum atau hukum yang melandasi etika. Apakah pelanggaran etika berimplikasi kepada pelanggaran hukum atau tidak ?. Lebih ironi lagi jika keduanya dipandang dalam sudut pandang politik kepentingan.

Hasilnya, keduanya menjadi obyek dari subyektivitas politik. Politik pragmatis dan transaksional seringkali justru tak beretika dan tidak berdasarkan hukum. Akibatnya hubungan antara etika, hukum dan politik tak lagi harmonis. Ketiganya menjadi abu-abu, bergantung kepada dominasi subyektivitas elit politik.

Substansi etika adalah nilai. Dasar etika adalah konsensus sosial dalam masyarakat tertentu yang berdasarkan nilai-nilai yang dijadikan sandaran. Karena itu etika berkorelasi juga dengan budaya masyarakat tertentu. Etika yang berlaku dalam komunitas masyarakat yang satu berbeda dengan masyarakat lainnya. Etika biasanya tidak tertulis. Itulah sebabnya pelanggaran etika biasanya berujung kepada sangsi sosial. Etika bersifat informal.

Sedangkan hukum adalah seperangkat aturan formal dan tertulis yang mengikat setiap individu dan masyarakat. Pelanggaran hukum berujung kepada sangsi hukum, baik pidana maupun perdata. Dasar hukum sebenarnya sama dengan dasar etika, yakni konsensus sosial. Bedanya, jika hukum adalah hasil konsensus elit politik, sementara etika adalah konsensus elit sosial masyarakat yang terbentuk secara turun temurun.

Namun demikian, antara etika dan hukum tetap memiliki kesamaan fundamental, bahwa keduanya adalah nilai yang didasarkan oleh konsensus sosial dalam memandang dan menimbang realitas, apakah baik atau buruk. Karena keduanya dibentuk oleh subyektivitas sosial, maka etika dan hukum akan berbeda dalam setiap negara dan masyarakat. Perbuatan memalsukan ijazah masuk kategori pelanggaran etika sekaligus hukum.

Sementara politik dalam konsensus kekinian adalah upaya untuk meraih kepentingan individu dan kelompok melalui kekuasaan. Meski secara normatif ada latar belakang ideologis dalam berpolitik, namun secara empirik praktek politik praktis lebih banyak dilatarbelakangi oleh kepentingan individu dan golongan yang kerap mengakibatkan dominasi orientasi pragmatisme dibanding ideologis. Hasilnya, terjadilah perebutan jabatan melalui praktek transaksional yang materialistic, bahkan penipuan dan pemalsuan.

Dalam kondisi inilah etika dan hukum menjadi tidak berlaku. Bahkan seringkali politik justru memperdaya etika dan hukum demi menjaga kepentingan politiknya.

Inilah akibatnya jika kehidupan berbangsa dan bernegara berpusat kepada manusia dan mengabaikan peran Tuhan. Etika, hukum dan politik dari manusia, oleh manusia dan untuk manusia telah mengakibatkan hilangnya sendi-sendi nilai tergerus oleh kepentingan dan hawa nafsu.       

Kehidupan bernegara dalam pandangan Islam merupakan upaya mengharmoniskan tiga kekuatan sekaligus yakni rakyat, penguasa dan Tuhan. Meski kepemimpinan negara adalah jabatan duniawi, namun amanah ini sangat berat. Seorang pemimpin dalam Islam harus mampu mengejawantahkan hukum-hukum Allah dalam mengatur rakyat yang dipimpinnya.

Karena itu istilah politik dalam Islam dimaknai sebagai upaya untuk mengurus seluruh urusan rakyat dengan timbangan hukum-hukum Allah. Sementara pemimpin sebagai ulil amri adalah orang yang diberi amanah untuk menjalankannya. Ulil amri bukan hanya bertanggungjawab di hadapan rakyat, melainkan harus juga bertanggungjawab di hadapan Allah.  

Dalam Islam, manusia terikat dengan hukum Allah. Dalam sistem sekuler, hukum terikat dengan manusia. Islam mengintegrasikan antara akhlak, hukum dan politik sebagai manifestasi keimanan kepada Allah, sementara sekulerisme memisahkan ketiganya. Politik Islam mengantarkan manusia kepada kebajikan dan kebahagiaan sempurna, sementara sekulerisme mengantarkan manusia kepada kerusakan dan kesengsaraan.

Politik Islam adalah manifestasi kehendak Tuhan, sementara sekulerisme adalah manifestasi kehendak manusia. Dan yang pasti Allah adalah maha mengetahui yang terbaik bagi makhluknya, sementara manusia untuk memahami diri sendiri saja seringkali tak mampu. Saatnya Indonesia lepas dari jeratan sekulerisme dalam memaknai etika, hukum dan politik demi kesejahteraan dan kebahagiaan hakiki. Islam adalah konsep yang jelas dan terang benderang, mengapa banyak yang justru takut ?

Cukuplah peringatan Allah berikut menjadi renungan untuk bangsa ini, rakyat dan para pemimpinnya, “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit (QS 20 :124). “Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan ( ayat-ayat kami ) itu sehingga Kami mmenyiksa mereka karena perbuatan yang mereka kerjakan”. ( QS 7 : 96)
                    
Dr. Ahmad Sastra 
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa 

(Ahmad Sastra, KotaHujan,15/10/22 : 14.12 WIB)
__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Rabu, 12 Oktober 2022

BABAK BARU IJAZAH PALSU JOKOWI, MASUK GUGATAN PENGADILAN SEBAGAI OBJEK PERKARA PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN PANGGILAN POLISI TERHADAP GUS NUR

Tinta Media - Adinda Ahmad Khozinudin beberapa hari yang lalu menghubungi, menerangkan Gus Nur melalui podcastnya meminta pertolongan kepada siapapun lawyer yang bisa menolong Bambang Tri. Ini terkait materi ijazah palsu Jokowi yang diangkat sebagai objek Mubahalah dibawah kitab Suci al Qur'an.

Bukan main-main, Bambang Tri siap menerima laknat dan azab Allah SWT jika apa yang ditulisnya di Buku Jokowi Undercover II bohong. Sebaliknya, siapapun yang menuduh Bambang Tri bohong soal Ijazah palsu maka harus siap menerima laknat dan azab Allah SWT. Termasuk Jokowi.

Saya tidak terlalu berkepentingan dengan materi Mubahalah Bambang Tri. Namun, terkait Ijazah Palsu Jokowi, hal ini jelas perkara besar, terkait eksistensi dan legalitas Jokowi sebagai Presiden Republik Indonesia periode 2019-2024.

Bukan hanya Bambang Tri, seluruh rakyat Indonesia sangat berkepentingan untuk memastikan jabatan Presiden diemban oleh orang yang berhak, yang memenuhi syarat. Atau dengan kata lain, kita semua berkepentingan memiliki Presiden yang sah, legal dan konstitusional dan memenuhi syarat.

Sebaliknya, seluruh rakyat Indonesia jelas tidak ingin memiliki Presiden yang tidak sah, ilegal dan inkonstitisional karena memiliki dan menyerahkan ijazah palsu dalam proses pencalonan. Mengingat, dalam ketentuan pasal 9 ayat (1) huruf r PER-KPU Nomor 22 Tahun 2018, syarat untuk menjadi Calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia secara tegas disebutkan :

“berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat”

Karena masalah ini sangat krusial, saya meminta kepada adinda Ahmad Khozinudin bersama tim agar segera menindaklanjuti permintaan Gus Nur. Dan Akhirnya, pada hari Selasa tanggal 03 Oktober 2022, persoalan ijazah palsu Jokowi ini sudah masuk sebagai materi Gugatan Perbuatan Melawan Hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Nomor Perkara :592/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.

Dengan demikian, masalah ijazah palsu Jokowi status quo menjadi materi pemeriksaan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Saya merasa hal ini penting untuk disampaikan kepada publik, agar perkara ijazah palsu ini diuji oleh lembaga pengadilan dan agar dapat dijadikan dasar untuk mengoreksi jabatan Presiden Jokowi yang baru akan berakhir tahun 2024.

Namun anehnya, semalam (03/10), tidak berselang lama setelah kami mendapatkan nomor perkara gugatan siangnya, Gus Nur menelpon dan mengirimkan Surat Panggilan dari Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri. *Tidak dijelaskan materi atau peristiwa apa yang dipersoalkan dalam Surat Panggilan Nomor : S.Pgl/231/X/2022/Ditsiber.*

Dalam surat panggilan hanya disebut agar hadir sebagai saksi, pada kamis 06 Oktober 2022, sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana berdasarkan pasal 14 dan 15 UU No 1 tahun 1946, pasal 28 ayat (2) UU ITE, dan pasal 156a KUHP.

Saya tidak dapat memastikan atas dasar apa Gus Nur dipanggil. Gus Nur juga tidak mendapatkan penjelasan, baik dari surat panggilan maupun penyidik yang datang. Hanya, penyidik sempat masuk studio Gus Nur dan mengambil foto.

Namun, saya ingin tegaskan jika panggilan Bareskrim Mabes Polri dilakukan sehubungan dengan materi podcast Gus Nur yang mengangkat tema Ijazah palsu Jokowi dalam Mubahalah Bambang Tri, saya ingatkan kepada semua pihak termasuk Bareskrim Mabes Polri bahwa masalah Ijazah Palsu Jokowi telah menjadi objek perkara sebagai materi Gugatan Perbuatan Melawan Hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Nomor Perkara :592/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. Sehingga, saya himbau kepada seluruh pihak agar menghormati proses di pengadilan dan menunggu putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap.

Saya kira, tulisan ini cukup sebagai pengantar, perlu juga disadari oleh Presiden Jokowi khususnya dan para pendukungnya juga Buzer2 nya bahwa masuknya perkara ijasah palsu ini ke pengadilan merupakan daya tolong tersendiri , karena sudah teruji secara legalitas misalnya ijasah nya Jokowi TIDAK PALSU , kan ini sangat bagus buat Presiden Jokowi , jadi kenapa harus KETAKUTAN atau PANIK ??? Sementara pernyataan hukum lengkap terkait gugatan Ijazah Palsu Jokowi, akan disampakan bersama Tim dalam siaran pers, pada hari Rabu, tanggal 04 Oktober 2022, pukul 19.30 WIB.[].

Oleh: Prof. Dr. Eggi Sudjana, S.H., M.Si.
Ketua Tim Advokasi Bambang Tri Mulyono (Penulis Buku Jokowi Undercover)

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab