PUTUSAN BANDING GUS NUR SOAL TIDAK ADANYA KABAR BOHONG IJAZAH PALSU SEBAGAI DASAR PEMAKZULAN PRESIDEN JOKOWI
Tinta Media - Salah satu hal yang penting untuk diketahui publik dari putusan Banding Gus Nur Nomor: 271/PID.SUS/2023/PT SMG adalah hilangnya unsur kabar bohong terkait ijazah palsu Jokowi. Majelis hakim Pengadilan Tinggi Semarang tidak lagi menggunakan Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana terkait kabar bohong yang menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, yang sebelumnya dijadikan dasar memvonis Gus Nur dengan pidana 6 (enam) tahun penjara.
Selain menurunkan pidana penjara menjadi 4 (empat) tahun penjara, Hakim Pengadilan Tinggi Semarang menganulir ketentuan pasal 14 ayat 1 UU No 1/1946 dan menggunakan ketentuan pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) UU No 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU No 11 tahun 2008 tentang ITE, terkait menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan berdasarkan SARA.
Itu artinya, ijazah palsu Jokowi bukan kabar bohong. Itu artinya, Jokowi benar-benar berijazah palsu. Hakim pengadilan tinggi Semarang mengoreksi keputusan Hakim Pengadilan Negeri Surakarta yang sebelumnya memvonis Gus Nur mengedarkan kabar bohong yang menerbitkan keonaran dikalangan rakyat karena menyebarkan berita atau kabar ijazah palsu Jokowi melalui Mubahalah terhadap Bambang Tri.
Kesimpulan ini sejalan dengan materi memori banding yang kami ajukan, dimana kami berkesimpulan Gus Nur tidak menyebarkan kabar bohong ijazah palsu. Sebab, bukti ijazah aslinya tidak pernah ada dalam fakta persidangan.
Karena itu, selain soal cawe-cawe Jokowi, pencopetan partai Demokrat, Penjegalan Anies Baswedan, penyalahgunaan alat negara untuk kepentingan strategi Pilpres, pemecatan hakim MK, maka kasus ijazah palsu Jokowi ini juga bisa menjadi dasar pengguliran hak angket, berujung hak menyatakan pendapat (HMP) hingga pemakzulan Jokowi dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia.
Memang benar, ada yang pesimis terhadap DPR apakah berani menggunakan hak dan kewenangan yang diberikan konstitusi untuk menggulirkan hak angket. Hanya saja, jika DPR menutup pintu aspirasi ini bisa saja rakyat mencari atau menyalurkan aspirasinya melalui jalan lain.
Tema perayaan Hari Ulang Tahun Mega Bintang 'Rakyat Bertanya Kapan People Power?' menjadi tidak lagi perlu mendapatkan jawaban, melainkan boleh jadi tinggal diaktualisasikan. Adapun waktunya, tinggal menunggu momentum yang tepat.
Ada yang bilang, jangan menunggu tapi ciptakan momentum. Nah, penulis rasa momentum itu sudah dihadirkan oleh Hakim Pengadilan Tinggi Semarang melalui putusan Gus Nur. Sebuah putusan yang mengkonfirmasi ijazah palsu Jokowi benar adanya, bukan kabar bohong, sebagaimana fakta persidangan ijazah aslinya tidak pernah ada.
Mungkin saja, Hakim Pengadilan Tinggi Semarang ingin membantu rakyat namun tidak secara langsung dan eksplisit. Melalui putusan ini, hakim sebenarnya dapat kita pahami telah membantu membuat terang perkara, bahwa Mubahalah ijazah palsu Jokowi bukanlah kabar bohong yang menerbitkan keonaran.
Mengenai hal ini menimbulkan kebencian dan permusuhan, tentu saja orang yang berdusta dan dibongkar kedutaannya terkait ijazah palsu pasti akan benci dan memusuhi. Tapi menimbulkan kebencian dan permusuhan kepada pelaku pendusta ijazah palsu jelas bukanlah suatu tindak kejahatan.
Melalui Mubahalahnya Gus Nur telah membongkar kedutaan ijazah palsu. Gus Nur telah menjadi martir dalam perkara ini, tinggal rakyat mengambil sikap apakah akan tetap diam meskipun putusan pengadilan telah menyatakan soal ijazah palsu Jokowi bukanlah kabar bohong yang menerbitkan keonaran dikalangan rakyat. [].
Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Kuasa Hukum Gus Nur