Tinta Media: Ibu
Tampilkan postingan dengan label Ibu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ibu. Tampilkan semua postingan

Rabu, 26 Juni 2024

Fitrah Ibu Terkikis dalam Sistem Kapitalis

Tinta Media - Sejahat-jahatnya harimau tak akan memakan anaknya sendiri. Peribahasa tersebut artinya, betapa pun jahatnya orang tua kandung, mereka tidak akan tega mencelakai anaknya sendiri.

Itulah alamiahnya orang tua pasti menyayangi anak-anaknya. Apalagi seorang Ibu. Dia telah mengorbankan segalanya termasuk nyawa untuk anaknya. Dia mengandung berbulan-bulan dalam kelemahan, menyusui bertahun-tahun, dan merawat hingga besar sampai mandiri.

Dengan pengorbanan luar biasa tersebut, seorang Ibu tak akan rela anaknya tersakiti meskipun hanya sekadar omelan dari ayahnya sendiri. Akan tetapi, di era Sistem Kapitalis saat ini semua itu seolah hanya fatamorgana. Saat ini justru banyak Ibu yang tega menyakiti buah hatinya sendiri, bahkan mengorbankan masa depan anaknya.

Baru-baru ini saja, telah terjadi dua kasus Ibu yang mencabuli anaknya. Bahkan, tindakan bejat tersebut direkam, karena iming-iming uang. Awalnya, seorang Ibu muda berinisial R (22) di Tangerang Selatan, Banten, dilaporkan melecehkan anak kandungnya sendiri yang berusia 4 tahun. Kejadian serupa kembali terjadi. Kali ini, korban pun putranya sendiri yang berusia 10 tahun. Pelakunya adalah seorang Ibu berinisial AK (26) yang telah ditangkap polisi di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. (detiknews, 09/06/24)

Cermin Kegagalan Sistem Kapitalis

Peristiwa-peristiwa tersebut mencerminkan gagalnya Sistem Kapitalis dari berbagai bidang. Kapitalis gagal mewujudkan sistem pendidikan yang mampu melahirkan manusia-manusia berkepribadian Islam yang berorientasi pada rido Allah. Tak ayal, mereka hanya berorientasi pada kepuasan materi, sehingga mengabaikan baik dan buruk. Bahkan, seorang Ibu harus menggadaikan fitrahnya demi uang. Dalam pendidikan Kapitalis, perempuan tidak siap untuk mengemban amanah mulia sebagai seorang Ibu, yakni menjadi pendidik, pengurus, dan pelindung bagi anak-anaknya.

Kemudian dari sistem ekonomi Kapitalis juga menjadikan negara tak mampu mewujudkan kesejahteraan individu rakyat, sehingga mereka melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhannya meskipun caranya melanggar hukum. Bahkan, seorang Ibu yang sejatinya sebagai pengurus rumah dan keluarganya harus ikut mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan yang kian tinggi meskipun dengan cara maksiat. Sungguh, fitrah seorang Ibu telah terkikis dalam sistem Kapitalis.

Islam Menjaga Fitrah Ibu

Paradigma Kapitalis sangat bertentangan dengan paradigma Islam. Dalam Islam, pemimpin negara (Khalifah) menjalankan tugasnya sebagai pemimpin dengan landasan iman. Khalifah memahami bahwa kepemimpinannya kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Subhanahu Wata'ala. Oleh karena itu, seorang Khalifah akan terikat dengan hukum syariat Islam setiap perbuatan dan kebijakannya.

Khalifah akan menerapkan Sistem Pendidikan Islam berbasis akidah Islam, sehingga akan melahirkan manusia-manusia yang berkepribadian Islam, yakni yang terikat dengan syariat Islam dalam setiap perbuatannya. Dengan begitu, mereka akan berperan sesuai dengan fitrahnya yang telah Allah tetapkan.

Seorang Ibu yang terjaga fitrahnya akan menjadi madrasah ula dan pelindung bagi anak-anaknya. Dia akan mempertimbangkan halal haram dalam perbuatannya, sehingga tidak akan mencelakai anaknya sendiri apalagi dengan perbuatan maksiat. Sungguh, pendidikan Islam akan mewujudkan keimanan individu dan kolektif.

Khalifah juga menerapkan sistem ekonomi Islam yang sempurna dan telah terbukti selama sekitar 14 abad mampu mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya sampai tataran individu. Dengan begitu, seorang Ibu tidak akan terpaksa bekerja hingga meninggalkan anak-anaknya dan mengabaikan tugas utamanya. Kalaupun jika seorang Ibu bekerja, maka hukumnya boleh dengan catatan tidak mengabaikan tugas utamanya sebagai seorang Ibu, dan itu bukan karena terpaksa.

Kemudian Khalifah akan menjamin keamanan baik di dunia nyata maupun maya dengan berbagai mekanisme. Di dunia maya, bahkan Khalifah tidak akan segan menutup situs yang mengganggu keamanan apalagi akidah umat. Khalifah tidak akan membiarkan sedikit pun celah terbuka bagi masuknya unsur perusak baik bagi pemikiran maupun perbuatan rakyatnya.

Begitulah seperangkat aturan Islam yang lengkap dan sempurna dari Allah Sang Pencipta akan memberikan keberkahan ketika diterapkan. Keimanan individu akan terwujud, kontrol masyarakat kuat, dan peran negara optimal. Sungguh, hanya dengan Islam kesejahteraan individu rakyat tercapai, keamanan terwujud, dan fitrah seorang Ibu pun terjaga. Wallahu a'lam.

Oleh: Wida Nusaibah, Pemerhati Masalah Sosial

Kamis, 20 Juni 2024

Islam Menjaga Fitrah Keibuan

Tinta Media - Beberapa pekan lalu masyarakat dibuat gempar dengan kemunculan video vulgar yang sengaja direkam dan dilakukan oleh ibu kandung kepada anaknya. Sejauh ini, total ada dua ibu yang ditetapkan sebagai tersangka dengan lokasi dan video berbeda karena kasus tersebut. mereka berinisial AK(26 tahun) yang tega mencabuli putra kandungnya yang masih berusia 10 tahun di Kabupaten Bekasi, Jawa barat. Dan R(22 tahun) di Tangerang Selatan, Banten, yang dilaporkan karena melakukan pelecehan terhadap anak kandungnya sendiri yang berusia 4 tahun. Kepada polisi mereka mengaku nekat melakukan hal itu karena terperdaya oleh iming- iming diberikan uang dalam jumlah besar.

 

Deputi bidang perlindungan hak perempuan Kemen PPPA, Ratna Susianawati, menyampaikan pihaknya turut prihatin atas apa yang terjadi. Ia menyampaikan sejatinya seorang ibu adalah pihak yang berperan sebagai pelindung dan dapat memberi rasa aman kepada anaknya. Namun melihat fenomena ini, ternyata ibu tidak dapat melindungi anaknya bahkan menjadi sosok yang dapat menimbulkan trauma pada anak karena perilakunya. (detiknews Minggu9/6/2924)

 

Peristiwa ini mencerminkan gagalnya sistem pendidikan yang diusung negara kapitalis dalam mencetak individu yang berkepribadian Islam dan siap mengemban tugas sebagai seorang ibu. Disisi lain, negara dalam sistem kapitalisme juga telah nyata gagal dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Sehingga kini banyak orang dengan mudah berbuat maksiat hanya untuk meraih pundi-pundi materi. Bahkan rusaknya sistem ini mampu membuat seorang ibu kehilangan kehormatannya dan tergoda melakukan maksiat demi sejumlah uang. Pendidikan keluarga yang berbasis kapitalisme dengan sekularisme sebagai landasan, membuat ibu tercerabut dari fitrahnya. Akibat tidak adanya iman dan takwa, akhirnya uang menjadi pilihan menggiurkan tidak peduli walau harus bertindak bejat.

Lain halnya dengan negara dalam sistem Islam, negara menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Sehingga tujuan utama dari pendidikan itu adalah tercetaknya individu yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT dan mampu bermanfaat bagi sesama. Salah satu output dari pendidikan Islam adalah lahirnya para orang tua yang  siap dan sanggup menjalankan amanahnya dalam merawat dan mendidik anak-anak serta menjaga mereka hingga dewasa.

Negara dalam sistem Islam akan mampu menjamin kesejahteraan masyarakat karena implementasi hukum Islam dalam sistem ekonominya. Selain itu, masyarakat akan mampu mencukupi kebutuhan asasiahnya karena negara memberikan penjaminan pemenuhan kebutuhan masyarakat baik dengan mekanisme langsung berupa jalur penafkahan ataupun tidak langsung berupa santunan yang diberikan oleh negara. Dengan jaminan ini, para ibu akan lebih fokus dalam menjalankan tugasnya mendidik serta mengasuh anak- anak mereka karena tidak disibukkan mencari nafkah. Negara juga akan mengatur media massa sedemikian rupa sehingga konten dan berita yang tersedia di tengah masyarakat adalah sesuatu yang dapat menumbuhkan serta menguatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah bukan sebaliknya.

Dalam segi sanksi dan peradilan, negara dalam Islam akan menjatuhkan sanksi sesuai dengan syariat Islam terhadap para pelaku yang melakukan kemaksiatan dan kejahatan. Hukum syarak yang diberlakukan negara akan menimbulkan efek jawabir yaitu menebus dosa bagi pelaku dan jawazir pencegahan bagi individu yang lain melakukan kemaksiatan serupa. Hanya dengan penerapan syariat Islam secara kaffah para ibu terjaga dalam fitrahnya.

Wallahu'alam bishawab.

Oleh : Ai Ummu Putri, Sahabat Tinta Media 

Ibu, Masih Adakah Kasih Sayangmu?

Tinta Media - Kehidupan kapitalistik liberal telah menggerus fitrah ibu yang penuh kasih sayang menjadi predator menakutkan. Buah hati yang harusnya mendapat belaian  justru menjadi  korban pemukulan, penghinaan, penelantaran, pembunuhan, hingga pelecehan.

Kasus ibu melecehkan buah hati karena tergiur materi amat mengerikan. Seorang ibu inisial R (22) jadi korban akun FB Icha Shakila sekaligus tersangka kasus dugaan pelecehan seksual terhadap anak kandungnya, R (5). Ibu asal Tangerang Selatan, Banten ini dijanjikan dibayar Rp15 juta untuk konten bernuansa asusila.

Korban lainnya berinisial AK (26), ibu asal Bogor, Jawa Barat. Ia ditangkap atas dugaan pencabulan terhadap anak kandungnya. (Cnnindonesia.com, 8/6/2024).

Sistem ini menjauhkan agama dari kehidupan, membuat ibu tega merendahkan diri serta menghinakan anaknya. Sejatinya, ibu adalah madrasah/tempat belajar anak bersikap sopan santun, menghargai orang lain, punya rasa empati, suka menolong, menyayangi, dan lainnya. Namun, dalam kasus ini, ibulah yang merusak masa depannya. Sungguh pilu nasib generasi di tangan ibu yang terpapar kapitalistik liberal ini.

Ibu, sadarlah bahwa surga ada di bawah kakimu. Jasamu yang besar dari mengandung, melahirkan, menyusui, merawat, dan membesarkan adalah harga yang tidak bisa dibeli dengan berlian sekalipun.

Sungguh beruntung ibu yang menyadari sekaligus menjalankannya dengan amanah, mencetak generasi hebat yang bermanfaat di dunia,  terhormat, apalagi kelak di akhirat akan menggandengnya ke surga.

Namun, sekali lagi sistem ini menjadi sumber masalah.  Sulitnya memenuhi keperluan sehari-hari akibat harga berbagai kebutuhan melonjak, tidak paham peran sebagai ibu, suami tidak perhatian karena minimnya ilmu, lingkungan yang tidak mendukung, pekerjaan harian yang tidak ada habisnya, dan persoalan lainnya telah mengikis sifat kasih sayang ibu.

Diperparah lagi, ibu dan anak menjadi  korban dari abainya negara dalam melayani kebutuhan rakyat. Rakyat memikirkan kebutuhannya sendiri di tengah sulitnya persaingan hidup. Hal ini menjadikan perangai dan hati ibu keras, tidak ada lagi kasih sayang. Akibatnya, timbul malapetaka terhadap buat buah hatinya. 

Islam Membuat Ibu Mulia dan Generasi Bermanfaat.

Di sisi lain, ketika Islam dijadikan sistem yang mengatur kehidupan, tercatat dengan tinta emas ada ibu hebat yang mencetak pemimpin kelas dunia.

Muhammad Al Fatih, penakluk Konstantinopel, pemimpin fenomenal yang menginspirasi banyak pemimpin hari ini dalam mewujudkan tujuannya. Di balik ketangguhannya, ada ibu yang penuh kasih sayang mengarahkan dan membimbing dengan kesabarannya.  Ditanamkannya cita-cita besar pada Al-Fatih bahwa ia adalah calon penakluk Konstantinopel yang dijanjikan Rasulullah saw.

Ibu yang bervisi besar ini ingin anaknya bisa mewujudkan kabar gembira Rasulullah saw. bahwa sebaik-baik pemimpin dan pasukannya adalah yang menaklukkan Konstantinopel.

Dari sistem Islam, lahir ibu mulia yang bisa memenuhi kasih sayang  anak. Kehidupan berjalan dengan baik sehingga tumbuhlah generasi bermartabat serta bermanfaat buat umat.

Sebaliknya, dalam sistem kapitalistik liberal, ibu dan anak hidup terhina dan sengsara.

Allahu a’lam.

Oleh: Umi Hanifah, Sahabat Tinta Media

Fitrah Ibu Musnah Hanya demi Rupiah

Tinta Media - Fitrah seorang ibu saat ini sudah benar-benar musnah. Seorang ibu seharusnya menjadi pelindung dan contoh atau teladan bagi anak-anaknya. Ibu akan melakukan apa pun untuk melindungi buah hatinya dari berbagai ancaman. Bahkan, dalam pandangan Islam, ibu adalah sosok yang sangat dimuliakan. Ini karena ibu adalah madrasatul uulaa atau madrasah pertama bagi anak-anak dan sebagai ummun wa rabbatun bait atau pengatur rumah tangga.

Akan tetapi, kini fitrah itu sudah musnah. Seorang ibu tega melakukan pelecehan seksual terhadap anaknya yang masih di bawah umur. AK (26 tahun), wanita asal Bekasi ini telah melakukan perbuatan tidak senonoh terhadap anak kandungnya sendiri. Ia mengirimkan video persetubuhannya dengan anak lelakinya yang baru berusia10 tahun ke akun Facebook Icha Shakila hanya karena iming-iming cuan (Metro.tempo.co 8/6/2024).

Hal serupa juga dilakukan oleh ibu muda berinisial R (22 tahun) di Tangerang Selatan Banten. Ia membuat video porno perbuatannya mencabuli anak kandungnya sendiri yang masih balita. Perbuatan bejatnya itu diunggah di media sosial X (news.detik.com 9/6/2024).

Sungguh perbuatan yang sangat keji karena ternyata mereka melakukannya hanya karena cuan. Hal ini membuktikan bahwa sistem pendidikan yang berbasis sekularisme sudah berhasil memusnahkan fitrah seorang ibu.

Dengan memisahkan agama dari kehidupan, maka seorang ibu tidak lagi mengambil pedoman Al-Qur'an dan as Sunnah dalam perbuatannya, tetapi hanya berlandaskan hawa nafsu dan materi saja.

Kapitalisme Sekularisme Penyebab Musnahnya Fitrah Ibu

Sistem kapitalisme, sekularisme, dan liberalisme hanya melahirkan ibu-ibu yang lemah iman, berkepribadian bebas, semaunya, dan tidak amanah dalam mengemban tugas sebagai ibu. Mereka dijauhkan dari rasa takut akan dosa dan tidak peduli akan halal dan haram. Sungguh, sistem ini hanya mengagungkan materi dan kebebasan.

Sistem ekonomi kapitalis juga membuat impitan ekonomi semakin berat, sehingga perempuan atau seorang ibu sebagai pengatur keuangan rumah tangga akan terimbas langsung dan dengan mudahnya tergoda melakukan perbuatan maksiat hanya karena uang.

Faktor lain yang mengakibatkan musnahnya fitrah seorang ibu adalah gagalnya negara dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Negara tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup bagi para pencari nafkah, yaitu suami, hingga istri harus ikut memikirkan ekonomi keluarga.

Perempuan terpaksa meninggalkan tugas utamanya sebagai ibu. Jadi, dapat disimpulkan bahwa musnahnya fitrah keibuan ini adalah karena penerapan sistem ekonomi kapitalis sekularisme dan liberalisme.

Islam Mengembalikan Fitrah Ibu

Islam sangat berbeda dengan sistem kapitalisme sekularisme. Dalam Islam, ibu mempunyai kedudukan yang sangat terhormat, yaitu sebagai madrasah yang pertama dan yang  mengatur rumah tangganya.

Sementara, laki-laki fitrahnya sebagai pelindung, penjaga yang akan mencukupi kebutuhan keluarganya. Sedangkan negara memiliki peran sebagai junnah (perisai) yang akan melindungi perempuan dari berbagai kesulitan, termasuk masalah ekonomi.

Jadi, jelas sekali bahwa dalam Islam, penguasa atau negaralah yang akan menjaga peran laki-laki dan perempuan, yaitu dengan menjamin penyediaan nafkah bagi perempuan sehingga mereka tidak akan ikut memikirkan ekonomi keluarga dan ikut mencari nafkah. Para perempuan hanya akan fokus pada tugas utamanya masing-masing. Ibu berperan sebagai pendidik anak-anak dan pengatur rumah tangganya, sedang ayah sebagai penjaga dan pencari nafkah.

Islam di bawah Khilafah akan mendukung dan mengembalikan fitrah ibu, yaitu merawat dan membesarkan anak-anak serta menjaga rumah mereka.

Khilafah juga akan menjamin keamanan finansial bagi perempuan dan memastikan bahwa mereka tidak akan dibiarkan mengurus diri dan anak-anak mereka sendiri.

Sungguh, hanya Islam dan Khilafahlah yang memiliki pandangan yang tak tertandingi tentang pentingnya peran keibuan, dan akan mengembalikan ibu pada fitrahnya.

Hanya Islam dan Khilafahlah yang menerapkan Al-Qur'an dan Sunnah secara komprehensif, mengembalikan status besar yang dimiliki ibu dan mengembalikan pada fitrahnya.

Dengan penerapan syariat kaffah dalam naungan khilafah islamiyah, kaum ibu akan sehat jiwa dan raganya sehingga mampu menyayangi anak-anak, mengasuh, serta mendidiknya dengan baik dan mencetak generasi yang handal.

Oleh: Rini Rahayu, Aktivis Dakwah, Pemerhati Masalah Sosial Ekonomi

Minggu, 16 Juni 2024

Pelecehan terhadap Anak, Siapa yang Salah?

Tinta Media - Kasus pelecehan yang dilakukan oleh seorang ibu kepada anak kandungnya baru-baru ini sedang viral. Seperti yang dikutip oleh Detiknews.com, motifnya adalah masalah ekonomi. Bukan hanya satu kasus, kepolisian sudah mengungkap kasus lain dengan motif yang sama.

Keduanya dijanjikan sejumlah uang agar membuat video asusila dengan anak kandungnya yang notabene masih anak-anak. Menurut pengakuan sang ibu, dia dipaksa dan diancam oleh pemilik salah satu akun facebook agar membuat video intim bersama anak kandungnya.

Kasus ini sudah ditangani pihak terkait. Selain pihak kepolisian, kasus ini juga menjadi sorotan Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan  Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Pihak KPAI mengaku prihatin atas maraknya kasus pelecehan orang tua terhadap anaknya. Kejahatan cyber yang menjadikan anak sebagai korban kerap terulang dan tidak menutup kemungkinan masih banyak kasus di luar sana yang masih belum terungkap. Kejahatan ini dilakukan oleh sindikat eksploitasi anak yang terorganisir dan tersistem sehingga bisa menjalankan misinya dengan mudah.

Sudah seharusnya lembaga tertinggi yang bernama negara bisa menyelesaikan kasus ini melalui regulasi-regulasi yang ada. Kementerian komunikasi dan informasi bisa membuat tindakan pencegahan agar video-video pornografi tidak lagi bisa diakses.

Namun, fakta yang terjadi menunjukkan bahwa kasus ini terus saja terulang. Dari kasus ini bisa kita lihat bahwa negara belum mampu melindungi rakyat. Regulasi hukum tidak tegas dan tidak membuat jera para pelaku.

Di satu sisi, negara belum bisa menyejahterakan rakyat dalam hal ekonomi. Dengan ekonomi yang semakin sulit, umat rela melakukan segala hal untuk memenuhi kebutuhannya. Seorang ibu bahkan tergoda untuk melakukan maksiat demi sejumlah uang. Seorang ibu yang seharusnya menjadi pelindung utama anak-anaknya justru menjerumuskan mereka.

Inilah hasil sistem yang salah. Sistem sekelurisme yang menjauhkan agama dari kehidupan, menciptakan individu-individu yang jauh dari kepribadian Islam.

Ini berbeda ketika sistem Islam diterapkan. Dalam sistem Islam, negara wajib menjamin kesejahteraan umat sehingga umat tidak hanya disibukkan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Para ibu bisa fokus menjalankan kewajibannya sebagai ummun warabbaatul bait yang  akan melindungi dan mendidik anak-anaknya sesuai dengan ajaran Islam.

Islam memiliki sistem pendidikan yang handal yang menyiapkan manusia berperan sesuai fitrahnya. Pendidikan dalam keluarga pun berlandaskan pada ketakwaan. Sehingga, mudah dalam Islam untuk membentuk individu yang bertakwa dan berkepribadian Islam.

Oleh: Deasy Yuliandasari, S.E., Sahabat Tinta Media

Kapitalisme Menggerus Fitrah Ibu

Tinta Media - Baru-baru ini viral sebuah kasus pencabulan anak yang dilakukan oleh ibu kandungnya sendiri. Setidaknya, telah ada dua kasus yang sama di tempat yang berbeda terjadi dalam sepekan terakhir. Desakan kebutuhan ekonomilah yang mendorong para ibu tersebut melakukan tindak asusila terhadap anak mereka. (CNN 08/06/2024)

Mereka nekat melakukan hal tersebut karena mendapat iming-iming dari salah satu teman di akun sosial media, Facebook. Berdasarkan hasil penyidikan, pelaku menawarkan pekerjaan dengan iming-iming gaji yang besar kepada target, kemudian target diminta foto dengan memegang KTP. Selanjutnya, pelaku kejahatan meminta korban untuk berfoto tanpa busana dengan imbalan uang dengan nominal besar.

Ketika perintah tersebut dituruti, pelaku kejahatan akan meminta lebih, yaitu melakukan hubungan intim sembari direkam dalam video. Apabila target menolak, maka pelaku kejahatan akan mengancam dengan menyebarkan foto tanpa busana sebelumnya. (Liputan6, 09/06/2024)

Adanya peristiwa ini seakan mencerminkan gagalnya sistem pendidikan hari ini dalam mencetak individu yang beriman dan berkepribadian Islam. Mereka rela menabrak segala garis halal/haram hanya untuk mengedepankan duniawi. Tidak heran, segala bentuk pelanggaran syariat merajalela dan sangat mudah ditemukan.

Ini merupakan tamparan keras bagi kita semua, terutama para wanita yang kelak mengemban amanah menjadi ibu. Tentunya, peran menjadi ibu memerlukan bekal ilmu yang sangat banyak, mulai dari agama sampai dari sisi life skill. Kejahilan seorang ibu akan membawa pengaruh buruk bagi generasi selanjutnya.

Fakta-fakta yang terjadi seperti ini sungguh menyayat hati, seolah fitrah ibu yang penuh kasih sayang, lemah lembut nan sabar hilang tergerus oleh sistem sekuler yang begitu jahat. Dalam sistem sekuler (pemisahan agama dari kehidupan) ini, hukum-hukum Allah tidak lagi menjadi prioritas perbuatan, sehingga para perempuan terjebak dalam perilaku kebebasan tanpa batas, tidak ada rasa malu ataupun takut. Aktivitas perzinaan di anggap hal biasa, membunuh dianggap perbuatan sepele, dan lain sebagainya.

Di sisi lain, peristiwa ini juga menunjukkan lemahnya negara dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Sering kali 'sejumlah uang' menjadi faktor utama tindak kriminal, termasuk dalam kasus ini.

Kondisi hari ini menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat kita jauh dari kata sejahtera. Harga bahan pokok yang melangit ditambah tingginya biaya pendidikan dan kesehatan membuat masyarakat mau tidak mau harus berupaya mengumpulkan sebanyak-banyaknya uang demi melangsungkan kehidupan. Beban ekonomi yang berat inilah yang menyebabkan fitrah ibu terberangus dalam arus kerusakan liberalisme sekularisme.

Berbeda halnya dengan Islam. Islam memiliki sistem pendidikan yang sistematis dan sempurna. Kurikulum pendidikan dibangun dengan asas akidah Islam. Strategi pendidikan adalah untuk membentuk aqliyah dan nafsiyah Islam. Tujuan dalam pendidikan yaitu membentuk kepribadian Islam.

Pendidikan merupakan suatu wadah yang digunakan untuk memperkenalkan, menanamkan, dan mengembangkan karakter pada anak untuk dapat lebih mengenal fitrahnya. Sebab, pembentukan perilaku seseorang sesuai dengan apa yang telah ia dapatkan. Maka, di sini peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam menyiapkan manusia-manusia yang siap berperan sesuai fitrahnya masing-masing.

Sebuah keluarga merupakan sekolah pertama dalam hal agama dan moral. Keluarga memiliki kontribusi yang sangat besar dalam mencetak generasi, terutama ibu, sosok yang paling dekat dengan anak. Ibulah pemegang kendali penuh dalam pola asuh dan pendidikan anak. Sehingga, sangat dibutuhkan para ibu yang bertakwa dan teredukasi Islam di setiap rumah anak muslim.

Sistem ekonomi dalam Islam juga jauh berbeda dengan sistem ekonomi kapitalisme. Kesejahteraan seluruh elemen masyarakat adalah satu hal yang selalu dan terus diupayakan. Allah telah memerintahkan para pemimpin kaum muslim untuk mengelola harta umat dengan amanah dan penuh tanggung jawab. Syariat Islam juga telah mencegah harta beredar di kalangan orang kaya saja sehingga tidak terjadi kesenjangan sosial di kalangan masyarakat.

Begitulah gambaran sederhana saat Islam diterapkan dalam lini kehidupan. Individu bertakwa lahir dari keluarga bertakwa. Disertai kontrol masyarakat yang tercipta kehidupan amar ma'ruf nahi mungkar, membuat kemaksiatan akan selalu mendapat teguran. Dengan pengelolaan harta umat yang bijaksana, maka seluruh keluarga dalam darul Islam akan sejahtera. Tidak akan ada kasus kriminal yang terpaksa harus dilakukan karena alasan terimpit ekonomi. Wallahu a'lam bishawaab.

Oleh: Nabilah Rohadatul 'Aisy, Sahabat Tinta Media

Kamis, 14 Maret 2024

Anak Malam Bukan Ibu Tak Sayang


Tinta Media - Jemarimu yang lembut kecil
Tiada henti-hentinya kupegang 
Tubuhmu yang dulu mungil
Terus dibuai sampai tubuh berkembang

Tiada kata yang tepat untuk melukiskan kebahagiaan
Hanyalah ucapan syukur selalu dipanjatkan
Menjelang dewasa, mengapa begitu banyak terdapat perubahan
Mula-mula menggerus kebersamaan 

Waktunya habis lupa kasih sayang
Mungkin juga lupa apa yang telah ibunya sampaikan
Curahan cinta kasih ibu tak terbilang
Anaknya malang ibulah yang disalahkan

Mungkinkah ini buah dari salah pengasuhan 
Didukung minimnya pemahaman
Meskipun tahu ini kewajiban
Sering kali air mata mengalir penuh keputusasaan

Dongeng sebelum tidur yang dulu selalu di nyanyikan
Diiringi belaian, bukan menjadi kenangan
Tetapi menambah perihnya luka yang engkau goreskan
Anak malam bukan ibu tak sayang

Palembang 7 Maret 2024

Oleh: Yeni Aryani

Minggu, 03 Maret 2024

Ibu, 100 Tahun Tanpamu

Tinta Media - Ibu,
Dulu kami bersama,
Hidup berdampingan dengan bahagia
Dulu kami aman dan nyaman, Bersatu padu di bawah perlindunganmu

Namun, 
Tepat 100 tahun yang lalu
Semua hilang tak bersisa
Semua lenyap ditelan angkara
Sungguh,
Konspirasi jahat telah membuatmu musnah

Di depan mata kami
Mereka menghujamkan pisau bermata dua
Tepat di pusat jantungmu
Melalui tangan penghianat laknatullah
Yang mengaku sebagai saudara

Ibu,
Dialah yang melakukan tipu daya
Hingga kami percaya
Hingga kami turut bersama-sama 
Memperdalam tikaman dengan kejam
Hingga engkau diam tak bergerak

Ibu,
Kami terbelalak
Kami terpanah
Baru sadar, tangan-tangan kami turut berlumuran darah 
Bukan sebagai suhada
Tetapi sebagai orang yang kalah

Ibu,
Di depan mata kami
Jasadmu dikubur paksa
Padahal, masih ada napasmu yang tersisa
Hingga satu-persatu putramu
Meninggalkan dan melupakanmu
Seolah engkau tak pernah ada

Kini,
Tepat 100 tahun tanpamu
Kami lapar
Kami terlantar
Kami teraniaya
Kami dibantai
Kami diperbudak
Kami diberangus

Kapada siapa kami mengadu?
Kepada siapa kami bersedu?

Anjing-anjing itu
Mereka tidak pernah puas
Mereka tidak pernah kenyang
Mereka selalu lapar
Mereka selalu rakus
Memperebutkan kami sebagai makanan

Ibu,
Kini kami sadar
Betapa berartinya dirimu
Betapa kami merindukanmu
Betapa kami membutuhkanmu

Janji ini terpatri dalam sanubari
Menancap kuat tak tergoyahkan
Dengan pertolongan Allah
Kami akan berjuang
Mengganti organ-organ rusak
Yang membuat engkau tertidur panjang
Hingga kembali tegak bak mercusuar

Bangunlah, Ibu!
Tepat di 100 tahun tanpamu 
Saatnya engkau bangkit
Saatnya engkau berdiri tegak
Sebagaimana bisyarah Rasul

ثُمَّ تَكُوْنُ خِلآفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ 

Yang akan menjadi perisai
Bagi anak-anakmu
Di seluruh dunia

Sidoarjo, 3 Maret 2024

Oleh: Ida Royanti
Tim Editor Tinta Media

Sabtu, 10 Februari 2024

Tingginya Beban Hidup, Fitrah Ibu Meredup



Tinta Media - Rohwana alias Wana (38 tahun), seorang ibu di Kabupaten Belitung, Bangka Belitung, ditangkap polisi karena terlibat pembunuhan. 

Perempuan yang kesehariannya bekerja sebagai buruh itu membunuh bayinya sendiri dengan cara menenggelamkan ke ember berisi air setelah dilahirkan.
Bayi itu kemudian dibuang ke semak-semak dalam kebun milik warga sekitar, kata Kasat Reskrim Polres Belitung, AKP Deki Marizaldi, kepada kumparan, Rabu (24/1). 

Kepada polisi, Rohwana mengaku tega membunuh bayinya karena tidak menginginkan kelahirannya dan tidak cukup biaya untuk membesarkan. Rohana memiliki suami yang bekerja sebagai buruh dengan dua anaknya yang masih hidup.


Faktor Ekonomi 

Wakapolres Belitung Kompol Yudha Wicaksono mengungkapkan motif pelaku tega membunuh dan membuang bayinya disebabkan motif ekonomi. Tingginya beban hidup telah mematikan fitrah keibuan. Seharusnya seorang ibu adalah wanita lembut yang penuh kasih sayang pada anaknya, perjuangan dari mengandung sampai melahirkan menjadikan ikatan emosional yang kuat antara ibu dan anak menumbuhkan jalinan kasih di antara keduanya. 

Tentu ada banyak faktor yang berpengaruh. Lemahnya ketahanan iman, tidak berfungsinya keluarga sehingga ibu juga terbebani pemenuhan ekonomi, lemahnya kepedulian masyarakat, dan tidak adanya jaminan kesejahteraan dari negara atas rakyat bagi individu per individu. Semua berkaitan erat dengan sistem yang di terapkan negara. Sayangnya, sistem saat ini menjadikan seorang ibu turut menanggung beban ekonomi keluarga, sehingga kelahiran anak di anggap menjadi beban tambahan. Seharusnya negara tampil terdepan sebagai pelindung bagi kaum ibu, mengondisikan masyarakat dan keluarga agar peduli pada keselamatan jiwa dan raga ibu beserta janin yang dikandungnya. 

Namun, perlindungan itu tidak di jalankan oleh penguasa, negara tidak memfungsikan dirinya sebagai pelindung rakyat. Akibatnya, tidak menutup kemungkinan akan ada lagi kejadian serupa seorang ibu yang dengan tega membunuh anak yang telah di melahirkannya, bahkan Indonesia adalah negara yang memiliki kasus tertinggi seorang ibu sanggup mematikan hati nuraninya untuk membunuh darah dagingnya sendiri. 

Islam mewajibkan negara menjamin kesejahteraan ibu dan anak melalui berbagai mekanisme. baik jalur nafkah, seorang ibu atau istri berhak mendapatkan nafkah dari suaminya atau walinya, dengan demikian seorang ibu tidak menanggung beban    ekonomi keluarga.


Masyarakat Islam


Di dalam masyarakat Islam sangat menjunjung tinggi prinsip _taawwun._ Ketika di tengah-tengah masyarakat kedapatan satu keluarga mengalami kekurangan secara ekonomi, maka anggota masyarakat yang lain akan dengan suka rela membantu meringankan beban atau kesulitan saudaranya dengan memberikan sedekah, memberikan tawaran pekerjaan bagi kepala keluarga, dan memberikan bentuk bantuan lainnya yang dibutuhkan.

Dalam sekop negara juga memberikan santunan kepada warga yang terkategori fakir atau miskin. 

Islam memiliki sistem ekonomi dan politik yang mampu mewujudkan kesejahteraan individu per individu, yang meniscayakan ketersediaan dana untuk mewujudkannya. Kepedulian sistem Islam dapat memberikan kesejahteraan secara merata. Dari segi ekonomi Islam negara memiliki 12 pos pemasukan yang dengan itu negara memiliki dana yang sangat cukup untuk memberikan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Dengan di terapkannya sistem Islam secara menyeluruh di dalam naungan sebuah negara, maka kesejahteraan masyarakat terlebih para kaum ibu dan anak terpenuhi sehingga kesehatan mental jiwa dan raga mereka baik, yang berdampak pada baiknya seorang ibu dalam mendidik serta mengasuh anak-anaknya sebagai generasi Islam yang tangguh dan cemerlang. 

Wallahu a'lam bisshawab 

Oleh: Fuji Ummu Alif
Ummu warobbatul bait

Kamis, 08 Februari 2024

Fitrah Ibu yang Tersingkirkan


 Kasih ibu kepada beta
 Tak terhingga sepanjang masa
 Hanya memberi tak harap kembali
 Bagai sang surya menyinari dunia

Tinta Media - Lirik lagu ini begitu sering didengar semenjak masih masa kanak-kanak. Lagu yang menggambarkan betapa bernilainya seorang ibu dengan segala kiprah yang dicurahkan sejak mulai menempati posisi sebagai seorang ibu. Fitrah yang Allah berikan pada seorang perempuan bernama "ibu" sangat indah dan penuh dengan nilai kemuliaan. Luncuran kasih sayang adalah bagian yang tidak bisa lepas dari naluri seorang ibu.

Namun sayang seribu sayang, nilai itu seakan pudar. Tersapu oleh perilaku amoral yang sangat kejam, yang dilakukan oleh seorang ibu terhadap anak kandungnya sendiri.
Seperti dikutip dari Detik.com 12/1/2024, di Musi Rawas  Dusun IV, Desa Leban Jaya, Kecamatan Tuah Negeri pada Kamis (11/1/2024) sekitar pukul 21.40 WIB, seorang ibu yang bernama Suminah (43)  telah menusuk tubuh anak kandungnya SR (7) sampai akhirnya tewas.

Begitu juga yang terjadi Di Desa Membalong, Kecamatan Membalong, Kabupaten Belitung, seorang ibu bernama Rohwana alias Wana (38), membunuh bayinya sendiri dengan cara menenggelamkan ke ember berisi air, sesaat setelah dilahirkan. Setelah sang bayi tidak bernyawa, Wana membuangnya ke semak-semak di kebun milik warga setempat. Perempuan yang telah memiliki dua anak ini tega melakukan pembunuhan dengan alasan tidak memiliki biaya untuk membesarkannya. Suaminya hanya seorang buruh. (Kumparan, 24/1/2024).

 Tersingkirnya Fitrah Ibu

Ada api ada sumbernya. Demikianlah yang terjadi pada banyak kasus pembunuhan yang dilakukan ibu terhadap anaknya. Faktor  internal maupun eksternal telah  mendorong seorang ibu tega menghilangkan nyawa anaknya, menyingkirkan fitrahnya sebagai ibu yang penuh kasih sayang. 

Beberapa faktor tersebut antara lain: 
Pertama, faktor internal. Keimanan dan ketakwaan yang lemah menutup mata, hati,  rasa, pikir dan jiwa seorang ibu hingga hilang kesadarannya untuk menjaga anak sebagai anugerah indah serta amanah dari Allah Swt. 

Alih-alih mengasuh, membesarkan dan mendidiknya, seorang ibu malah membunuhnya. Sistem kapitalisme yang berasaskan materi semakin mendukung lemahnya ilmu terkait tugas seorang ibu, di mana seorang ibu lebih mengedepankan materi dari pada memerhatikan pola asuh yang baik untuk anak-anaknya. Pemahaman yang mendasar bahwa ibu adalah seseorang yang penuh limpahan kasih sayang untuk hadirkan surga di rumahnya, malah neraka yang dirasa. Hal ini turut mendukung pola sikap ibu yang tega berbuat kejam sampai menghilangkan nyawa anaknya.

Kedua, faktor eksternal. Ketahanan keluarga menjadi hal yang juga berpengaruh terhadap perilaku seorang ibu. Dalam sistem kapitalisme, kaum ibu  dipaksa harus menanggung beban ekonomi keluarga. Menjadi tulang punggung keluarga yang sangat membebani hidup seorang ibu, memengaruhi kondisi ibu baik secara fisik maupun psikologis, hingga  kelahiran anak bisa dianggap sebagai  tambahan beban. 

Stres tingkat tinggi menghantui kaum ibu, hingga tak lagi bisa berpikir jernih dan tenang menghadapi hidup, dan anak menjadi pelampiasan amarah yang akhirnya hilang kewarasan seorang ibu untuk meneguhkan dirinya sebagai sosok yang penuh kasih sayang. Padahal keluarga seharusnya mendukung kaum ibu untuk menjalankan fungsi utamanya sebagai ibu. Alih-alih terealisasi yang ada sebabkan anaknya meninggal dunia.

Faktor eksternal lainnya adalah, lingkungan masyarakat. Sistem kapitalisme telah menjadikan masyarakat bersikap individualis yang tidak peduli pada nasib orang lain.

Kesibukan masing-masing telah menghilangkan perhatian terhadap adanya kesulitan yang sedang dihadapi orang lain.  Tidak peduli lagi apakah ada yang butuh bantuan atau tidak. Konsep ta'awun (tolong menolong) seakan hilang ditelan arus kehidupan.

Dan faktor eksternal yang juga tidak kalah pentingnya terkait dengan kasus ini adalah peran negara. Negara yang seharusnya menjadi garda terdepan mengurusi urusan perempuan (ibu), seakan ghosting di saat dibutuhkan, lenyap dikala rakyat (kaum ibu) disergap duka lara. 

Negara yang seharusnya memiliki peran utama dalam melindungi kaum ibu serta mampu untuk menanamkan keimanan yang kokoh  pada kaum ibu agar kaum ibu kuat menjalani ujian hidup dan yakin bahwa dibalik kesulitan ada kemudahan, yakin bahwa Allah Ta'ala pasti turunkan pertolongan, negara lalai dalam merealisasikannya.

Negara  seharusnya menjadi aktor utama dengan sistem yang dijalankannya,  sigap memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya, termasuk untuk kaum ibu. Alih-alih menyejahterakan, yang terjadi malah menyempitkan hidup rakyatnya (adanya pajak, regulasi yang merampas ruang hidup, dll). Penguasa lupa diri. Padahal Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah menyampaikan: 

"Barang siapa menyulitkan (orang lain) maka Allah akan mempersulitnya pada hari Kiamat" (HR Al-Bukhari no. 7152)."

Negara seharusnya selalu berupaya mengondisikan masyarakat dan keluarga untuk peduli pada keselamatan jiwa dan raga ibu agar ibu bisa menjalankan amanahnya dengan baik.

Demikianlah individu, masyarakat dan negara dalam sistem kapitalisme dapat  menjadi faktor tersingkirnya fitrah ibu pada diri perempuan.

 Sistem Islam Menjaga Fitrah Ibu

Berbeda dengan sistem Islam. Islam sangat menjaga fitrah ibu. Islam memuliakan posisi ibu. Dalam sistem Islam, negara  melindungi perempuan dari berbagai kesulitan, termasuk kesulitan ekonomi.

Islam memiliki sistem ekonomi dan politik yang mampu mewujudkan kesejahteraan individu per individu secara merata. Pos pemasukan negara dipastikan  memiliki dana yang cukup untuk menyejahterakan rakyatnya.

Berbagai mekanisme dilakukan agar  negara benar-benar merealisasikan kesejahteraan ibu. Pertama, mekanisme penjagaan keimanan baik secara formal (sekolah sejak usia dini) maupun non formal (berbagai forum untuk edukasi kaum perempuan). Sehingga ketakwaan senantiasa terjaga, menghindarkan dari perbuatan tercela (ibu bunuh anak).

Kedua, mekanisme penafkahan. Perempuan berhak mendapatkan nafkah dari suami atau walinya,  tidak perlu bekerja menanggung beban ekonomi keluarga, sehingga  perempuan fokus pada  fungsi utamanya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga dengan penuh ketenangan.

Ketiga, mekanisme ta’awun. Mekanisme ini mendorong masyarakat untuk peduli pada kesulitan hidup orang lain kemudian akan membantu meringankan bebannya.

Keempat, mekanisme negara.  Sistem Islam menuntut penguasa (Khalifah) benar-benar meriayah rakyatnya. Santunan akan disalurkan negara pada fakir atau miskin, sehingga kebutuhan dasarnya terpenuhi. Dengan ini kaum ibu tidak tereksploitasi untuk tugas ganda (sebagai ibu dan pencari nafkah). Stres karena tekanan hidup yang membebani terhindarkan dari hidupnya. Ketenteraman didapat sehingga ibu mampu menjalankan tugasnya dengan baik sesuai fitrahnya.

Demikianlah saat sistem Islam diterapkan,  penjagaan fitrah ibu pasti terealisasi. Sistem kapitalisme yang telah menyingkirkan fitrah ibu harus segera dibuang sejauh-jauhnya dan menggantikannya dengan sistem Islam kafah secara paripurna, karena dengan sistem ini saja sejahtera menjadi niscaya adanya.

Wallaahu a'laam bisshawaab.



Oleh: Sri Rahayu Lesmanawaty 
(Aktivis Muslimah Peduli Generasi)

Selasa, 09 Januari 2024

Hari Ibu Diperingati, Peran Ibu Dieksploitasi


Tinta Media - Peran ibu begitu kompleks baik bagi pembangunan negara maupun perannya dalam mengurusi rumah tangga. Maka, tak heran jika peran ibu ini di apresiasi dengan peringatan hari ibu yang diselenggarakan setiap tanggal 22 Desember setiap tahunnya. Peringatan hari ibu serentak dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia, tak terkecuali di kabupaten Bandung Jawa Barat. 

Bertepatan dengan hari Jumat tanggal 22 Desember 2023 lalu, pemerintah Kabupaten Bandung melakukan upacara peringatan hari ibu ke-95 dan digelar di Dome Bale Rame, Soreang. Tema yang diangkat pada upacara tersebut adalah "Perempuan Berdaya, Indonesia Maju". Tema ini sesuai dengan keberhasilan dan kemajuan yang dicapai kaum perempuan saat ini, juga didasari oleh situasi dan kondisi di masyarakat, yaitu masih begitu banyak problem perempuan saat ini, seperti halnya kekerasan terhadap perempuan, eksploitasi, perlakuan diskriminatif, kesenjangan sosial dan terbatasnya peran perempuan dalam mengambil suatu keputusan. 

Upacara saat itu dihadiri oleh mayoritas ibu-ibu dari lingkungan pemerintah Kabupaten Bandung. Turut hadir juga Bunda Bedas sekaligus ketua TP PKK Kabupaten Bandung Hj. Emma Dety Dadang Supriatna, serta jajaran Forkopimda Kabupaten Bandung, para kepala dinas, camat, dan pihak lainnya. 

Dalam upacara tersebut, Bupati Bandung memberikan sambutannya bahwa peringatan hari ibu tersebut sebagai bentuk penghargaan dan apresiasi terhadap pejuang kaum perempuan dari masa ke masa sejak kongres perempuan pertama pada tanggal 22 Desember 1928 yang menjadi tonggak perjuangan perempuan Indonesia. 

Peran perempuan saat ini sejajar dengan peran kaum laki-laki dalam membangun kesejahteraan dan menjalin hubungan yang erat dengan berbagai bangsa di dunia, baik di tingkat regional maupun internasional. Bupati Bandung pun mengajak kaum perempuan Kabupaten Bandung untuk menjadi sosok yang mandiri, kreatif, inovatif, percaya diri, serta meningkatkan kualitas dan kapabilitas dirinya. Beliau berharap, para perempuan dapat saling mendorong, saling menginspirasi, dan saling membantu demi mendobrak stigma yang tidak memihak perempuan

Tidak ada yang salah dalam memperingati hari ibu. Namun, sejatinya hari ibu tidak terpaku pada tanggal dan bulan, sebab setiap hari adalah sangat istimewa bagi seorang ibu. Hari Ibu saat ini terus diperingati setiap tahunnya, tidak mengubah nasib seorang yang bergelar ibu. Malah, yang terjadi, banyak dari ibu yang di pundaknya harus menanggung beban berat. Jiwanya tertekan dengan berbagai permasalahan yang dihadapi. Jangankan untuk menjadi seorang ibu yang hebat, yang melahirkan generasi muda hebat, untuk jadi perempuan karier pun sangat sulit dan berliku. 

Saat ini, kaum perempuan digadang memiliki pengaruh besar dalam peningkatan perekonomian negara melalui UMKM.  Ini dianggap sebagai bentuk kontribusi perempuan yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat, baik dalam ketersediaan lapangan pekerjaan, ataupun pertumbuhan ekonomi negara. 

Produk-produk yang dihasilkan perempuan dianggap sebagai sumber kebutuhan masyarakat, terutama yang berada di bawah garis kemiskinan. Namun, peran yang besar ini tidak dibarengi dengan kualitas hidup perempuan itu sendiri. 

Perempuan menjadi korban PHK terbanyak akibat dari krisis global yang melanda negeri. Kekerasan di tempat kerja pun senantiasa terjadi. Belum lagi permasalahan dalam rumah tangga yang tak kunjung usai. 

Adapun para pegiat gender, mereka terus mendorong para perempuan agar mampu berdaya, bersaing dengan laki-laki dalam kemandirian ekonomi, sehingga mampu terlepas dari kungkungan para laki-laki. Dari sini diyakini bahwa hal tersebut akan mampu menaikkan status sosial perempuan. Sehingga selesailah persoalan perempuan. 

Pemberdayaan perempuan dalam bidang ekonomi terus digenjot. Berbagai pelatihan wirausaha semakin masif dilakukan. Suntikan dana untuk UMKM terus digelontorkan. Para ibu dipaksa untuk bekerja, baik di luar ataupun di dalam rumah. Mereka terus digiring untuk berkontribusi dalam meningkatkan perekonomian sehingga lalai terhadap peran utamanya, yaitu sebagai ibu rumah tangga. 

Berharap kepada pejuang perempuan (feminis) "Bagaikan pungguk merindukan bulan". Secara fakta, bukan hanya perempuan yang menjadi korban PHK, tetapi laki-laki pun menjadi korban PHK terbanyak. Kekerasan pun senantiasa terjadi pada para laki-laki. Upah buruh yang rendah, sulitnya mendapatkan pekerjaan yang layak, semua itu menjadi persoalan yang tak kunjung selesai. 

Maka jelas, akar permasalahan dari semua yang terjadi adalah karena sistem yang diterapkan saat ini, yakni sistem ekonomi kapitalisme. Sistem ini telah nyata terus-menerus menciptakan krisis yang menyebabkan kemiskinan. 

Perlu diketahui, perempuan bisa mulia dan terlindungi hanya dengan sistem Islam. Negara Islam akan memberikan dukungan agar fungsi strategis ibu berjalan dengan baik, mulai dari menerapkan sistem politik ekonomi, sistem pendidikan, dll. 

Dalam Islam, ibu diberdayakan secara optimal dalam seluruh perannya sesuai tuntunan syariat Islam dan mempunyai sudut pandang yang lahir dari akidah Islam. Maka, dari sini peran seorang ibu  akan benar-benar dilaksanakan dengan amanah. 

Ada tiga peran ibu dalam Islam yang jika diterapkan mampu menyelesaikan setiap permasalahan, diantaranya: 

Pertama, perannya sebagai ummun wa robbatul bait, yaitu seorang ibu dan pengurus urusan rumah tangga. Rahim diciptakan Allah Swt. pada seorang perempuan untuk mengandung dan melahirkan. Maka, merupakan kewajiban seorang ibu untuk mengasuh anak-anaknya agar menjadi anak yang taat akan syariat sehingga mencetak generasi hebat untuk umat. 

Adapun  fungsi sebagai robbatul bait, yaitu mengatur urusan rumah tangga agar menjadi tempat ternyaman bagi keluarga dan menciptakan suasana yang kondusif untuk beribadah dengan optimal. Kasih sayang seorang ibu terletak di bahunya. 

Kedua, peran ibu sebagai madrosatul ula. ibu adalah madrasah (sekolah) pertama bagi anaknya. Karenanya, akan lahir generasi-generasi emas yang membawa perubahan bagi dunia. 

Ketiga, peran ibu sebagai ibu generasi, yakni ibu yang peduli dengan anak-anak kaum muslim lainnya. Rasulullah saw. bersabda, 

“Barang siapa bangun di pagi hari dan tidak memikirkan urusan kaum muslimin, maka dia bukan golonganku.” (HR Ath-Thabrani) 

Untuk mewujudkan peran ibu secara maksimal, tentu dibutuhkan aturan-aturan yang mampu mengatur peran ibu secara keseluruhan. Untuk itu, dibutuhkan sebuah sistem yang senantiasa memuliakan peran ibu tanpa eksploitasi atas nama pemberdayaan ekonomi. Satu-satunya sistem yang mampu merealisasikannya adalah sistem Islam, sistem yang berasal dari aturan Allah Swt., bukan aturan yang dibuat oleh manusia Wallahu'alam bishawaab.

Oleh: Tiktik Maysaroh
Aktivis Muslimah Bandung 

Senin, 25 Desember 2023

Islam Berdayakan Ibu Sesuai Fitrah


Tinta Media - Dalam rangka memperingati Hari Ibu ke- 95 tahun 2023, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga bersama Lions Club Jakarta Selatan Tulip Distrik 307-B1 membagikan 250 paket bantuan spesifik pemenuhan hak anak yang berisi beras, pasta gigi, dua jenis susu, dan tiga jenis biskuit pada anak- anak di Kampung Pemulung Cinere, Kecamatan Limo, Kota Depok pada Kamis 14 Desember 2023.  Selain pembagian paket kepada anak- anak, di lokasi yang sama juga diadakan pemeriksaan kesehatan untuk memeriksa kadar gula darah secara gratis. 

Dalam kesempatan itu, Menteri  PPPA memaparkan bahwa dalam memenuhi hak- hak anak dibutuhkan sinergi dan kolaborasi semua pihak. Tanggung jawab besar ini bukan hanya dibebankan pada pemerintah pusat saja, namun juga menjadi tanggung jawab lembaga masyarakat, dunia usaha, dan media. Tak hanya di Kampung Pemulung Cinere, paket serupa juga dibagikan pada anak-anak di dua lokasi berbeda. Yakni 100 paket bantuan disalurkan di Sekolah Kembar, dan 95 paket di Yayasan Dhuafa Bina Warmadewa. 

Bintang Puspayoga berpesan pada anak- anak di Kampung Pemulung Cinere yang hadir di acara tersebut agar terus bersemangat dalam menggapai Impian. “ Anak- anak semua harus semangat, rajin belajar dan berdo’a. Semoga apa yang menjadi cita- cita kalian dapat tercapai dengan baik di mana pun dan kapan pun, karena semua anak mempunyai hak dan harapan yang sama”. (kemenpppa.go.id Siaran Pers Nomor: B- 481/SETMEN/HM.02.04/12/2023) 

Sejak digagas di tahun 1938, Hari Ibu selalu diperingati dengan beragam tema. Kendatipun di tahun 2023 ini Kemen PPPA RI telah merilis tema Hari Ibu dengan Tajuk “Perempuan Berdaya, Indonesia Maju”. 

Beberapa sumber mengaitkan sejarah singkat Peringatan Hari Ibu pada momentum Kongres Perempuan Indonesia I yang digelar  tanggal 22- 25 Desember 1928. Setelah satu dekade berselang pada Kongres Perempuan Indonesia III tahun 1938 barulah diputuskan untuk memperingati Hari Ibu, hingga di tahun 1959 melalui Dektrit Presiden No 316 ditetapkanlah tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu Nasional. (cnnindonesia.com 17 Desember 2023) 

Menelisik makna “Perempuan berdaya" dalam kacamata sistem kapitalisme tentu kita akan dapati bahwa Perempuan berdaya itu adalah sosok Perempuan yang dapat mengidentifikasi potensi diri, mengaktualisasi potensi dengan cara mencari materi demi kepuasan diri sehingga ketika perempuan itu mampu menghasilkan pundi- pundi materi maka dia akan dipandang bermanfaat bagi dirinya, keluarga, masyarakat dan negara karena keberdayaannya sebagai penopang ekonomi. 

Sistem kapitalisme memandang kebahagiaan bisa dicapai manakala seseorang berlimpah materi, dia mudah memenuhi kesenangan jasadiyahnya dan bisa melakukan apa saja karena materi yang dimilikinya. Maka tak heran dalam Bahasa arab kapitalisme dilafalkan dalam lafadz ro’syumaliyah (kepala penuh dengan uang/ harta). 

Kesenjangan yang menganga akibat penerapan sistem ekonomi kapitalis menjadikan ibu yang kaya sibuk mengumpulkan pundi- pundi untuk gaya hidup yang tinggi, ibu dengan keterbatasan ekonomi sibuk berjuang untuk keluarga dan buah hati. Peran ibu sebagai pencetak generasi terbaik terbajak secara sistemik, akibatnya lahirlah generasi yang lemah, rusak dan ringkih. Mereka terjerat narkoba, pergaulan bebas, mental illness dan mengalami kelesuan dalam berjuang membangun peradaban gemilang. 

Menyikapi fenomena miris ini hendaknya para ibu segera sadar akan realitas yang rusak dan bersegera memperbaiki keadaan dengan berupaya merevitalisasi perannya dalam mendidik generasi dan mengupayakan terwujudnya suasana kondusif dalam keluarga masyarakat dan negara yang dapat mengoptimalkan peran dan amanahnya mencetak generasi pembangun peradaban. 

Tentunya untuk mewujudkan itu semua Ibu sebagai manusia biasa dan serba terbatas juga harus mempunyai kesadaran bahwa sebagai manusia yang diciptakan oleh penciptanya yaitu Allah SWT haruslah meyakini bahwa Allah telah menciptakan manusia, alam dan kehidupan lengkap dengan pengaturannya. Maka dari itu, ketika kita sebagai mahluk Allah sudah seharusnya hidup sesuai dengan aturan-Nya dan memecahkan setiap permasalahan sejalan dengan apa yang telah diturunkan Allah yaitu Islam. 

Dalam Islam, orang tua yakni ibu dan ayah adalah sosok pendidik pertama dan utama dalam keluarga hal ini mengharuskan orang tua termasuk para ibu memiliki ilmu pengetahuan dan tsaqofah keislaman yang mumpuni agar dapat memberikan pengajaran terbaik bagi anak- anaknya. 

Berbeda dengan masalah pendidikan dalam keluarga yang menjadi tanggungan ayah dan ibu. Dalam perkara “hadonah” pengasuhan anak- anak, Islam memberikan tugas mulia ini khusus pada para ibu. Karena seorang ibu dengan kelembutan dan kasih sayangnya akan mampu memberi kehangatan pada hati anak- anak mereka sehingga anak- anak akan merasakan limpahan perhatian dan kasih sayang. Para ibu dalam naungan sistem Islam akan bisa fokus untuk menjalankan perannya karena mereka tidak dihantui dengan kecemasan ekonomi. 

Negara yang menerapkan aturan syariat Islam akan menjamin kebutuhan dasar warga negaranya seperti pendidikan, keamanan dan kesehatan sehingga para ibu tidak perlu risau akan biaya pendidikan anak dan kesehatan keluarga serta kecemasan pengaruh negatif masyarakat dan tindak kriminal karena negara Islam dengan mekanismenya akan mampu memberikan pemenuhan kebutuhan pendidikan dan kesehatan secara gratis dan berkualitas karena didukung dengan sistem perekonomian Islam. 

Negara Islam juga mampu memberi jaminan keamanan dengan aturan Islam yang diterapkan melalui institusi negara yang dilaksanakan dengan dorongan ketakwaan dari para individu masyarakat juga dikawal dengan suasana tolong menolong “ta’awun” serta saling menasihati antar masyarakat. 

Para Ibu juga tidak akan cemas kebutuhan keluarganya tidak tercukupi karena negara Islam dengan mekanismenya yang khas akan bisa menjamin kebutuhan setiap individu terpenuhi. Sejarah telah mengukir peradaban kegemilangan Islam yang tidak bisa dipisahkan dari peran seorang ibu dalam membentuk tokoh- tokoh gemilang seperti Imam syafi’i, imam Bukhari, imam Ahmad, Muhammad al- Fatih dan banyak lagi tokoh yang mengisi kegemilangan Islam. 

Hanya dengan Islam kaum ibu dan Perempuan akan berdaya sesuai fitrahnya mencetak peradaban gemilang. 

Wallahu a’lam bishawab.

Oleh : Selly Nur Amalia 
Aktivis Muslimah 

Minggu, 18 Juni 2023

Ummu Wa Robbatul Bait dalam Jeratan Kapitalisme

Tinta Media - Dalam kacamata Islam tentang pernikahan, seorang muslimah berkewajiban menjadi ummu wa rabbatul bait yakni menjadi seorang ibu dan pengurus rumah tangga. Sebagaimana sabda Rasulullah saw., yang diriwayatkan oleh Imam Muslim; "Seorang wanita adalah pengurus rumah tangga suaminya dan anak-anaknya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepengurusannya."

Namun sayangnya, jeratan kapitalisme dengan asas sekularisme yang menghujam di tengah kehidupan hari ini membuat peran muslimah makin terkikis. Perannya yang begitu mulia seakan sirna perlahan. Narasi-narasi liar yang digaungkan oleh feminisme berhasil membuat para muslimah yang menyandang titel sarjana maupun tidak, merasa malu hanya menjadi sosok ibu rumah tangga. Para muslimah digiring untuk menyibukkan diri bekerja di luar rumah demi menyandang status sebagai wanita karir. Karena ketika sudah menjadi wanita karir, ia akan merasa menjadi wanita mandiri tanpa harus menyusahkan keuangan suami. Tidak sedikit juga yang berujung dengan kesombongan, sampai ada yang merendahkan suaminya karena penghasilan yang didapat istri jauh lebih besar daripada penghasilan suami. Padahal dalam pandangan Islam semua kebutuhan istri adalah tanggung jawab suami. Maka, istri pun wajib bersikap qanaah dan ridha atas apa saja yang telah diberikan suami kepadanya.

Di sisi lain, banyak muslimah yang nasibnya kurang beruntung ketika sudah menikah, mereka harus bekerja di luar rumah bukan karena ingin menyandang status menjadi wanita karir melainkan benar-benar ingin membantu perekonomian keluarga yang meliputi kebutuhan sandang, pangan dan papan. Beban hidup yang berat ini berhasil membuat para muslimah dengan rela memikul peran ganda, menjadi tulang rusuk sekaligus tulang punggung keluarga.

Tidak bisa dimungkiri, dampak terburuk perempuan yang bekerja di dalam dan di luar rumah adalah stres yang berat hingga beban mental yang kuat. Tidak hanya lelah di badan namun lelah di pikiran juga turut dirasakan. Sehingga pelayanan dalam rumah tangga tidak maksimal. Keengganan melayani suami karena rasa lelah juga menjadikan bibit-bibit perselingkuhan dan perceraian. Terbukti jumlah kasus perceraian hari ke hari meningkat. Berdasarkan data Direktorat Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia per Juni 2023, data perceraian yang terkategori dalam putusan perdata mencapai 4.360.081 kasus. Tidak jarang karena istri yang abai dalam pelayanan terhadap suami, membuat suami gelap mata melakukan pelecehan seksual yang korbannya sendiri adalah anak kandungnya. Suami merasa tidak diperhatikan sementara istri merasa tidak kuat jika harus mengatur seluruh aktivis di dalam dan di luar rumah.

Kondisi anak-anak pun terbengkalai atau dalam pengasuhan orang lain, karena sosok guru di dalam rumah yakni ibu, sudah merasa lelah dengan beban pekerjaan. Bukan lagi yang dipikirkan adalah keluarga, melainkan materi dengan tujuan agar kebutuhan dan keinginan hidup terpenuhi. Sehingga lahirlah generasi yang miskin adab dan jauh dari Islam.

Dalam Islam, ibu adalah figur penting dalam menanamkan akidah dan adab kepada anak-anaknya agar tumbuh menjadi pemuda yang mencintai Islam dan dakwah. Jika ibu sudah rapuh dan kehilangan arah dalam pengasuhan, maka bisa dipastikan estafet peradaban juga lumpuh.

Jika ingin menghancurkan sebuah peradaban, maka rusaklah para wanitanya. Begitulah musuh-musuh Islam menancapkan jargonnya. Jeratan kapitalisme sekularisme yang diusung negara hari ini membuat muslimah terkungkung dengan hidup yang berat serta jauh dari agama. Negara pun belum sepenuhnya bertanggung jawab atas kondisi rumah tangga rakyatnya.

Menyikapi hal ini maka perlu adanya upaya dakwah pemikiran dari sekelompok orang untuk menyadarkan para muslimah agar kembali kepada fitrahnya sebagai ummu wa robbatul bait, dan dakwah juga tidak boleh berhenti sampai di sini. Pun, para pemegang kekuasaan juga harus disadarkan bahwa kerusakan sistem kapitalis sekularisme harus diganti dengan sistem Islam yang totalitas. Wallahua'lam.

Oleh: Reni Adelina 

Aktivis Muslimah

 

Jumat, 30 Desember 2022

Hari Ibu dalam Naungan Jerat Kapitalisme

Tinta Media - 22 Desember menjadi momentum tersendiri bagi kita, yang diperingati sebagai Hari Ibu. Menjadi hari spesial sebab ungkapan kasih sayang pada Ibu membanjiri ruang media sosial maupun dunia nyata. Momen perayaan ini tentu saja mendatangkan rasa bahagia di hari para Ibu. Namun, benarkah para Ibu telah merasakan bahagia sesungguhanya?

Baru-baru ini KemenPPPA telah membuat tema Hari Ibu 2022. Tercetusnya Hari Ibu di Indonesia merupakan tonggak perjuangan perempuan untuk terlibat dalam upaya kemerdekaan bangsa dan pergerakan perempuan Indonesia dari masa ke masa dalam menyuarakan hak-haknya guna mendapatkan perlindungan dan mencapai kesetaraan. 

Adapun tema PHI ke-94 ini adalah PEREMPUAN BERDAYA INDONESIA MAJU. Dalam sub-tema nya membahas terkait Kewirausahaan Perempuan, Perempuan dan Digital Economy, Perempuan dan Kepemimpinan, Perempuan Terlindungi, Perempuan Berdaya. (dilansir dari tirto.id)

Sementara itu perempuan berada dalam krisis, ketika sebuah kemelut terjadi. Selama pandemi misalnya, perempuan menanggung dampak lebih, seperti lebih banyak pekerja perempuan terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga yang meningkat, hingga korban praktik pernikahan anak. Begitupun ketika bencana akibat perubahan iklim terjadi, korban perempuan hampir selalu lebih banyak dari laki-laki. (voaindonesia.com)

Kabar perempuan dan para ibu hari ini benar-benar miris. Jeratan tali kapitalisme mau tak mau menyeret mereka ke dalam arus kehidupan yang pelik. Semakin membuat mereka jauh dari fitrah sebagai perempuan, bahkan sebagai Ibu yang memiliki peran penting dalam peradaban.
 
Kapitalisme senantiasa memberikan tawaran menggiurkan. Karir cemerlang, posisi strategis, pengakuan yang selalu didambakan. Namun, nyatanya itu semua ialah racun yang mematikan potensi perempuan dan Ibu dalam memajukan peradaban yang hakiki. Sejatinya sistem kufur ini tak ubahnya jebakan yang melenakan, namun membunuh perlahan-lahan. Hingga akhirnya bukan solusi haq yang didapatkan, justru menimbulkan jenis-jenis masalah baru yang tak berkesudahan.

Perempuan dan para Ibu semakin pedih hidupnya. Menjadi penggerak roda ekonomi kapitalis dengan upah tak setara pengorbanannya. Membanting tulang mati-matian, yang seharusnya tulang rusuk bengkok itu mendapatkan banyak perhatian. 

Sungguh tidak ada keadilan dan kesejahteraan bagi perempuan dan para Ibu dalam sistem yang terjauhkan dari agama, khususnya Islam. Ide sekularisme barat telah mengaburkan pandangan mereka. Menghasilkan karakter perempuan dan Ibu pembangkang. Alih-alih menjadi penyelamat ekonomi, mereka justru korbankan diri untuk menghancurkan generasi dari dalam. Hingga kasih sayang yang Allah titipkan pada fitrah perempuan berubah menjadi ego yang membumbung tinggi.

Nyatanya hanya Islam yang mampu memberikan kelayakan hidup bagi setiap manusia, termasuk perempuan dan para Ibu. Islam memandang bahwasanya peran Ibu ialah sebagai tonggak peradaban. Maka penting sekali memperhatikan kesejahteraan perempuan serta para Ibu. 

Islam memandang perempuan sebagai roda penggerak peradaban, yang bukan semata-mata untuk perihal ekonomi saja. Sebab Islam membolehkan perempuan bekerja, namun bukan mewajibkan. Adapun kebolehan bekerja ini sendiri dilihat pula dari jenis pekerjaan seperti apa yang dikerjakannya. Tidak seperti kapitalisme yang membolehkan setiap perempuan dalam pekerjaan apapun tanpa melihat halal-haramnya, serta mendatakan kemudhoratan atau tidak.

Ibu adalah madrasah pertama bagi anaknya. Pencetak generasi terbaik untuk umat. Ummun Warobbatul Bait. Maka sudah semestinya Islam menjamin kemudahan bagi Ibu untuk menjalankan peranannya itu. Yakni menyenangkan untuk dipandang suaminya, menjaga harta dan anak-anaknya dengan sebaik-baiknya. Islam menempatkan perempuan yang telah bersuami di bawah tanggung jawab suaminya, artinya Islam akan memberikan pekerjaan yang layak untuk suami sebagai kepala rumah tangga.
Pun sama halnya bila perempuan belum menikah, maka tanggung jawab berada di bahwa ayahnya. Maka, sang ayah sebagai kepala rumah tangga akan diberikan pekerjaan yang layak dan cukup untuk menghidupi termasuk keluarganya. 

Luar biasanya Islam dalam aturan kehidupan ini tidak bisa dipungkiri lagi. Sebab Islam telah berhasil mewarnai peradaban dunia selama 14 abad lamanya. Sebuah usia kepemimpinan ideologi yang tak main-main, yang bahkan belum mampu disaingi oleh ideologi mana pun. Sebab Islam ialah agama dan ideologi yang turun berdasarkan wahyu, bukan hawa nafsu. Diturunkan oleh Allah SWT melalui perantara manusia terbaik, kekasih Allah yaitu nabi Muhammad SAW. 

Sudah selayaknya kita kembali pada Islam dan menerapkan aturan-aturannya. Sebab hanya Islam yang mampu memberikan kelayakan serta kesejahteraan hidup bagi seluruh alam, tak hanya sebatas pada penganutnya. Sebab Islam ialah agama Rahmatan Lil A'lamin. 
Wallahu'alam Bisshowab ~

Oleh: Tri Ayu Lestari
Novelis, Penulis dan Aktivis Dakwah Smart With Islam Community

Jumat, 23 Desember 2022

Pengorbanan Seorang Ibu

Tinta Media - Ribuan kilo jalan yang kau tempuh dengan berbagai rintangan yang menghadang engkau tetap berjalan menghadapi kehidupan agar bisa terus bersama anak-anakmu dan agar mereka tidak lagi menangis, tapi tersenyum dan tertawa gembira. Kebahagiaan mereka adalah juga kebahagiaanmu, begitu pula kesedihan yang mereka rasakan adalah kesedihanmu.

Seorang ibu sejati tidak pernah berhenti memberikan usaha terbaiknya untuk anak-anak tercinta. Semua dijalani ikhlas karena dorongan cinta yang luar biasa, yang bersumber dari hati tulus ikhlas yang tidak pernah berharap balasan dari anak-anaknya. 

Ibu, pengorbananmu begitu besar bagi anak-anakmu. Nyawa pun rela kau korbankan agar anakmu bisa terlahir dan menghirup udara kehidupan. Selama sembilan bulan kau rela bersusah payah dengan harapan seorang anak yang sehat dan hebat bisa terlahir dengan selamat. Tidak berhenti sampai di situ, engkau rela bersusah payah, letih dan lelah agar kebutuhan anak-anakmu tercukupi, mulai dari makanan yang bergizi, pakaian sampai pendidikan terbaik untuk anak-anakmu. Bahkan kau rela berpuasa agar mereka bisa menikmati makanan enak yang mereka sukai dan pakaian bagus yang membuat mereka bahagia. Engkau perhatikan tumbuh kembang mereka, hingga kau lupa memperhatikan dirimu sendiri. Engkau rela untuk melakukan apa saja demi bisa memberikan apapun yang terbaik untuk anak-anakmu.

Ibu, teringat dalam sebuah kisah yang tak terlupakan, engkau rela bangun paling pagi demi untuk menyiapkan sarapan terbaik buat seluruh anggota keluarga sebelum mereka memulai melakukan aktifitas harian mereka. Engkau juga tak lupa mendidik anak-anak untuk menjalankan kewajiban mereka sebagai seorang muslim sejati. Engkau tidak lelah mengingatkan mereka untuk berbuat kebaikan dan mencegah mereka dari perbuatan yang dilarang dalam ajaran Islam, meskipun terkadang terlontar kata-kata menyakitkan dan sikap yang tidak menyenangkan dari anak-anakmu tercinta. Engkau tetap bersabar untuk mengingatkan mereka agar terus berjalan pada jalan yang lurus sampai terbentuk kesadaran pada mereka untuk berislam yang benar sesuai dengan apa yang diperintahkan didalam al-Qur'an maupun As-sunah.

Dalam setiap do'a kau selalu berharap untuk kebaikan anak-anakmu. Menjadi anak sholeh atau sholehah yang selalu berbuat kebaikan. Menjadi ahli ilmu maupun ahli khoir selalu kau panjatkan dalam setiap doamu untuk anak-anak yang tercinta. Tidak pernah terlontar kata-kata kebencian, tapi semua dilandasi oleh rasa cinta yang ingin menyaksikan mereka hidup bahagia tidak hanya di dunia, tapi juga di akhirat nanti.

Meskipun usiamu semakin tua dan semakin tak berdaya tapi harapan dan do'a-do'amu tidak pernah luntur pada mereka, anak-anakmu yang sudah mulai menginjak dewasa. Kau bisa merasakan kebahagiaan saat mereka semakin mandiri dan bisa menggapai cita-cita mereka. Meskipun kau mulai kurang diperhatikan karena kesibukan yang menyita mereka, engkau tidak pernah menuntut atas apa yang sudah diberikan untuk mereka. Pengorbananmu tulus dan tidak mengharap balasan dari mereka. Menyaksikan anak-anak sukses dan memperoleh kebahagiaan adalah balasan terindah yang membuat seorang ibu tersenyum bahagia.

Di ujung usianya yang semakin senja adalah kesempatan seorang anak untuk berbuat kebaikan pada orang tua, khususnya ibu. Kesempatan untuk mendapatkan surga-Nya, saat kita mau berbuat kebaikan dengan merawat orang tua dengan perhatian dan sikap terbaik untuk sang ibu yang sudah mengorbankan hidupnya demi kita, anak-anaknya. Tidak perlu ragu melakukan ke kebaikan untuk ibumu, karena semua itu akan berbuah manis dengan balasan dari al-Khalik yang hidup dan mati kita dalam genggamanNya. Banyak dari mereka yang durhaka pada orang tua, hidupnya susah dan menderita, sebaliknya mereka yang berbuat banyak kebaikan pada orang tuanya, hidupnya penuh keberkahan dan kemudahan. 

Berbakti kepada kedua orang tua adalah suatu kewajiban. Hal ini dibahas dalam Al-Quran dan hadits salah satunya dalam hadits surga di bawah telapak kaki ibu. Quraish Shihab dalam bukunya, Birrul Walidain menjelaskan bahwa sangat wajar mengapa kitab suci menggandengkan kata patuh kepada Allah dengan perintah bakti kepada orang tua, khususnya kepada ibu. Rasulullah bahkan menyebut "ibu, ibu, ibu" baru kemudian "ayah".

Hadits diriwayatkan oleh An-Nasa'i, Ibnu Majah, Ahmad, dan dishahihkan oleh Al-Hakim. Hadits tersebut adalah:

عن معاوية بن جاهمة السلمي، أن جاهمة رضي الله عنه جاء إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال : يا رسول الله أردت أن أغزو وقد جئت أستشيرك . فقال : هل لك من أم؟ قال نعم. قال : فالزمها فإن الجنة تحت رجليها

Artinya: "Dari Mu'awiyah bin Jahimah As-Sulami, ia datang menemui Rasulullah SAW. la berkata, 'Wahai Rasulullah, saya ingin ikut berperang dan saya sekarang memohon nasihat kepadamu? 'Rasulullah SAW lalu bersabda, 'Kamu masih punya ibu? 'Mu'awiyah menjawab, 'Ya, masih. Rasulullah SAW bersabda, 'Berbaktilah kepada ibumu (lebih dahulu) karena sungguh ada surga di bawah kedua kakinya!"

Gaes, bersyukurlah jika kedua orang tuamu masih hidup, artinya kesempatanmu untuk menggapai surga-Nya masih terbuka lebar dengan cara melakukan kebaikan pada kedua orang tua, khususnya ibu kalian. Berbuatlah kebaikan pada orang yang sudah berkorban banyak dalam hidupmu. Lakukan dengan tulus dan ikhlas memuliakan ibumu untuk menggapai ridho Allah, insyaallah, balasan kebaikan dan kemuliaan akan kau dapatkan tidak hanya di dunia tapi juga akhirat nanti.

Oleh: Mochamad Efendi
Sahabat Tinta Media 

Minggu, 10 April 2022

Kapitalisme Menggerus Naluri Ibu

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1AyeEApRJ9ChHC8spq099VPnIvZaC2WkR

Kasih ibu
Kepada beta
Tak terhingga
Sepanjang masa

Tinta Media - Lagu ini menjadi gambaran bagaimana seorang anak memahami bahwa kasih seorang ibu itu tidak pernah ada habisnya. Memang secara fitrah, Allah telah menciptakan seorang wanita itu dengan segala kelemahlembutannya sehingga mampu memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya tanpa syarat.

Dunia terhenyak saat ada beberapa fakta yang ada, justru sifat dan karakter lembut ini berubah menjadi sosok yang kejam, sosok yang kehilangan naluri keibuan. Ibu yang seharusnya menjadi tempat berlindung bagi anak, tiba-tiba menjadi sosok yang membuat anak tidak lagi nyaman dan aman berada di dekatnya.

Tahun 2019 lalu, tersiar berita heboh tentang seorang ibu yang mengelonggong anak balitanya hingga tewas lantaran strees akan diceraikan oleh suami.

Kejadian itu terulang lagi saat ini. Seorang ibu di kota Brebes, Jawa Tengah bernama Kanti Utami (35), diduga menggorok tiga anaknya sendiri hingga menyebabkan salah satu anaknya meninggal dunia, dua lainnya selamat dan sedang menjalani perawatan intensif di rumah sakit (RS). Alasannya, untuk melepaskan penderitaan anak-anak. Diduga, ia mengalami tekanan ekonomi (Suara.com, 22/3/2022)

Kejadian semacam ini bahkan beberapa kali terjadi di tanah air. Makin banyaknya kasus ibu tega menganiaya dan membunuh anaknya sendiri karena dipicu banyak faktor, antara lain tekanan ekonomi, psikologi sakit (takut dicerai, kurang kasih sayang, malu pada tetangga) dan tidak kalah penting, adanya empati dari orang di sekitarnya.

Ibarat gunung es, yang nampak di permukaan hanya sebagian saja. Kejadian seperti ini akan berulang dan berulang kembali, bahkan cenderung menunjukkan peningkatan.

Tidak bisa dimungkiri bahwa siapa pun yang hidup di sistem kapitalisme dengan tolok ukur materi,  rentan menghadapi stres. Begitu pula dengan seorang ibu, rentan kehilangan fitrah keibuannya di sistem ini.

Bagaimanna tidak? Setiap hari seorang ibu harus berjibaku (sibuk sekali) mengatur urusan keluarga. Menjadi istri sekaligus ibu bukan perkara mudah. Dari bangun tidur hingga menjelang tidur, seorang ibu tidak pernah bisa istirahat tenang, karena ada saja kesibukan yang tidak ada habisnya.

Di sisi lain, sistem kapitalis ini terus-menerus mendorong ibu untuk keluar dari zona aman dan nyaman di rumah. Untuk apa? Untuk menambal dan memenuhi kekurangan biaya bulanan keluarga. Terlebih, saat ini sudah dua tahun pasca pandemi yang meluluhlantakkan ekonomi, disusul dengan melejitnya harga minyak goreng dan kebutuhan lain, seperti kesehatan mahal, pendidikan, tempat tinggal, dll.

Tingkat “stressor”  yang disebabkan penerapan sistem kapitalis mendominasi, sementara tingkat keimanannya lemah. Permasalahan yang melilit, mampu menggerus naluri keibuan seorang wanita. Akhirnya, mereka abai pada tanggung jawab pengasuhan dan pendidikan anak, bahkan sebagian mengganggap anak adalah beban dalam hidupnya. Ini memicu wanita (ibu), hingga mampu melakukan tindakan yang tak masuk akal bagi fitrah keibuan, yaitu membunuh buah hatinya.

Ibu Kehilangan Fitrahnya

Kerusakan dalam kehidupan terjadi karena umat meninggalkan hukum Islam sebagai pedoman dan solusi kehidupan. Nilai Islam di tengah keluarga makin terkikis dan luntur. Di sisi lain, arus globalisasi yang sarat kapitalis dan liberalis terus menekan umat, hingga menggerus nilai Islam dalam tameng terkecil yaitu keluarga, tak terkecuali seorang ibu. Akibatnya, masalah tak berkurang, justru makin bertambah, dan tanpa kendali.

Di antara persoalan paling menonjol yang timbul akibat kapitalisme adalah kemiskinan. Persaingan untuk mendapatkan kehidupan yang layak di tengah masyarakat mendorong setiap individu secara maksimal mencurahkan energinya hanya sekadar untuk mencukupi kebutuhan hidup, tanpa memedulikan adanya aspek ruhiyah. Akibatnya, nilai-nilai Islam mulai ditinggalkan oleh individu. Hal itu telah mengantarkan pada pelalaian tugas dan fungsi keluarga. Tidak adanya saling empati dalam keluarga dan masyarakat, jelas akan memengaruhi faktor psikologis.

Seorang ibu sebagai ummun warabatut bait (ibu dan pengatur urusan rumah) harus ekstra keras berpikir,  sambil bekerja mengurus urusan keluarga dan mengasuh anak, juga menghitung cermat pemasukan keuangan agar dapat mencukupi semua kebutuhan, sementara semua berbiaya mahal dan tidak ada yang gratis.

Islam Menjaga Fitrah Ibu

Islam menempatkan ibu pada posisi tinggi dan penuh penghormatan. Tugas utama perempuan adalah menjadi ibu sekaligus mengurusi rumahnya. Ini tidak menghilangkan hak mereka untuk bekerja jika mereka menginginkannya.

Islam memberikan perempuan hak istimewa atas nafkah yang selalu disediakan oleh suami atau kerabat laki-laki mereka yang berkewajiban secara finansial memelihara anggota perempuan dari keluarga mereka, mengangkat beban mencari nafkah dari perempuan.

Nabi saw. berkata, “Masing-masing dari kalian adalah seorang pemimpin, dan masing-masing bertanggung jawab atas mereka yang berada di bawah kepemimpinannya. Seorang penguasa adalah seorang pemimpin; seorang laki-laki adalah pemimpin keluarganya; seorang perempuan adalah pemimpin rumah dan anak suaminya ... ”(HR Bukhari dan Muslim)

Sebagai contoh, jika seorang perempuan tidak memiliki kerabat laki-laki yang bertanggung jawab atas kebutuhannya, maka negara berkewajiban menyediakannya. Sistem Islam yang dilaksanakan di bawah khilafah telah mendukung para ibu dalam memenuhi kewajiban vital mereka, yaitu merawat dan membesarkan anak-anak, serta menjaga rumah mereka. Negara juga menjamin keamanan finansial bagi perempuan dan memastikan bahwa mereka tidak pernah ditinggalkan untuk mengurus diri mereka sendiri dan anak-anak, atau dibiarkan menderita kesulitan keuangan.

Peran ibu sangat penting dalam peradaban Islam. Dalam Khilafah Utsmani misalnya, peran strategis ibu telah meningkatkan posisi perempuan di tengah masyarakat. Para ibu dihormati dan diperlakukan dengan sangat hati-hati oleh anak-anak mereka. Sebagai balasannya, para ibu menghujani anak-anak mereka dengan cinta dan kasih sayang yang sangat besar.

Islam adalah aturan sempurna untuk kehidupan. Semua problematika mempunyai solusi yang tepat sasaran. Islam memiliki pandangan yang tak tertandingi tentang pentingnya peran keibuan sehingga mampu menyejahterakan, baik untuk ibu maupun anak.

“Dengan Kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang itu dari gelap gulita kepada cahaya dengan izin-Nya, dan menunjukkan ke jalan yang lurus.” (QS. Al Maidah : 16)

Wallahu’alam bishawab.

Oleh: NS. Rahayu
Pengamat Sosial
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab