Tinta Media: Ibu
Tampilkan postingan dengan label Ibu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ibu. Tampilkan semua postingan

Minggu, 18 Juni 2023

Ummu Wa Robbatul Bait dalam Jeratan Kapitalisme

Tinta Media - Dalam kacamata Islam tentang pernikahan, seorang muslimah berkewajiban menjadi ummu wa rabbatul bait yakni menjadi seorang ibu dan pengurus rumah tangga. Sebagaimana sabda Rasulullah saw., yang diriwayatkan oleh Imam Muslim; "Seorang wanita adalah pengurus rumah tangga suaminya dan anak-anaknya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepengurusannya."

Namun sayangnya, jeratan kapitalisme dengan asas sekularisme yang menghujam di tengah kehidupan hari ini membuat peran muslimah makin terkikis. Perannya yang begitu mulia seakan sirna perlahan. Narasi-narasi liar yang digaungkan oleh feminisme berhasil membuat para muslimah yang menyandang titel sarjana maupun tidak, merasa malu hanya menjadi sosok ibu rumah tangga. Para muslimah digiring untuk menyibukkan diri bekerja di luar rumah demi menyandang status sebagai wanita karir. Karena ketika sudah menjadi wanita karir, ia akan merasa menjadi wanita mandiri tanpa harus menyusahkan keuangan suami. Tidak sedikit juga yang berujung dengan kesombongan, sampai ada yang merendahkan suaminya karena penghasilan yang didapat istri jauh lebih besar daripada penghasilan suami. Padahal dalam pandangan Islam semua kebutuhan istri adalah tanggung jawab suami. Maka, istri pun wajib bersikap qanaah dan ridha atas apa saja yang telah diberikan suami kepadanya.

Di sisi lain, banyak muslimah yang nasibnya kurang beruntung ketika sudah menikah, mereka harus bekerja di luar rumah bukan karena ingin menyandang status menjadi wanita karir melainkan benar-benar ingin membantu perekonomian keluarga yang meliputi kebutuhan sandang, pangan dan papan. Beban hidup yang berat ini berhasil membuat para muslimah dengan rela memikul peran ganda, menjadi tulang rusuk sekaligus tulang punggung keluarga.

Tidak bisa dimungkiri, dampak terburuk perempuan yang bekerja di dalam dan di luar rumah adalah stres yang berat hingga beban mental yang kuat. Tidak hanya lelah di badan namun lelah di pikiran juga turut dirasakan. Sehingga pelayanan dalam rumah tangga tidak maksimal. Keengganan melayani suami karena rasa lelah juga menjadikan bibit-bibit perselingkuhan dan perceraian. Terbukti jumlah kasus perceraian hari ke hari meningkat. Berdasarkan data Direktorat Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia per Juni 2023, data perceraian yang terkategori dalam putusan perdata mencapai 4.360.081 kasus. Tidak jarang karena istri yang abai dalam pelayanan terhadap suami, membuat suami gelap mata melakukan pelecehan seksual yang korbannya sendiri adalah anak kandungnya. Suami merasa tidak diperhatikan sementara istri merasa tidak kuat jika harus mengatur seluruh aktivis di dalam dan di luar rumah.

Kondisi anak-anak pun terbengkalai atau dalam pengasuhan orang lain, karena sosok guru di dalam rumah yakni ibu, sudah merasa lelah dengan beban pekerjaan. Bukan lagi yang dipikirkan adalah keluarga, melainkan materi dengan tujuan agar kebutuhan dan keinginan hidup terpenuhi. Sehingga lahirlah generasi yang miskin adab dan jauh dari Islam.

Dalam Islam, ibu adalah figur penting dalam menanamkan akidah dan adab kepada anak-anaknya agar tumbuh menjadi pemuda yang mencintai Islam dan dakwah. Jika ibu sudah rapuh dan kehilangan arah dalam pengasuhan, maka bisa dipastikan estafet peradaban juga lumpuh.

Jika ingin menghancurkan sebuah peradaban, maka rusaklah para wanitanya. Begitulah musuh-musuh Islam menancapkan jargonnya. Jeratan kapitalisme sekularisme yang diusung negara hari ini membuat muslimah terkungkung dengan hidup yang berat serta jauh dari agama. Negara pun belum sepenuhnya bertanggung jawab atas kondisi rumah tangga rakyatnya.

Menyikapi hal ini maka perlu adanya upaya dakwah pemikiran dari sekelompok orang untuk menyadarkan para muslimah agar kembali kepada fitrahnya sebagai ummu wa robbatul bait, dan dakwah juga tidak boleh berhenti sampai di sini. Pun, para pemegang kekuasaan juga harus disadarkan bahwa kerusakan sistem kapitalis sekularisme harus diganti dengan sistem Islam yang totalitas. Wallahua'lam.

Oleh: Reni Adelina 

Aktivis Muslimah

 

Jumat, 30 Desember 2022

Hari Ibu dalam Naungan Jerat Kapitalisme

Tinta Media - 22 Desember menjadi momentum tersendiri bagi kita, yang diperingati sebagai Hari Ibu. Menjadi hari spesial sebab ungkapan kasih sayang pada Ibu membanjiri ruang media sosial maupun dunia nyata. Momen perayaan ini tentu saja mendatangkan rasa bahagia di hari para Ibu. Namun, benarkah para Ibu telah merasakan bahagia sesungguhanya?

Baru-baru ini KemenPPPA telah membuat tema Hari Ibu 2022. Tercetusnya Hari Ibu di Indonesia merupakan tonggak perjuangan perempuan untuk terlibat dalam upaya kemerdekaan bangsa dan pergerakan perempuan Indonesia dari masa ke masa dalam menyuarakan hak-haknya guna mendapatkan perlindungan dan mencapai kesetaraan. 

Adapun tema PHI ke-94 ini adalah PEREMPUAN BERDAYA INDONESIA MAJU. Dalam sub-tema nya membahas terkait Kewirausahaan Perempuan, Perempuan dan Digital Economy, Perempuan dan Kepemimpinan, Perempuan Terlindungi, Perempuan Berdaya. (dilansir dari tirto.id)

Sementara itu perempuan berada dalam krisis, ketika sebuah kemelut terjadi. Selama pandemi misalnya, perempuan menanggung dampak lebih, seperti lebih banyak pekerja perempuan terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga yang meningkat, hingga korban praktik pernikahan anak. Begitupun ketika bencana akibat perubahan iklim terjadi, korban perempuan hampir selalu lebih banyak dari laki-laki. (voaindonesia.com)

Kabar perempuan dan para ibu hari ini benar-benar miris. Jeratan tali kapitalisme mau tak mau menyeret mereka ke dalam arus kehidupan yang pelik. Semakin membuat mereka jauh dari fitrah sebagai perempuan, bahkan sebagai Ibu yang memiliki peran penting dalam peradaban.
 
Kapitalisme senantiasa memberikan tawaran menggiurkan. Karir cemerlang, posisi strategis, pengakuan yang selalu didambakan. Namun, nyatanya itu semua ialah racun yang mematikan potensi perempuan dan Ibu dalam memajukan peradaban yang hakiki. Sejatinya sistem kufur ini tak ubahnya jebakan yang melenakan, namun membunuh perlahan-lahan. Hingga akhirnya bukan solusi haq yang didapatkan, justru menimbulkan jenis-jenis masalah baru yang tak berkesudahan.

Perempuan dan para Ibu semakin pedih hidupnya. Menjadi penggerak roda ekonomi kapitalis dengan upah tak setara pengorbanannya. Membanting tulang mati-matian, yang seharusnya tulang rusuk bengkok itu mendapatkan banyak perhatian. 

Sungguh tidak ada keadilan dan kesejahteraan bagi perempuan dan para Ibu dalam sistem yang terjauhkan dari agama, khususnya Islam. Ide sekularisme barat telah mengaburkan pandangan mereka. Menghasilkan karakter perempuan dan Ibu pembangkang. Alih-alih menjadi penyelamat ekonomi, mereka justru korbankan diri untuk menghancurkan generasi dari dalam. Hingga kasih sayang yang Allah titipkan pada fitrah perempuan berubah menjadi ego yang membumbung tinggi.

Nyatanya hanya Islam yang mampu memberikan kelayakan hidup bagi setiap manusia, termasuk perempuan dan para Ibu. Islam memandang bahwasanya peran Ibu ialah sebagai tonggak peradaban. Maka penting sekali memperhatikan kesejahteraan perempuan serta para Ibu. 

Islam memandang perempuan sebagai roda penggerak peradaban, yang bukan semata-mata untuk perihal ekonomi saja. Sebab Islam membolehkan perempuan bekerja, namun bukan mewajibkan. Adapun kebolehan bekerja ini sendiri dilihat pula dari jenis pekerjaan seperti apa yang dikerjakannya. Tidak seperti kapitalisme yang membolehkan setiap perempuan dalam pekerjaan apapun tanpa melihat halal-haramnya, serta mendatakan kemudhoratan atau tidak.

Ibu adalah madrasah pertama bagi anaknya. Pencetak generasi terbaik untuk umat. Ummun Warobbatul Bait. Maka sudah semestinya Islam menjamin kemudahan bagi Ibu untuk menjalankan peranannya itu. Yakni menyenangkan untuk dipandang suaminya, menjaga harta dan anak-anaknya dengan sebaik-baiknya. Islam menempatkan perempuan yang telah bersuami di bawah tanggung jawab suaminya, artinya Islam akan memberikan pekerjaan yang layak untuk suami sebagai kepala rumah tangga.
Pun sama halnya bila perempuan belum menikah, maka tanggung jawab berada di bahwa ayahnya. Maka, sang ayah sebagai kepala rumah tangga akan diberikan pekerjaan yang layak dan cukup untuk menghidupi termasuk keluarganya. 

Luar biasanya Islam dalam aturan kehidupan ini tidak bisa dipungkiri lagi. Sebab Islam telah berhasil mewarnai peradaban dunia selama 14 abad lamanya. Sebuah usia kepemimpinan ideologi yang tak main-main, yang bahkan belum mampu disaingi oleh ideologi mana pun. Sebab Islam ialah agama dan ideologi yang turun berdasarkan wahyu, bukan hawa nafsu. Diturunkan oleh Allah SWT melalui perantara manusia terbaik, kekasih Allah yaitu nabi Muhammad SAW. 

Sudah selayaknya kita kembali pada Islam dan menerapkan aturan-aturannya. Sebab hanya Islam yang mampu memberikan kelayakan serta kesejahteraan hidup bagi seluruh alam, tak hanya sebatas pada penganutnya. Sebab Islam ialah agama Rahmatan Lil A'lamin. 
Wallahu'alam Bisshowab ~

Oleh: Tri Ayu Lestari
Novelis, Penulis dan Aktivis Dakwah Smart With Islam Community

Jumat, 23 Desember 2022

Pengorbanan Seorang Ibu

Tinta Media - Ribuan kilo jalan yang kau tempuh dengan berbagai rintangan yang menghadang engkau tetap berjalan menghadapi kehidupan agar bisa terus bersama anak-anakmu dan agar mereka tidak lagi menangis, tapi tersenyum dan tertawa gembira. Kebahagiaan mereka adalah juga kebahagiaanmu, begitu pula kesedihan yang mereka rasakan adalah kesedihanmu.

Seorang ibu sejati tidak pernah berhenti memberikan usaha terbaiknya untuk anak-anak tercinta. Semua dijalani ikhlas karena dorongan cinta yang luar biasa, yang bersumber dari hati tulus ikhlas yang tidak pernah berharap balasan dari anak-anaknya. 

Ibu, pengorbananmu begitu besar bagi anak-anakmu. Nyawa pun rela kau korbankan agar anakmu bisa terlahir dan menghirup udara kehidupan. Selama sembilan bulan kau rela bersusah payah dengan harapan seorang anak yang sehat dan hebat bisa terlahir dengan selamat. Tidak berhenti sampai di situ, engkau rela bersusah payah, letih dan lelah agar kebutuhan anak-anakmu tercukupi, mulai dari makanan yang bergizi, pakaian sampai pendidikan terbaik untuk anak-anakmu. Bahkan kau rela berpuasa agar mereka bisa menikmati makanan enak yang mereka sukai dan pakaian bagus yang membuat mereka bahagia. Engkau perhatikan tumbuh kembang mereka, hingga kau lupa memperhatikan dirimu sendiri. Engkau rela untuk melakukan apa saja demi bisa memberikan apapun yang terbaik untuk anak-anakmu.

Ibu, teringat dalam sebuah kisah yang tak terlupakan, engkau rela bangun paling pagi demi untuk menyiapkan sarapan terbaik buat seluruh anggota keluarga sebelum mereka memulai melakukan aktifitas harian mereka. Engkau juga tak lupa mendidik anak-anak untuk menjalankan kewajiban mereka sebagai seorang muslim sejati. Engkau tidak lelah mengingatkan mereka untuk berbuat kebaikan dan mencegah mereka dari perbuatan yang dilarang dalam ajaran Islam, meskipun terkadang terlontar kata-kata menyakitkan dan sikap yang tidak menyenangkan dari anak-anakmu tercinta. Engkau tetap bersabar untuk mengingatkan mereka agar terus berjalan pada jalan yang lurus sampai terbentuk kesadaran pada mereka untuk berislam yang benar sesuai dengan apa yang diperintahkan didalam al-Qur'an maupun As-sunah.

Dalam setiap do'a kau selalu berharap untuk kebaikan anak-anakmu. Menjadi anak sholeh atau sholehah yang selalu berbuat kebaikan. Menjadi ahli ilmu maupun ahli khoir selalu kau panjatkan dalam setiap doamu untuk anak-anak yang tercinta. Tidak pernah terlontar kata-kata kebencian, tapi semua dilandasi oleh rasa cinta yang ingin menyaksikan mereka hidup bahagia tidak hanya di dunia, tapi juga di akhirat nanti.

Meskipun usiamu semakin tua dan semakin tak berdaya tapi harapan dan do'a-do'amu tidak pernah luntur pada mereka, anak-anakmu yang sudah mulai menginjak dewasa. Kau bisa merasakan kebahagiaan saat mereka semakin mandiri dan bisa menggapai cita-cita mereka. Meskipun kau mulai kurang diperhatikan karena kesibukan yang menyita mereka, engkau tidak pernah menuntut atas apa yang sudah diberikan untuk mereka. Pengorbananmu tulus dan tidak mengharap balasan dari mereka. Menyaksikan anak-anak sukses dan memperoleh kebahagiaan adalah balasan terindah yang membuat seorang ibu tersenyum bahagia.

Di ujung usianya yang semakin senja adalah kesempatan seorang anak untuk berbuat kebaikan pada orang tua, khususnya ibu. Kesempatan untuk mendapatkan surga-Nya, saat kita mau berbuat kebaikan dengan merawat orang tua dengan perhatian dan sikap terbaik untuk sang ibu yang sudah mengorbankan hidupnya demi kita, anak-anaknya. Tidak perlu ragu melakukan ke kebaikan untuk ibumu, karena semua itu akan berbuah manis dengan balasan dari al-Khalik yang hidup dan mati kita dalam genggamanNya. Banyak dari mereka yang durhaka pada orang tua, hidupnya susah dan menderita, sebaliknya mereka yang berbuat banyak kebaikan pada orang tuanya, hidupnya penuh keberkahan dan kemudahan. 

Berbakti kepada kedua orang tua adalah suatu kewajiban. Hal ini dibahas dalam Al-Quran dan hadits salah satunya dalam hadits surga di bawah telapak kaki ibu. Quraish Shihab dalam bukunya, Birrul Walidain menjelaskan bahwa sangat wajar mengapa kitab suci menggandengkan kata patuh kepada Allah dengan perintah bakti kepada orang tua, khususnya kepada ibu. Rasulullah bahkan menyebut "ibu, ibu, ibu" baru kemudian "ayah".

Hadits diriwayatkan oleh An-Nasa'i, Ibnu Majah, Ahmad, dan dishahihkan oleh Al-Hakim. Hadits tersebut adalah:

عن معاوية بن جاهمة السلمي، أن جاهمة رضي الله عنه جاء إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال : يا رسول الله أردت أن أغزو وقد جئت أستشيرك . فقال : هل لك من أم؟ قال نعم. قال : فالزمها فإن الجنة تحت رجليها

Artinya: "Dari Mu'awiyah bin Jahimah As-Sulami, ia datang menemui Rasulullah SAW. la berkata, 'Wahai Rasulullah, saya ingin ikut berperang dan saya sekarang memohon nasihat kepadamu? 'Rasulullah SAW lalu bersabda, 'Kamu masih punya ibu? 'Mu'awiyah menjawab, 'Ya, masih. Rasulullah SAW bersabda, 'Berbaktilah kepada ibumu (lebih dahulu) karena sungguh ada surga di bawah kedua kakinya!"

Gaes, bersyukurlah jika kedua orang tuamu masih hidup, artinya kesempatanmu untuk menggapai surga-Nya masih terbuka lebar dengan cara melakukan kebaikan pada kedua orang tua, khususnya ibu kalian. Berbuatlah kebaikan pada orang yang sudah berkorban banyak dalam hidupmu. Lakukan dengan tulus dan ikhlas memuliakan ibumu untuk menggapai ridho Allah, insyaallah, balasan kebaikan dan kemuliaan akan kau dapatkan tidak hanya di dunia tapi juga akhirat nanti.

Oleh: Mochamad Efendi
Sahabat Tinta Media 

Minggu, 10 April 2022

Kapitalisme Menggerus Naluri Ibu

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1AyeEApRJ9ChHC8spq099VPnIvZaC2WkR

Kasih ibu
Kepada beta
Tak terhingga
Sepanjang masa

Tinta Media - Lagu ini menjadi gambaran bagaimana seorang anak memahami bahwa kasih seorang ibu itu tidak pernah ada habisnya. Memang secara fitrah, Allah telah menciptakan seorang wanita itu dengan segala kelemahlembutannya sehingga mampu memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya tanpa syarat.

Dunia terhenyak saat ada beberapa fakta yang ada, justru sifat dan karakter lembut ini berubah menjadi sosok yang kejam, sosok yang kehilangan naluri keibuan. Ibu yang seharusnya menjadi tempat berlindung bagi anak, tiba-tiba menjadi sosok yang membuat anak tidak lagi nyaman dan aman berada di dekatnya.

Tahun 2019 lalu, tersiar berita heboh tentang seorang ibu yang mengelonggong anak balitanya hingga tewas lantaran strees akan diceraikan oleh suami.

Kejadian itu terulang lagi saat ini. Seorang ibu di kota Brebes, Jawa Tengah bernama Kanti Utami (35), diduga menggorok tiga anaknya sendiri hingga menyebabkan salah satu anaknya meninggal dunia, dua lainnya selamat dan sedang menjalani perawatan intensif di rumah sakit (RS). Alasannya, untuk melepaskan penderitaan anak-anak. Diduga, ia mengalami tekanan ekonomi (Suara.com, 22/3/2022)

Kejadian semacam ini bahkan beberapa kali terjadi di tanah air. Makin banyaknya kasus ibu tega menganiaya dan membunuh anaknya sendiri karena dipicu banyak faktor, antara lain tekanan ekonomi, psikologi sakit (takut dicerai, kurang kasih sayang, malu pada tetangga) dan tidak kalah penting, adanya empati dari orang di sekitarnya.

Ibarat gunung es, yang nampak di permukaan hanya sebagian saja. Kejadian seperti ini akan berulang dan berulang kembali, bahkan cenderung menunjukkan peningkatan.

Tidak bisa dimungkiri bahwa siapa pun yang hidup di sistem kapitalisme dengan tolok ukur materi,  rentan menghadapi stres. Begitu pula dengan seorang ibu, rentan kehilangan fitrah keibuannya di sistem ini.

Bagaimanna tidak? Setiap hari seorang ibu harus berjibaku (sibuk sekali) mengatur urusan keluarga. Menjadi istri sekaligus ibu bukan perkara mudah. Dari bangun tidur hingga menjelang tidur, seorang ibu tidak pernah bisa istirahat tenang, karena ada saja kesibukan yang tidak ada habisnya.

Di sisi lain, sistem kapitalis ini terus-menerus mendorong ibu untuk keluar dari zona aman dan nyaman di rumah. Untuk apa? Untuk menambal dan memenuhi kekurangan biaya bulanan keluarga. Terlebih, saat ini sudah dua tahun pasca pandemi yang meluluhlantakkan ekonomi, disusul dengan melejitnya harga minyak goreng dan kebutuhan lain, seperti kesehatan mahal, pendidikan, tempat tinggal, dll.

Tingkat “stressor”  yang disebabkan penerapan sistem kapitalis mendominasi, sementara tingkat keimanannya lemah. Permasalahan yang melilit, mampu menggerus naluri keibuan seorang wanita. Akhirnya, mereka abai pada tanggung jawab pengasuhan dan pendidikan anak, bahkan sebagian mengganggap anak adalah beban dalam hidupnya. Ini memicu wanita (ibu), hingga mampu melakukan tindakan yang tak masuk akal bagi fitrah keibuan, yaitu membunuh buah hatinya.

Ibu Kehilangan Fitrahnya

Kerusakan dalam kehidupan terjadi karena umat meninggalkan hukum Islam sebagai pedoman dan solusi kehidupan. Nilai Islam di tengah keluarga makin terkikis dan luntur. Di sisi lain, arus globalisasi yang sarat kapitalis dan liberalis terus menekan umat, hingga menggerus nilai Islam dalam tameng terkecil yaitu keluarga, tak terkecuali seorang ibu. Akibatnya, masalah tak berkurang, justru makin bertambah, dan tanpa kendali.

Di antara persoalan paling menonjol yang timbul akibat kapitalisme adalah kemiskinan. Persaingan untuk mendapatkan kehidupan yang layak di tengah masyarakat mendorong setiap individu secara maksimal mencurahkan energinya hanya sekadar untuk mencukupi kebutuhan hidup, tanpa memedulikan adanya aspek ruhiyah. Akibatnya, nilai-nilai Islam mulai ditinggalkan oleh individu. Hal itu telah mengantarkan pada pelalaian tugas dan fungsi keluarga. Tidak adanya saling empati dalam keluarga dan masyarakat, jelas akan memengaruhi faktor psikologis.

Seorang ibu sebagai ummun warabatut bait (ibu dan pengatur urusan rumah) harus ekstra keras berpikir,  sambil bekerja mengurus urusan keluarga dan mengasuh anak, juga menghitung cermat pemasukan keuangan agar dapat mencukupi semua kebutuhan, sementara semua berbiaya mahal dan tidak ada yang gratis.

Islam Menjaga Fitrah Ibu

Islam menempatkan ibu pada posisi tinggi dan penuh penghormatan. Tugas utama perempuan adalah menjadi ibu sekaligus mengurusi rumahnya. Ini tidak menghilangkan hak mereka untuk bekerja jika mereka menginginkannya.

Islam memberikan perempuan hak istimewa atas nafkah yang selalu disediakan oleh suami atau kerabat laki-laki mereka yang berkewajiban secara finansial memelihara anggota perempuan dari keluarga mereka, mengangkat beban mencari nafkah dari perempuan.

Nabi saw. berkata, “Masing-masing dari kalian adalah seorang pemimpin, dan masing-masing bertanggung jawab atas mereka yang berada di bawah kepemimpinannya. Seorang penguasa adalah seorang pemimpin; seorang laki-laki adalah pemimpin keluarganya; seorang perempuan adalah pemimpin rumah dan anak suaminya ... ”(HR Bukhari dan Muslim)

Sebagai contoh, jika seorang perempuan tidak memiliki kerabat laki-laki yang bertanggung jawab atas kebutuhannya, maka negara berkewajiban menyediakannya. Sistem Islam yang dilaksanakan di bawah khilafah telah mendukung para ibu dalam memenuhi kewajiban vital mereka, yaitu merawat dan membesarkan anak-anak, serta menjaga rumah mereka. Negara juga menjamin keamanan finansial bagi perempuan dan memastikan bahwa mereka tidak pernah ditinggalkan untuk mengurus diri mereka sendiri dan anak-anak, atau dibiarkan menderita kesulitan keuangan.

Peran ibu sangat penting dalam peradaban Islam. Dalam Khilafah Utsmani misalnya, peran strategis ibu telah meningkatkan posisi perempuan di tengah masyarakat. Para ibu dihormati dan diperlakukan dengan sangat hati-hati oleh anak-anak mereka. Sebagai balasannya, para ibu menghujani anak-anak mereka dengan cinta dan kasih sayang yang sangat besar.

Islam adalah aturan sempurna untuk kehidupan. Semua problematika mempunyai solusi yang tepat sasaran. Islam memiliki pandangan yang tak tertandingi tentang pentingnya peran keibuan sehingga mampu menyejahterakan, baik untuk ibu maupun anak.

“Dengan Kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang itu dari gelap gulita kepada cahaya dengan izin-Nya, dan menunjukkan ke jalan yang lurus.” (QS. Al Maidah : 16)

Wallahu’alam bishawab.

Oleh: NS. Rahayu
Pengamat Sosial
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab