Persoalan Sampah Sulit Teratasi, Sistem Islam Sebagai Solusi
Tinta Media - Dalam rangka memperingati Hari Sungai Nasional pada hari Rabu, (26/07/2023) kemarin, sejumlah warga dan pegiat lingkungan menggelar aksi bersih sungai yang berfokus membersihkan sampah yang menumpuk di Bendungan Bugel Sungai Cikeruh, Cileunyi, Kabupaten Bandung.
Aksi bersih sungai ini diinisiasi oleh kumpulan pemuda asal Bandung yang aktif dalam aksi sosial, yakni Pandawara Group serta diikuti oleh beragam komunitas lingkungan, mahasiswa, Polri, TNI, dan masyarakat sekitar. Aksi tersebut sekaligus mengajak masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan dengan tidak membuang sampah maupun limbah rumah tangga ke sungai. (REPUBLIKA.co.id.bandung)
Sampah merupakan persoalan pelik yang belum dapat terselesaikan. Menurut Data Pemerintah Daerah (2022), sampah di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat, setiap hari diperkirakan mencapai 1.268 ton. Namun, hanya sekitar 300 ton di antaranya yang bisa diangkut ke tempat penampungan sampah. Sebanyak 968 ton lainnya tidak tertangani. Ini karena terkendala oleh keterbatasan armada pengangkut. (ANTARANEWS.com)
Sumbangsih terbesar di urutan pertama adalah sampah makanan. Produksi sampah makanan per hari mencapai 709,73 ton, atau sebesar 44,52 %. Urutan kedua adalah sampah plastik yang mencapai 266,23 ton per hari, atau sebesar 16,70 %. Kemudian, di urutan ketiga ada sampah kertas yang mencapai 209,16 ton per hari, atau sebesar 13,98 %.
Aksi pembersihan sampah memang perlu ada dalam kesadaran tiap individu dan masyarakat. Tidak hanya dalam momen-momen tertentu kesadaran itu ada, tapi setiap saat. Sehingga, pencemaran sampah dapat segera teratasi.
Negara merupakan pihak yang memiliki peranan paling penting dalam mengelola sampah. Ini karena pengelolaan sampah merupakan upaya pencegahan agar terwujud kesehatan di tengah-tengah masyarakat.
Ketika sampah memenuhi sungai, maka sangat berdampak pada lingkungan. Selain sungai tercemar, aliran air yang terhambat serta terjadinya pendangkalan akibat sampah akan menimbulkan banjir. Tempat pemberhentian akhir sungai, yaitu laut pun akan ikut dipenuhi sampah.
Kerusakan yang terjadi saat ini telah dikabarkan dalam kalamullah.
Allah berfirman:
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka. Semoga mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS. Ar-Rum: 41)
Masalah mendasar dari sampah adalah budaya konsumtif yang kian hari kian parah diidap masyarakat saat ini. Perilaku konsumtif merupakan perilaku atau gaya hidup individu yang cenderung bersikap berlebihan dalam menggunakan atau membeli sesuatu tanpa pertimbangan yang matang. Ini adalah akibat mengikuti hawa nafsu dalam memenuhi keinginannya bukan kebutuhannya. Padahal, keinginan itu bersifat tidak terbatas.
Apalagi hidup di zaman sekarang, gengsi atau eksistensi di junjung tinggi. Misalnya, kita membeli makanan dan minuman bukan untuk memenuhi kebutuhan rasa lapar dan haus, tetapi karena makanan dan minuman itu sedang viral, dengan alasan ingin ikuti idolanya, tak ingin dibilang kudet oleh temannya, atau sekadar ingin saja.
Dalam Islam, Rasulullah saw. mengajarkan kita tentang hal ini.
"Tidak ada yang lebih jelek daripada memenuhi perut keturunan Adam. Cukup keturunan Adam mengonsumsi yang dapat menegakkan tulangnya. Kalau memang menjadi suatu keharusan untuk diisi, maka sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga untuk nafasnya." (HR. Imam Ahmad dan Ibnu Majah)
Perilaku konsumtif telah mewabah di masyarakat saat ini. Yang menjadi standar kebahagiaan adalah materi serta kepuasan diri semata. Ini merupakan dampak dari kapitalisme yang diterapkan dan sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan saat ini.
Sistem kapitalisme pun dapat mengubah para penguasa. Sistem ini menjadikannya berlepas dari tanggung jawab untuk mengurusi rakyat. Rakyat tak ubahnya sapi perah untuk diekploitasi untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Sedangkan sampah yang dihasilkan di masyarakat dipandang sebagai beban karena hanya sedikit memberikan keuntungan.
Tidak heran jika penguasa tidak serius megelola sampah di masyarakat. Problem sampah harus diselesaikan dengan dengan mengubah pola konsumtif di masyarakat dengan benar dan tepat. Konsep benar dan tepat itu ada dalam Islam.
Islam mendorong produktivitas dan tidak melarang konsumsi. Namun, Islam mendorong manusia memiliki gaya hidup bersahaja, mengonsumsi sesuai kebutuhan dan melarang menumpuk barang tanpa pemangfaatan. (Lihat: QS. Al Isra: 27, QS. Al Furqan: 67)
Tercatat dalam sejarah kekhalifahan Islam. Pada masa Bani Umayyah, jalan-jalan di Cordova telah bersih dari sampah. Saat itu telah ada sitem pembuangan sampah. Sehingga, pemandangan di kota-kota saat itu benar-benar bersih dari sampah.
Ide pengelolaan dan sistem pembuangan sampah berasal dari Qusta ibn Luqa, ar-Razi, ibn al-Jazzar dan ibn al-Masihi. Tokoh-tokoh ini telah megubah konsep sistem pengelolaan sampah yang tidak lagi diserahkan kepada kesadaran masing-masing orang.
Tidak didapati perkotaan yang identik dengan volume sampah menggunung dan sampai ke sungai-sungai seperti saat ini. Sulit menemukan tempat-tempat kumuh di perkotaan. Sedangkan, pada saat yang sama kota lain di Eropa pada saat itu belum memiliki pengeloaan sampah. Sampah-sampah dapur di buang di depan rumah sehingga jalan kotor dan berbau busuk.
Islam mengajarkan agar kita memiliki kesadaran terhadap pola konsumsi karena apa yang kita belanjakan akan dimintai pertanggung jawaban kelak di akhirat. Masyarakat dan nagara pun tidak akan menyuburkan pola konsumsi ala kapitalis yang tolak ukurnya kebahagiaan materi atau kepuasan diri melainkan mencari ridho Illahi. Serta memberi pemahaman kepada tiap individu dan masyarakat bahwa menjaga kebersihan merupakan bentuk ketakwaan kepada Allah Swt.
Negara akan mengatur dan mengumpulkan sampah yang dihasilkan, baik dari perkotaan atau pedesaan, dari konsumsi normal, masyarakat di tempat khusus begitu juga sampah industri dan lain-lain. Sampah akan dikelola oleh negara agar tidak mencemari lingkungan. Dengan teknologi canggih negara akan menggerakkan para ahli yang kompeten dalam mengatasi permasalahan sampah. Pembiayaan pun berasal dari negara yang diambil dari baitul mal khilafah.
Solusi penyelesaiannya berangkat dari kesadaran komunal, kontrol masyarakat yang hal ini berpadu dengan negara sebagai periayah, yang tidak hanya memberikan fasilitas kebersihan, infrastruktur pengelolaan sampah modern, juga keteladanan.
Bukankah semua sulit diwujudkan hari ini? Karena fokus pemerintah atau masyarakat, apalagi individu hanya kembali kepada kepentingan masing-masing, bukan kemaslahatan umat. Jelas, semua butuh perubahan yang mendasar yang diawali dengan perubahan sistem, yakni mengubah sistem kapitalis-ekulerisme menjadi Khilafah 'ala minhajin nubuwwah.
WalLaahu a'lam.
Oleh: Nia Umma Zhafran (IRT)