IPK Terjun Bebas, Siyasah Institute: Korupsi Terlindungi dan Berjalan Sistematis?
Tinta Media - Menanggapi anjloknya Indeks Persepsi Korupsi (IPK), Direktur Siyasah Institute Iwan Januar menilai pantas karena korupsi justru seperti terlindungi dan berjalan secara sistematis.
"Pantas IPK Indonesia terjun bebas, karena korupsi justru seperti terlindungi dan berjalan secara sistematis. Ini yang buat PRS Internasional Country Risk Guide anjlok banget," tuturnya kepada Tinta Media pada hari Selasa, (7/2/2023).
Menurutnya, anjloknya indeks persepsi korupsi Indonesia ini tidak mengherankan karena pemerintah sendiri secara sistematis sudah melakukan pelemahan terhadap spirit pemberantasan korupsi.
Pertama, revisi UU KPK yang memangkas berbagai kewenangan KPK. Kedua, pemberhentian sejumlah pegawai KPK yang kredibel dan berprestasi melalui tes wawasan kebangsaan. Ketiga, internal KPK sendiri sudah bermasalah dengan pelanggaran kode etik yang dilakukan pimpinan KPK. "Seperti oleh ketuanya Firli dan Wakil Ketua Lili Pintauli Siregar," sambungnya.
Keempat, sanksi ringan yang sering diberikan pada terpidana korupsi. Kelima, sikap pemerintah yang gemar obral remisi pada tahanan korupsi. "Bahkan terpidana korupsi Asuransi Jiwasraya Fakhri Hilmi divonis bebas padahal nilai korupsinya 16 triliun lebih," bebernya.
Keenam, pemerintah membiarkan kongkalikong pejabat negara dalam bisnis. "Seperti bisnis tes PCR di masa pandemi. Juga persoalan investasi saham oleh PT. Telkomsel ke PT. GoTo Gojek Tokopedia pada November tahun 2020 lalu yang melibatkan Erick Thohir dan kakaknya," ungkapnya.
Ketujuh. Sikap pemerintah yang justru keberatan dan melawan adanya OTT yang dilakukan KPK. "Yang ditunjukkan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan," paparnya.
Direktur Siyasah Institute ini menilai bahwa korupsi tidak selalu berkaitan erat dengan demokratis atau tidaknya pemerintahan suatu negara. "Semua berpulang pada penegakkan hukum yang ketat dan konsisten," tandasnya.
Menurutnya, sistem Islam sangat sukses dalam menekan korupsi karena para pejabatnya ditekankan untuk beriman dan bertakwa, lalu ada sistem audit yang ketat, asas pembuktian terbalik, dan sanksi yang tegas serta konsisten. "Nabi saja siap memotong tangan putri kesayangannya sendiri,"
Menurutnya, mungkin demokrasi bisa tekan angka korupsi, tapi Islam jauh lebih sukses lagi. "Kalau hari ini penguasanya baru beragama Islam, tapi justru jauh dari penegakkan hukum-hukum Islam. Pantas amburadul," pungkasnya. [] Lussy Deshanti