Tinta Media: ICC
Tampilkan postingan dengan label ICC. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ICC. Tampilkan semua postingan

Rabu, 24 Januari 2024

IJM: PBB Tidak Layak Dipertahankan

Tinta Media - Luthfi Affandi, S.H., M.H dari Indonesia Justice Monitor (IJM) mengatakan, PBB tidak layak dipertahankan. 

“PBB ini tidak layak untuk dipertahankan karena memang sejak awal dibentuk walaupun dengan memakai prinsip kebersamaan, namun dilain sisi melakukan diskriminasi,” ujarnya di Kabar Petang: PBB & ICC Payah! Di kanal Youtube Khilafah News,  Senin (15/1/2024).

Menurut Luthfi, PBB itu sengaja didesain oleh negara-negara pemenang perang dunia ke-2. "Untuk mengakomodir kepentingan-kepentingan mereka (negara pemenang perang dunia ke-2)," ungkapnya.

Luthfi mengungkapkan, negara pemenang Perang Dunia ke-2 itulah yang menginisiasi lahirnya PBB. Lima negara yang menjadi pemenang itulah yang memiliki kepentingan hingga memiliki hak veto. 

Dari sekian ratus negara dunia, jelasnya, hanya 5 negara yaitu Amerika, Inggris, Perancis, Rusia, dan Cina yang memiliki hak veto, sehingga apa pun yang dinarasikan PBB misalnya mengeluarkan resolusi untuk menghukum negara Yahudi itu bisa batal.

"Dunia internasional harus melek juga bahwa fakta PBB tidak memiliki kepentingan apa pun kecuali kepentingan negara-negara adidaya," pungkasnya. [] Setiyawan Dwi.

Senin, 22 Januari 2024

IJM: PBB dan ICC Mustahil Menyeret Benyamin Netanyahu



Tinta Media - Luthfi Affandi, S.H., M.H dari Indonesia Justice Monitor (IJM) mengatakan, PBB dan ICC mustahil menyeret Benyamin Netanyahu. 

“Sangat mustahil kalau PBB dan ICC itu akan menyeret penjahat perang seperti Benyamin Netanyahu,” ujarnya di Kabar Petang: PBB & ICC Payah! Di kanal Youtube Khilafah News,  Senin (15/1/2024). 

Ia beralasan, pendirian negara Yahudi Zionis merupakan bagian dari keputusan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). 

"Secara historis PBB itu sebelumnya  kita kenal sebagai  Liga Bangsa Bangsa (LBB). LBB lah yang memberikan Inggris hak mandat  atas tanah Palestina, kemudian diberikan hak mandatnya kepada orang Yahudi," ujarnya. 

Kemudian lanjutnya, pada 29 November 1947, PBB saat itu menyetujui pembagian Palestina menjadi 2 negara. "Jadi menjadi catatan juga bahwa PBB memiliki peran yang sangat besar sebelum berdirinya negara entitas Zionis Yahudi, yang kemudian melahirkan negara Yahudi," ucapnya. 

Luthfi juga membeberkan, berdirinya negara Yahudi zionis juga diakui jelas oleh PBB dalam forum internasionalnya. “Ini sangat clear dan jelas bahwa PBB itu memiliki andil yang sangat besar dalam mendirikan negara haram yakni Israel,” pungkasnya.[] Setiyawan Dwi.

Minggu, 21 Januari 2024

IJM: Ada Kejanggalan pada Pengadilan ICC



Tinta Media - Luthfi Affandi, S.H., M.H dari Indonesia Justice Monitor (IJM) mengungkapkan ada kejanggalan dalam pengadilan International Criminal Court (ICC). 

"Ada kejanggalan pada pengadilan ICC. Sejak berdirinya  tahun 2002, ICC mendakwa kurang lebih 40 orang, hampir semuanya berasal dari negara-negara Afrika. Sementara yang berasal dari Amerika, Inggris, Prancis, atau bahkan negara entitas penjajah Yahudi yang sekarang ini menjajah Palestina itu masih menjadi pertanyaan," ujarnya di Kabar Petang: PBB dan ICC Payah! Di kanal Youtube Khilafah News,  Senin (15/1/2024). 

Ia lalu memerinci 40 orang Afrika itu, 20 orang ditahan di Denhag Belanda, 10 orang dibunuh, 10 orang dibebaskan. 

Luthfi berkesimpulan bahwa lembaga ICC tidak efektif  bahkan bisa juga dikatakan gagal, karena yang diseret ke pengadilan hanyalah negara-negara yang lemah. 

"Sementara  negara-negara yang memiliki kekuatan politik internasional yang kuat atau backing politik kekuatan internasional yang kuat, itu hampir mustahil untuk diseret ICC," pungkasnya.[] Setiyawan Dwi

IJM: Kehadiran ICC dan PBB Tidaklah Efektif



Tinta Media - Lambannya Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan International Criminal Court (ICC) dalam mengadili entitas penjajah Yahudi Zionis terkait genosida di Gaza, bukti kehadirannya tidaklah efektif bahkan gagal. 

"Saya setuju kehadiran  ICC dan PBB itu tidak efektif bahkan gagal," ujar Luthfi Affandi, S.H., M.H dari Indonesia Justice Monitor (IJM) di Kabar Petang : PBB & ICC Payah! Di kanal Youtube Khilafah News, Senin (15/1/2024). 

Alasannya menurut Luthfi, walaupun ICC dan PBB itu salah satu subyek hukum internasional di bidang hukum atau lembaga peradilan, namun ini tidak bisa lepas dari aspek politik internasional. 

"Jadi ini memang kita tahu ICC itu semacamlembaga internasional dalam bidang hukum, tetapi ingat bahwa dunia internasional ini punya kekuatan-kekuatan politik internasional yang juga diwakili negara-negara tertentu," ungkapnya. 

Artinya lanjut Luthfi, negara yang memiliki pengaruh yang kuat di dunia internasional itu, hampir mustahil tokohnya menjadi pesakitan di pengadilan ICC. 

"Jadi sulit sekali untuk menyeret penjahat-penjahat perang seperti Benyamin Netanyahu atau yang lain, karena mereka memiliki backing kekuatan politik internasional yang kuat," tuturnya. 

Sehingga bebernya, walaupun ICC itu punya kewenangan untuk menghakimi ataupun menghukum Benyamin Netanyahu misalnya atau yang lain itu mustahil, karena memang backingannya yang kuat. 

"Dengan kekuatan politik yang kuat, lobi yang kuat, itu hampir mustahil mereka untuk diseret ICC gitu, jadi sulit sekali," pungkasnya.[] Setiyawan Dwi

Sabtu, 25 Maret 2023

Penangkapan Putin oleh ICC Tidak Bisa Diimplementasikan

Tinta Media - Pengamat Hubungan Internasional, Hasbi Aswar Ph.D. menilai surat penangkapan untuk Vladimir Putin yang diterbitkan oleh International Criminal Court (ICC) tidak akan bisa diimplementasikan.

"Saya kira tidak mungkin rekomendasi hasil keputusan dari ICC itu bisa diimplementasikan," ujarnya dalam acara Kabar Petang: Putin Hendak Ditangkap, ICC Permainan Apalagi? di kanal YouTube Khilafah News, Selasa (21/3/2023).

Hasbi melihat Rusia bukan bagian dari ICC dan melalui Dewan Keamanan PBB juga ICC tidak bisa diterapkan. "Karena pasti akan di veto terlebih dahulu oleh Rusia," ujarnya. 

Menurutnya, ICC tidak punya hak untuk memberikan sanksi kepada Putin atau Rusia, karena Rusia sendiri bukan bagian dari ICC ataupun termasuk dalam negara-negara yang meratifikasi statuta roma yang menjadi pondasi ICC itu sendiri.

"Rusia belum meratifikasi statuta roma itu. Jadi secara legal ICC itu tidak punya hak untuk melakukan upaya untuk melakukan  kriminalisasi atau memberikan sanksi terhadap Putin," tuturnya.

Begitu pula bila ICC mengajukan ke Dewan Keamanan PBB, menurut Hasbi, hal yang sama akan berlaku jika ICC mencoba jalan kedua yaitu mengadukan Rusia ke Dewan Keamanan PBB.

"Yang menjadi problem adalah tidak mungkin, karena Rusia adalah bagian dari anggota dewan PBB dengan Dewan Keamanan PBB dan otomatis ketika isu ini diangkat pasti akan di veto duluan oleh Rusia," lanjutnya.

Menurutnya, yang dilakukan ICC ini semata-mata hanya untuk memberikan dampak intimidasi sekaligus merusak image Putin di mata global.

"Kalau kita ingin melihat dampaknya mungkin sekedar memberikan intimidasi kepada Putin. Dan dari segi image dan legitimasinya Putin di global akhirnya ia seolah digambarkan sebagai kriminal, jahat dan melakukan pelanggaran," sambungnya.

Hal ini ia kira tidak akan berpengaruh besar terhadap Rusia dan juga tidak akan mempengaruhi kerjasama dengan negara-negara yang punya hubungan baik dengan Rusia.

"Melihat Rusia ini punya pengaruh yang kuat. Saya kira dengan kekuatan ekonomi yang dimiliki dan dengan jangkauan kerjasama yang dimiliki, tidak akan mempengaruhi hubungan Rusia dengan negara-negara yang punya hubungan baik seperti Cina, India, Indonesia kemudian negara-negara Timur Tengah termasuk Turki," pungkasnya.[] Muhammad Ikhsan Rivaldi

 

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab