Tinta Media: Hina
Tampilkan postingan dengan label Hina. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hina. Tampilkan semua postingan

Rabu, 09 Agustus 2023

IJM: Sungguh Miris! Jika kritik Dianggap Fitnah



Tinta Media - Direktur  Indonesian Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana mengatakan, sungguh miris jika kritik dianggap fitnah.
 
“Sungguh miris, apabila kritik (materi dan visualnya) dianggap sebagai fitnah, hinaan, dan berita bohong,” ungkapnya dalam Program Justice Monitor : Ada Modus Baru Pembungkaman Hak Berpendapat? melalui kanal Youtube Justice Monitor, Senin (7/8/2023).
 
Modus itu muncul, sambungnya,  lantaran penggunaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang menjadi pasal karet.
 
“Imbasnya, kebijakan pemerintah yang berkuasa hanya menguntungkan segelintir orang dan merugikan masyarakat luas,” kritiknya.
 
Agung menegaskan, jika ada rakyat yang  kritis atau berseberangan dengan pemerintah seharusnya jangan dianggap sebagai musuh serta menjeratnya dengan undang-undang.
 
“Undang-Undang yang kontroversial itu seolah-olah tujuannya memenjarakan orang yang kritis atau orang yang berlawanan dari rakyat, tapi membuat nyaman penguasa atau pejabat.  Apabila arahnya ke sana tentu tidak boleh terjadi. Negara tidak boleh menempatkan rakyat sebagai musuh, tapi warga negara ada yang peduli, kalau ada yang salah, ada restorative  justice  (pengadilan yang melibatkan pihak terkait),dan begitu seharusnya,” tegasnya.
 
Agung menambahkan, bahwa kritik menjadi hal penting dari ekspresi konstruktif walaupun mengandung ketidaksetujuan terhadap perbuatan, kebijakan dan tindakan pemerintah atau lembaga negara.
 
“Pada dasarnya kritik merupakan bentuk pengawasan, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat. Saat ini tumbuh dan berkembang pula kualitas kontrol yang dihasilkan terhadap semua proses dan hasil pembangunan. Itu adalah hal yang wajar. Dengan fungsi itulah selayaknya kritik masyarakat tidak terbelenggu dengan ancaman delik dalam UU ITE maupun KUHP,” pungkasnya. [] Evi

Senin, 14 November 2022

Hina Polisi, Jaksa, DPR Bisa Dipenjara 1,5 Tahun, Pamong Institute: RKUHP Spiritnya Ancam Rakyat

Tinta Media - Menyikapi salah satu pasal RKUHP yang diajukan rezim Jokowi awal Nopember ini yang berbunyi  siapa saja yang hina polisi, jaksa, DPR, dan lain-lain bisa dipenjara 1,5 tahun, Direktur Pamong Institute Drs. Wahyudi al-Maroky mengatakan spiritnya mengancam rakyat.
 
“Jelas ini spiritnya mengancam rakyat dan ingin memenjarakan rakyat. Padahal di banyak negara semangatnya membebaskan rakyat dan mengosongkan penjara,” ungkapnya kepada Tinta Media, Senin (14/11/2022).
 
Ia lantas memberikan empat catatan penting terkait hal itu. Pertama, tidak boleh menghina. Menghina siapa pun adalah perbuatan hina. Orang yang berbudaya dan beragama tidak akan berbuat hina.
 
“Menghina orang atau aparat negara jelas tidak sesuai dengan budaya kita yang sangat religius. Tak ada satu agama pun yang menyuruh kita melakukan perbuatan hina, apalagi menghina orang lain maupun aparat dan lembaga negara,” imbuhnya.
 
Oleh karenanya, jika ada orang melakukan perbuatan hina itu hanya ada dua kemungkinan, pertama, orang tersebut sedang khilaf dan melanggar ajaran agama. Kedua, orang tersebut tidak beragama sehingga melakukan perbuatan hina itu. 
 
“Maka menjadi kewajiban negara untuk membuat orang makin taat kepada ajaran agamanya sehingga negara tidak perlu kerja keras mengajari rakyat untuk tidak melakukan perbuatan hina. Bahkan tidak perlu menakuti rakyatnya dan mengancam dengan penjara,” jelasnya.
 
Kedua, tugas negara melindungi rakyat bukan mengancam memenjarakan rakyat. “Pasal yang  terkait ancaman akan memenjarakan hingga 1,5 tahun bagi yang menghina aparat menunjukkan semangat memenjarakan rakyat. Padahal dalam konstitusi tegas disebutkan tugas negara itu melindungi segenap rakyat. Bukan malah hendak memenjarakan rakyat, apalagi penjara sudah kelebihan kapasitas,” bebernya.
 
Ini berbeda  dengan Belanda. “Di Belanda penjara sudah banyak yang kosong bahkan disewakan karena pendekatannya semangat membebaskan rakyat. Namun kita malah sebaliknya punya semangat memenjarakan rakyat. Ini tentu sudah melenceng dari konstitusi,” kritiknya.
 
Ketiga, tugas negara mencerdaskan bukan memenjarakan rakyat. “Jika rakyat cerdas,  maka yang keluar dari ucapannya adalah ujaran yang baik dan penuh adab alias beradab. Rakyat yang cerdas tidak akan melakukan perbuatan hina atau menghina orang lain,” tegasnya.
 
Kewajiban negara, menurut Wahyudi,  bekerja keras dan fokus menjalankan tugasnya untuk mencerdaskan rakyatnya.
 
“Pemerintah yang baik mestinya merancang regulasi dan menjalankannya dengan baik. Bukan malah  membuat rancangan aturan yang mengancam rakyatnya. Bahkan hendak memenjarakan rakyatnya ditengah sesaknya lapas karena kelebihan kapasitas,” cetusnya.
 
Keempat, pemerintah yang baik membuat rakyat sulit mengkritik. Hendak mengkritik saja sulit karena tak ada celah dan saking baiknya. Apalagi hendak menghina. Kalaulah ada rakyat yang coba menghina pemerintahan yang baik maka rakyat yang lain tentu akan mengoreksinya.
 
“Maka rezim hendaknya sibuk memperbaiki kinerja sehingga menjadi pemerintahan yang baik, bukan malah punya semangat memusuhi rakyat bahkan punya semangat menghukum dan memenjarakan rakyat,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 

RKUHP: HINA POLISI, JAKSA & DPR, BISA DIPENJARA 1,5 TAHUN, REZIM ZALIM ANTI DEMOKRASI?

Pemerintahan yang baik akan diapresiasi bahkan akan dipuji rakyatnya. Tak perlu takut akan dihina rakyat.

Tinta Media - Lagi, publik dibuat Gaduh. Rakyat kembali dibuat resah dan gelisah. Pasalnya, Awal November ini Rejim Jokowi mengajukan RKUHP yang salah satu pasalnya kembali mengancam rakyat. Siapa saja yang hina polisi, jaksa, DPR, dll. bisa dipenjara 1,5 tahun. Jelas ini spiritnya mengancam rakyat dan ingin memenjarakan rakyat. Padahal di banyak negara semangatnya membebaskan rakyat dan mengosongkan penjara. Termasuk negeri Belanda yang dulu menjajah negeri ini dan dijadikan kiblat dalam soal hukum negeri ini. Bahkan KUHP warisan penjajah Belanda itu masih kita pakai.

Rancangan tersebut sudah dimasukkan ke DPRRi untuk dibahas dan di sahkan. Banyak pihak menyayangkan munculnya pasa tersebut. padahal dahulu pasal tentang penghinaan kepala negara sudah dihapus. Kenapa justru muncul lagi pasal seperti itu? 

Lantas mengapa pemerintahan Jokowi mengajukan pasal tersebut? apakah layak didukung dan diberlakukan di negeri ini? Dalam masalah tersebut, penulis memberikan 4 (empat) catatan penting:

PERTAMA, Tak boleh menghina. Menghina siapa pun adalah perbuatan hina. Orang yang berbudaya dan beragama tak akan berbuat hina. Menghina orang atau aparat negara Jelas tidak sesuai dengan budaya kita yang sangat religius. Tak ada satu agama pun yang menyuruh kita melakukan perbuatan hina. Apalagi menghina orang lain maupun aparat dan lembaga negara. 

Oleh karenanya, Jika ada orang melakukan perbuatan hina itu hanya ada dua kemungkinan, pertama; orang tersebut sedang khilaf dan melanggar ajaran agama. Atau kondisi yang kedua, orang tersebut tak beragama sehingga melakukan perbuatan hina itu. Maka menjadi kewajiban negara untuk membuat orang makin taat kepada ajaran agamannya sehingga negara tak perlu kerja keras mengajari rakyat untuk tak melakukan perbuatan hina. Bahkan tak perlu menakuti rakyatnya dan mengancam dengan penjara.

KEDUA, Tugas negara melindungi rakyat bukan mengancam memenjarakan rakyat. Pasal yang terkait ancaman akan memenjarakan hingga 1,5 tahun bagi yang menghina aparat menunjukkan semangat memenjarakan rakyat. Padahal dalam konstitusi tegas disebutkan tugas negara itu melindungi segenap rakyat. Bukan malah hendak memenjarakan rakyat. 

Di sisi lain penjara sudah kelebihan kapasitas. Sangat berbeda dengan di negeri Belanda yang jadi kiblat hukum negeri ini. Bahkan KUHP itu warisan penjajah Belanda dan kita gunakan di negeri ini. Di Belanda penjara sudah banyak yang kosong bahkan di sewakan karena pendekatannya semangat membebaskan rakyat. Namun kita malah sebaliknya punya semangat memenjarakan rakyat. Ini tentu sudah melenceng dari konstitusi. 

KETIGA, Tugas negara mencerdaskan bukan memenjarakan rakyat. jika rakyat cerdas maka yang keluar dari ucapannya adalah ujaran yang baik dan penuh adab alias beradab. Rakyat yang cerdas tidak akan melakukan perbuatan hina atau menghina orang lain.

Kewajiban negara bekerja keras dan fokus menjalankan tugasnya untuk mencerdaskan rakyatnya. Pemerintah yang baik mestinya Merancang regulasi dan menjalankannya dengan baik. Bukan malah membuat rancangan aturan yang mengancam rakyatnya. Bahkan hendak memenjarakan rakyatnya ditengah sesaknya Lapas karena kelebihan kapasitas.

KEEMPAT, Pemerintah yang baik membuat rakyat sulit mengkritik. Hendak mengkritik saja sulit karena tak ada celah dan saking baiknya. Apalagi hendak menghina. Kalaulah ada rakyat yang coba menghina pemerintahan yang baik maka rakyat yang lain tentu akan mengoreksinya. 
Maka rezim hendaknya sibuk memperbaiki kinerja sehingga menjadi pemerintahan yang baik. bukan malah punya semangat memusuhi rakyat bahkan punya semangat menghukum dan memenjarakan rakyat. 

Perlu kita beri nasihat & dorong agar rezim ini memahami tugasnya terhadap rakyat. Juga memahami kewajibannya sesuai konstitusi. 
Semoga negeri ini diberikan pemimpin yang baik dan menjalankan sistem pemerintahan yang baik sehingga terlimpah barokah dari langit dan bumi… aamiin. 

NB: Penulis pernah Belajar Pemerintahan pada STPDN 1992 angkatan ke-04, IIP Jakarta angkatan ke-29 dan MIP-IIP Jakarta angkatan ke-08.

Oleh: Wahyudi al Maroky
Dir. Pamong Institute

Referensi:
https://pamongreaders.com/rkuhp-hina-polisi-jaksa-dan-dpr-bisa-dipenjara-15-tahun-rezim-zalim-anti-demokrasi

Selasa, 04 Oktober 2022

Siapa pun Terindikasi Lakukan Penodaan Agama Islam, Ahmad Sastra: Harusnya Polisi Segera Menangkap

Tinta Media - Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra menegaskan bahwa pihak kepolisian seharusnya segera melakukan penangkapan kepada siapa pun yang terindikasi melakukan penodaan agama Islam.

“Seharusnya pihak kepolisian segera melakukan penangkapan kepada siapa pun terindikasi melakukan penodaan agama Islam,” tegasnya kepada Tinta Media, Senin (3/10/2022)

Menurutnya jika tidak segera dilakukan maka selain dianggap diskriminasi, juga akan menimbulkan kegaduhan dan kemarahan umat Islam lebih luas.

“Sebab meski seharusnya tidak terprovokasi, namun umat Islam dididik untuk membela agamanya. Berbeda lagi ketika negeri ini menerapkan hukum Islam,” ujarnya.

Ia melanjutkan tentang esensi toleransi yang sedang digaungkan oleh negara ini. “Semestinya juga orang non muslim tidak ikut campur urusan agama lain, sebagaimana umat Islam yang tidak pernah ikut campur urusan agama lain,” lanjutnya.

Hal ini terkait dengan konten youtube seorang yang mengaku pendeta, konten tersebut berpotensi menista agama Islam. Ia membeberkan isi konten tersebut.

“Karena meminta kepada menteri agama untuk menghapus 300 ayat Al-Quran yang dituduh memuat paham terorisme. Dia juga menuduh bahwa pesantren adalah sarang radikalisme,” bebernya.

Padahal menurutnya narasi terorisme dan radikalisme adalah narasi transnasional dari Barat yang jelas tidak relevan jika dikaitkan dengan ayat-ayat Al-Quran.

Potensi penistaan agama tersebut tidak hanya sampai di situ, ia mengatakan para pendakwah dan ustaz juga menjadi sasaran tuduhan sebagai kaum radikal bahkan teroris. Sebab pendakwah atau ustaz adalah orang yang justru menebarkan kebaikan dengan menyampaikan ajaran Islam secara kafah.

“Ini adalah tuduhan keji yang dilontarkan oleh para cecunguk asing aseng. Seorang ustaz bukanlah teroris, menuduh Al-Quran berpaham terorisme, pesantren sebagai sarang radikalisme, dan ustaz sebagai teroris adalah tindakan penistaan atas Islam,” katanya.

Ia menyatakan bahwa delik penodaan agama yang kerap disebut penistaan agama diatur dalam ketentuan Pasal 156 huruf a KUHP ini sesungguhnya bersumber dari Pasal 4 UU No. 1/PNPS/1965 Tentang Pencegahan dan Penyalahgunaan Dan/Atau Penodaan Agama (UU No. 1/PNPS/1965).

“Berbunyi, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia,” ucapnya.

Ia pun menguraikan anggapan dari Profesor Suteki tentang ucapan pendeta itu sebagai serius crime, yakni kejahatan serius, selain melanggar UU penodaan agama juga dinilai telah melanggar UU ITE.

“Prof. Suteki menekankan bahwa Indonesia itu selain sebagai negara hukum, juga sebagai negara religius, terutama berdasarkan sila 1 Pancasila,” urainya.

Oleh sebab itu, ia kembali menegaskan semestinya pendeta itu segera diproses hukum. “Namun faktanya negeri ini seringkali tak menegakkan hukum secara adil. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia seringkali tidak terwujud, yang ada justru sering terjadi diskriminasi hukum,” tegasnya.

Ia menjelaskan sebagaimana firman Allah Swt. dalam Quran Surat Al-Baqarah ayat 1-5 yang memberikan pemahaman bahwa Al-Quran adalah firman Allah berfungsi sebagai petunjuk bagi orang-orang bertakwa.

“Ketakwaan adalah upaya menjalankan seluruh perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan Allah. Hal ini sejalan dengan ayat-ayat lain dalam Al-Quran yang memang berisi terkait hukum-hukum perbuatan dengan kategori wajib, sunah, mubah, makruh, dan haram,” jelasnya.

Ahmad Sastra menerangkan juga tentang makna ustaz dalam bahasa Indonesia sebagai pendidik yang diserap dari bahasa Arab dan bahasa Persia dari kata, pelafalan, dan makna yang sama yaitu guru atau pengajar.

“Ustaz juga adalah gelar kehormatan untuk pria yang digunakan di Timur Tengah, Asia Selatan, dan Asia Tenggara. Dan di Indonesia, digunakan untuk gelar pendidik agama Islam,” ujarnya.

Ia pun mengungkapkan bahwa penyebutan pesantren sebagai sarang radikalisme tanpa memberikan indikator berkaitan radikalisme justru berpotensi menimbulkan kegaduhan di kalangan muslim.

“Pesantren itu kan lembaga yang memiliki program utama pendidikan Islam, justru pesantren telah banyak memberikan sumbangsih bagi kemajuan negeri ini terkhusus dalam meletakkan dasar-dasar keimanan dan akhlak bagi generasi bangsa di tengah sistem pendidikan sekuler yang destruktif,” ungkapnya.

Berdasarkan tulisan Daniel Mohammad Rosyid tentang Pemetaan Pesantren, ia mengatakan upaya mencampuri urusan pengelolaan pesantren melalui UU No. 18/2019 tentang Pesantren dan Peraturan Presiden No. 82/2021 tentang Penyelenggaraan Pendanaan Pesantren, memetakan pesantren dalam perspektif radikalisme.

“Adalah sama dengan tindakan permusuhan penjajah atas pesantren di masa kolonial,” katanya.

Ia menuturkan dari gambaran ini, maka narasi radikalisme yang dikaitkan dengan pesantren adalah kontraproduktif atau bahkan paradoks.

“Narasi terorisme yang disematkan kepada sumber hukum Islam Al-Quran adalah tuduhan keji dari manusia-manusia sampah. Narasi teroris yang disematkan kepada seorang ustaz adalah narasi basi dari para cecunguk asing aseng,” tuturnya.

Ia mengakhirinya dengan menyatakan bahwa terorisme dan radikalisme lahir dan digaungkan oleh Amerika beberapa tahun belakang. Artinya korelasi antara narasi terorisme dengan strategi politik Amerika.

“Narasi terorisme berasal dari Barat maka indikatornya pun dibuat oleh mereka. Indikator terorisme ala Barat inilah yang menjadi faktor utama berbagai kegaduhan akhir-akhir ini,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Kamis, 29 September 2022

Hina Ajaran Islam, Eko Kuntadhi Bisa Dijerat Hukum

Tinta Media - Tindakan Pegiat Media Sosial Eko Kuntadhi mengunggah potongan dari video Ning Imas yang yang menjelaskan tafsir Surah Ali Imron ayat 14 di akun TikTok NU Online dengan judul ‘Lelaki di Surga Dapat Bidadari, Wanita Dapat Apa?’ sembari menuliskan kalimat yang tidak beradab, dinilai Narator MMC sebagai olok-olokan (penghinaan) terhadap ajaran Islam dan bisa dijerat dengan pasal-pasal yang berlaku.

“Sebenarnya apa yang dilakukan oleh Eko, bisa dikategorikan sebagai olok-olokan terhadap ajaran agama Islam, dan sangat bisa dijerat dengan pasal-pasal yang berlaku saat ini,” nilainya pada rubrik Serba-serbi MMC: Penghinaan Buzzer terhadap Islam, Tidak Ada Proses Hukum Tegas? Sabtu (24/9/2022) di kanal YouTube MMC Lovers.

Narator MMC menjelaskan hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh ketua LBH Pelita umat Chandra Purna Irawan. “Pertama, Eko Kuntadi terindikasi dan berpotensi melecehkan tafsir ayat Al-Qur’an, sehingga Eko dianggap sama saja melecehkan Al-Quran. Sebab pandangan ini sejalan dengan pandangan para mufasir salah satunya Imam Ibnu Katsir,” jelasnya. 

“Eko bisa dijerat dengan pasal 156 A KUHP,” tambahnya.
 
Kedua, menurutnya tindakan Eko Kuntadi tergolong menghina dan merendahkan kredibilitas Ning Imas yang memiliki kafaah atau otoritas untuk menjelaskan Tafsir Al-Qur’an berdasarkan keilmuan yang dimiliki. “Dalam hal ini, Eko bisa diduga melanggar ketentuan pasal 310 KUHP terkait menyerang kehormatan atau nama baik seseorang,” tutur Narator.

Ketiga, Eko bisa dinilai memenuhi unsur UU ITE dengan delik pasal 27 ayat 3 UU Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan UU Nomor 11 tahun 2008. “Tentang informasi dan transaksi elektronik,” terangnya.

Keempat, Eko dapat dinilai memenuhi delik pasal 28 ayat 2 UU Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan UU Nomor 11 tahun 2008, tentang informasi dan transaksi elektronik. “Sebab dia terindikasi atau diduga menyebar kebencian dan permusuhan berdasarkan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA),” paparnya.
 
Narator menganggap sekalipun Eko sudah melayangkan permintaan maaf dan menghapus video dari akun twiternya, Eko tidak bisa lari dari tanggungjawab hukum. “Sebab, ketika Eko mengunggah video, capture-nya sudah beredar. Tindakan ini dinilai memenuhi unsur menyebarkan dan tidak bisa ditarik dengan dalih telah dihapus,” tegasnya. 

“Bahkan dalam pasal 28 ayat 2 Go pasal 45 UU ITE tentang pidana disebutkan menyebar kebencian dan permusuhan Berdasarkan SARA tetap harus diproses karena pasal ini bukan delik aduan,” lanjutnya menegaskan.

Narator memastikan publik menunggu proses hukum untuk Eko Kuntadi. “Apalagi sebelum tersandung dengan kasus penghinaan dan pelecehan terhadap Ning Imas, Eko juga memiliki riwayat panjang menyerang pribadi sejumlah ulama. Salah satu diantaranya Eko mendukung langkah Singapura mendeportasi Ustadz Abdul Somad (UAS),” ungkapnya.

Narator menduga jika untuk kesekian kalinya perbuatan Eko tidak ada proses hukum, hal ini mengindikasikan sokongan rezim terhadap buzzer penghina Islam semakin besar. “Sebab kasus penistaan agama telah banyak diadukan, namun penguasa justru lamban menangani kasus-kasus tersebut,” dugaannya.

“Bahkan sebagian besar kasus tidak digubris dan akhirnya menguap begitu saja,” tambahnya.

Narator menjelaskan bahwa sejatinya penghinaan terhadap simbol atau ajaran Islam hanyalah efek samping dari sistem yang berwajah sekuler. “Sistem ini memisahkan agama dari kehidupan. Bisa dikatakan sekulerisme adalah sistem yang alergi dengan agama khususnya Islam politik, sebab ajaran Islam yang kaffah itu bisa menghancurkan eksistensi sekularisme,” jelasnya.
 
“Oleh karena itu, sekularisme akan melahirkan dan memelihara penghina-pengina Islam agar umat tidak taat kepada Allah ta'ala,” imbuhnya.

Karenanya, menurut Narator akidah umat tidak akan terjaga jika sistem kehidupan masih berasas sekulerisme. “Untuk membutuhkan sistem kehidupan yang akan menjaga aqidah umat dari hal-hal yang rusak dan merusak dan dari hal-hal yang berbahaya,” ujarnya.

“Sistem tersebut tidak lain adalah sistem Islam yang disebut Khilafah,” tambahnya.

Narator menerangkan bahwa Institusi Khilafah memiliki seperangkat hukum untuk melaksanakan tugasnya sebagai junnah (perisai) yang akan melindungi rakyatnya, termasuk akidah umat. “Hukuman ini akan diterapkan ketika dakwah telah sampai pada setiap individu rakyat, sehingga tidak ada satupun rakyat yang tidak tahu bahwa melecehkan simbol dan ajaran Islam adalah perbuatan dosa,” terangnya.
 
Ia menambahkan ketika masih ada yang berbuat demikian maka Khilafah akan menerapkan sistem sanksi atau uqubat.

“Seperti kasus Eko, kasus tersebut terkategori ke dalam sanksi takzir sebab perbuatan Eko termasuk ke dalam pelanggaran terhadap kehormatan dan perbuatan yang berhubungan dengan agama,” tambahnya.

Narator mengambil penjelasan Syekh Abdurrahman Al Maliki dalam kitabnya Nizom Al Uqubat bahwa takzir adalah hukuman yang disyariatkan atas pelaku maksiat yang tidak ditentukan hudud dan kafaratnya. “Ketentuan takzir diserahkan kepada Khalifah, namun hakim dibenarkan untuk menetapkan ketentuannya berdasarkan ijtihadnya,” jelasnya.
 
Ia menuturkan bahwa berat-ringan sanksi takzir akan ditentukan dari level kejahatan yang oleh pelaku. “Bisa berupa ancaman untuk sanksi yang paling ringan, atau dibunuh untuk kasus yang berat,” tuturnya.

Dijelaskannya juga uqubat yang diterapkan Khilafah dapat menimbulkan dua efek. “Efek pertama adalah jawabir, artinya sebagai penebusan di akhirat nanti dan menimbulkan efek jera bagi pelaku. Efek kedua adalah zawajir artinya sebagai pencegah agar masyarakat tidak berbuat hal yang serupa,” jelasnya.

“Inilah solusi yang diberikan oleh Khilafah untuk menjaga akidah umat Islam dan menghukum para penista agama,” tandasnya. [] Raras

Eko Kuntadhi Hina Ning Imaz, Analis: Adanya Buzzerrp Ini Meresahkan

Tinta Media - Penghinaan Buzzerp Eko Kunthadi kepada Ning Imas dinilai menimbulkan keresahan oleh Analis Senior Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Hanif Kristianto.

"Buzzer bayaran di media sosial ini menimbulkan keresahan," ujarnya dalam acara Kabar Petang: Buzzer, Gerombolan Pembenci Islam yang Berbahaya, Jumat (23/9/2022) di kanal YouTube Khilafah News. 

Pasalnya, kata Hanif, buzzer ini tidak membuat wacana publik ini menjadi berkualitas. "Sebaliknya, mereka membuat media sosial ini hanya menjadi ajang caci maki, adu domba, membuat hoaks, memecah belah termasuk menghina dina ajaran Islam dan para tokohnya," jelasnya.

Hanif juga mengungkapkan keprihatinannya dengan kondisi ini. Ia menyampaikan fatwa MUI yang dikeluarkan oleh Kiai Kholid Nafis terkait pedoman dalam bermedia sosial. Mengingat kaum muslim di negeri ini mayoritas.

"Wajar jika MUI mengeluarkan Fatwa no 24 tahun 2017 tentang hak dan pedoman bermuamalah melalui media sosial. Karena itu harus jadi panduan apalagi mayoritas negeri ini adalah umat Islam, jadi senantiasa berhati hati," tuturnya.

Hanif juga khawatir jika bermedia sosial tanpa iman dan takwa akan ngawur.

"Saya khawatirkan ketika bermedia sosial tapi tanpa diimbangi dengan keimanan dan juga ketakwaan akhirnya ngawur, ada kata-kata yang mungkin jorok, atau juga menghinakan seseorang bahkan naudzubillah jika menghinakan Islam," pungkasnya.[] Teti Rostika

URUSAN EKO KUNTADI DENGAN NING IMAZ SUDAH SELESAI, TINGGAL URUSANNYA DENGAN UMAT ISLAM

Tinta Media - Eko Kuntadhi telah datang ke Lirboyo Kediri, meminta maaf secara langsung kepada Ustadzah Imaz Fatimatuz Zahra. Ustadzah Imaz sudah memaafkan. Karena itu, perkara pencemaran kepada Ning Imaz sudah selesai, kewenangan penyidik untuk memproses perkara berdasarkan pasal 310 KUHP dan pasal 27 ayat (3) UU ITE gugur.

Kita patut mengapresiasi sikap berbesar hati Ning Imaz, yang mau memaafkan, meskipun tindakan Eko sudah sangat keterlaluan. Kita hormati sikap Ning Imaz, semoga Allah membalas kebaikan hatinya dengan pahala.

Tinggal urusan NU, apakah juga akan berbesar hati dan memaafkan Eko Kunthadi, setelah produk ceramah NU Online diolok-olok oleh Eko Kunthadi. Kalau NU merasa dilecehkan, NU dapat mengaktivasi pasal 28 ayat (2) UU ITE, tentang menyebarkan kebencian dan permusuhan kepada individu atau kelompok masyarakat (NU) berdasarkan Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA).

Kalau NU punya marwah, sudah semestinya geram kepada Eko Kunthadi. Karena produk NU sudah jelas, telah melalui serangkaian quality control sehingga layak untuk diedarkan. Lalu, dengan jumawanya Eko mengolok-olok produk video yang diproduksi NU online.

Lagipula, ning Imaz adalah tokoh NU. Penghinaan terhadap Ning Imaz juga penghinaan terhadap NU.

Imam Ibnu Katsir juga Ulama rujukan NU. Menghina tafsir Ibnu Katsir, jelas melecehkan ulama rujukan NU.

Kalaupun NU nantinya tidak mempersoalkan, tinggal umat Islam. Karena olok-olok Eko itu bukan sekedar kepada Ning Imaz dan NU. Tetapi terhadap al Qur'an khususnya Surat Ali Imran ayat 14.

Tindakan Eko sudah jelas telah melakukan penodaan Agama, memenuhi unsur pasal 156a KUHP. Mengolok-olok Surat Ali Imran ayat 14, dengan mempersoalkan janji bidadari di Surga, urusan selangkangan hingga umpatan tolol tingkat kadal, tidak mungkin bisa dimaafkan, dan umat Islam tidak berwenang memaafkan.

Penghinaan terhadap Al Qur'an menurut Fatwa MUI telah memenuhi kreteria penodaan agama. Tindakan Eko jelas-jelas terkategori penodaan agama.

Karena itu, urusan Eko Kunthadi sekarang dengan umat Islam. Karena Eko telah menodai agama Islam dengan olok-oloknya.

Apakah Umat Islam akan diam? apakah kasus Ahok tidak bisa diterapkan kepada Eko Kuntadhi? apakah, akan ada aksi bela Islam 212 untuk menuntut Eko Kunthadi di penjara? [].

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

https://heylink.me/AK_Channel/

Jumat, 23 September 2022

Om Joy Ungkap Dua Kesalahan BuzzerRp

Tinta Media - Menanggapi cuitan Eko Kuntadi yang mengolok-olok ajaran Islam beserta penceramahnya, Jurnalis Joko Prasetyo (Om Joy) mengungkapkan bahwa kesalahan buzzerRp ada dua. 

"Dalam kasus ini, kesalahan buzzerRp itu dua," tuturnya kepada Tinta Media, Kamis (22/09/2022).

Menurutnya, kesalahan yang pertama, menista ajaran Islam tentang ganjaran bidadari bagi lelaki shalih yang masuk surga. 

"Kedua, menghina yang mendakwahkannya," tandasnya.

Namun, sambungnya, minta maafnya buzzerrp bukan karena telah menghina ajaran Islam tentang ganjaran bidadari bagi lelaki shalih yang masuk surga, tetapi minta maafnya hanya karena yang mendakwahkan ajaran Islam tersebut adalah istrinya orang tertentu dari ormas tertentu.

"Andai mereka tahu itu bukan dari ormas tertentu, mereka tidak akan begitu. Andai yang mendakwahkan ajaran Islam tersebut bukan dari ormas tertentu, mereka mestilah tidak akan meminta maaf," ujarnya.

Menurutnya, hal seperti itu dilakukan salah satu faktornya karena mereka adalah buzzerRp. "Kehadirannya memang sengaja dibuat untuk menista ajaran Islam dan membuat kegaduhan.Hanya saja kali ini mereka salah sasaran, itu saja," pungkasnya.
[]'Aziimatul Azka

Minggu, 19 Juni 2022

Perdana Menteri India Hina Rasulullah, MMC: Netizen Ramai-ramai Ancam Boikot Produk India


Tinta Media - Akibat pernyataan Perdana Menteri India yang menghina Rasulullah SAW, Narator MMC mengungkapkan netizen mengacam
akan memboikot produk India.

"Krisis diplomatik tampaknya telah terjadi. Pengguna Twitter pun beramai-ramai mengancam akan memboikot produk India. Tagar #SolidarityForIndiaMuslim #ShameOnYouIndia #BoycottIndia menjadi perbincangan di Twitter," tuturnya dalam Serba-serbi MMC: Perdana Menteri India Menghina Rasul, #ShameonYouIndia Viral di Medsos, di kanal YouTube Muslimah Media Center, Ahad (12/6/2022).

Narator melanjutkan, India mengatakan pemerintahnya memiliki penghormatan tertinggi untuk semua agama. Seorang juru bicara partai Bharatya Janata Parti (BJP) pimpinan perdana menteri Narendra Modi dan kepala tim medianya di Delhi secara terpisah membuat pernyataan kontroversial tentang Nabi Muhammad Saw. "Mereka mengolok-olok Nabi Muhammad yang menikahi Aisyah dan menghina Al-Qur'an dengan menyebutkan tentang bumi yang datar," ungkapnya.

Lebih lanjut, kata narator, negara-negara mayoritas muslim secara serentak mengecam komentar mereka. "Bahkan Kuwait yang selama ini sebagai negara importir India mengeluarkan produk-produk asal India dari rak supermarket mereka. India pun mendapat kecaman dari Sekretariat Jenderal Organisasi kerjasama Islam (OKI), dengan menyebut India telah membuat komentar jahat. OKI juga mengangkat isu-isu lain seperti pembongkaran properti India dan meningkatnya kekerasan yang mereka alami", ungkapnya.

Narator mengatakan, meskipun partai BJP menangguhkan keanggotaan Nupur Sharma dan Naveen Kumar Jindal sebagai anggota partai, bahkan BJP mengeluarkan pernyataan komentar, keduanya tidak mewakili pandangan partai secara keseluruhan, namun, Agung Nurwijoyo, Pakar Kajian wilayah Asia Selatan dari Universitas Indonesia menilai pernyataan kontroversial tersebut telah menunjukkan bagaimana Islamofobia atau fanatisme menjadi bumerang bagi negara itu dalam konteks kerjasama global. "Saran saya, agar Indonesia memainkan peran kepemimpinan untuk membantu mengatasi masalah Islamofobia di India," ujarnya.

Kaum muslimin di seluruh dunia, lanjut narator, sebenarnya telah mendengar dan menyaksikan isu Islamofobia di India yang begitu kental. Ajaran Islam, simbol-simbol Islam, Nabi Muhammad, Al-Qur'an maupun Allah, berulang kali dihina. Tak hanya itu, kaum muslim dibantai dan dijadikan objek kejahatan yang paling keji. Namun sungguh merupakan sebuah paradoks. Sekalipun Islam berulang kali dinista dan dihina oleh pemerintah India, namun tetap saja ada penguasa negeri muslim mengklaim, membangun jembatan diplomatik dengan Kaum Hindu. Jika terjadi kasus Islamofobia atau pembantaian kaum muslim kembali, mereka hanya berhenti pada kecaman ataupun pemboikotan produk India. Tidak ada tentara kaum muslimin yang mereka kerahkan untuk melindungi kaum muslim beserta ajaran Islam. Mereka berlindung dibawah "menjaga kedamaian, harus toleransi, tidak boleh terprovokasi, menjaga hubungan diplomatik, dan sejenisnya".

"Inilah potret kehidupan kaum muslimin di bawah sistem kapitalisme. Kapitalisme menjadikan penguasa Islam tidak mengambil Islam secara kaffah. Kekuasaan mereka dibatasi garis batas nation state buatan kapitalisme yang sebenarnya imajiner," jelas Narator.

Narator pun menilai, Penguasa muslim kapitalistik ini mengetahui dengan baik bahwa ajaran Islam dan kaum muslimin dihinakan. Namun urusan diplomatik jauh lebih menguntungkan dibanding membela dan melindungi Islam. Oleh karena itu kaum muslimin tidak boleh diam. Islam mengajarkan umatnya untuk selalu melakukan amar ma'ruf nahi Munkar dalam kondisi apapun, termasuk melawan berbagai bentuk kedzaliman yang diarahkan kepada Islam, ajaran dan umatnya.

Hal tersebut ditegaskan dalam salah satu ayat Al-Qur'an yaitu dalam surat al-Imron ayat 104 :

وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى ٱلْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ
عَنِ ٱلْمُنكَرِ ۚ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ

Artinya : "Dan hendaklah ada di antara kamu ada segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung".

"Kaum muslimin seharusnya juga tidak hanya sekedar memberi kecaman dan pemboikotan saja. Lebih dari itu mereka harus mengkaji Islam secara kaffah. Umat Islam harus menyadari bahwa Islam tidak hanya mengatur aspek ritual dan spiritual semata. Islam juga mengatur seluruh aspek kehidupan manusia seperti sistem pemerintahan, uqubat (sanksi hukum), interaksi laki-laki dan perempuan, pendidikan, kesehatan dan aspek lainnya," bebernya.

Narator pun menegaskan, maka perbuatan Islamofobia, penghinaan pada Islam, penganiayaan pada kaum muslimin, sesungguhnya Islam memiliki sanksi yang tegas kepada para pelaku, baik mereka itu individu, komunitas maupun negara. Namun sanksi tersebut hanya bisa dilaksanakan ketika Islam diambil sebagai sebuah sistem kehidupan oleh negara. Negara inilah yang disebut dengan khilafah.

"Salah satu contohnya adalah tindakan tegas Sultan Abdul Hamid II, pemimpin khilafah Turki Utsmani yang memberi ultimatum kepada pemerintah Perancis agar menghentikan teater drama komedi yang melecehkan kehidupan Nabi Muhammad Saw. Serta Merta pemerintah Perancis mengakhiri drama tersebut, bahkan mereka juga mengasingkan banyak aktor drama tersebut ke Inggris, untuk menenangkan hati Sultan," jelasnya.

"Oleh karenanya, perjuangan kaum muslimin tidak hanya sekedar gerakan kecaman ataupun pemboikotan. Melainkan juga mendakwahkan Islam kaffah untuk mewujudkan perisai hakiki umat Islam, yakni Daulah Khilafah Islamiyah," pungkasnya.[] Willy Waliah

Rabu, 08 Juni 2022

MODI DAN OTORITAS INDIA BERTANGGUNGJAWAB PENUH ATAS KASUS PELECEHAN NABI MUHAMMAD SAW. TIDAK ADA OTORITAS YANG MAMPU MENGHENTIKANNYA HINGGA DAULAH KHILAFAH YANG DIJANJIKAN TEGAK DI MUKA BUMI


Tinta Media - Dua politikus India dari Partai Bharatiya Janata (BJP), Nupur Sharma dan Naveen Kumar Jindal telah begitu lancang menghina kemuliaan Nabi Muhammad SAW, Ummul Mukminin dan Kitab Suci Al - Qur'an. Sharma menjabat sebagai juru bicara, sementara Jidal adalah kepala operasi media BJP (Bharatiya Janata Party).

Keduanya melontarkan kata-kata yang menghina Nabi Muhammad SAW. Sharma mengeluarkan pernyataan di sebuah acara debat di televisi, sedangkan Jidal mencuitkannya di media sosial.

Dalam sebuah debat yang disiarkan stasiun televisi Indian Times Now pada tanggal 26 Mei, Sharma mengolok-olok Al-Qur'an, yang menurutnya telah mengatakan bahwa "Bumi itu datar".

Dia juga membuat pernyataan tentang Nabi Muhammad SAW yang telah memicu kemarahan besar-besaran di kalangan umat Muslim, dengan mengatakan Nabi Muhammad menikahi seorang gadis berusia enam tahun dan kemudian berhubungan seks dengannya pada usia sembilan tahun.

Kita semua sebagai Umat Islam, Umatnya Nabi Muhammad SAW jelas wajib mengecam dan mengutuk keras tindakan politikus Partai Bharatiya Janata Nupur Sharma dan Naveen Kumar Jindal, yang merupakan partai penguasa di India. Perdana Menteri India Narendra Damodardas Modi sebagai pimpinan Partai Bharatiya Janata (BJP) dan penguasa otoritas India bertanggung jawab penuh atas kasus pelecehan wibawa dan kemuliaan nabi Muhammad SAW, ummul Mukminin Siti A'isyah RA, Kitab Suci Al Qur'an, sekaligus telah merendahkan kehormatan Islam dan kaum muslimin.

Tindakan lancang dan pelecehan ini hanyalah salah satu peristiwa dari banyaknya kasus tindakan diskriminatif, represi, kekerasan, pembantaian, persekusi dan sikap anti Islam yang dialami umat Islam di India dibawah kendali dan tanggungjawab otoritas Modi dan pemerintahan India. Setidaknya ada beberapa perisiwa berdarah dan memilukan yang dialami Umat Islam di India, yaitu :

1. Kekerasan dan diskriminasi terhadap kaum muslimin di Gujarat India. Kekerasan berlandaskan sentimen anti Islam ini pecah di Gujarat pada sekitar 27 Februari hingga 1 Maret 2002.

Partai pimpinan Perdana Menteri Narendra Modu, Bharatiya Janata Party (BJP), disebut yang pertama memprovokasi demonstrasi yang berujung kekerasan terhadap kaum muslimin di Gujarat India.

Modi, yang saat itu belum menjabat sebagai PM, disebut turut terlibat menyulut kerusuhan dengan menebarkan seruan yang menghasut yang memperburuk situasi. Modi dan petinggi BJP lainnya menganggap insiden kereta terbakar itu adalah terorisme yang dilakukan oleh umat Islam Gujarat yang minoritas.

Kasus itu menjadikan umat Muslim termasuk anak-anak dan perempuan menjadi target penyerangan dan mayoritas korban. Total ada 1.044 orang meninggal, 223 menghilang, dan 2.500 lainnya terluka. 
 
2. Kerusuhan dan penyerangan terhadap kaum muslimin di Muzaffarnagar. Kekerasan ini pecah di distrik Muzaffarnagar, Uttar Pradesh pada Agustus-September 2013.

Kasus ini menewaskan total 62 orang dimana 42 Muslim dan 20 umat Hindu, dan melukai 93 lainnya. Kerusuhan ini membuat lebih dari 50 ribu mayoritas muslim warga  Muzaffarnagar  mengungsi.

3. Penyerangan dan kekerasan terhadap kaum muslimin di New Delhi. Kasus ini berawal dari tindakan diskriminatif dan Islamophobia Modi terhadap umat Muslim India yang tidak mengakui kewarganegaraan warga yang beragama Islam melalui amendemen Undang-Undang Kewarganegaraan yang disahkan pemerintah pada Desember 2019.

Dalam kasus ini, komunitas nasionalis Hindu menyerang kawasan mayoritas umat Muslim di timur laut New Delhi mulai dari menghancurkan bangunan, menjarah toko-toko, hingga menyerang warga Muslim di wilayah itu.

Setidaknya 53 orang terbunuh dalam insiden itu, dua pertiganya merupakan umat Muslim yang tewas tertembak, terpenggal, hingga dibakar hidup-hidup.

4. Tindakan diskriminatif dan anti Islam yang dilakukan oleh otoritas yang memaksakan penanggalan jilbab, hingga pilihan untuk meninggalkan agama Islam bagi Muslimah india jika ingin tetap menempuh studi di kampus India. Bermula pada Februari 2022, sebuah perguruan tinggi di Negara Bagian Karnataka melarang sekelompok mahasiswi berhijab masuk kelas.

Kita semua juga wajib menyeru kepada Pemerintah Indonesia melalui Departemen Luar Negeri untuk mengajukan protes keras kepada pemerintahan India, memanggil Duta Besar India untuk Indonesia, sampai mengambil sikap tegas memutus hubungan diplomatik dengan India sampai kedua politisi BJP pelaku pelecehan terhadap Nabi Muhammmad SAW, Ummul Mukminin Siti A'isyah dan Al - Qur'an dihukum secara tegas, bukan hanya diberlakukan skorsing.

Selanjutnya, mengajak dan menyeru kepada segenap kaum muslimin untuk melakukan aksi boikot terhadap India, dengan melakukan tindakan termasuk tetapi tidak terbatas pada : Tidak membeli, memakai atau mengkonsumsi produk India. Tidak menggunakan fasilitas atau layanan yang disediakan atau diproduksi India. Tidak melakukan kerjasama baik hubungan kerja atau perdagangan dengan India, termasuk tidak melakukan kunjungan ke India untuk wisata dan urusan apapun.

Dan yang paling penting, mengajak dan menyeru kepada segenap kaum muslimin untuk melipatgandakakan perjuangan menegakkan Khilafah. *Sebab hanya Khilafah yang benar-benar dapat menjadi junnah (benteng) yang akan melindungi wibawa dan kemuliaan Nabi Muhammad SAW, Ummul Mukminin Siti A'isyah RA, Kitab Suci Al Qur'an, Kehormatan Islam dan kaum muslimin.*

Selama ini negara-negara arab dan otoritas di negeri kaum muslimin lainnya hanya bisa mengecam tanpa mengambil tindakan apapun. Boikot yang dilakukan kaum muslimin juga tidak cukup efektif untuk membungkam para penghina nabi Muhammad Saw, meskipun tindakan ini adalah amal yang cukup penting diambil sebelum tegak daulah Khilafah.

Saat Khilafah tegak, maka Khilafah akan menghukum mati siapapun yang berani lancang menghina dan melecehkan Nabi Muhammad SAW, Ummul Mukminin Siti A'isyah RA dan Kitab Suci Al Qur'an. Khilafah akan mengirimkan pasukan untuk mengumandangkan seruan jihad guna memerangi otoritas kekuasaan  dari negara manapun yang melindungi dan memberikan kebebasan pada segala tindakan yang menghina dan melecehkan Nabi Muhammad SAW, Ummul Mukminin Siti A'isyah RA dan Kitab Suci Al Qur'an.


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اسْتَجِيْبُوْا لِلّٰهِ وَلِلرَّسُوْلِ اِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيْكُمْۚ 

"Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu, ..."

[QS Al Anfal : 34].

Follow Us :

https://heylink.me/AK_Channel/

Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Ketua Umum KPAU

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab