Tinta Media: Hijrah
Tampilkan postingan dengan label Hijrah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hijrah. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 21 September 2024

Dulu Bercelana, Kini Berjilbab Sempurna (Nur Salamah, Warga Batam)

Tinta Media - Meskipun statusnya telah menjadi guru SMA Harapan, Batam, penampilannya tidak berubah: Celana kain, kemeja pendek dengan manset panjang, dan kerudung tipis terlilit di leher, saat hendak pergi mengajar atau bepergian ke mall. Bila sekadar ke tetangga hanya mengenakan baju tidur lengan pendek dan celana panjang.

"Beli lah Bun rok! Satu saja gak apa-apa. Bunda lebih anggun lo kalau memakai rok, apalagi sudah menjadi guru," kata lelaki berambut ikal itu, yang tidak lain adalah Ahmad Riyanto, suaminya Nur Salamah.

"Nggak nyaman pakai rok, apalagi rok span," jawab perempuan berkulit kuning langsat itu seadanya.

Namun berbeda, setelah dirinya mengikuti OBSESI (Obrolan Seputar Syariat Islam) secara rutin, di Masjid Baitul Iman, Simpang Basecamp arah Marina, yang diselenggarakan oleh takmir masjid, setiap Malam Ahad dan menjadi staf pengajar di Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah pada tahun 2013, penampilannya berubah. 

Dia tidak akan pernah keluar rumah kecuali dengan mengenakan jilbab dan kerudung lebar serta kaos kaki secara sempurna. Bahkan, perempuan kelahiran Nganjuk, 1 Agustus 1982 kini mengikuti jejak suaminya, bersama meniti jalan perjuangan dan dakwah demi tegaknya Islam Kaffah.

Hingga pada suatu waktu, Ahmad Riyanto memiliki kesempatan silaturahmi ke Jawa. Dia mengajak istrinya berkunjung ke rumah salah satu sahabat sekaligus musrifnya saat masih kuliah di ITATS (Institut Teknologi Aditama Surabaya), yaitu Ustaz Ainun.

_"Loh Kon mbojo maneh ta?"_ Celetuk sosok yang saat itu menjadi staf di Yayasan Pondok Pesantren Al-Ihsan, Baron, Jawa Timur ini dengan setengah bisik-bisik.

_"Nggak lah. Siji ae ra ngentekno,"_ jawab Ahmad dengan santai. Sayup-sayup terdengar oleh perempuan di belakangnya, mengenakan jilbab biru dongker dan kerudung biru langit, yang tidak lain adalah istri Ahmad.

_"Lo, berarti iki bojomu sing biyen?"_ Masya Allah. _Pangling_ . Berubah drastis. 

Ustaz Ainun, yang memiliki nama lengkap Ainun Najib adalah salah satu orang yang tahu persis lembaran kisah cinta terlarang antara Ahmad Riyanto dan Nur Salamah. 

Masa Lalu

Perempuan yang akrab dipanggil Mamak Naila ini, merasa tidak bersalah dengan caranya berpakaian. Malah merasa bangga dengan _style_ nya. Merasa modis dan terawat. Tak jarang ia bersikap sinis dengan orang-orang yang mengenakan cadar. "Gak modis blas. Jik enom kok nganggo sandangan koyo karung," gumamnya dalam hati.
 
Makanya ketika masih menjadi mahasiswa di jurusan Pendidikan Tata Boga, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya, melihat ada salah satu temannya mengenakan kerudung dan rok panjang, jiwa usilnya keluar. "Ustiz!" Begitu dia memanggil. Padahal nama temannya tersebut adalah Febri Diah Mumpuni.

Masih ada lagi tingkah polah mahasiswi Teknik Industri Kerumahtanggaan ini. Melihat adik kelasnya yang sangat idealis, tetap dengan pendiriannya. Tidak mau dan tidak akan menanggalkan gamisnya saat ada mata kuliah wajib PKL di hotel, merasa geram.

Seketika Nur Salamah berkomentar. "Emang ada ya hotel yang mau menerima mahasiswa pakai jubah kayak sampean ini? Terus kalau ternyata nggak dapat hotel gimana PKL sampean? Bisa gak lulus lah. Ngapain sih gitu banget. Hidup mbok yang realistis saja," ucap Nur Salamah dengan wajah jutek.

"Gak apa-apa Mbak. Andaikan aku harus di DO karena pakaianku ini, aku ikhlas," jawab juniornya dengan tenang tanpa keraguan.

Mendengar jawaban adik kelasnya itu, Nur Salamah muak. "Alah, sok suci banget. Hidup mbok yang realistis. Apa gak kasihan sama orang tuanya. Sudah semester akhir, nanti bisa kena DO, karena gak ada tempat dia PKL gegara memakai gamis. Dasar bocah gak mikir," gumamnya dengan sejuta kekesalan kala itu.

Pemahaman Jilbab dan Tantangannya 

Meskipun lembaran kehidupan masa lalunya cukup kelam, namun ada sisi kehidupan Nur Salamah yang lain seakan mendorong dirinya untuk berubah menjadi lebih baik.

Rasa jenuh dan bosan itu hadir dan terus menggelayut dalam angan-angannya. Tidak tahu apa yang diinginkan. Gairah hidup terasa suram. Padahal, gelar akademik dan pekerjaan suami juga sudah cukup mapan sebagai engineer. Hal ini juga salah satu yang menjadi pendorong dirinya menghadiri acara OBSESI.

Saat acara OBSESI (Obrolan Seputar Syariat Islam) asuhan Ustaz Agus Supriatna berlangsung, secara tidak sadar dia diajak ngobrol bisik-bisik oleh salah satu peserta lain yang bernama Buk Qosim. Diajaknya Nur Salamah ini untuk ikut kajian intensif sepekan sekali. 

Sekali, dua kali hingga beberapa pekan setelah mendapatkan penjelasan secara detail dari musrifahnya yakni Teh Fatimah mengenai akidah Islam dan kewajiban terikat terhadap syariah, maka beberapa bulan setelah pertemuan itu, ia pun langsung bersedia mengamalkan Al-Qur’an surah Al-Ahzab ayat 59, yakni perintah berjilbab (menggunakan baju terusan, seperti terowongan, tidak berpotongan, tidak ketat dan menutup mata kaki (𝑖𝑟𝑘ℎ𝑎), serta mengenakan kerudung (𝑘ℎ𝑖𝑚𝑎𝑟) penutup kepala sampai ke dada.

Hingga suatu ketika ia mendapatkan seragam PDH dan baju Melayu dari pihak yayasan. Karena bentuknya berpotongan, jelas tidak mungkin ia kenakan. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke penjahit, meminta tolong agar seragamnya disambung menjadi pakaian terusan (jilbab).

Tidak berhenti sampai di situ. Tsaqofah keilmuan yang dia dapat dari pertemuan rutin sepekan sekali, ia sampaikan kembali kepada teman-teman sekantor, tetangga dan sebagian wali murid. 

Hingga suatu hari bertepatan dengan Hari Jumat, jadwal rapat pekanan kepala sekolah dan dewan guru SMP/ SMA Hidayatullah kampus 2. Ruangan berukuran 9X9M yang dingin dengan suasana AC, mendadak gerah. Otak serasa mendidih. Jantung seolah berhenti berdetak. Kepala sekolah yang terkenal santun dan ramah itu marah besar. 

"Tidak beradab. Melawan kebijakan yang telah ditetapkan. Silakan kalau mau berbuat apapun. Seharusnya tidak perlu mengajak atau membuat propaganda kepada yang lain," ucap kepala sekolah dengan wajah merah padam. 

Sontak, seluruh mata yang ada di ruangan itu tertuju pada Nur Salamah. Tatapan sinis dan acuh serta penuh dengan kebencian tercurah padanya. Meski perasaan dan hatinya bergejolak, ia mencoba untuk tetap tenang dan datar. 

Naasnya, kabar kalau dirinya sering mengajak teman-teman sekantor, menyampaikan pemikiran Islam kepada mereka (berhalaqoh) sampai ada dua rekannya yang akhirnya mengikuti jejaknya menyambung baju PDH. Hal ini lah yang membuat kepala sekolah naik darah. Karena pakaian itu sifatnya hak pakai. Kalau sudah tidak menjadi karyawan di situ harus dikembalikan ke sekolah.

Situasi dan kondisi tidak nyaman itu terus Nur rasakan kurang lebih sekitar dua bulan. Kepala sekolah sama sekali enggan melihat dan bertemu dengannya. Begitu juga dengan sebagian besar teman-temannya.

Padahal, sebelumnya dia selalu diamanahi untuk membimbing dan mendampingi anak lomba FLS2N. Bahkan, dengan loyalitas dan kemampuannya dalam mengajar pernah dinobatkan menjadi guru berprestasi. Namun, karena sebuah pemikiran dan sikapnya yang sedikit berbeda membuat sebagian rekan sekantornya jaga jarak. Takut diajak diskusi atau halqoh.

Tidak nyaman adalah keniscayaan. Hari berganti bulan, dia lalui dengan sejuta perasaan tidak nyaman. Namun dia tetap teguh dan konsisten dalam memegang prinsip yang dianutnya. Dia tetap berupaya menjalankan amanah dengan baik. Tidak terlalu dipikirkannya situasi dan kondisi yang serba tidak nyaman. Seiring berjalannya waktu, bahkan dirinya tidak menyadari bahwa semuanya baik-baik saja.

Oleh: L. Nur Salamah
Sahabat Feature News

Senin, 13 November 2023

Inilah Alasan Warga Palestina Tidak Mau Hijrah



Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Ismail Yusanto (UIY) membeberkan alasan warga Palestina tidak mau berhijrah.

"Kenapa kok tetap bertahan? Kenapa tidak hijrah saja? Mereka (warga Palestina) katakan kami sudah ada di sini. Ini adalah wilayah yang diberkahi oleh Allah," tuturnya dalam acara Focus dengan tema Menjawab Penyesatan Seputar Palestina di kanal Youtube UIY Official, Ahad (5/11/2023).

Menurut UIY, tidak satu wilayah yang dimention secara khusus dengan lafaz keberkahan selain Palestina dan sekitarnya. "Ini menunjukkan bumi itu (Palestina) istimewa," bebernya.

UIY melanjutkan, ketika menyeru Palestina pasti teringat Baitul Maqdis, ketika teringat Baitul Maqdis teringat peristiwa Isra' Mi'raj, dan ketika teringat Isra' Mi'raj teringat Rasulullah SAW. "Itulah rangkaian yang tidak bisa dihilangkan dari benak kaum muslimin yang paham pada agamanya begitu, karena itu tidak alasan untuk pergi," pungkasnya. [] Setiyawan Dwi

Sabtu, 02 September 2023

Tren Hijrah dan Peluang Komersialisasi


 
Tinta Media - Aktivis dakwah Eka Fitri Amir menilai tren hijrah memiliki peluang komersialisasi.
 
“Tren hijrah memiliki peluang komersialisasi,” tuturnya di acara kajian Komunitas Intelektual Muslimah (KONIMA): Tren Hijrah Milenial, Potensi Komersialisasi, di Batam, Ahad (27/8/2023).
 
Komersialisasi ini, lanjutnya, bisa kepada tren busana Islami, konten digital, pendidikan, perjalanan religi, produk kosmetik yang bersertifikat halal dan lain-lain.
 
“Ini merupakan angin segar bagi umat muslim. Namun sebagai seorang muslim, kita harus tetap aware (menyadari) dalam menyikapi tren hijrah ini, karena sistem ekonomi yang dipakai masih sistem ekonomi kapitalis liberal,” ingatnya.
 
Ia beralasan, sistem ekonomi kapitalis berasal dari barat yang prinsipnya manfaat. Ia mengingatkan, jangan sampai tren hijrah ini dikomersialkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

“Sebagai seorang muslim harus ‘aware’ dan memahami mengenai tren hijrah ini mana yang bisa membawa kita lebih dekat Allah Swt. dan mana yang berbahaya bagi kita,” sarannya.
 
Ia berharap tren hijrahnya adalah tren hijrah kafah dengan memaknai hijrah sesuai syariah.
 
“Ketika berhijrah harus ada value atau pahala yang dibawa di akhirat, juga berilmu untuk beramal. Ilmu yang kita dapatkan untuk diamalkan serta disampaikan kepada yang lain. Di samping itu visi hidup harus jelas yang dapat membawa kebahagiaan dunia akhirat,” urainya.
 
Ia melanjutkan, seorang muslim wajib menjalani syariat Islam secara kafah. “Bukan sekedar pakaian atau lingkungan kita tapi seluruh aturan hidup kita harus berbasis Islam,” pungkasnya. [] Nia

Selasa, 29 Agustus 2023

Hijrah dan Kemerdekaan



Tinta Media - Hijrah secara bahasa berarti berpindah dari suatu tempat ke tempat lain, dari suatu keadaan ke keadaan yang lain. Perpindahan keadaan terjajah menuju kemerdekaan dengan terusirnya kolonial dari negeri ini adalah sebuah perjuangan menuju hijrah. Apakah hijrah itu cukup dengan kata merdeka?

Deklarasi kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno Hatta 76 tahun yang lalu, tepatnya 17 Agustus 1945 atau 9 Ramadhan 1364 H, telah menandai lepasnya Indonesia dari penjajahan fisik dan militer dari berbagai bangsa penjajah.  Atas jasa para ulama dan santri yang berjihad melawan penjajah Belanda, Portugis, Jepang, maka Allah memberikan pertolongannya.

Karena itu dalam UUD kemerdekaan dimaknai sebagai berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur.  Karena itu hahekat merdeka adalah hijrah dari belenggu penjajahan menuju kebebasan, baik hijrah lahiriah maupun bathiniah, sebagaimana diungkap oleh Ibn Hajar al-Asqalani.

Untuk kita renungkan bersama. Jika kita mau membuka kembali lembaran sejarah bangsa ini, maka akan kita temukan gema takbir dengan semangat jihad fi sabilillah para ulama dan santri dengan mengharap pertolongan Allah untuk berjuang meraih kemerdekaan bangsa ini seperti pangeran Diponegoro, Jenderal Sudirman, Tuanku Imam Bonjol, Cut Nya Dien, KH Agus Salim, KH. Sholeh Iskandar, HAMKA dan M. Natsir.

Tidak mudah berjuang memerdekaan bangsa ini. Para ulama dan santri telah dengan susah payah mengorbankan harta, tenaga dan jiwa. Mereka telah memberikan segala yang mereka miliki demi meraih pertolongan Allah. Harta yang mereka infakkan, tenaga yang mereka sumbangkan bahkan nyawa yang harus dikorbankan.  

Selepas perginya para penjajah saat itu, apakah hari ini bangsa kita benar-benar telah merdeka, jika direnungkan dan dirasakan secara mendalam ternyata tidak demikian faktanya. Para pahlawan ulama dan santri  yang dulunya mati-matian menghamburkan peluru mendepak penjajah, hanya agar bisa mendengar rakyat berteriak “Merdeka!” dan melihat gurat-gurat senyum lepas rakyat menapak di negeri sendiri.

Sekarang mungkin jika mereka masih hidup, mereka akan menangis  dan geram melihat penjajah masih bercokol di negeri ini dalam bentuknya yang lain. Penjajahan yang dilakukan bukan lagi dengan menempelkan bedil ke kepala orang pribumi, tetapi sekarang malah mempersenjatai dan menyokong dengan dolar anak-anak negeri untuk mengeksploitasi kekayaan negeri dan memperbudak saudaranya sendiri. Setelah merdeka fisik, apakah di negeri ini juga telah merdeka secara ekonomi, politik, budaya, sains, pendidikan dan ideologi?

Negeri indonesia yang besar dan memiliki kekayaan alam yang luar biasa ternyata belum mengatur dirinya sendiri melainkan masih dalam kendali dan kontrol negara lain. Meski mayoritas muslim, namun faktanya dunia pendidikan belum bisa disebut islami. Bagaimana dengan budaya di negeri ini, apakah telah Islami atau justru telah dihegemoni budaya Barat yang sekuleristik dan liberalistik ?. Begitupun soal sains dan teknologi, dimana negeri ini masih dalam posisi pengguna, bukan sebagai produsen. Indonesia belumlah mencapai kesempurnaan kemerdekaan. Indonesia belum hijrah secara sempurna.  

Hijrah sempurna adalah dengan meraih kemerdekaan yang sempurna. Idealnya negeri ini  bisa mengatur negerinya sendiri, baik keamanan, ekonomi, politik dan budaya dan melepas penghambaan dan ketergantungan kepada aseng dan asing. Inti dari kemerdekaan hakiki adalah terkontrolnya tindakan dan pola sikap oleh rasionalitas pemikiran. Pemikiran yang mendalam akan menuntun manusia tidak terperosok dalam jurang penghambaan pada makhluk, materi, dan hawa nafsunya sendiri. Inilah kemerdekaan Islam, cahaya kebebasan yang terpancar dari tauhid, bahwa semua yang dilakukan hanya mengharap ridha Allah SWT.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Saad bin Abi Waqqas ra. saat berhadapan dan menjawab pertanyaan Panglima Perang Persia Rustum, “Apa alasan kalian memerangi kami?” Sa’ad bin Abi Waqqas menjawab, “Untuk membebaskan kalian dari penghambaan kepada manusia menuju penghambaan kepada Allah SWT.” Inilah pelontar semangat pembebasan yang membawa setiap jihad dan futuhat menjadi rahmat bagi setiap jengkal tanah yang ditapaki Islam. Tidak ada iming-iming gold, glory, dan gospel dalam kepala para mujahidin. Hanya kemuliaan di sisi Allah dan kemerdekan dari siksa-Nyalah yang menguatkan derap langkah mereka.

Islam menjamin kemerdekaan individu dengan menetapkan aturan yang tidak mencederai fitrah manusia. Dengan mengikatkan diri pada syariah Islam yang asalnya dari Allah SWT sebagai pencipta manusia, alam semesta dan kehidupan, maka manusia akan terbentengi dari penyaluran naluri dan pemenuhan kebutuhan jasmani yang menyimpang, karena akal manusia yang terbatas cenderung menyorotkan aturan yang terkontaminasi oleh kepentingan dan terjajah oleh hawa nafsunya sendiri.

Kemerdekaan hakiki sesungguhnya adalah ketika terciptanya kehidupan seimbang dan sesuai dengan fitrah manusia. Islam adalah agama paripurna yang Allah turunkan untuk menyelaraskan kehidupan. Maka dari itu, tidak ada pilihan lain untuk meraih kemerdekaan hakiki selain penghambaan secara totalitas kepada Allah SWT.

Tentu penghambaan secara totalitas itu harus dengan menjadikan al Qur’an sebagai sumber pedoman dan hidup di semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, baik individu, keluarga dan lebih-lebih oleh negeri ini dan melepas dari belenggu aturan dari manusia atau orang kafir.

Jika hari ini bangsa ini masih dibawah pengaruh aturan kapitalisme sekuler dan mengabaikan aturan Allah yakni al-Qur’an maka sesungguhnya negeri ini belum bisa dikatakan berhijrah. Spirit Islam yang menjadi energi bagi upaya meraih kemerdekaan Indonesia belumlah sempurna jika tidak dilanjutkan dengan upaya untuk berhijrah mengatur negeri ini secara berdaulat penuh.
 
Kemerdekaan sebagai berkat dan rahmat Allah mestinya disyukuri dengan melakukan ketaatan kolektif bangsa ini dengan menjadikan Al Qur’an dan Al Hadis sebagai sumber hukum dalam mengatur negeri ini. Sebab Indonesia adalah milik Allah yang dititipkan kepada bangsa ini, khususnya umat Islam.

Perhatikan janji Allah: Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS Al A’raaf : 96).

Nah momen tahun baru Islam ini mestinya menjadikan umat Islam sadar untuk melakukan hijrah dengan meninggal berbagai bentuk penjajahan modern menuju negeri yang beriman dan bertaqwa, agar kemerdekaan bangsa ini makin sempurna dengan hijrah secara kaffah.

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 23/07/23 : 15.05 WIB)  

Oleh : Dr. Ahmad Sastra
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa

Rabu, 15 Februari 2023

Terapi Hijrah dan Taubat yang Ampuh

Tinta Media - Sobat. Allah SWT telah  menjanjikan rezeki yang banyak bagi kita yang mau berhijrah di jalan Allah dan menjadikan Hijrah di jalan-Nya sebagai terapi ampuh untuk mendatangkan rezeki. Berhijrahlah  di jalan Allah dengan sungguh-sungguh sebab dengan begitu pasti akan engkau peroleh rezeki yang banyak. Jika Allah sendiri yang sudah berjanji, maka itu tidaklah main-main. Janji itu pasti benarnya. Janji itu pasti ditepati oleh-Nya.

Allah SWT berfirman :
۞وَمَن يُهَاجِرۡ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ يَجِدۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ مُرَٰغَمٗا كَثِيرٗا وَسَعَةٗۚ وَمَن يَخۡرُجۡ مِنۢ بَيۡتِهِۦ مُهَاجِرًا إِلَى ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ثُمَّ يُدۡرِكۡهُ ٱلۡمَوۡتُ فَقَدۡ وَقَعَ أَجۡرُهُۥ عَلَى ٱللَّهِۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورٗا رَّحِيمٗا 
“  Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” ( QS. An-Nisa’ (4) : 100 )

Sobat. Kemudian Allah menjanjikan kepada orang-orang yang hijrah meninggalkan kampung halamannya karena menaati perintah Allah dan mengharapkan keridaan-Nya, mereka akan memperoleh tempat tinggal yang lebih makmur, lebih tenteram dan aman dan lebih mudah menunaikan kewajiban-kewajiban agama di daerah yang baru, yaitu Medinah. Janji yang demikian itu sangat besar pengaruhnya bagi mereka yang hijrah. Sebab umumnya orang-orang Islam di Mekah yang tidak ikut hijrah menyangka bahwa hijrah itu penuh dengan penderitaan dan daerah yang dituju itu tidak memberikan kelapangan hidup bagi mereka.

Allah akan memberikan kelapangan hidup di dunia dan akan memberikan pahala yang sempurna di akhirat kepada orang-orang yang hijrah dan meninggal dunia sebelum sempat sampai ke Medinah. Amat jelas janji Allah kepada orang-orang yang hijrah dibandingkan dengan janji kepada mereka yang tidak hijrah karena uzur, sebab bagi golongan yang akhir ini pengampunan Allah tidak disebut secara pasti. Pengampunan dan kasih sayang Allah sangatlah besar terhadap kaum muhajirin yang dengan ikhlas meninggalkan kampung halaman mereka untuk menegakkan kalimah Allah.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Abu Ya'la dengan sanad yang baik dari Ibnu Abbas beliau berkata, "Damrah bin Jundub pergi dari rumahnya "Bawalah aku dan keluarkanlah aku dari bumi orang-orang musyrik ini (Mekah) untuk menemui Rasulullah saw." Maka pergilah dia, dalam perjalanan dia meninggal sebelum berjumpa dengan Nabi Muhammad saw lalu turunlah ayat ini.

Sebab-sebab Islam mensyariatkan hijrah pada zaman permulaan:

1.  Untuk menghindarkan diri dari tekanan dan penindasan orang kafir Mekah terhadap Muslimin, sehingga mereka memiliki kebebasan dalam menjalankan perintah agama dan menegakkan syiarnya.
2. Untuk menerima ajaran agama dari Nabi Muhammad saw, kemudian menyebarkannya ke seluruh dunia.
3. Untuk membina negara Islam yang kuat yang dapat menyebarkan Islam, menegakkan hukum-hukumnya, menjaga rakyat dari musuh dan melindungi dakwah Islamiyah.

Ketiga sebab inilah yang menjadikan hijrah dari Mekah menjadi salah satu kewajiban bagi umat Islam. Sesudah umat Islam membebaskan Mekah tidak ada lagi kewajiban hijrah, karena ketiga sebab ini tidak ada lagi. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Nabi bersabda:
"Tidak ada hijrah sesudah pembebasan Mekah, tetapi yang ada ialah jihad dan niat. Jika kamu diperintahkan berperang, maka penuhilah perintah itu" (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu 'Abbas).

Sobat. Kalau kita cermati ayat di atas! Bukankah di sana terdapat dua janji Allah bagi siapa saja yang mau berhijrah di jalan Allah yaitu, pertama. Tempat hijrah yang luas. Itu artinya, banyak kelapangan di sana. Dan kedua, rezeki yang banyak.

Sobat. Bagaimana cara kita berhijrah di jalan Allah? Bagaimana cara kita memperbarui iman kita?  Dan Bagaimana memulainya?  Ada dua cara yakni Pertama. Memperbanyak membaca Istighfar dan taubat. Dan Kedua. Selalu menyempatkan diri untuk beribadah kepada Allah.

Sobat. Tak ada hamba Allah yang tak pernah dosa. Dan tak ada  terapi ampuh dalam menghapus dosa selain bertaubat kepada Allah dan memohon ampunan-Nya dengan serius dan sungguh-sungguh. Dengan beristighfar dan bertaubat dengan sungguh-sungguh kita berarti telah  sungguh-sungguh pula berhijrah dari jalan dosa menuju jalan Allah  yang  bercahaya. Dan dengan itu pula, kita berarti memperbarui iman kita. Perbaruilah imanmu dengan memperbanyak istighfar. Parbaruilah  imanmu dengan memperbanyak dzikir.

Sobat. Sesungguhnya  istighfar dan taubat benar-benar  merupakan sarana  yang ampuh dalam mengundang dan mendatangkan rezeki dan karunia Allah, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit. Sebagaimana firman-Nya :
فَقُلۡتُ ٱسۡتَغۡفِرُواْ رَبَّكُمۡ إِنَّهُۥ كَانَ غَفَّارٗا يُرۡسِلِ ٱلسَّمَآءَ عَلَيۡكُم مِّدۡرَارٗا وَيُمۡدِدۡكُم بِأَمۡوَٰلٖ وَبَنِينَ وَيَجۡعَل لَّكُمۡ جَنَّٰتٖ وَيَجۡعَل لَّكُمۡ أَنۡهَٰرٗا  
“maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-,niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” ( QS. Nuh (710 : 10 – 12 )

Sobat. Nuh menyeru kaumnya agar memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosa mereka menyembah berhala. Bila mereka memohon ampunan, maka Allah pasti akan mengabulkannya, karena Ia Maha Pengampun. Keimanan mereka akan menghapus dosa-dosa syirik yang telah mereka lakukan.
Sobat. Nabi Nuh menyampaikan kepada kaumnya janji Allah bila mereka beriman kepada-Nya, yaitu:
1. Allah akan menurunkan hujan lebat yang akan menyuburkan tanah mereka dan memberikan hasil yang berlimpah sehingga mereka akan makmur.
2. Allah akan menganugerahkan kepada mereka kekayaan yang berlimpah.
3. Allah akan menganugerahkan anak-anak yang banyak untuk melanjutkan keturunan mereka, sehingga tidak punah.
4. Allah akan menyuburkan kebun-kebun mereka, sehingga memberi hasil yang berlimpah.
5. Allah akan memberi mereka sungai-sungai dan irigasi untuk mengairi kebun-kebun mereka, sehingga subur dan hijau.

Janji Allah kepada umat Nuh sangat cocok dengan masyarakat waktu itu. Umat Nabi Nuh adalah nenek moyang umat manusia sekarang. Kebudayaan mereka masih dalam taraf permulaan kebudayaan manusia. Akan tetapi, janji Allah itu tidak menarik hati mereka sedikit pun. Hal ini menunjukkan keingkaran mereka yang sangat hebat. 
Janji Allah itu mengandung isyarat bahwa Ia menyuruh mereka mempergunakan akal pikiran. Mereka seakan-akan disuruh memikirkan kegunaan hujan bagi mereka. Hujan akan menyuburkan bumi tempat mereka berdiam, menghasilkan tanam-tanaman dan buah-buahan yang mereka perlukan. Sebagian hasil pertanian itu bisa mereka makan dan sebagian lainnya dijual, sehingga menambah kekayaan mereka. Hujan akan mengalirkan air menjadi sungai-sungai yang bermanfaat bagi mereka. Jika mereka mau menggunakan pikiran seperti itu, mereka tentu akan sampai kepada kesimpulan tentang siapa yang menurunkan hujan dan menyuburkan bumi sehingga menghasilkan keperluan-keperluan hidup mereka. Akhirnya, mereka tentu akan sampai kepada suatu kesimpulan sebagaimana seruan yang disampaikan Nuh kepada mereka, yaitu beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan yang menciptakan semua keperluan mereka.

Sobat. Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya beliau mejelaskan mengenai ayat di atas dengan perkataan sebagai berikut : “ Jika kalian bertaubat kepada Allah, memohon ampunan dan taat kepada-Nya dengan sungguh-sungguh, niscaya Allah akan memperbanyak rezekimu, akan memberimu keberkahan dari langit  berupa hujan, akan menumbuhkan untukmu keberkahan dari bumi denga menumbuhkan tanam-tanaman untukmu, memperderas susu untukmu, serta memberimu harta dan anak yang banyak. Tak hanya itu, Allah juga akan menjadikan untukmu kebun-kebun yang penuh dengan buah-buahan serta melengkapinya dengan sungai-sungai yang mengalir diantara kebun-kebun itu.”

Sobat. Begitu dahsyatnya kekuatan dan keajaiban istighfar  sebgaimana temaktub dalam QS Nuh (71) : 10 – 12 di atas, sampai-sampai sahabat Umar bin Khaththab ra cukup  berpegang teguh pada janji Allah dalam ayat tersebut tanpa tawar, tanpa reserve, ketika beliau meminta hujan kepada Allah SWT. Demikian pula Imam Hasan al-Bashri ketika banyak sekali orang yang  mendatangi beliau dan mengadukan permasalahan  yang  berbeda-beda, tetapi beliau menasehati mereka  dengan nasehat yang  sama. Semuanya disuruh beliau agar memperbanyak istighfar kemudian beliau membaca QS Nuh ayat 10 sd 12.

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pasca sarjana IAI TRibakti Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur

Kamis, 03 November 2022

OJO LEREN DADI WONG APIK


Tinta Media - Semua pasti setuju, setiap orang harus bertransformasi "dadi wong apik" (menjadi orang baik). Hijrah total menjalani proses yang ada memantaskan diri "dadi wong apik."

Dadi wong apik tidak bisa sekedar slogan. Seringkali ditemui manis di kata dan ucapan semata, namun sumir dalam realita. Dadi wong apik perlu pembuktian. Harus satu antara kata dan perbuatan. Disitulah akan muncul harmoni "dadi wong apik."

Salah satu ciri "wong apik" adalah "mikul dhuwur mendhem jero." Dia tidak akan menjelek-jelekkan saudaranya. Tidak mengakui persahabatan yang selama ini terjalin. Apalagi membuat pengakuan yang terlihat memojokkan di muka umum atau di sosial media.

Selain itu ciri wong apik adalah "ojo kepaten obor." Artinya akan terus berusaha sekuat tenaga untuk menyambung silahukhuwah dengan saudara muslimnya dan silahturahmi dengan saudara kandungnya. Sikapnya tidak justru sebaliknya. Menunjukkan diksi memutus tali silahturahmi. Entah dengan kepentingan apapun. Dia tetap akan menjaga. Bukan karena tekanan, iming-iming, dll mudah mengucapkan diksi memutus ukhuwuh.

Dan masih banyak ciri-ciri yang lain.

"Ojo Bosen Dadi Wong Apik" itu kalimat yang sarat makna dan luar biasa. Perlu digalakkan. Namun akan menjadi "wagu" dan kontra produktif jika yang terlibat didalamnya justru menebar aroma memutus ukhuwah dan menjelekkan saudara. Jadijya "ra toto lan ra mutu."

Bukankah kita terus mendakwahkan, jangan hanya beda fiqih terus menjelek-jelekkan atau menyesatkan orang. Jangan sampai beda pilihan dakwah bukan disebut saudara, tapi malah di sebut musuh. Sungguh, itu semua bertolak belakang dengan ukhuwah dan materi dakwah. "Bersamamu dalam lika-liku dakwah" tentu menjadi seru. Demikian juga "timbul tenggelam dalam lautan dakwah."

Akankah kata-kata manis itu saat ini telah menjadi hambar? Terus berbuat baik walau dianggap tidak baik. Tidak berhenti berproses menjadi orang baik walau ada yang menjauh dan bersikap kurang pas. Bismillah. Allah bersama kita.

Oleh: Gus Uwik
Peneliti Pusat Kajian Peradaban Islam 

Rabu, 12 Oktober 2022

YANG MENDOMINASI HATI

Tinta Media - Jika kalbu (hati) seorang hamba didominasi oleh kepentingan akhirat maka seluruh kepentingan dunianya (harta, jabatan, kekuasaan, dll) akan ia "wakaf"-kan di jalan Allah SWT demi sesuatu yang abadi di akhirat, yakni meraih surga-Nya.

Sebaliknya, jika kalbu (hati) seorang hamba didominasi oleh kepentingan dunia (harta, jabatan, kekuasaan, dll), maka akhirat (surga)-nya akan ia gadaikan untuk meraih apa saja yang menjadi ambisi dunianya itu. Ia akan "menjual" agamanya. Tak peduli halal-haram. Tak peduli surga atau neraka. Yang penting dunia (harta, jabatan, kekuasaan,dll) selalu ada dalam genggaman. Ia lupa bahwa semua itu pasti akan dia tanggalkan dan tinggalkan. Saat itulah yang akan ia rasakan adalah penyesalan.

Karena itu tepat apa dinyatakan oleh Abu al-Hakam rahimahulLaah:

الدنيا والآخرة يجتمعات في قلب العبد، فأيهما غلب، كان الآخر تبعاً له.

Dunia dan akhirat akan selalu berkumpul pada kalbu (hati) seorang hamba. Mana saja di antara keduanya yang dominan (mendominasi kalbu [hati]-nya) maka yang lain akan menjadi pengekor (pengikut)-nya.(Abu Nu'aim Al-Asbahani, Hilyah al-Awliyaa', 8/ 313).

Semoga kepentingan (menyiapkan bekal) akhirat selalu mendominasi kalbu (hati) kita. Dengan itu seluruh kepentingan dunia kita (harta, jabatan, kekuasaan dll), kita "wakaf"-kan untuk dapat meraih surga-Nya di akhirat. Aamiin.

Wa maa tawfiiqii illaa bilLaah, 'alayhi tawakkaltu wa ilayhi uniib.[]

Oleh: Al-Faqir Arief B. Iskandar
Khadim Ma'had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor

[09102022]

Rabu, 17 Agustus 2022

KH M Shiddiq Al Jawi Jelaskan Hukum Hijrah

Tinta Media - Founder Institut Muamalah Indonesia KH. M. Shiddiq Al-Jawi, M.Si menjelaskan hukum hijrah menurut Imam Taqiyuddin An-Nabhani.

“Ada empat macam hukum hijrah yang dijelaskan oleh Imam Taqiyuddin An Nabani,” tuturnya Pada Kajian Hijrah, Wajibkah? di kanal YouTube Khilafah Channel Reborn, Jumat (12/8/2022).

Pertama, wajib hukumnya bagi seorang muslim untuk berhijrah dari Darul Kufur menuju Darul Islam, jika pada dirinya terdapat dua syarat: (1) mampu secara fisik dan harta; (2) dalam kondisi tidak mampu menjalankan hukum-hukum syariah untuk dirinya sendiri, seperti sholat, puasa, menutup aurat, dan sebagainya. “Pertama ada kemampuan secara fisik dan harta. Kemudian syarat yang kedua itu tidak mampu menjalankan hukum-hukum untuk diri sendiri. Nah ini wajib berhijrah dari Darul kufur di mana dia hidup menuju Darul Islam,” jelasnya.

Kiai Shiddiq memaparkan dalil terkait wajibnya hijrah dalam firman Allah SWT:

اِنَّ الَّذِيْنَ تَوَفّٰىهُمُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ ظَالِمِيْٓ اَنْفُسِهِمْ قَالُوْا فِيْمَ كُنْتُمْ ۗ قَالُوْا كُنَّا مُسْتَضْعَفِيْنَ فِى الْاَرْضِۗ قَالُوْٓا اَلَمْ تَكُنْ اَرْضُ اللّٰهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوْا فِيْهَا ۗ فَاُولٰۤىِٕكَ مَأْوٰىهُمْ جَهَنَّمُ ۗ وَسَاۤءَتْ مَصِيْرًاۙ

“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan oleh malaikat dalam keadaan berbuat zalim kepada diri mereka sendiri, mereka (para malaikat) bertanya, “Bagaimana kamu ini?” Mereka menjawab, “Kami orang-orang yang tertindas di bumi (Mekah).” Mereka (para malaikat) bertanya, “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah (berpindah-pindah) di bumi itu?” Maka orang-orang itu tempatnya di neraka Jahanam, dan (Jahanam) itu seburuk-buruk tempat kembali. (QS An-Nisâ [4] : 97).

Hukum hijrah yang kedua adalah mandub (sunnah) bagi seorang muslim untuk berhijrah dari Darul Kufur menuju Darul Islam, jika pada dirinya terdapat 2 (dua) syarat; (1) mampu secara fisik dan harta; (2) dalam kondisimampu menjalankan hukum-hukum syariah untuk dirinya sendiri, seperti sholat, puasa, menutup aurat, dan semisalnya. 
“Nah yang seperti ini tidak diwajibkan berhijrah tapi hanya disunnahkan,” paparnya.

Ustaz Shiddiq menjelaskan dalilnya hadits Nabi SAW yang membolehkan tidak berhijrah bagi sebagian shahabat yang mampu mengamalkan hukum-hukum Islam untuk dirinya.

Diriwayatkan Na’îm An-Nahâm RA ketika dia hendak berhijrah, kaumnya yaitu Banî ‘Adî mendatangi dia. Mereka berkata, ”Tinggallah bersama kami, dan silahkan Anda mengamalkan agama Anda, kami akan melindungi Anda dari siapa saja yang mengganggu Anda. Namun cukupilah kebutuhan kami sebagaimana Anda telah mencukupi kebutuhan kami selama ini. Na’îm An-Nahâm sebelumnya selalu menyantuni anak- anak yatim dan janda-janda kaumnya.” Maka Na’îm An-Nahâm pun terlambat dari hijrah beberapa waktu meski kemudian diapun berhijrah ke Madinah. Maka Rasulullah SAW bersabda kepadanya,”[Sikap] kaummu lebih baik kepadamu daripada kaumku kepadaku. Kaumku mengusir aku dan hendak membunuhku, sedang kaummu menjagamu dan melindungimu.” Maka Na’îm An-Nahâm menjawab,”Wahai Rasulullah, kaummu mengusirmu menuju ketaatan kepada Allah dan berjihad melawan musuh-Nya, sedang kaumku menahanku dari hijrah dan dari ketaatan kepada Allah.” (Ibnu Abdil Barr, Al-Isti’âb fî Ma’rifat Al-Shahâbah, Bab Biografi Na’îm An-Nahâm, no. 2657;Thabaqât Ibnu Sa’ad, 4/72).

Hukum hijrah ketiga adalah dimaafkan (tidak ada perintah atau anjuran berhijrah), khusus bagi yang tidak mampu berhijrah dari Darul Kufur menuju Darul Islam. 

“Untuk orang yang tidak mampu berhijrah maka dimaafkan, artinya tidak ada perintah yang sifatnya wajib juga tidak ada anjuran,” jelasnya.

Kiai Shiddiq memberikan contoh bagi orang yang tidak mampu berhijrah dari Darul Kufur menuju Darul Islam, misalnya mereka yang kondisinya sakit atau cacat, tidak bisa berjalan kemana-mana, harus pakai kursi roda atau misalnya mohon maaf misalnya juga tidak mempunyai harta, nggak ada uang tabungan juga nggak punya, atau misalnya kondisinya anak-anak yang belum bisa pergi kemana-mana dan yang semisalnya. 

“Maka yang seperti ini dimaafkan oleh Allah tidak diwajibkan juga tidak disunahkan, ya berarti dia dimaafkan oleh Allah SWT,” jelasnya lebih lanjut.

Ia juga menyampaikan dalil terkait hijrah yang dimaafkan yaitu:

اِلَّا الۡمُسۡتَضۡعَفِيۡنَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَآءِ وَالۡوِلۡدَانِ لَا يَسۡتَطِيۡعُوۡنَ حِيۡلَةً وَّلَا يَهۡتَدُوۡنَ سَبِيۡلًا

فَاُولٰۤىِٕكَ عَسَى اللّٰهُ اَنْ يَّعْفُوَ عَنْهُمْ ۗ وَكَانَ اللّٰهُ عَفُوًّا غَفُوْرًا

“Kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau perempuan dan anak-anak yang tidak berdaya dan tidak mengetahui jalan (untuk berhijrah), maka mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Allah Maha Pemaaf, Maha Pengampun.” (QS An-Nisâ [4] : 98-99).

Sedangkan hukum keempat adalah haram hukumnya berhijrah dari Darul Kufur menuju Darul Islam, jika pada dirinya terdapat 3 (tiga) syarat; (1) mampu secara fisik dan harta; (2) dalam kondisi mampu menjalankan hukum-hukum syariah untuk dirinya; (3) mampu melakukan integrasi, yaitu menggabungkan negerinya sebagai Darul Kufur untuk bersatu dengan Darul Islam (Khilafah).

“Maka dengan kondisi yang demikian, seorang muslim diharamkan secara syariah untuk berhijrah karena justru dia berkewajiban menjalankan misi integrasi di negerinya itu, yaitu menggabungkan negerinya ke dalam negara Khilafah atau Darul Islam yang sudah berdiri,” terangnya.

“Ya jadi itu ringkasan yang bisa saya sampaikan dari Kitab yang ditulis oleh Imam Taqiyuddin An-Nabhani yaitu dalam kitab Al-Syakhshiyyah Al-Islâmiyyah, Juz II, hlm. 270-271 dan satu ada kitab satu lagi yaitu Muqaddimah Ad Dustur juz kedua halaman 193 sampai 196,” pungkasnya. [] Raras

Sabtu, 06 Agustus 2022

Hidupmu Akan Bahagia Jika Hijrah Total

Tinta Media - Sobat. Hijrah total itu bukan karena tren, tapi karena kebutuhan. Bukan karena friend, tapi dari keinginan. Bukan karena keren, tapi memang dianjurkan. Niat hijrah itu benar-benar muncul dari diri sendiri, atas anjuran dan perintah Allah, bukan karena hal lain, apalagi karena orang lain.

Sobat. Esensi hijrah total semuanya harus diperhatikan dengan benar dan seksama, mulai dari niatnya, prosesnya dan keistiqomahan. Maka sekali lagi hijrah total itu bukan Cuma ikut-ikutan, tapi karena kesadaran. Bukan Cuma ingin terlihat sholeh, tapi memang ingin jadi sholeh. Bukan Cuma di lisan, tapi juga diperbuatan. Bukan Cuma diucapan tapi juga di amalan. Bukan Cuma mengubah penampilan, namun juga kelakuan. Bukan Cuma ganti profesi, tapi juga visi dan misi. Bukan Cuma eksistensial, tapi jugasubstansial.Bukan Cuma perasaan tapi juga pemikiran.

Allah SWT Berfirman :

۞وَمَن يُهَاجِرۡ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ يَجِدۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ مُرَٰغَمٗا كَثِيرٗا وَسَعَةٗۚ وَمَن يَخۡرُجۡ مِنۢ بَيۡتِهِۦ مُهَاجِرًا إِلَى ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ثُمَّ يُدۡرِكۡهُ ٱلۡمَوۡتُ فَقَدۡ وَقَعَ أَجۡرُهُۥ عَلَى ٱللَّهِۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورٗا رَّحِيمٗا 
(١٠٠)

“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” ( QS. An-Nisa’ (4) : 100 )

Sobat. Kemudian Allah menjanjikan kepada orang-orang yang hijrah meninggalkan kampung halamannya karena menaati perintah Allah dan mengharapkan keridaan-Nya, mereka akan memperoleh tempat tinggal yang lebih makmur, lebih tenteram dan aman dan lebih mudah menunaikan kewajiban-kewajiban agama di daerah yang baru, yaitu Medinah. Janji yang demikian itu sangat besar pengaruhnya bagi mereka yang hijrah. Sebab umumnya orang-orang Islam di Mekah yang tidak ikut hijrah menyangka bahwa hijrah itu penuh dengan penderitaan dan daerah yang dituju itu tidak memberikan kelapangan hidup bagi mereka.

Sobat. Allah akan memberikan kelapangan hidup di dunia dan akan memberikan pahala yang sempurna di akhirat kepada orang-orang yang hijrah dan meninggal dunia sebelum sempat sampai ke Medinah. Amat jelas janji Allah kepada orang-orang yang hijrah dibandingkan dengan janji kepada mereka yang tidak hijrah karena uzur, sebab bagi golongan yang akhir ini pengampunan Allah tidak disebut secara pasti. Pengampunan dan kasih sayang Allah sangatlah besar terhadap kaum muhajirin yang dengan ikhlas meninggalkan kampung halaman mereka untuk menegakkan kalimah Allah.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Abu Ya'la dengan sanad yang baik dari Ibnu Abbas beliau berkata, "Damrah bin Jundub pergi dari rumahnya "Bawalah aku dan keluarkanlah aku dari bumi orang-orang musyrik ini (Mekah) untuk menemui Rasulullah saw." Maka pergilah dia, dalam perjalanan dia meninggal sebelum berjumpa dengan Nabi Muhammad saw lalu turunlah ayat ini.

Sebab-sebab Islam mensyariatkan hijrah pada zaman permulaan:
1. Untuk menghindarkan diri dari tekanan dan penindasan orang kafir Mekah terhadap Muslimin, sehingga mereka memiliki kebebasan dalam menjalankan perintah agama dan menegakkan syiarnya.
2. Untuk menerima ajaran agama dari Nabi Muhammad saw, kemudian menyebarkannya ke seluruh dunia.
3. Untuk membina negara Islam yang kuat yang dapat menyebarkan Islam, menegakkan hukum-hukumnya, menjaga rakyat dari musuh dan melindungi dakwah Islamiyah.

Ketiga sebab inilah yang menjadikan hijrah dari Mekah menjadi salah satu kewajiban bagi umat Islam. Sesudah umat Islam membebaskan Mekah tidak ada lagi kewajiban hijrah, karena ketiga sebab ini tidak ada lagi. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Nabi bersabda:

"Tidak ada hijrah sesudah pembebasan Mekah, tetapi yang ada ialah jihad dan niat. Jika kamu diperintahkan berperang, maka penuhilah perintah itu" (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu 'Abbas).

Sobat. Segeralah hijrah dan bertaubat, sebelum ajal mendekat dan keburu wafat. Hijrah dan taubat itu satu paket, tak dapat dipisahkan satu sama lain. Keduanya sama-sama meninggalkan yang buruk menuju yang baik. Taubat adalah praktek meninggalkan perbuatan maksiat atau dosa dan berusaha mengubah diri menjadi pribadi yang baik.

 Baginda Rasulullah SAW bersabda, “ Hijrah itu tidak akan terputus hingga ditutupnya pintu taubat , dan taubat itu tidak pernah tertutup sampai terbitnya matahari dari barat.” ( HR Abu Dawud )

Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa hijrah itu ada dua macam : Hijrah secara fisik dari suatu negeri ke negeri yang lain. Dan yang kedua, hijrah dengan hati menuju Allah meninggalkan segala hal yang buruk, negative, maksiat, dosa, atau kondisi yang tidak kondusif menuju keadaan yang lebih baik, positif dan kondusif untuk menegakkan ajaran Islam. 

Al hasil sobat. Hijrah total bukan hanya dimaknai berpindah tempat saja tapi juga berpindah dari jahiliyah ke rajin ibadah dan dakwah.Dari tukang maksiat,ke doyan taubat. Dari zaman kegelapan ke zona cahaya dan kebaikan. Dari asal-asalan, ke penuh penghayatan.

Sobat. Semenjak saya berkomitmen melakukan hijrah total ada banyak perubahan yang saya rasakan. Sungguh Allah tidak pernah ingkar janji dan Janji Allah itu pasti benar. Hidup lebih bahagia dalam bekerja, lebih tenang dalam berbisnis, lebih damai dalam ibadah, lebih ikhlas dalam sedekah, lebih khusyuk dalam berdoa, lebuh nyaman dalam dhuha, lebih tentram dalam keluarga dan lebih banyak perasaan-perasaan lain yang serupa. Subhaanallah!

Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Goreskan Tinta Emas dan Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur

Lima Bentuk Hijrah

Tinta Media - Terkait hijrah, Mudir Ma'had Khadimus Sunnah Bandung, Ajengan Yuana Ryan Tresna (YRT) mengutip pendapat 
Imam Taqiyyuddin ibn Daqiq al-'Id dalam kitabnya, Ihkam al-Ahkam Syarh Umdah al-Ahkam, hlm. 56, yang menyebutkan 5 bentuk hijrah.

Hijrah partama adalah ke Habasyah. "Yakni ketika orang-orang kafir melakukan intimidasi kepada para shahabat," tuturnya dalam akun telegramnya, Ahad (31/07/2022).

Hijrah kedua adalah dari Makkah ke Madinah. 
"Terkait hijrah dari Makkah ke Madinah, Nabi ﷺ bersabda:

كَانَ الْمُؤْمِنُونَ يَفِرُّ أَحَدُهُمْ بِدِينِهِ إِلَى اللهِ تَعَالَى وَإِلَى رَسُولِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَخَافَةَ أَنْ يُفْتَنَ عَلَيْهِ فَأَمَّا الْيَوْمَ فَقَدْ أَظْهَرَ اللهُ اْلإِسْلاَمَ وَالْيَوْمَ يَعْبُدُ رَبَّهُ حَيْثُ شَاءَ

Dulu ada orang Mukmin yang lari membawa agamanya kepada Allah dan Rasul-Nya karena takut difitnah. Adapun sekarang (setelah Hijrah) Allah ﷻ benar-benar telah memenangkan Islam, dan seorang Mukmin dapat beribadah kepada Allah ﷻ sesuka dia. (HR. Bukhari)," terangnya. 

Hijrah ketiga hijrahnya kabilah-kabilah kepada Nabi ﷺ untuk belajar syariat Islam. "Kemudian kembali ke daerahnya, dan mengajarkan ke kaumnya," ungkapnya. 

Hijrah keempat adalah hijrahnya orang yang berislam dari penduduk Makkah untuk menemui Nabi ﷺ, kemudian kembali ke Makkah. "Hijrah kelima adalah hijrah dari apa-apa yang Rasulullah larang atasnya," jelasnya.

Ajengan Yuana memaparkan beberapa poin penting, bahwa hijrah merupakan, pertama, pemisah antara kebenaran dan kebatilan, antara Islam dan kekufuran. Kedua, Awal kebangkitan Islam dan kaum muslim yang pertama kalinya, setelah selama 13 tahun sejak kelahirannya.

"Di sebagian riwayat, peristiwa hijrah terjadi pada Jumat 12 Rabiul Awal 1 H, dimana pada hari itu rombongan Nabi ﷺ sampai di Madinah. Hal itu setelah Rasul ﷺ mendapat nushrah (pertolongan) dari penduduk Madinah, yakni setelah Baiat Aqabah II. Pasca-Rasulullah ﷺ wafat, pada tahun 638 M (17 H), khalifah Umar bin Khatthab menetapkan awal pijakan penanggalan Islam adalah tahun dimana hijrahnya Nabi Muhammad ﷺ dari Makkah ke Madinah," pungkasnya.[] 'Aziimatul Azka

Hijrah Rasul, Tonggak Awal Pembentukan Negara Islam


Tinta Media - Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Ustaz Farid Wadjdi, mengungkapkan bahwa hijrahnya Rasulullah SAW merupakan tonggak awal dari pembentukan negara Islam di Madinah.

"Dan perlu kita ketahui bahwa hijrahnya Rasulullah SAW ini, merupakan tonggak awal dari pembentukan negara Islam di Madinah," tuturnya dalam Rubrik Menjadi Politisi Muslim: Hijrah Rasulullah, Awal Negara Adi Daya Global Berpengaruh, Senin (1/8/2022) di kanal Youtube Peradaban Islam ID.

Menurutnya, negara yang dibangun oleh Rasulullah SAW itu, bukan sembarangan negara, tapi negara adidaya dengan visi kenegaraan yang jelas. "Hal ini yang membedakan kondisi kaum muslimin ketika di Madinah dengan kondisi kaum muslimin ketika masih berada di Mekkah sebelum fathul makkah, sebelum penaklukan kota Mekkah," terangnya.

Ketika Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, lanjut Farid, Rasulullah SAW membangun peradaban baru, membangun masyarakat Islam dengan kriteria.

Pertama, masyarakat atau penduduk yang didasarkan pada aqidah Islam. "Jadi, aqidah Islam inilah yang menjadi pondasi penting dari masyarakat Islam yang dibangun oleh Rasulullah SAW," tegasnya.

Kedua, di Madinah Rasulullah SAW menjadikan semata-mata hukum Islam atau Syariat Islam itu sebagai hukum yang berlaku, yang mengatur kaum muslimin, yang menyelesaikan urusan-urusan kaum muslimin, yang menyelesaikan perselisihan-perselisihan di antara kaum muslimin. "Demikian juga yang mengatur ekonomi kaum muslimin, yang mengatur sistem kemasyarakatan kaum muslimin , yang mengatur sistem politik kaum muslimin, termasuk mengatur politik luar negeri kaum muslimin. Itu semata-mata berdasarkan pada Syariat Islam," paparnya.

Menurutnya, ini yang membedakan ketika kaum muslimin belum hijrah ke Madinah. "Jadi, di Madinah itu kaum muslimin sudah memiliki kekuasaan, dan Rasulullah SAW diangkat sebagai kepala negara," ungkapnya.

Mungkin, sambungnya, ada yang mengatakan apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW itu bukan menunjukkan bahwa itu adalah negara.

Definisi Negara

Farid mengatakan, definisi negara yang sering dipakai dalam ilmu ketatanegaraan saat sekarang ini, sederhananya, yang disebut negara itu, ada negaranya, ada rakyatnya, ada hukum yang berlaku, ada wilayah kekuasaannya. "Paling tidak, seperti itu yang disebut dengan negara," terangnya.

"Jadi, ada kepala negara, ada rakyatnya, ada hukum yang berlaku, dan rakyatnya kemudian taat kepada hukum yang berlaku itu. Maka, itu sudah bisa disebut sebagai sebuah negara," ungkapnya. 

Ia menegaskan bahwa sebuah negara itu bukanlah dilihat dari apakah wilayahnya itu kecil atau luas.

"Kalau kita lihat, misalnya negara Singapura. Itu negara yang wilayahnya sangat kecil dibanding dengan Indonesia misalnya. Tapi Singapura disebut sebagai sebuah negara karena dia memiliki kepala negara, dia memiliki rakyat, dia memiliki aturan yang yang ditaati oleh rakyatnya," jelasnya.

Swiss juga dianggap sebuah negara. Jadi tidak dilihat apakah wilayahnya itu luas atau tidak.

Nah, lanjut Farid, kalau kita melihat pada hal tersebut, maka apa yang dibangun oleh Rasulullah SAW di Madinah itu, tentu bisa masuk dalam kategori sebuah negara. Karena ada kepala pemerintahannya, yaitu Rasulullah SAW, kemudian ada hukum yang berlaku yaitu Syariah Islam, ada wilayah kekuasaannya, kemudian juga ada rakyatnya yang patuh pada hukum yang diterapkan tersebut.

Negara Bangsa dengan Negara Islam

Menurutnya, yang membedakan antara konsep nation state (negara bangsa) dengan negara Islam adalah apakah wilayah kekuasaannya dibatasi oleh region tertentu berdasarkan kepada kebangsaan atau kesukuan, misalkan.

"Jadi, (negara Islam) wilayahnya itu akan terus meluas sesuai dengan prinsip politik luar negeri di dalam Islam, yaitu bagaimana menyebarluaskan Islam ke seluruh penjuru dunia," tandasnya.

Menurutnya, wilayah kekuasaan kaum muslimin itu terus meluas. Mulai dari kota Madinah yang kecil, meluas ke seluruh Jazirah Arab, meluas sampai Afrika, meluas sampai Eropa, meluas sampai pula ke Asia.
"Itu kemudian yang membedakannya dengan konsep nation state atau negara bangsa yang didasarkan pada nasionalisme," terangnya.

Yang jelas, lanjut Farid, apa yang dibangun oleh Rasulullah SAW itu adalah sebuah negara.

"Dan, negara yang dibangun oleh  Rasulullah SAW itu bukanlah negara sembarangan negara. Negara yang dibangun oleh Rasulullah SAW itu menjadi cikal bakal negara adi daya yang nantinya akan menguasai banyak kawasan di dunia dengan visi yang jelas, karena sesungguhnya Islam itu sangatlah pedui dalam visi," pungkasnya.[] 'Aziimatul Azka

Rabu, 03 Agustus 2022

MISI HIJRAH BELUM SELESAI

Tinta Media - Imam Taqiyyuddin ibn Daqiq al-'Id dalam kitabnya, Ihkam al-Ahkam Syarh Umdah al-Ahkam, hlm. 56, menyebutkan 5 bentuk hijrah, 

اسم الهجرة يقع على أمور ؛ الهجرة الأولى : إلى الحبشة ، عندما أذى الكفار الصحابة . الهجرة الثانية : من مكة إلى المدينة . الهجرة الثالثة : هجرة القبائل إلى النبي ﷺ لتعلم الشرائع ، ثم يرجعون إلى المواطن ، ويعلمون قومهم . الهجرة الرابعة : هجرة من أسلم من أهل مكة لياتي إلى النبي ﷺ ، ثم يرجع إلى مكة . الهجرة الخامسة : هجرة ما نهى الله عنه .

Hijrah partama adalah ke Habasyah, yakni ketika orang-orang kafir melakukan intimidasi kepada para shahabat. Hijrah kedua adalah adalah dari Makkah ke Madinah. Hijrah ketiga hijrahnya kabilah-kabilah kepada Nabi ﷺ untuk belajar syariat Islam, kemudian kembali ke daerahnya, dan mengajarkan ke kaumnya. Hijrah keempat adalah hijrahnya orang yang berislam dari penduduk Makkah untuk menemui Nabi ﷺ, kemudian kembali ke Makkah. Hijrah kelima adalah hijrah dari apa-apa yang Rasulullah larang atasnya. 

Terkait hijrah dari Makkah ke Madinah, Nabi ﷺ bersabda,

كَانَ الْمُؤْمِنُونَ يَفِرُّ أَحَدُهُمْ بِدِينِهِ إِلَى اللهِ تَعَالَى وَإِلَى رَسُولِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَخَافَةَ أَنْ يُفْتَنَ عَلَيْهِ فَأَمَّا الْيَوْمَ فَقَدْ أَظْهَرَ اللهُ اْلإِسْلاَمَ وَالْيَوْمَ يَعْبُدُ رَبَّهُ حَيْثُ شَاءَ

Dulu ada orang Mukmin yang lari membawa agamanya kepada Allah dan Rasul-Nya karena takut difitnah. Adapun sekarang (setelah Hijrah) Allah ﷻ benar-benar telah memenangkan Islam, dan seorang Mukmin dapat beribadah kepada Allah ﷻ sesuka dia. (HR. Bukhari).

Beberapa poin penting, bahwa hijrah merupakan:
1. Pemisah antara kebenaran dan kebatilan; antara Islam dan kekufuran.
2. Awal kebangkitan Islam dan kaum muslim yang pertama kalinya, setelah selama 13 tahun sejak kelahirannya.

Di sebagian riwayat, peristiwa hijrah terjadi pada Jumat 12 Rabiul Awal 1 H, dimana pada hari itu rombongan Nabi ﷺ sampai di Madinah. Hal itu setelah Rasul ﷺ mendapat nushrah (pertolongan) dari penduduk Madinah, yakni setelah Baiat Aqabah II. Pasca-Rasulullah ﷺ wafat, pada tahun 638 M (17 H), khalifah Umar bin Khatthab menetapkan awal pijakan penanggalan Islam adalah tahun dimana hijrahnya Nabi Muhammad ﷺ dari Makkah ke Madinah.

*Makna Hijrah*

Nabi ﷺ bersabda,

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ

Muslim itu adalah orang yang menjadikan muslim yang lain selamat dari lisan dan tangannya. dan al-Muhajir (orang yang berhijrah) adalah orang yang meninggalkan apa saja yang telah Allah larang. (HR. Bukhari).

Menurut Ibn Hajar al-Asqalani di dalam kitab Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari, hijrah itu ada dua macam: lahiriah dan batiniah. Hijrah batiniah adalah meninggalkan apa yang diperintahkan oleh hawa nafsu yang selalu memerintahkan keburukan dan setan; dan yang lahiriah adalah menghindarkan diri-dengan membawa agama-dari fitnah.

Dari hadits tersebut, makna hijrah secara bahasa adalah, 

الهجرة لغة الإنتقال والخروج من أرض إلى أرض

Hijrah secara bahasa artinya adalah berpindah dan keluar dari satu tempat menuju adalah tempat lain. (M. Ali bin Nayif Asy Syahud, Al Mufashshl fi Ahkam al-Hijrah, hlm. 14).

Kemudian para ulama mendefinisikan hijrah dalam makna syar'i sebagai berikut,

قَالَ ابْنُ الْعَرَبِيِّ َالْخُرُوجُ مِنْ دَارِ الْحَرْبِ إلَى دَارِ الْإِسْلَامِ (سبل السلام ج.6 ص.128. نيل الأوطار ج.12 ص. 270. المجموع ج. 19 ص. 264)

Ibnu ‘Arabi berkata hijrah adalah keluar atau berpindah dari dari Negara yang diperangi/negara kufur ke negara Islam. (Subul al-Salam, juz 6, hlm. 128 dan Nail al-Authar, juz 12, hlm 270).

*Tak Ada Lagi Hijrah dari Makkah ke Madinah*

عن عائشة وابن عباس رضي الله عنه عن الجميع، يقول ﷺ: لَا هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا 

Tidak ada lagi hijrah setelah kemenangan (Makkah) akan tetapi yang tetap ada adalah jihad dan niat. Maka jika kalian diperintahkan berangkat berjihad, berangkatlah. (HR. Bukhari dan Muslim)

Makna tidak ada hijrah adalah tidak ada hijrah dari Makkah ke Madinah, 

ومعناه عند أهل العلم: لا هجر
ة من مكة بعدما فتحها الله على نبيه عليه الصلاة والسلام، وليس المعنى نفي الهجرة بالكلية لا، المراد: لا هجرة بعد الفتح يعني: من مكة إلى المدينة؛ لأن الله سبحانه جعلها دار إسلام بعد فتحها، فلم يبق هناك حاجة إلى الهجرة منها، بل المسلمون فيها يبقون فيها.

Hijrah Kedua Kita

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «سَتَكُونُ هِجْرَةٌ بَعْدَ هِجْرَةٍ، فَخِيَارُ أَهْلِ الْأَرْضِ أَلْزَمُهُمْ مُهَاجَرَ إِبْرَاهِيمَ».

Dari Abdullah bin Amr berkata, Sesungguhnya Rasulullah ﷺ. bersabda: Akan terjadi hijrah setelah hijrah, sebaik-baik penduduk bumi adalah yang tinggal di tempat hijrah Nabi Ibrahim (Syam). (HR. Abu Dawud, Ahmad, Al-Hakim)

Jadi misi hijrah kita belum selesai, yakni hijrah dari apa yang Allah larang dan hijrah dari darul kufur ke darul Islam.

Terakhir, refleksi hijrah hari ini adalah meninggalkan kekufuran menuju keimanan; meninggalkan darul kufr menuju darul Islam; meninggalkan kekalahan menuju kemenangan dan kemuliaan Islam; dan mengubah penindasan menjadi tebaran kerahmatan.

===
https://t.me/yuanaryantresna

Ajengan Yuana Ryan Tresna
Mudir Ma'had Khadimus Sunnah Bandung 

Hijrah Kini atau Hijrah Nanti


Tinta Media - Hijrah adalah berganti atau berpindah dari kondisi yang buruk menuju kondisi yang lebih baik. Oleh karena itu, segala macam perubahan menuju kepada kebaikan dan kebenaran Islam sering disebut dengan hijrah. Seiring dengan naiknya kesadaran masyarakat terhadap kebenaran ajaran Islam, semakin banyak pula seruan untuk berhijrah yang ditandai dengan semakin banyaknya komunitas berlabel hijrah di tengah masyarakat.

Dalam arti yang lebih spesifik lagi, hijrah adalah berpindah dari masyarakat kufur yang diatur dengan hukum jahiliyah menuju masyarakat Islam yang diatur dengan hukum syari'ah. Kaum muslimin yang hijrah bersama Rasulullah saw. ke Madinah disebut dengan kaum Muhajirin, sedangkan yang menolong mereka di Madinah disebut dengan kaum Anshor. Peristiwa hijrah inilah yang oleh Khalifah Umar bin Khattab dijadikan awal perhitungan tahun Qomariyah yang selanjutnya akan dipakai sebagai penanggalan Islam atau penanggalan Hijriah.

Pada waktu Rasulullah saw. melakukan hijrah, masyarakat Jazirah Arab yang tidak ikut hijrah bersama beliau terbagi menjadi dua bagian, yaitu yang sudah beriman dan yang masih kafir. Paman Rasulullah saw., yaitu Abbas bin Abdul Muthalib adalah salah satu dari kaum muslimin yang tidak ikut bersama beliau hijrah ke Madinah. Sementara, paman beliau Abu Sufyan bin Harb adalah salah satu contoh orang yang tidak ikut berhijrah dikarenakan pada saat itu masih dalam keadaan kafir.

Diantara orang-orang kafir, ada yang mengatakan bahwa mereka baru mau masuk Islam dengan syarat Rasulullah saw. memenangkan perjuangan beliau terhadap seluruh bangsa Arab. Mereka sebenarnya akan loyal terhadap siapa pun yang memenangkan pertempuran karena pemikiran oportunistik yang sudah mendarah daging dalam diri mereka. Oleh karena itu, mereka cenderung menunggu sampai salah satu mendapatkan kemenangan, tidak peduli siapa yang sesungguhnya di atas kebenaran.

Sebagian lainnya, terutama di kalangan orang Quraisy sendiri, masih belum mau menampakkan keberpihakan kepada Rasulullah saw. sebelum Makkah berhasil beliau taklukkan. Hal ini karena mereka tahu bahwa apa yang Rasulullah saw. bawa adalah kebenaran. Perasan mereka tidak bisa dibohongi meskipun akal mereka ditutupi dengan keraguan yang membinasakan. Pada akhirnya, mereka hanya menunggu dengan penuh harap suatu ketika kaum muslimin membebaskan mereka dari dominasi penguasa Quraisy yang sesat dan menyesatkan.

Meskipun setelah futuh Mekah masyarakat Arab berbondong-bondong masuk ke dalam agama Islam, tetapi Allah Swt. dan Rasul-Nya menegaskan perbedaan derajat di antara mereka. Orang yang ikut berjuang mewujudkan kehidupan Islam sebelum Mekah berhasil ditaklukkan memiliki derajat yang lebih mulia dibanding yang baru masuk Islam setelah penaklukan.   Hal ini karena perjuangan yang dilakukan untuk mewujudkan kehidupan Islam, memiliki bobot pengorbanan yang jauh lebih berat dibandingkan sekadar meneruskannya.

Oleh karena itu, ketika hukum Islam saat ini belum bisa diterapkan, kehidupan Islam belum berhasil dikembalikan, maka perjuangan untuk mewujudkan masyarakat Islam memiliki bobot seperti bobot perjuangan Rasulullah saw. mewujudkan kehidupan Islam di Madinah, sebelum futuh Mekah. Umat Islam yang berposisi sebagai pengemban dakwah Islam maupun yang memberikan kekuasan, memiliki derajat yang sangat tinggi dibandingkan dengan yang menunggu, apalagi yang hanya membiarkan.

Umat Islam yang cerdas akan segera memilih posisi yang lebih menguntungkannya di hadapan Allah Swt. dengan menjadi bagian dari proses mewujudkannya. Umat Islam yang ikhlas akan segera berpartisipasi aktif tanpa memedulikan hambatan, tantangan, ancaman, dan gangguan yang mungkin mereka alami sebagai konsekuensi membela dakwah.
Hal ini karena keridaan Allah Swt. adalah segala-galanya, serta syafaat Rasulullah saw. sangat dibutuhkan datangnya.

Inilah relevansi makna hijrah yang sesungguhnya, antara kondisi rusak saat ini dengan kondisi yang lebih baik lagi, serta bagaimana menentukan posisi kita di dalamnya. Semoga umat Islam segera sadar dan tidak menunda-nunda untuk berhijrah dari gelapnya kubangan kekufuran menuju terang benderangnya kehidupan Islam. Hal ini karena ajal itu dekat dan mati tidak bisa menunggu nanti. [dsh]

Oleh: Trisyuono Donapaste
Sahabat Tinta Media



Tahun Baru Islam 1444 H: Hijrah Nabi Ternyata Tidak Dilakukan di Bulan Muharram

Tinta Media - Meskipun awal bulan dalam kalender Hijriyah adalah Muharram, Khadim Ma’had Wakaf Syaraful Haramain KH. Hafidz Abdurrahman, M.A. mengungkap bahwa hijrah Nabi ternyata tidak dilakukan di bulan Muharram.

“Selain momentum hijrahnya itu sendiri yang identik dengan momentum perubahan, tetapi yang menarik, hijrah Nabi itu dilakukan di bulan Rabiul Awwal, bukan Muharram,” tuturnya di telegram pribadinya, Ahad (31/7/2022).

Bahwa tahun barunya 1 Muharram, Ia memberikan alasan. “Ibn Hajar, dalam kitabnya Fath al-Bari, menjelaskan alasannya, karena peristiwa perubahan itu dimulai saat terjadinya Baiat Aqabah Kedua, bulan Dzulhijjah tahun ke 13 kenabian,” ungkapnya mengutip penjelasan Ibn Hajar. 

“Nah, hari pertama setelah Dzulhijjah adalah Muharram, maka 1 Muharram ditetapkan oleh Khalifah Umar bin Khatthab sebagai tahun baru Islam,” tambahnya.

Perempuan

Dalam sejarah hijrah secara fisik, kata Kiai Hafidz,  mulai dari hijrah pertama dan kedua ke Habasyah, hijrah ketiga, ke Madinah juga diikuti oleh kaum perempuan. “Bahkan, peristiwa yang membersamainya, yaitu dakwah dan baiat Aqabah kedua pun tidak bisa dilepaskan dari peran perempuan,” ungkapnya.

“Secara non fisik, perempuan mempunyai peranan yang luar biasa, sebagai ibu dan pengurus rumah tangga. Karena itu, dari rahim perempuan hebat, seperti Sayyidah Shafiyyah binti Abdul Muthallib al-Hasyimiyah, lahir sosok Zubair bin al-Awwam, yang sanggup mengorbankan apa pun untuk agama dan Nabinya,” tuturnya bangga.
 
“Shafiyyah tak hanya milik putri Abdul Muthallib, tapi juga wanita Yahudi, yang dijadikan "tawanan" Dihyah al-Kalabi, "jelmaan" Jibril, kemudian dibebaskan dan dinikahi Nabi,” papar Kiai Hafidz mengisahkan. 

Nabi mengatakan, lanjut Kiai Hafidz,  "Fainnaha qad aslamat wa hasuna Islamuha" (Dia telah masuk Islam, dan Islamnya baik). Wanita isteri Nabi, "putri" Nabi Harun dan "keponakan" Nabi Musa alaihimassalam.

“Semoga inspirasi perubahan pada sosok mereka bisa menjadi inspirasi bagi santri banat, melahirkan generasi emas, seperti  Zubair dan Abdullah bin Zubair,” harapnya memungkasi penuturan.[] Irianti Aminatun
 
 

Selasa, 02 Agustus 2022

Ustaz Abu Zaid: Hijrah adalah Mengubah Sistem Kufur Menjadi Sistem Islam

Tinta Media - Ustaz Abu Zaid dari Tabayyun Center menyatakan bahwa hijrah adalah mengubah dari sistem kufur menjadi sistem Islam.

"Dai juga wajib mengubah sistem yakni dari sistem kufur menjadi sistem Islam," tuturnya kepada Tinta Media, Ahad (31/07/2022).

Ia menilai bahwa masih banyak dai yang memaknai hijrah hanya sebatas perubahan individu. "Banyak para dai hanya fokus mengubah individu. Baik mengubah dari kafir menjadi muslim. Atau mengubah muslim menjadi lebih baik. Tak pernah terpikir bahwa dai juga wajib mengubah sistem," ujarnya.

Andai dakwah Nabi Muhammad SAW sekadar mengislamkan individu, lanjut Abu Zaid, sebagaimana dakwah Nabi Isa alaihi salam misalnya, maka Beliau tentu mencukupkan diri dengan masuk islamnya kaum muhajirin. Kemudian berhenti. Tak perlu Beliau SAW hijrah ke madinah. Hijrah adalah momentum perubahan sistem. Dari sistem jahiliyah kepada sistem Islam. Dari negara kufur ke negara Islam. 

Abu Zaid, sapaan akrabnya juga menjelaskan kembali pelajaran yang bisa diambil dari Sirah Nabawiyah tentang hakikat dakwah Rasul.

"Hal ini nampak jelas dari Sirah Nabi Muhammad SAW, bahwa Nabi Muhammad SAW tidak menghentikan dakwahnya meski sudah berhasil mengislamkan banyak individu di Mekah. Mereka termasuk kholifah yang empat. Mereka lah yang kemudian disebut sebagai kaum muhajirin," paparnya.

Ia juga mengutip hadits dari Aisyah. "Hal tersebut nampak jelas pada sabda Nabi Muhammad SAW,"

 وعن عائِشةَ رضيَ اللهُ عنها ، قَالَتْ : قَالَ النبي :
لا هِجْرَةَ بَعْدَ الفَتْحِ ، وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ ، وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فانْفِرُوا
مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
وَمَعناهُ : لا هِجْرَةَ مِنْ مَكّةَ لأَنَّهَا صَارَتْ دَارَ إسلاَمٍ .

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak ada hijrah setelah terbukanya kota Mekah. Akan tetapi (yang ada) adalah jihad dan niat. Dan jika kamu diminta berangkat jihad maka berangkatlah.” (Muttafaq ‘alaih)
Artinya: Tidak ada hijrah dari Mekah karena Mekah telah menjadi Darul Islam. 

Ia juga mengutarakan pertanyaan retoris tentang tidak wajibnya hijrah setelah Fathul Mekah.

"Mengapa tak lagi wajib hijrah dari Mekah ke Madinah? tanyanya, karena setelah Mekah dikuasai Nabi SAW maka kondisi dua daerah itu sudah sama yakni sama sama negara Islam. Sehingga hijrah dari negara kufur  negara Islam karena kelemahan dalam berislam tak lagi diwajibkan," terangnya.

Kalau para dai hanya fokus merubah individu, kata Abu Zaid, maka itu baru separuh dari target dakwah. Yang separuh nya adalah merubah sistem kufur menjadi sistem Islam. Itulah contoh dan teladan dari Nabi Muhammad SAW dalam dakwah Beliau.

Terakhir ia mengajak kita semua untuk meneladani Nabi SAW secara totalitas, bukan sesuai selera kita. "Yuk kita teladani Nabi Muhammad SAW secara kaffah bukan hanya yang sesuai selera kita saja," pungkasnya. [] Nur Salamah

HIJRAH, PERUBAHAN DAN PERANAN KAUM PEREMPUAN

Tinta Media - Mengapa Sayyidina Umar menetapkan 1 Muharram sebagai tahun baru Islam? 

Selain momentum hijrahnya itu sendiri, yang identik dengan momentum perubahan, tetapi yang menarik, hijrah Nabi itu dilakukan di bulan Rabiul Awwal, bukan Muharram, tapi mengapa tahun barunya 1 Muharram?

Ibn Hajar, dalam kitabnya Fath al-Bari, menjelaskan alasannya, karena peristiwa perubahan itu dimulai saat terjadinya Baiat Aqabah Kedua, bulan Dzulhijjah tahun ke 13 kenabian 

Nah, hari pertama setelah Dzulhijjah adalah Muharram, maka 1 Muharram ditetapkan oleh Khalifah Umar bin Khatthab sebagai tahun baru Islam

Dalam sejarah hijrah secara fisik, mulai dari hijrah pertama dan kedua ke Habasyah, hijrah ketiga, ke Madinah juga diikuti oleh kaum perempuan. Bahkan, peristiwa yang membersamainya, yaitu dakwah dan Baiat Aqabah Kedua pun tidak bisa dilepaskan dari peran perempuan

Secara non fisik, perempuan mempunyai peranan yang luar biasa, sebagai ibu dan pengurus rumah tangga. Karena itu, dari rahim perempuan hebat, seperti Sayyidah Shafiyyah binti Abdul Muthallib al-Hasyimiyah, lahir sosok Zubair bin al-Awwam, yang sanggup mengorbankan apapun untuk agama dan Nabinya 

Maka, namanya kita abadikan menjadi nama Gedung Banat, Gedung Sayyidah Shafiyyah. Shafiyyah tak hanya milik putri Abdul Muthallib, tapi juga wanita Yahudi, yang dijadikan "tawanan" Dihyah al-Kalabi, "jelmaan" Jibril, kemudian dibebaskan dan dinikahi Nabi

Nabi mengatakan, "Fainnaha qad aslamat wa hasuna Islamuha" (Dia telah masuk Islam, dan Islamnya baik). Wanita isteri Nabi, "putri" Nabi Harun dan "keponakan" Nabi Musa alaihimassalam

Semoga inspirasi perubahan pada sosok mereka bisa menjadi inspirasi bagi santri banat, melahirkan generasi emas, seperti Zubair dan Abdullah bin Zubair

Maka, nama-nama tokoh inspiratif itu kita abadikan. Gedung Pertama, Gedung Sulthan Ulama. Gedung Kedua, Gedung Syaikhul Islam. Gedung Ketiga, Gedung Muhammad al-Fatih. Gedung Keempat, Gedung Sayyidah Shafiyyah

Semoga ridha dan berkah terus membersamai langkah kita semua.

Sumber:
https://www.instagram.com/p/Cgp_mIyvQqR/?igshid=MDJmNzVkMjY=

Oleh: KH Hafidz Abdurahman, M.A. 
Khadim Ma'had Syaraful Haramain 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab