Tinta Media: Hidayah
Tampilkan postingan dengan label Hidayah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hidayah. Tampilkan semua postingan

Rabu, 26 April 2023

KH Labib: Hidayah dan Dhalalah adalah Pilihan

Tinta Media - Ulama Aswaja KH Rokhmat S. Labib mengatakan bahwa perkara hidayah dan dhalalah merupakan perkara yang dipilih langsung oleh manusia. 

"Sebenarnya perkara hidayah dan dhalalah adalah merupakan perkara yang dipilih langsung oleh manusia," ujarnya dalam acara Teman Berbuka: Pelajaran Penting Dari Kaum Yang Memilih Jalan Kesesatan di kanal Youtube Khilafah Channel Reborn, Selasa (18/4/2023). 

Ia mengutip surat Fushilat ayat 17 bahwa Allah telah memberikan petunjuk kepada kaum Tsamud, namun mereka lebih mencintai kesesatan, kebutaan atas petunjuk. 

"Beberapa tafsir seperti dalam tafsir al-Qurthubi, Asyaukani, dan lain-lain menjelaskan makna 'maka mereka lebih mencintai kebutaan,' lebih mencintai kesesatan atas petunjuk dimaknai ikhtarul kufro alal iman, mereka lebih memilih kekufuran daripada keimanan," jelasnya. 

Ia katakan ini menunjukkan bahwa sebenarnya petunjuk atau kesesatan adalah pilihan. "Ketika mereka memilih petunjuk, Allah memberikan taufik. Tapi sebaliknya ketika mereka memilih kesesatan maka mereka berada dalam kesesatan sesuai dengan pilihan mereka," tuturnya. 

KH Labib menyampaikan bahwa kaum Tsamud mendustakan Rasulullah SAW dan semua ajaran yang dibawanya itu disebabkan karena tindakan kaum Tsamud melampaui batas. 

"Ini seperti yang dikatakan oleh al-Baghawi dalam tafsirnya ketika disebutkan bahwa sikap melampaui batas mereka itulah yang membawa mereka kepada pendustaan," jelasnya. 

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa banyak orang yang ketika diberikan petunjuk oleh Allah SWT  dalam syariahnya lalu kemudian menolak. 

"Sikap mereka yang melampaui batas itulah yang membuat mereka mendustakan ayat Allah, mengingkari syariat Allah, dan semua petunjuk yang Allah berikan," pungkasnya.[] Cicin Suhendi

Minggu, 27 Maret 2022

Tinggi dan Rendah Kita pada Hidayah

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1CQsvxRQkWmA9gOLtVlorpfJbAb4uooDA

Tinta Media - Seringkali kita melihat seseorang yang berasal dari jalanan, terlihat khusyuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan. Sementara kita, yang berasal dari lingkungan yang berperadaban, kadang terjebak dalam zona nyaman yang membelenggu kita untuk melakukan akselerasi ketaatan.

Lalu, apa sebenarnya yang membuat seseorang bisa senantiasa berada dalam suasana keimanan. Bagaimana agar Allah men-taufiq-kan kita dalam hidayah dan ketaatan? Karena kita tahu bahwa hal itulah yang kita perlukan di dunia fana ini.

Salah satu sebab seseorang mendapatkan hidayah adalah ketika dia merasa rendah, bahkan sangat rendah sehingga dia membutuhkan pertolongan dari pihak lain di luar dirinya.

Dari kondisi rendah itulah kemudian dia mencari Zat yang paling mulia yang bisa mengobati perasaan rendahnya, memuliakannya, memberikan rasa aman, serta jaminan keamanan bagi dirinya.

Dengan bimbingan yang benar, dia akan menemukan arti kehidupan, yaitu dari mana dia berasal, untuk apa dia hidup, dan akan ke mana setelah kematiahifayajn. Dia akan menemukan Tuhan.

Namun sebaliknya, ketika seseorang merasa tinggi, bahkan sangat tinggi, sehingga dia merasa tidak membutuhkan pertolongan dari pihak lain di luar dirinya, maka berhati-hatilah. Orang tersebut berangsur-angsur bisa kehilangan hidayah.

Dengan kondisi sedemikian tinggi itulah kemudian dia menjadi lupa. Dia menjadi tidak ingat lagi bahwa tingginya posisi, kemuliaannya, rasa aman yang sudah diberikan, serta jaminan keamanan yang selama ini dia rasakan bukanlah miliknya. Semua itu adalah pemberian, dari Zat yang ada di luar dirinya.

Tanpa adanya muhasabah dan keikhlasan, dia akan segera kehilangan arti kehidupan, tentang dari mana dia berasal, untuk apa dia hidup, dan akan ke mana setelah kematian menjelang. Dia kehilangan Tuhan, Astaghfirullah al Azhiim ... Kondisi ini tentu saja sangat tidak kita inginkan.

Lalu, mana yang lebih baik, perasaan tinggi atau perasaan rendah?

Sebenarnya kondisi tinggi maupun rendahnya posisi dan kedudukan yang kita alami, semua itu hanyalah qadha yang diberikan Allah Swt. kepada kita. Kita tidak berdosa karena posisi miskin, misalnya. Kita juga tidak berpahala karena kekayaan kita. Karena semua itu Allah Swt. yang memosisikannya.

Namun demikian, yang harus kita persiapkan adalah koordinat kita terhadap Allah Swt. Seberapa sadar kita bahwa segala sesuatu yang maujud di dunia ini adalah makhluk dan senantiasa bergantung kepada Allah Swt. Inilah Ruh atau kesadaran akan hubungan kita dengan-Nya.

Kita bisa tetap rendah hati ketika kita berada pada posisi yang tinggi. Ini karena hati kita senantiasa tawadhu' kepada-Nya. Jangan sampai kita tinggi hati ketika berada dalam posisi yang tinggi.

Sebaliknya kita bisa tetap percaya diri, ketika posisi rendah sedang kita jalani karena hati kita senantiasa tawakal kepada Allah Swt. Jangan sampai kita rendah diri ketika posisi rendah memang sedang kita jalani.

Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah Swt. adalah yang paling bertakwa. Wallahu a'lam bishshawwab.

Oleh: Trisyuono Donapaste
Sahabat Tinta Media
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab