Tinta Media: Hibah
Tampilkan postingan dengan label Hibah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hibah. Tampilkan semua postingan

Senin, 14 November 2022

Membangkitkan Industri Pertanian, Bisakah dengan Dana Hibah?

Tinta Media - Di tengah terpuruknya berbagai bidang kehidupan, terutama pasca pandemi Covid-19, masyarakat mengalami kelesuan, termasuk di kalangan petani. Apalagi ditambah dengan kenaikan BBM beberapa waktu yang lalu, tentu akan banyak berpengaruh terhadap biaya yang harus dikeluarkan dalam aktivitas produksi, termasuk dalam industri pertanian. 

Untuk meningkatkan kembali industri dalam bidang pertanian ini, Bupati Bandung, Dadang Supriatna, mengatakan, Pemerintah Kabupaten Bandung akan memberikan bantuan hibah kepada para petani sebesar Rp25 miliar. Rencananya, hibah itu akan disalurkan pada tahun 2023 mendatang. Dilansir dari Liputan 6.com.

Selain itu, Dadang juga menyebutkan, akan memberikan layanan asuransi bagi petani yang gagal panen, serta subsidi pupuk untuk meningkatkan produksi pertanian, karena pertanian jadi sektor yang harus dipertahankan terutama dalam menghadapi pengaruh resesi yang terjadi di seluruh dunia, akibat krisis energi.

Namun apakah semua janji itu akan terealisasi dan menjadi solusi?  Ataukah itu hanya sebuah wacana?  

Jika kita telusuri penyebab dari keterpurukan di industri pertanian, akan kita temukan beberapa faktor, yaitu:

Pertama, persaingan antara para petani lokal dengan perusahaan pertanian milik swasta. 
Para investor menanamkan modalnya di bidang pertanian karena produksi pertanian merupakan lahan bisnis yang menjanjikan keuntungan besar. Komoditas pertanian yang merupakan bahan kebutuhan pokok masyarakat, memiliki pangsa pasar yang luas. Dengan kekuatan modal dan penguasaan atas sektor hulu dan hilir, mulai dari persediaan benih dan pupuk, hingga pemasaran, perusahaan swasta ini menguasai industri pertanian.

Eksistensi mereka semakin kokoh, karena berdasarkan pada UU investasi yang memberikan celah bagi swasta untuk menggarap bidang pertanian, yang efeknya justru membuat 
para petani lokal gulung tikar. 

Kedua, dibukanya kran impor untuk komoditas pertanian. Membludaknya impor komoditas pertanian dari luar negeri, terutama dari China, telah menguasai pangsa pasar di negeri ini. Dengan harga yang bersaing, bahkan lebih murah dari produk lokal, komoditas impor ini justru lebih diminati oleh masyarakat. Komoditas lokal yang cenderung mahal akibat tingginya ongkos produksi, akhirnya tidak laku dan berdampak kerugian terhadap petani lokal.

Dua hal ini setidaknya menjadi faktor yang paling berpengaruh terhadap keterpurukan industri pertanian di negeri ini. Para petani lokal yang awalnya banyak memproduksi berbagai komoditas, seperti padi, bawang merah, bawang putih, cabai, dan lain sebagainya, akhirnya harus gulung tikar akibat berbagai kebijakan yang justru pro terhadap para pengusaha swasta (lokal atau asing). 

Adanya hibah bagi para petani yang dijanjikan oleh pemerintah, juga asuransi bagi petani jika gagal panen, tidak akan mampu menyelesaikan keterpurukan industri pertanian dalam negeri jika kebijakan terkait investasi dan impor barang dan jasa masih diberlakukan. 

Kebijakan kapitalistik tersebut dipengaruhi oleh kebijakan pasar bebas yang diberlakukan di seluruh dunia, yang harus diadopsi oleh seluruh negara, termasuk Indonesia. Inilah bukti kesemrawutan penerapan sistem kapitalis neo-liberalis yang telah memberikan kebebasan kepada para pemilik modal atau perusahaan raksasa untuk menguasai bidang penghidupan masyarakat lokal. Sementara di sisi yang lain, penguasa tidak hadir sebagai mana mestinya dalam melindungi eksistensi dari industri pertanian lokal. 

Negara yang semestinya menjadi penanggung jawab bagi rakyatnya, justru hadir sebagai regulator atau fasilitator bagi masuknya perusahaan-perusahaan integrator yang akhirnya secara nyata terbukti dapat mematikan industri pertanian lokal.

Ditambah lagi, negara memudahkan impor komoditas pangan yang membuktikan bahwa negara tidak serius untuk mewujudkan kedaulatan pangan dalam  memenuhi kebutuhan masyarakat.

Inilah negara penerap sistem kapitalisme yang tentu sangat berbeda dengan sistem Islam. Di dalam Islam, negara menjalankan fungsi pengurusan dan perlindungan yang sungguh-sungguh bagi rakyatnya. 

Rasulullah saw bersabda:
"Al Imam (pemimpin) itu pengatur urusan (rakyat) dan dia akan dimintai pertanggung jawaban terhadap yang dia urusi" (HR. 

Pemimpin juga tempat berlindung bagi rakyat. Beliau saw. bersabda:

"Al Imam (pemimpin) adalah perisai (junnah)Imam atau khalifah adalah perisai. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu (laksana) perisai, dimana (orang-orang) akan berperang dibelakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya, jika seorang imam (khalifah) memerintahkan supaya takwa kepada Allah 'azza wajalla dan berlaku adil, maka dia (Khalifah) mendapatkan pahala karenanya, dan jika dia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa." (al-Bukhari, muslim, An-Nasa'i, Abu Dawud, Ahmad )

Dalam mengatur urusan rakyat, salah satunya dalam memastikan ketahanan pangan, negara menerapkan sistem ekonomi Islam yang mengatur konsep kepemilikan dan tata cara pengelolaan harta untuk pengembangan harta rakyat, baik harta milik individu maupun milik umum. Syariat Islam akan melindungi pengelolaan harta ini. Salah satunya adalah tidak membolehkan masuknya pihak asing dan membiarkan adanya dominasi perusahaan integrator seperti dalam sistem kapitalisme. 

Oleh karena itu, untuk mengatasi problematika ini, negara juga akan menerapkan beberapa strategi, yaitu: 

Negara mengatur keseimbangan penawaran dan permintaan kebutuhan masyarakat dengan kemudahan dalam distribusi barang dan jasa. Negara juga tidak akan membiarkan komoditas kebutuhan rakyat dimonopoli oleh pengusaha besar.

Negara juga akan menjaga daya beli masyarakat dengan mengendalikan stabilitas kondisi ekonomi bagi rakyat. Selain itu, negara akan membantu para petani yang membutuhkan modal untuk produktivitas pertanian, juga menyediakan lapangan pekerjaan bagi seluruh rakyat, sehingga mereka bisa mencukupi semua kebutuhan. Sikap saling membantu dalam keluarga dan masyarakat juga terus ditumbuhkan agar kebutuhan pokok kerabat hingga tetangganya tercukupi.

Hanya sistem Islamlah yang memiliki pengaturan dengan penerapan syariat Islam secara kaffah. Sistem Islam sesuai dengan akal dan fitrah manusia, dalam rangka mewujudkan rahmatan lil'alamin, sehingga kebaikan sistemnya dapat dirasakan semua orang. 

Wallahu alam bishshawab.

Oleh: Nunung Nurhamidah
Sahabat Tinta Media
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab