Tinta Media: Harta
Tampilkan postingan dengan label Harta. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Harta. Tampilkan semua postingan

Selasa, 02 April 2024

Kriteria Mampu dalam Zakat Fitrah

Tanya :
Tinta Media - Apa kriteria mampu untuk berzakat fitrah? Dan apakah boleh jika zakat fitrah dari orang lain kepada dirinya dia gunakan kembali untuk membayar zakat fitrah bagi dirinya?
 
Jawab :
Kriteria mampu berzakat fitrah menurut jumhur ulama, yaitu ulama mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali, adalah jika seorang muslim mempunyai kelebihan (ziyâdah/fâdhil) bahan makanan pokok pada malam Hari Raya untuk dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya. (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, Juz 23, hlm. 338; Entry “Zakat Al-Fithri”).

Imam Nawawi berkata :

مَذْهَبُنا أَنَّهُ يُشْتَرَطُ أَنْ يَمْلِكَ فاضِلًا عَنْ قوتِهِ وَقوتِ مِنْ يَلْزَمُهُ نَفَقَتَهُ لَيْلَةَ الْعِيدِ وَيَوْمِهِ
 
“Mazhab kami (mazhab Syafi’i) mensyaratkan [untuk orang yang berzakat fitrah] mempunyai kelebihan bahan makanan pokok untuk dirinya dan orang-orang yang nafkahnya menjadi tanggungannya, pada malam hari raya dan keesokan harinya.” (Imam Nawawi, Al-Majmû’ Syarah Al-Muhadzdzab, Juz VI, hlm. 67).

Dalil persyaratan tersebut adalah hadis dari Sahal bin Hanzhalah RA, bahwa Rasulullah SAW telah bersabda :
 
‫ مَنْ سَأَلَ وَعِنْدَهُ مَا يُغْنِيْهِ فَإِنَّمَا يَسْتَكْثِرُ مِنْ النّارِ ، فَقَالُوا : يَا رَسُوْلَ اللَّهِ وَمَا يُغْنِيْهِ ؟ قَالَ : أَنْ يَكُوْنَ لَهُ شِبَعُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ  
 
“Barangsiapa yang meminta-minta padahal dirinya mempunyai apa yang mencukupinya, maka berarti dia telah memperbanyak api neraka.” Para shahabat bertanya,’Wahai Rasulullah, apa yang mencukupinya?’ Rasulullah SAW bersabda,”Dia mempunyai makanan yang mengenyangkan dia untuk sehari semalam.” (HR Abu Dawud, no. 1629. Hadis Hasan). (Al-Mausû’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 23/338).

Maka dari itu, jika pada malam Iedul Fitri, seseorang hanya mempunyai makanan untuk 2 jiwa padahal di rumahnya ada 5 jiwa yang menjadi tanggungannya, berarti dia belum dianggap mampu (qâdir) untuk berzakat fitrah. 

Dengan demikian, bagi orang tersebut tidak wajib mengeluarkan zakat fitrah.

Jika pada malam Hari Raya, dia mempunyai bahan makanan untuk 10 jiwa, padahal di rumahnya ada 5 jiwa yang menjadi tanggungannya, maka berarti dia dianggap mampu berzakat fitrah dan wajib membayar zakat fitrah untuk dirinya dan orang-orang yang ditanggungnya.

Ukuran kemampuan berzakat fitrah secara kuantitatif dapat dirinci sebagai berikut; 

Bahwa menurut data BPS (Badan Pusat Statistik), konsumsi beras untuk penduduk Indonesia rata-rata per kapita (per orang) per tahun adalah = 144 kilogram. (m.liputan6.com). 

Berarti, konsumsi per kapita untuk per hari adalah = 144 kg : 365 hari = 0,39 kilogram.

Angka 0,39 kilogram itu dibulatkan = 0,4 kg = 400 gram per kapita per hari.

Inilah in syaa Allah standar konsumsi beras per hari per orang untuk penduduk Indonesia, yaitu 400 gram per orang per hari.

Contohnya : jika ada 5 anggota keluarga, maka kebutuhan berasnya dalam 1 hari adalah = 5 x 400 gram = 2000 gram = 2 kilogram per hari.

Berdasarkan perhitungan kuantitatif tersebut, berarti kriteria mampu berzakat fitrah adalah : mempunyai kelebihan dari kebutuhan beras untuk satu hari, yaitu 400 gram dikalikan jumlah anggota keluarga, atau mempunyai uang yang senilai.

Misal, satu keluarga ada 5 jiwa, maka kebutuhan beras dalam 1 hari adalah = 5 x 400 gram = 2000 gram = 2 kilogram. 

Jika kepala keluarga tersebut pada malam Hari Raya mempunyai beras lebih dari 2 kilogram, misal 10 kilogram, atau mempunyai uang yang senilai, maka dia wajib berzakat fitrah, karena mempunyai kelebihan beras yang dibutuhkan dalam 1 hari.

Sebaliknya jika kepala keluarga tersebut pada malam Hari Raya mempunyai beras yang kurang dari 2 kilogram, misal hanya 1 kilogram, atau uang yang senilai, maka dia tidak wajib berzakat fitrah.

Jika kepala keluarga mempunyai beras yang lebih dari kebutuhan keluarganya, dia wajib berzakat fitrah, walaupun beras yang dimiliki itu juga berasal dari pemberian orang lain kepadanya sebagai zakat fitrah. Wallahu a’lam.
 
Yogyakarta, 20 Ramadhan 1443 (21 April 2022)

Muhammad Shiddiq Al Jawi

http://www.fissilmi-kaffah.com/frontend/artikel/detail_tanyajawab/460



Oleh : KH. M. Shiddiq Al Jawi
Pakar Fikih Muamalah

Selasa, 05 Maret 2024

Ancaman Memakan Harta Haram


Tinta Media - Harta haram ada dua jenis, yaitu: (1) Harta yang haram dari aspek zatnya; (2) Harta yang haram dari aspek cara perolehannya.

Contoh harta haram dari aspek zatnya: daging babi, daging hewan yang disembelih bukan atas nama Allah SWT, khamar, daging binatang buas, dll. Terkait harta yang haram dari aspek zatnya ini, Rasul saw. bersabda, “Demi jiwaku yang ada di tangan-Nya, sungguh jika ada seseorang yang memasukkan makanan haram ke dalam perutnya, maka tidak akan diterima amalnya selama 40 hari; dan seorang hamba yang dagingnya tumbuh dari hasil menipu dan riba, maka neraka lebih layak bagi dirinya.” (HR ath-Thabrani).

Beliau juga pernah bersabda, “Tidaklah tumbuh daging dari makanan haram, kecuali neraka lebih utama untuk diri.” (HR At Tirmidzi).

Adapun contoh harta yang haram dari aspek cara perolehannya adalah harta-harta yang diperoleh melalui: judi, riba dan akad-akad yang tak syar’i (asuransi, investasi bodong, bursa saham/efek, bursa valas, tukar-menukar mata uang tidak secara tunai, kredit emas, dll). Terkait ini Rasul saw. bersabda, “Siapa saja yang mengumpulkan harta haram, kemudian menyedekahkannya, maka tidak ada pahala, tetapi dosa, untuk dirinya.” (HR Ibnu Huzaimah).

Semoga kita terhindar dari dua jenis harta haram, yakni harta yang zatnya memang haram, dan harta yang perolehannya haram meski boleh jadi zat hartanya halal.

Wa mâ tawfîqî illâ billâh wa ’alayhi tawakkaltu wa ilayhi unîb.[]

Oleh: Al-Faqir Arief B. Iskandar
(Khadim Ma’had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor).

Kamis, 16 November 2023

HARTA TERBAIK, HARTA UNTUK MEMBIAYAI DAKWAH


(Renungan Bagi Pengemban Dakwah Bagian 4).

Tinta Media - Tak bisa dipungkiri lagi bahwa dakwah merupakan amal Sholih yang sangat agung dan besar keutamaannya. Dakwah merupakan kunci kemenangan dan kejayaan Islam. Maka segala amal dan aktifitas yang merupakan bagian dari dakwah juga memiliki keutamaan yang sangat besar. Salah satunya adalah membiayai dakwah.

Tidak samar lagi bahwa dakwah butuh biaya
Bahkan biaya yang tak terbatas. Apalagi kalo dakwah berbentuk berbagai kegiatan seperti seminar, diskusi, tabligh Akbar, konferensi, muktamar dll pastilah perlu biaya besar. Oleh karena itulah kita juga harus berperan aktif membiayai dakwah. Disamping harus tetap semangat berdakwah. 

Demikianlah para sahabat Radhiyallahu Anhum pun berdakwah sekaligus membiayai dakwah. Mereka memberikan harta terbaik dalam upaya meraih ridho Allah SWT.

Sangat banyak keutamaan yang Allah dan Rasulullah Saw sebutkan tentang berinfaq dalam kebaikan. 

Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’: 39). 

Allah akan mengganti bagi kalian sedekah tersebut segera di dunia. Allah pun akan memberikan balasan dan ganjaran di akhirat. Allah Ta’ala berfirman,

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِئَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 261)”.

Dalam berinfaq ini kita tidak usah takut harta akan berkurang. Apalagi takut miskin. Sebab justru dengan infaq untuk dakwah Allah akan berikan barokah atas harta kita. Dan Allah akan berikan kepada kita anugerah dan kemurahanNya untuk kita.

Dalam salah satu riwayat disebutkan sebagai berikut:

أنفقي أَوِ انْفَحِي ، أَوْ انْضَحِي ، وَلاَ تُحصي فَيُحْصِي اللهُ عَلَيْكِ ، وَلاَ تُوعي فَيُوعي اللهُ عَلَيْكِ

“Infaqkanlah hartamu. Janganlah engkau menghitung-hitungnya (menyimpan tanpa mau mensedekahkan). Jika tidak, maka Allah akan menghilangkan barokah rizki tersebut. Janganlah menghalangi anugerah Allah untukmu. Jika tidak, maka Allah akan menahan anugerah dan kemurahan untukmu.”[HR Bukhori dan Muslim].

Jadi infaq atau sedekah tidaklah mengurangi harta. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ

“Sedekah tidaklah mengurangi harta.”[HR Muslim]

Apalagi Allah juga menegaskan:

مَّن ذَا ٱلَّذِى يُقْرِضُ ٱللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥٓ أَضْعَافًا كَثِيرَةً ۚ وَٱللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُۜطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

"Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan." (QS Al-Baqarah Ayat 245).

Nah, diberikan Allah untuk bisa berinfaq membiayai dakwah merupakan ni'mat yang sangat besar. Apalagi kalo kita diberikan kesempatan itu rutin tiap bulan untuk membiayai dakwah tentu harus lebih disyukuri dengan memberikan harta terbaik tanpa nunggu diminta. Kita setor dengan semangat karena sejatinya itulah harta terbaik kita yang akan kita nikmati di akhirat insyaallah. Tentu saja dengan pahala berlipat ganda dari Allah sesuai janji Nya. 

Harta yang kita nafkahkan untuk keluarga belum tentu berakhir baik sebab belum tentu dipakai dengan baik oleh istri anak kita. Apalagi harta yang dipakai untuk sekedar memenuhi hobi semisal binatang piaraan yang harganya hingga bisa jutaan rupiah.

Oleh: Ustadz Abu Zaid
Tabayyun Center

Rabu, 18 Oktober 2023

Harta merupakan Ujian

Tinta Media - Sobat. Berhati-hatilah jangan sampai ujian itu membuatmu melupakan alam kubur dan pertanyaan dua malaikat. Teruslah berupaya melakukan amal sholeh agar Allah ridha di dunia, juga agar amal sholeh itu menjadi temanmu di kubur dan hari Kiamat. Jangan sampai amalmu sedikit sementara kau sibuk dengan isteri, anak dan harta. Ketahuilah, hanya amal yang akan menyertaimu hingga negeri akherat, sementara isteri, anak, dan harta akan meninggalkanmu ketika kau mati. Setelah mati satu-satunya yang tetap terhubung denganmu adalah amal perbuatanmu. Kau akan dihisab ketika berada di kubur dan hari kiamat.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّ مِنۡ أَزۡوَٰجِكُمۡ وَأَوۡلَٰدِكُمۡ عَدُوّٗا لَّكُمۡ فَٱحۡذَرُوهُمۡۚ وَإِن تَعۡفُواْ وَتَصۡفَحُواْ وَتَغۡفِرُواْ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ رَّحِيمٌ  

“Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” ( QS. At-Taghabun (64) : 14 )

Sobat. Allah menjelaskan bahwa ada di antara istri-istri dan anak-anak yang menjadi musuh bagi suami dan orang tuanya yang mencegah mereka berbuat baik dan mendekatkan diri kepada Allah, menghalangi mereka beramal saleh yang berguna bagi akhirat mereka. Bahkan adakalanya menjerumuskan mereka kepada perbuatan maksiat, perbuatan haram yang dilarang oleh agama.

Karena rasa cinta dan sayang kepada istri dan anaknya, agar keduanya hidup mewah dan senang, seorang suami atau ayah tidak segan berbuat yang dilarang agama, seperti korupsi dan lainnya. 

Oleh karena itu, ia harus berhati-hati, dan sabar menghadapi anak istrinya. Mereka perlu dibimbing, tidak terlalu ditekan, sebaiknya dimaafkan dan tidak dimarahi, tetapi diampuni. Allah sendiri pun Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya:
 
Tetapi jika kamu bersabar, itu lebih baik bagimu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (an-Nisa'/4: 25)

Sobat. Ketahuilah bahwa kau memiliki tiga macam teman : 1. Harta yang akan kau tinggalkan saat kau mati. 2. Keluarga, yang akan meninggalkanmu setelah kau dikubur. 3. Amal perbuatanmu, yang tidak akan pernah berpisah denganmu. Karena itu bertemanlah dengan teman yang masuk ke dalam kubur bersamamu dan senanglah bersamanya. Orang berakal adalah yang memperhatikan perintah dan larangan Allah SWT. Demikian penjelasan Ibnu Athaillah.

Allah SWT berfirman :

وَكَذَٰلِكَ أَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡكَ رُوحٗا مِّنۡ أَمۡرِنَاۚ مَا كُنتَ تَدۡرِي مَا ٱلۡكِتَٰبُ وَلَا ٱلۡإِيمَٰنُ وَلَٰكِن جَعَلۡنَٰهُ نُورٗا نَّهۡدِي بِهِۦ مَن نَّشَآءُ مِنۡ عِبَادِنَاۚ وَإِنَّكَ لَتَهۡدِيٓ إِلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ صِرَٰطِ ٱللَّهِ ٱلَّذِي لَهُۥ مَا فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِي ٱلۡأَرۡضِۗ أَلَآ إِلَى ٱللَّهِ تَصِيرُ ٱلۡأُمُورُ  

“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.

Sobat. Allah menerangkan bahwa sebagaimana Dia menurunkan wahyu kepada rasul-rasul terdahulu Dia juga menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad saw berupa Al-Qur'an sebagai rahmat-Nya. Selanjutnya Allah menjelaskan bahwa Muhammad saw sebelum mencapai umur empat puluh tahun dan berada di tengah-tengah kaumnya, belum tahu apa Al-Qur'an itu dan apa iman itu, dan begitu juga belum tahu apa syariat itu secara terperinci dan pengertian tentang hal-hal yang mengenai wahyu yang diturunkannya, tetapi Allah menjadikan Al-Qur'an itu cahaya terang benderang yang dengannya Allah memberi petunjuk kepada hamba-hamba yang dikehendaki-Nya dan membandingkan kepada agama yang benar yaitu agama Islam. Sebagaimana firman Allah:
 
Dan engkau (Muhammad) tidak pernah mengharap agar Kitab (Al-Qur'an) itu diturunkan kepadamu, tetapi ia (diturunkan) sebagai rahmat dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali engkau menjadi penolong bagi orang-orang kafir. (al-Qasas/28: 86)

Dan firman-Nya:

Katakanlah, "Al-Qur'an adalah petunjuk dan penyembuh bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, dan (Al-Qur'an) itu merupakan kegelapan bagi mereka. (Fussilat/41: 44)

Firman Allah:

Sungguh, Al-Qur'an ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus. (al-Isra'/17: 9)

Dengan cahaya Al-Qur'an itulah, Allah memberikan petunjuk kepada jalan yang lurus yaitu agama yang benar yakni dienul Islam.

Sobat. Istiqomah adalah teguh di atas manhaj yang Allah perintahkan untu kita ikuti dan di atas ajaran Nabi Muhammad SAW. Di antara buah istiqomah adalah turunnya rezeki dan karomah Allah secara terus-menerus.

وَأَلَّوِ ٱسۡتَقَٰمُواْ عَلَى ٱلطَّرِيقَةِ لَأَسۡقَيۡنَٰهُم مَّآءً غَدَقٗا  

“Dan bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak).” ( QS. Al-Jin (72) : 16 )

Sobat. Dalam ayat ini, Allah mengungkapkan bahwa siapa saja di antara manusia atau jin yang tetap berpegang dan menjalankan ketentuan-ketentuan Islam, Allah akan melapangkan rezekinya serta memudahkan semua urusan dunia mereka.

Dalam rangka melapangkan rezeki, Allah mengungkapkannya dengan kata "air yang segar", karena air itu adalah sumber kehidupan. Banyak air berarti kebahagiaan yang luas. Firman Allah:

Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. (al-A'raf/7: 96)

Sobat. Karomah itu ada dua: Karomah Iman dan Karomah Amal dengan memgikuti ajaran Rasulullah Muhammad SAW. Maka Istiqomah adalah kau tetap bersama Allah dalam setiap keadaan baik dalam keadaan senang maupun susah, sempit maupun lapang, dengan selalu ridha terhadap pengaturan-Nya, meminta pertolongan kepada-Nya, takut kepada-Nya, serta meninggalkan segala sesuatu selain-Nya.

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si. 
( Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku BIGWIN. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur )

Rabu, 31 Agustus 2022

Pandangan Rasulullah SAW terhadap Harta

Tinta Media - Sobat. Baginda Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya harta itu hijau dan lezat. maka, barangsiapa mengambilnya dengan jiwa yang mulia, dia akan memndapatkan keberkahan padanya. Dan barangsiapa mengambil dengan jiwa yang tamak, dia tidak diberkahi padanya dan bagaikan orang yang makan tetapi tidak pernah merasa kenyang.” (HR. Bukhari)

Sobat. Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk menyikapi harta dengan berorientasi kepada kebaikan dan manfaat yang optimal.Bukan hanya untuk diri sendiri , tetapi untuk kebahagiaan bersama saudara-saudara yang lain. Rasulullah SAW mengaskan bahwa pemilik mutlak harta adalah Allah SWT, sementara manusia hanyalah pemegang amanah.Kita tidak boleh membenci harta dengan alasan zuhud yang diartikan tidak tepat atau qana’ah yang salah kaprah karena pada dasarnya harta itu baik , mulia dan indah.

Sobat. Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita bahwa karunia Allah harus dicari dengan kerja keras dan karya nyata, bukan dengan mengharap belas kasihan orang. Saat mencari harta, kita tidak boleh lalai akan perintah Allah, apalagi tergoda untuk melakukan praktek bisnis haram dan syubhat. Pasalnya tidak ada balasan yang lebih tepat untuk seorang koruptor selain laknat Allah.

Sobat. Pemilik mutlak harta benda adalah Allah SWT. Kepemilikan manusia terhadap harta bersifat relative, sebatas demi melaksanakan amanah dan membelanjakannya sesuai ketentuan Allah SWT.

ءَامِنُواْ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَأَنفِقُواْ مِمَّا جَعَلَكُم مُّسۡتَخۡلَفِينَ فِيهِۖ فَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَأَنفَقُواْ لَهُمۡ أَجۡرٞ كَبِيرٞ

“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.” ( QS. Al-Hadid (57) : 7 ).

Sobat. Pada ayat ini Allah SWT memerintahkan agar beriman kepada-Nya dan rasul-Nya menafkahkan harta-harta yang mereka miliki, karena harta dan anak itu adalah titipan Allah pada seseorang, tentu saja pada suatu hari titipan tersebut akan diambil kembali. Syu'bah berkata, "Aku mendengar Qatadah menceritakan tentang Muththarif yang menemui Nabi SAW, beliau membaca Surah at-Takatsur, lalu berkata: Manusia berkata, "Hartaku, hartaku." Hartamu hanya yang telah engkau makan lalu habis, atau pakaian yang engkau pakai lalu menjadi usang, atau sesuatu yang engkau sedekahkan lalu menjadi kekal (tetap). Maka selain dari itu akan lenyap dan untuk orang lain. (Riwayat Muslim) 

Kemudian Allah menerangkan bahwa orang-orang yang beriman kepada Allah membenarkan rasul-Nya serta menginfakkan harta-harta yang jatuh menjadi milik dari peninggalan orang terdahulu, mereka ini akan mendapat pahala yang besar yang tidak pernah dilihat dan tergores di hati.

Sobat. Dalam mencari rezeki dan karunia Allah kita diingatkan oleh Rasulullah melalui ajaran Islam agar kita Janga lupa ibadah, jangan lupa dzikrullah, jangan lupa berbagi, jangan lupa mati.

Bagaimana pandangan Rasulullah SAW terhadap harta bisa kita ringkas sebagai berikut :

• Pemilik mutlak harta adalah Allah SWT. Manusia adalah pemegang amanah.
• Harta pada hakekatnya adalah baik, mulia dan indah.
• Miskin harta dapat membahayakan aqidah dan iman.
• Kepemilikan harta dapat ditempuh melalui usaha dan kerja keras.
• Dilarang mencari harta yang melalaikan perintah Allah.
• Dilarang mendapatkan rezeki secara batil dan haram.
• Status harta yang dimiliki manusia ; sebagai amanah, sebagai perhiasan hidup, sebagai ujian keimanan, sebagai bekal ibadah.
• Belajakan harta dengan bijaksana, proporsional dan tidak boros.
• Setelah memperoleh rezeki hendaklah kita bersyukur kepada-Nya dan berbagi dengan sesama terutama fakir miskin dan kaum duafa.

Sobat. Ada lima landasan menjadi fondasi keyakinan dalam meraih keberhasilan ekonomi: Allah telah menyediakan rezeki bagi setiap hamba-Nya. Berusaha memperoleh penghasilan adalah perintah Allah. Meningkatkan kemampuan diri demi meraih hasil yang lebih baik. Semangat dalam berusaha, optimis dan pantang menyerah. Bertawakal kepada Allah SWT.

Allah SWT berfirman:

مَّثَلُ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمۡوَٰلَهُمۡ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنۢبَتَتۡ سَبۡعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنۢبُلَةٖ مِّاْئَةُ حَبَّةٖۗ وَٱللَّهُ يُضَٰعِفُ لِمَن يَشَآءُۚ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah (2) : 261).

Sobat. Hubungan antara infak dengan hari akhirat erat sekali. Seseorang tidak akan mendapat pertolongan apa pun dan dari siapa pun pada hari akhirat, kecuali dari hasil amalnya sendiri selama hidup di dunia, antara lain amal berupa infak di jalan Allah. Betapa mujurnya orang yang suka menafkahkan hartanya di jalan Allah, orang tersebut seperti seorang yang menyemaikan sebutir benih di tanah yang subur. Benih itu menumbuhkan sebatang pohon, dan pohon itu bercabang menjadi tujuh tangkai, setiap tangkai menghasilkan buah, dan setiap tangkai berisi seratus biji, sehingga benih yang sebutir itu memberikan hasil sebanyak 700 butir. Ini berarti tujuh ratus kali lipat. Bayangkan, betapa banyak hasilnya apabila benih yang ditanamnya itu lebih dari sebutir.

Penggambaran seperti yang terdapat dalam ayat ini lebih baik, daripada dikatakan secara langsung bahwa "benih yang sebutir itu akan menghasilkan 700 butir". Sebab penggambaran yang terdapat dalam ayat tadi memberikan kesan bahwa amal kebaikan yang dilakukan oleh seseorang senantiasa berkembang dan ditumbuhkan oleh Tuhan sedemikian rupa, sehingga menjadi keuntungan yang berlipat ganda bagi orang yang melakukannya, seperti tumbuh kembangnya tanaman yang ditanam oleh seseorang pada tanah yang subur untuk keuntungan penanamnya.

Pengungkapan tentang perkembangan yang terjadi pada tumbuh-tumbuhan seperti yang digambarkan dalam ayat ini telah membangkitkan minat para ahli tumbuh-tumbuhan untuk mengadakan penelitian dalam masalah itu. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa sebutir benih yang ditanam pada tanah yang baik dan menumbuhkan sebatang pohon, pada umumnya menghasilkan lebih dari setangkai buah bahkan ada yang berjumlah lebih dari lima puluh tangkai. Jadi, tidak hanya setangkai saja. Setiap tangkai berisi lebih dari satu biji, bahkan kadang-kadang lebih dari enam puluh biji. Dengan demikian jelas bahwa penggambaran yang diberikan ayat tadi bahwa sebutir benih dilipatgandakan hasilnya sampai menjadi tujuh ratus butir, bukanlah suatu penggambaran yang berlebihan, melainkan adalah wajar, dan sesuai dengan kenyataan.

Atas dasar tersebut, dapat kita katakan bahwa semakin banyak penyelidikan ilmiah dilakukan orang, dan semakin tinggi ilmu pengetahuan dan teknologi umat manusia, semakin tersingkaplah kebenaran yang terkandung dalam Kitab Suci Al-Qur'an, baik mengenai benda, tumbuh-tumbuhan, hewan, ruang angkasa dan sebagainya.

Banyak riwayat yang berasal dari Rasulullah saw yang menggambarkan keberuntungan orang-orang yang menafkahkan harta bendanya di jalan Allah, untuk memperoleh keridaan-Nya dan untuk menjunjung tinggi agama-Nya. Di antaranya ialah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim: 

Dari Ibnu Mas'ud, bahwa ia berkata, "Seorang lelaki telah datang membawa seekor unta yang bertali di hidungnya) lalu orang tersebut berkata, "Unta ini saya nafkahkan di jalan Allah". Maka Rasulullah saw bersabda, "Dengan nafkah ini, Anda akan memperoleh di akhirat kelak tujuh ratus ekor unta yang juga bertali di hidungnya." (Riwayat Muslim)

Pada akhir ayat ini disebutkan dua sifat di antara sifat-sifat-Nya, yaitu Mahaluas dan Maha Mengetahui. Maksudnya, Allah Mahaluas rahmat-Nya kepada hamba-Nya; karunia-Nya tidak terhitung jumlahnya. Dia Maha Mengetahui siapakah di antara hamba-hamba-Nya yang patut diberi pahala yang berlipat-ganda, yaitu mereka yang suka menafkahkan harta bendanya untuk kepentingan umum, untuk menegakkan kebenaran, dan untuk kepentingan pendidikan bangsa dan agama, serta keutamaan-keutamaan yang akan membawa bangsa kepada kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Apabila nafkah-nafkah semacam itu telah menampakkan hasilnya untuk kekuatan agama dan kebahagiaan bangsa, maka orang yang memberi nafkah itu pun akan dapat pula menikmatinya baik di dunia atau di akhirat nanti.

Ajaran Islam mengenai infak sangat tinggi nilainya. Selain mengikis sifat-sifat yang tidak baik seperti kikir dan mementingkan diri sendiri, infak juga menimbulkan kesadaran sosial yang mendalam, bahwa manusia senantiasa saling membutuhkan, dan seseorang tidak akan dapat hidup seorang diri. Sebab itu harus ada sifat gotong-royong dan saling memberi sehingga jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin dapat ditiadakan, persaudaraan dapat dipupuk dengan hubungan yang lebih akrab.

Menafkahkan harta di jalan Allah, baik yang wajib seperti zakat, maupun yang sunah seperti sedekah yang dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat, untuk memberantas penyakit kemiskinan dan kebodohan, untuk penyiaran agama Islam dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan adalah sangat dituntut oleh agama, dan sangat dianjurkan oleh syara'. Sebab itu, banyak sekali ayat-ayat Al-Qur'an yang membicarakan masalah ini, serta memberikan dorongan yang kuat dan memberikan perumpamaan yang menggambarkan bagaimana beruntungnya orang yang suka berinfak dan betapa malangnya orang yang tidak mau menafkahkan hartanya.

Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjanan IAI Tribakti Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab