Tinta Media: Hari
Tampilkan postingan dengan label Hari. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hari. Tampilkan semua postingan

Jumat, 30 Desember 2022

Hari Ibu dalam Naungan Jerat Kapitalisme

Tinta Media - 22 Desember menjadi momentum tersendiri bagi kita, yang diperingati sebagai Hari Ibu. Menjadi hari spesial sebab ungkapan kasih sayang pada Ibu membanjiri ruang media sosial maupun dunia nyata. Momen perayaan ini tentu saja mendatangkan rasa bahagia di hari para Ibu. Namun, benarkah para Ibu telah merasakan bahagia sesungguhanya?

Baru-baru ini KemenPPPA telah membuat tema Hari Ibu 2022. Tercetusnya Hari Ibu di Indonesia merupakan tonggak perjuangan perempuan untuk terlibat dalam upaya kemerdekaan bangsa dan pergerakan perempuan Indonesia dari masa ke masa dalam menyuarakan hak-haknya guna mendapatkan perlindungan dan mencapai kesetaraan. 

Adapun tema PHI ke-94 ini adalah PEREMPUAN BERDAYA INDONESIA MAJU. Dalam sub-tema nya membahas terkait Kewirausahaan Perempuan, Perempuan dan Digital Economy, Perempuan dan Kepemimpinan, Perempuan Terlindungi, Perempuan Berdaya. (dilansir dari tirto.id)

Sementara itu perempuan berada dalam krisis, ketika sebuah kemelut terjadi. Selama pandemi misalnya, perempuan menanggung dampak lebih, seperti lebih banyak pekerja perempuan terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga yang meningkat, hingga korban praktik pernikahan anak. Begitupun ketika bencana akibat perubahan iklim terjadi, korban perempuan hampir selalu lebih banyak dari laki-laki. (voaindonesia.com)

Kabar perempuan dan para ibu hari ini benar-benar miris. Jeratan tali kapitalisme mau tak mau menyeret mereka ke dalam arus kehidupan yang pelik. Semakin membuat mereka jauh dari fitrah sebagai perempuan, bahkan sebagai Ibu yang memiliki peran penting dalam peradaban.
 
Kapitalisme senantiasa memberikan tawaran menggiurkan. Karir cemerlang, posisi strategis, pengakuan yang selalu didambakan. Namun, nyatanya itu semua ialah racun yang mematikan potensi perempuan dan Ibu dalam memajukan peradaban yang hakiki. Sejatinya sistem kufur ini tak ubahnya jebakan yang melenakan, namun membunuh perlahan-lahan. Hingga akhirnya bukan solusi haq yang didapatkan, justru menimbulkan jenis-jenis masalah baru yang tak berkesudahan.

Perempuan dan para Ibu semakin pedih hidupnya. Menjadi penggerak roda ekonomi kapitalis dengan upah tak setara pengorbanannya. Membanting tulang mati-matian, yang seharusnya tulang rusuk bengkok itu mendapatkan banyak perhatian. 

Sungguh tidak ada keadilan dan kesejahteraan bagi perempuan dan para Ibu dalam sistem yang terjauhkan dari agama, khususnya Islam. Ide sekularisme barat telah mengaburkan pandangan mereka. Menghasilkan karakter perempuan dan Ibu pembangkang. Alih-alih menjadi penyelamat ekonomi, mereka justru korbankan diri untuk menghancurkan generasi dari dalam. Hingga kasih sayang yang Allah titipkan pada fitrah perempuan berubah menjadi ego yang membumbung tinggi.

Nyatanya hanya Islam yang mampu memberikan kelayakan hidup bagi setiap manusia, termasuk perempuan dan para Ibu. Islam memandang bahwasanya peran Ibu ialah sebagai tonggak peradaban. Maka penting sekali memperhatikan kesejahteraan perempuan serta para Ibu. 

Islam memandang perempuan sebagai roda penggerak peradaban, yang bukan semata-mata untuk perihal ekonomi saja. Sebab Islam membolehkan perempuan bekerja, namun bukan mewajibkan. Adapun kebolehan bekerja ini sendiri dilihat pula dari jenis pekerjaan seperti apa yang dikerjakannya. Tidak seperti kapitalisme yang membolehkan setiap perempuan dalam pekerjaan apapun tanpa melihat halal-haramnya, serta mendatakan kemudhoratan atau tidak.

Ibu adalah madrasah pertama bagi anaknya. Pencetak generasi terbaik untuk umat. Ummun Warobbatul Bait. Maka sudah semestinya Islam menjamin kemudahan bagi Ibu untuk menjalankan peranannya itu. Yakni menyenangkan untuk dipandang suaminya, menjaga harta dan anak-anaknya dengan sebaik-baiknya. Islam menempatkan perempuan yang telah bersuami di bawah tanggung jawab suaminya, artinya Islam akan memberikan pekerjaan yang layak untuk suami sebagai kepala rumah tangga.
Pun sama halnya bila perempuan belum menikah, maka tanggung jawab berada di bahwa ayahnya. Maka, sang ayah sebagai kepala rumah tangga akan diberikan pekerjaan yang layak dan cukup untuk menghidupi termasuk keluarganya. 

Luar biasanya Islam dalam aturan kehidupan ini tidak bisa dipungkiri lagi. Sebab Islam telah berhasil mewarnai peradaban dunia selama 14 abad lamanya. Sebuah usia kepemimpinan ideologi yang tak main-main, yang bahkan belum mampu disaingi oleh ideologi mana pun. Sebab Islam ialah agama dan ideologi yang turun berdasarkan wahyu, bukan hawa nafsu. Diturunkan oleh Allah SWT melalui perantara manusia terbaik, kekasih Allah yaitu nabi Muhammad SAW. 

Sudah selayaknya kita kembali pada Islam dan menerapkan aturan-aturannya. Sebab hanya Islam yang mampu memberikan kelayakan serta kesejahteraan hidup bagi seluruh alam, tak hanya sebatas pada penganutnya. Sebab Islam ialah agama Rahmatan Lil A'lamin. 
Wallahu'alam Bisshowab ~

Oleh: Tri Ayu Lestari
Novelis, Penulis dan Aktivis Dakwah Smart With Islam Community

Sabtu, 26 November 2022

Hari Ayah di Fatherless Country


Tinta Media - Perkumpulan Putra Ibu Pertiwi (PPIP) di Solo pada tahun 2006 menetapkan 12 November sebagai Hari Ayah Nasional. Perayaan ini bertujuan untuk mengapresiasi dan mengingatkan kembali peran ayah dalam keluarga yang sehat. Sayangnya, perayaan ini hanyalah euforia semata, meriah pada saat sebelum dan hari H, tetapi tak membekas setelahnya.

Fatherless Country

Sosial media diramaikan dengan berita tentang Indonesia sebagai peringkat ke-3 di dunia dengan anak-anak tanpa peran ayah (fatherless country). Fatherless country adalah negara dengan peran ayah yang minim baik secara fisik maupun psikologi kepada anak-anaknya. Meski begitu, data tersebut perlu ditelusuri lebih dalam lagi, darimana peringkat itu bisa muncul. Di tahun 2017, Khofifah Indar Parawansa sebagai Mensos memang pernah mengatakan bahwa Indonesia menduduki peringkat ke 3 sebagai fatherless country.

Rasanya hal tersebut memang tepat ditujukan kepada Indonesia. Tahun 2021, Kemensos mencatat jumlah anak yatim piatu di Indonesia sekitar 4.063.622 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa peran ayah secara fisik tidak ada bagi mereka. Sedangkan secara psikologis, ayah sangat kurang dalam memberi perhatian dan kasih sayang kepada anaknya.

Bahkan, kekerasan yang dilakukan ayah pada keluarganya kerap terjadi. Seperti kasus di Depok, seorang ayah dengan teganya menghabisi nyawa istri beserta anak perempuannya.

Peran Ayah Menurut Islam

Hilangnya peran ayah seperti disebutkan di atas, menujukkan hilangnya fungsi qawwamah (kepemimpinan) pada laki-laki. Dalam Islam, Allah dan Rasul-Nya sudah memberi gambaran bagaimana seharusnya laki-laki dalam menjaga keluarganya.

"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan". (QS. At Tahrim ayat 6)

"Seorang ayah adalah bagian tengah dari gerbang surga. Jadi, tetaplah di gerbang itu atau lepaskan." (H.R. Tirmidzi).

Bahkan, di dalam Al-Qur'an surat Lukman ayat 16-18 sangat jelas bagaimana Luqman mendidik, menasihati, dan membangun interaksi dengan anaknya. Luqman sebagai seorang ayah menasihati agar anaknya tidak sombong, selalu berbuat baik, dan rutin menjalankan salat.

Begitu juga di surat Al-Baqarah ayat 233 yang menjelaskan tentang tanggung jawab ayah sebagai tulang punggung keluarga, yang mencari nafkah untuk anak-istrinya.

Betapa Islam begitu luar biasa mengatur bagaimana seharusnya seorang laki-laki dalam mendidik anak-istrinya, sehingga tidak akan didapati kasus ayah yang tidak optimal dalam mengurusi keluarga, baik secara nafkah maupun kasih sayang.

Kapitalisme Penyebab Hilangnya Fungsi Ayah

Ayah yang harus bekerja keras menafkahi keluarga karena kebutuhan pokok, seperti sandang dan pangan, semakin hari semakin mahal. Belum lagi para ayah harus memikirkan pemenuhan kebutuhan dasar, seperti pendidikan, kesehatan, dan kemanan yang tidak diberikan secara gratis oleh negara yang menerapkan sistem kapitalisme. Para ayah pun saat ini dihadapkan dengan kecemasan akibat ancaman resesi global yang berdampak pada pemutusan hubungan kerja. Tekanan pekerjaan dan kondisi jalanan yang macet menambah ketidakstabilan emosi para ayah.

Semua hal tersebut menjadi beban pikiran dan permasalahan yang dihadapi para ayah, sehingga ayah tak memiliki waktu untuk bersenda gurau dengan keluarganya. Bahkan, ayah tak mampu lagi mengarahkan keluarganya menjadi pribadi-pribadi yang saleh. Tak jarang, mereka malah menjadi ayah yang temperamental, memperturutkan emosi dan kekuatan otot dalam menyelesaikan permasalahan keluarga.

Fungsi ayah yang telah diatur Islam begitu sempurna telah mengalami degradasi. Ayah menjadi pribadi yang menakutkan, penuh amarah, emosi, bahkan sudah tidak lagi dijadikan panutan serta kebanggaan keluarga.

Kapitalisme sebagai sebuah ideologi yang menyandarkan pada materi, memang tidak layak mengatur kehidupan manusia, khususnya kaum muslimin. Negara yang menerapkan kapitalisme hanya akan membuat sengsara rakyatnya. Kapitalisme telah menjadikan para ayah mesin kerja, mesin pencari uang bagi para kapitalis.

Penutup

Allah telah menyempurnakan dan rida kepada Islam. Hal tersebut terdapat di dalam firman-Nya, surat Al-Maidah ayat 3. Cukuplah bagi manusia, khususnya kaum muslimin untuk mengambil Islam dalam mengatur semua urusan kehidupan, bukan pada ideologi lain, seperti kapitalisme yang jelas merupakan sebuah ideologi rusak dan merusak. Kembalinya fungsi ayah hanya bisa didapati jika Islam diterapkan di tengah-tengah kaum muslimin secara sempurna dan menyeluruh.

Hanya Islam yang mampu mengembalikan peran ayah sebagaimana mestinya. Ayah akan menjadi pribadi hangat yang menyenangkan, tangguh, panutan, dan pendidik kesalehan keluarganya.

Allahu'alam

Oleh: Ummu Haura
Aktivis Dakwah 

Selasa, 22 November 2022

Korelasi antara Hari Pahlawan dan Hari Santri

Tinta Media - Tanggal 10 November sangat terkenal dengan sebutan hari pahlawan, menjadi peringatan atas peristiwa peperangan heroik yang terjadi di Surabaya. Peristiwa ini menjadi salah satu penyebab tewasnya pimpinan para penjajah, yakni Brigadir Jendral Mallaby. Karena itu, 10 November menjadi peristiwa yang tak akan pernah dilupakan oleh bangsa ini. 

Karena peperangan itulah, kini bangsa Indonesia telah terbebas dari penjajahan secara fisik. Meski kenyataannya, kini bangsa Indonesia tengah dijajah melalui pemikirannya tanpa disadari.

Banyak yang tak mengetahui atau bahkan sengaja melupakan sejarah, bahwa adanya hari pahlawan disebabkan karena adanya resolusi jihad yang digawangi oleh KH. Hasyim Asy’ari bersama para santrinya. Dahulu, para santrilah yang telah menjadi motor penggerak untuk berperang melawan para penjajah. Kalangan santrilah yang telah berjuang dan berkorban untuk kemerdekaan bangsa ini. Namun, kini sejarah itu hanya tinggal kenangan belaka. 

Sementara, tanggal 22 Oktober diperingati sebagai hari santri nasional. Lahirnya hari itu bukan tanpa sebab, melainkan ada sejarah yang tersimpan di sbaliknya. 

Tanggal 22 Oktober merupakan hari saat resolusi jihad para santri dimulai. Sejak itu, para santri selalu turut andil dalam pertempuran melawan penjajah. Oleh karena itu, kini tanggal 22 Oktober diperingati sebagai hari santri nasional untuk mengenang jasa para pahlawan yang kebanyakan dari kalangan santri. Mereka telah mengorbankan nyawanya untuk kemerdekaan bangsa ini.

Adanya resolusi jihad tersebut memantik semangat juang para santri, termasuk di wilayah Surabaya. Resolusi itu memberikan semangat pada mereka serta kebulatan tekad untuk bertempur habis-habisan melawan para penjajah. Karena sebab itulah, muncul peperangan yang sangat legendaris yang kini dikenal sebagai pertempuran 10 November yang terjadi di Surabaya. Kala itu, pemimpinnya adalah Bung Tomo yang terus membakar semangat arek-arek Surabaya hingga akhirnya peperangan pun dimenangkan oleh para santri.

Jika tak ada resolusi jihad, belum tentu ada peperangan pada tanggal 10 November yang kini setiap tahunnya selalu diperingati sebagai hari pahlawan. Maka, sebenarnya antara hari santri dan hari pahlawan itu saling berkelindan antara satu dengan yang lain. Ini karena pada hakikat yang sesungguhnya, para pahlawan itu adalah para santri yang ikut berjuang memerdekakan negeri ini dari penjajah. Oleh karena hal itulah, dua peristiwa ini begitu erat hubungannya, karena pada dasarnya mereka adalah satu kesatuan.

Maka, sangat terlihat aneh ketika kini para pejuang Islam dan pengemban dakwah didiskriminasi dan dideskreditkan oleh pemerintah. Coba ingatkan mereka akan sejarah di masa lampau, bahwa pejuang kemerdekaan itu adalah kaum muslimin. Maka, sangat tidak wajar ketika para pengemban dakwah dijebloskan ke dalam penjara hanya karena menyebarkan Islam. Padahal, bangsa Indonesia sangat berutang budi kepada kaum muslimin yang telah berjuang tak kenal lelah.

Melalui peran para santrilah kini Indonesia telah terbebas dari belenggu penjajah secara fisik. Namun, kini penjajahan secara pemikiran masih terus berlanjut. Bahkan, tak sedikit dari para santri yang telah terkena racun pemikiran tersebut. Mereka tak lagi berharap rida Allah, tetapi lebih senang membuang waktunya di hadapan layar smartphone. Padahal, umat sedang menunggu kontribusi kita dalam perjuangan ini.

Jika para pemuda saja banyak yang terlena, bagaimana kita hendak mewujudkan sebuah daulah yang akan membuat rakyat sejahtera? Jangankan memikirkan masalah umat, ketika bangun saja yang ia cari adalah gadget. Lihatlah, kini para remaja tengah di ambang kehancuran. Maka, tugas kita sebagai para remaja dambaan umat adalah menyadarkan mereka akan tugasnya berjuang dalam dakwah.

Oleh karena itu, sebagai remaja tonggak perdaban, sudah semestinya kita meneladani dan mengikuti jejak para pendahulu yang telah berjuang dan berkorban demi tegaknya Islam di seluruh penjuru bumi. Kelak, ketika menghadap Allah, kita memiliki hujjah atau bukti bahwa usia yang kita miliki senantiasa digunakan dalam hal kebaikan.

Walaupun usia kita masih muda, jangan sia-siakan dengan melakukan maksiat. Gunakan waktu yang ada untuk berjuang demi kejayaan Islam. Allah telah menjanjikan pahala yang akan dilipatgandakan bagi siapa saja yang berjuang di jalan Allah dengan ikhlas. Seorang pengemban dakwah tak digaji bukan karena tak bernilai, tapi karena tak ternilai.

Jadi, untuk seluruh remaja yang mengharapkan perubahan, tetap semangat, ya. Ketika engkau berjuang, jangan pernah mengharapkan hasil karena Allah tidak melihat hasilnya, tetapi usaha yang kita lakukan. Berdakwahlah semaksimal mungkin. Adanya hari pahlawan adalah karena adanya hari santri, dan adanya hari santri adalah karena adanya resolusi jihad. Tetaplah semangat hingga kelak Allah mengizinkan Daulah Khilafah yang selama ini kita impikan terwujud di muka bumi ini. Takbir!
Wallahu ‘a’lam bish shawwab.

Oleh: Naila Ahmad Farah Adiba 
Siswi DKDM PP Baron 1 Nganjuk

Minggu, 30 Oktober 2022

Hari Santri, Waspadai Pembajakan Potensi Generasi

Tinta Media - Tanggal 22 Oktober kerap kali disebut sebagai hari santri. Tentu saja setiap tahun selalu ada peringatan hari santri hampir di seluruh kalangan dan pondok pesantren. Kebanyakan dari kegiatan tersebut hanyalah hiburan atau ajang perlombaan semata, tanpa ada esensi yang sebenarnya dari hari santri itu sendiri, seperti meneladani para pahlawan dahulu yang kebanyakan berasal dari kalangan santri.

Kini perayaan tersebut seolah hanya menyuruh para santri memaklumi untuk menjadi budak para penjajah, walaupun penjajahan yang dilakukan saat ini bukanlah secara fisik. Penjajahan saat ini dilakukan melalui pemikiran, yakni meliputi 5F (food, fashion, fun, film, and faith).  Ini lebih fatal akibatnya bagi para generasi muda, termasuk para santri. 

Coba sekarang kita kembali sejenak pada masa resolusi jihad yang dipimpin oleh Syaikh Hasyim Asy’ari, salah satu tokoh ulama di Indonesia bersama para santri. Pada masa itu, santri berada di garda terdepan dalam barisan pejuang yang melawan para penjajah. Mereka tidak takut mati, karena yang mereka cari hanyalah rida Ilahi. Hingga puncak dari resolusi jihad itu terjadi pada tanggal 10 November dengan dipimpin Bung Tomo yang kini ditetapkan sebagai hari pahlawan. 

Sebenarnya, siapa sih santri itu? Santri adalah seorang penuntut ilmu yang sangat didambakan umat karena memiliki sebuah potensi yang sangat berguna untuk kebangkitan dan kejayaan Islam di masa mendatang. 

Namun, itu dulu, sebelum para santri terkena ghazwul fikri atau perang pemikiran yang dilancarkan Barat, sehingga akhirnya terlena dengan segala kehidupan dan gemerlapnya dunia. Tanpa terasa, para generasi muda saat ini, termasuk para santri telah mengikuti budaya yang disebarkan oleh Barat melalui aspek 5F yang telah disebutkan di atas. 

Seorang santri memiliki sebuah potensi yang sangat besar untuk kejayaan Islam. Namun, kini semua seolah hilang dan menguap begitu saja akibat terkena racun 5F yang berasal dari Barat, sehingga menyebabkan para generasi muda, termasuk para santri kini kehilangan jati dirinya sebagai seorang Agent of Change atau agen perubahan. 

Yang menjadi pertanyaan di sini adalah mengapa sikap para santri dulu dan saat ini berbeda jauh? Tentu saja hal tersebut tak lepas dari peranan para kafir penjajah yang menginginkan Islam semakin terbelakang melalui para generasi mudanya. Tampaknya, kini usaha mereka telah berhasil.

Lihatlah, kini para generasi muda tampak semakin jauh dari Islam, baik akhlak maupun perilakunya. Kebanyakan remaja saat ini mengikuti budaya Barat yang tentu saja sangat bertentangan dengan Syari’at Islam. Hal itulah yang sangat diinginkan para kafir penjajah, menghancurkan Islam dari dalam melalui para pelopor peradabannya, yakni para generasi mudanya.

Remaja saat ini bahkan tak segan-segan unutk menghina Islam dan ikut mendiskriminasi para pengemban dakwah. Mereka bahkan sangat benci terhadap segala ajaran Islam. 

Memang, kini para kafir penjajah tak perlu repot-repot menggunakan senjata untuk menghancurkan Islam. Cukup pengaruhi para generasi muda melalui 5F tersebut, maka mereka telah mendapatkan apa yang diinginkan, yakni kehancuran Islam secara perlahan.

Nah, sebagai seorang remaja muslim, sudah seharusnya kita sadar akan hakikat sebagai agen perubahan. Tentunya kita tak akan membiarkan potensi besar yang kita miliki dibajak dengan mudah oleh para kafir penjajah melalui perang pemikiran yang hingga saat ini masih terus berlangsung. Karena itulah, kita harus selalu membentengi diri dan pemikiran kita dari ide-ide kufur dengan selalu mengkaji Islam secara mendalam. Sebab, hanya di dalam Islamlah terdapat solusi yang sangat paripurna bagi seluruh permasalahan yang ada di dalam kehidupan. 

Maka, jadikanlah Al-Qur’an sebagai pedoman agar hidup terasa lebih tertata. Tentu saja seluruh syariat Islam tidak akan terealisasi dengan sempurna kecuali berada di bawah naungan Daulah Khilafah. 

Oleh karena itu, jadikanlah momentum hari santri kali ini sebagai pelecut agar kita dan para generasi muda lainnya sadar bahwa remaja harus menjadi pelopor perubahan di masa mendatang. 

Jadi, waspadalah terhadap upaya pembajakan potensi generasi. Teruslah mempelajari dan memperdalam tsaqafah atau pemahaman tentang Islam dan berdakwah hingga terwujudnya Daulah Khilafah yang sangat kita nantikan.
Wallahu a’lam bish shawwab ….

Oleh: Naila Ahmad Farah Adiba 
Siswi DKDM PP Baron 1 Nganjuk

Rabu, 26 Oktober 2022

Hari Santri Nasional, UIY: Harusnya Ada Misi Ungkap Kebenaran Sejarah

Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto (UIY) mengatakan penetapan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional seharusnya ada misi untuk mengungkap kebenaran sejarah.

"Kita tentu berharap, penetapan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional bukan sekadar pemenuhan janji bagi kepentingan politik pencitraan tapi harus ada misi yang lebih jauh, yakni usaha untuk mengungkap kebenaran sejarah," tuturnya kepada Tinta Media pada hari Sabtu (22/10/2022). 

Menurutnya, misi ini sangat penting karena pelurusan sejarah akan berpengaruh besar dalam ikhtiar membangun kesadaran publik yang benar di masa mendatang. 

"Kita tahu, sejarah memang tidaklah netral dan sangat tergantung pada siapa yang menuliskan, dan atas dasar kepentingan apa sejarah itu ditulis. Di sinilah, demi memuluskan kepentingan politik penguasa, kejahatan penulisan sejarah kerap terjadi," ungkapnya. 

Cendekiawan Muslim ini mengungkapkan tiga kejahatan penulisan sejarah yang dilakukan dengan tujuan untuk mengaburkan peran Islam dalam sejarah bangsa dan negara ini.

Pertama, penguburan atau peniadaan peristiwa sejarah. Ustaz Ismail menyodorkan contoh nyata yakni Resolusi Jihad itu sendiri.  Menurutnya, bila sejarah pergerakan  kemerdekaan ditulis secara jujur, mestinya akan terbaca sangat jelas peran besar para santri yang tergabung dalam Hizbullah dan para kyai yang tergabung dalam Sabilillah dalam upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

"Khususnya, peran KH Hasyim Asy’ari saat mengeluarkan Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945 untuk melawan penjajahan Belanda yang ketika itu, dengan membonceng sekutu, hendak kembali bercokol," paparnya. 

Ia menyampaikan penuturan cucu KH Hasyim, KH Salahuddin Wahid, bahwa resolusi atau fatwa itu telah mendorong puluhan ribu Muslim untuk bertempur melawan Belanda dengan gagah berani, terutama di Surabaya.

 "Peristiwa heroik di Hotel Oranye, Surabaya itulah yang kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan, 10 November," tegasnya.

Cendekiawan Muslim ini memaparkan bahwa resolusi itu meningkatkan semangat melawan Belanda dan sekutu. Namun dalam buku sejarah, peristiwa penting itu tidak ditulis.

 "Sungguh aneh, peristiwa 10 November selalu disebut-sebut, tapi Resolusi Jihad yang membuat peristiwa 10 November bisa terjadi malah disembunyikan," jelasnya. 

Ia mengulas buku Resolusi Jihad Paling Syar’iy yang ditulis oleh Gugun el Guyanie (Pustaka Pesantren, 2010). Dalam salah satu sub judulnya 'Biarkan kebenaran yang hampir setengah abad dikaburkan catatan sejarah itu terbongkar' menggambarkan semangat untuk mengungkap kebenaran sejarah, khususnya di seputar Resolusi Jihad yang menurut sejarawan Belanda Martin van Bruinessen, peristiwa penting ini memang tidak mendapat perhatian yang layak dari para sejarawan.

Kedua, pengaburan peristiwa sejarah. "Bila sejarah mencatat secara jujur, inspirator kebangkitan nasional melawan penjajah mestinya bukan Boedi Oetomo, melainkan Syarikat Islam (SI) yang merupakan pengembangan dari Syarikah Dagang Islam (SDI) yang antara lain dipimpin oleh HOS Cokroaminoto," bebernya.

Ia mengungkapkan bahwa sebagai gerakan politik, SI ketika itu benar-benar bersifat nasional karena eksistensinya di lebih dari 18 wilayah di Indonesia. Selain itu, memiliki tujuan yang sangat jelas, yakni melawan penjajah Belanda. Sebaliknya, Boedi Oetomo sesungguhnya hanya perkumpulan kecil, sangat elitis, bahkan rasis, serta sama sekali tidak memiliki spirit perlawanan terhadap Belanda. "Mengapa justru sejarah menempatkan Boedi Oetomo sebagai pelopor kebangkitan?" serunya. 

Ketiga, pengaburan konteks peristiwa sejarah. Menurutnya, bukan sebuah kebetulan belaka ketika Kebangkitan Nasional ditetapkan berdasar pada kelahiran Boedi Oetomo, bukan Sarekat Islam. Sebagaimana juga Hari Pendidikan Nasional, bukan didasarkan pada kelahiran Muhammadiyah dengan sekolah pertama yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada 1912. "Kemana Ki Hadjar itu banyak belajar? Ki Hadjar sendiri baru mendirikan sekolah Taman Siswa pada 1922," ungkapnya.

Ia menerangkan bahwa jika spirit atau semangat Islam yang mengemuka, maka hal itu sangatlah tidak dikehendaki dalam setting kepentingan politik penguasa saat itu.
"Padahal, spirit Islam sesungguhnya telah lama menjadi dasar perjuangan kemerdekaan di masa lalu," terangnya.

Ustaz Ismail Yusanto memaparkan bahw peperangan yang terjadi pada abad ke-19 melawan Belanda tidak lain didorong oleh semangat jihad melawan penjajah. "Ketika Pangeran Diponegoro memanggil sukarelawan, maka kebanyakan yang tergugah adalah para ulama dan santri dari pelosok desa," jelasnya.

Ia menambahkan, pemberontakan petani menentang penindasan yang berlangsung terus-menerus sepanjang abad ke-19 selalu di bawah bendera Islam.

 "Perlawanan yang dilakukan oleh Tengku Cik Di Tiro, Teuku Umar dan diteruskan oleh Cut Nyak Dien dari tahun 1873-1906 adalah jihad melawan kape-kape Belanda," tuturnya.

Ia menambahkan, begitu pun dengan perang Padri. Sebutan Padri menggambarkan bahwa perang ini merupakan perang keagamaan. 

"Jelas sekali ada usaha sistematis untuk meminggirkan, bahkan menghilangkan peran Islam dalam sejarah perjuangan kemerdekaan serta menghilangkan spirit Islam dari wajah sejarah bangsa dan negara ini," terangnya.

Cendekiawan Muslim itu pun berharap penetapan Hari Santri Nasional harus bisa dijadikan momentum untuk melawan kejahatan sejarah itu, serta usaha menulis ulang sejarah. Termasuk di dalamnya tentang kebangkitan nasional, pendidikan nasional, sejarah nasional lainnya, dan juga sejarah pergerakan pra kemerdekaan secara kritis, jujur dan obyektif sehingga peran Islam bisa diletakkan secara tepat. 

"Pengaburan apalagi penguburan sejarah dari fakta yang sebenarnya tentu akan menutupi ibrah yang mestinya bisa didapat," bebernya.

Beliau menambahkan, bila mengacu kepada sejarah yang benar tentang peran Syarikat Islam, KH Ahmad Dahlan, KH Hasyim Asy’ari dengan Resolusi Jihadnya, peran Hizbullah-Sabilillah, dan lainnya sangat jelas terdapat spirit Islam itu.

Kebangkitan Hakiki

Ustaz Ismail menjelaskan kebangkitan hakiki adalah kembalinya kesadaran akan hakikat hidup manusia sebagai abdullah dan khalifatullah dengan misi untuk menyembah Sang Khalik dan memakmurkan bumi dengan menjalankan segala titah-Nya.

"Kebangkitan bukan hanya sebuah kata sloganistik, tetapi suatu kata yang menginisiasi perjuangan bagi sebuah perubahan dalam seluruh aspek kehidupan bangsa dari penjajahan ideologi-ideologi jahiliah yang menyengsarakan rakyat menuju yang memberikan rahmat bagi semua," tegasnya.

Menurutnya, itulah kebangkitan dengan spirit Islam, yang ketika itu digelorakan oleh Cokroaminoto dan Sarekat Islam. "Spirit Islam semacam itulah yang diperlukan sebagai sumber kekuatan perjuangan guna membawa negeri ini ke arah yang lebih baik di bawah ridha Ilahi," pungkasnya.[] Lussy Deshanti W.

Selasa, 25 Oktober 2022

SANTRI DALAM JEBAKAN SINKRETISME DAN PRAGMATISME


Tinta Media - Hari santri nasional digelar setiap tahun pada tanggal 22 Oktober, namun sangat disayangkan jika para santri kini banyak yang terjebak paham sinkretisme agama, liberalisme hingga pragmatisme. Kemusyrikan modern yang kini tengah menyerang tauhid umat Islam, sebagaimana terjadi sejak dulu hanyalah sebuah kelanjutan masa lalu.

Semisal paham pluralisme dan moderasi agama hanyalah sebuah transformasi bahasa, sementara secara substansial adalah kemusyrikan. Paham pluralisme sebagaimana telah dinyatakan haram oleh fatwa MUI 2005 adalah paham yang mencampur aduk haq dan batil dengan menyatakan bahwa semua agama sama yang membawa kebenaran dan kebaikan.

Secara genealogis, paham pluralisme ini berasal dari luar ajaran Islam. Paham pluralisme teologis yang diserukan kaum kafir Quraisy dengan tegas dibantah oleh Rasulullah melalui firman Allah QS Al Kafirun : 1 -6. Moderasi beragama tidaklah jauh berbeda, yakni semacam sinkretisme agama, mencampur aduk ajaran agama-agama. Munculnya batik moderasi sudah kebablasan, sebab ada hukumnya bagi seorang muslim memakai pakaian yang bergambar simbol-simbol agama lain, seperti salib dan patung Sang Budha.

Dalam Islam, umat Islam dilarang menyerupai golongan non muslim dalam berbagai hal, salah satunya yang berkaitan dengan cara berpakaian dan berbusana. Namun dalam hal pakian dan busana, ada beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan. Dalam salah satu keterangan dalam kitab Majmu al-Fatawa wa ar-Rasail karya Sayyid Alwi al-Maliki al-Hasani.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa gambar salib sudah menjadi identitas dan ciri-ciri khusus umat kristiani. Sehingga hukum memakainya adalah haram bahkan bisa murtad apabila ada kerelaan serta mengagungkan agama mereka. Karena sudah merambah ke dalam ranah ciri khas dan identitas khusus peribadatan yang melekat, alasan toleransi tidak dapat dibenarkan dalam persoalan ini. Apalagi jika batik itu dipakai saat seorang muslim menjalankan ibadah sholat.

Allah telah menegaskan katakanlah: "Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembahdan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku" (QS Al Kafiruun : 1-6)

Tujuan utama kaum kafir Quraisy saat itu adalah untuk mencoba menghentikan dakwah tauhid yang diserukan Rasulullah SAW dengan cara yang halus, yakni mencoba mengkompromikan dan mencampuradukkan ajaran-ajaran jahiliyah saat itu dengan ajaran Islam. Upaya ini akan terus dilakukan hingga zaman dimana kita hidup hari ini, yang berbeda hanya perubahan bahasa yang digunakan dan orang yang mempropagandakan.

Pecampuradukan ajaran agama-agama adalah mengoplos yang haq dan yang batil yang dalam bahasa filsafat disebut sinkretisme agama, seperti paham pluralisme dan paham moderasi agama. Allah dengan tegas melarang campur aduk ajaran, sebagaimana firmanNya : “Janganlah kalian campur-adukkan antara kebenaran dan kebatilan, dan kalian sembunyikan yang benar padahal kamu mengetahuinya”. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 42).

Para santri harus paham bahwa salah satu kebenaran Islam justru ditunjukkan melalui berbagai istilah-istilah yang khas dengan makna yang khas pula. Berbagai istilah khas Islam misalnya kata kaffah, rahmatan lil’alamin dan washatiyah. Ketiganya memiliki pengertian khas yang sahih karena berasal dari Allah langsung. Sementara istilah moderatisme, sekulerisme, liberalisme, pluralisme dan radikalisme adalah istilah yang berasal dari epistemologi Barat dan tentu saja bertentangan dengan ajaran Islam.

 

Narasi dan istilah Barat ini adalah refleksi atas ketidaksukaan kepada Islam dengan menginginkan keterpecahan kaum muslimin. Barat menginginkan polarisasi muslim dengan memberikan lebel dan kampling-kapling Islam sehingga menimbulkan berbagai friksi intelektual hingga fisik sesama muslim. Upaya-upaya semacam ini sesungguhnya hanyalah pengulangan sejarah semata. Karena itu umat Islam khususnya santri harus cerdas dan mampu membaca dengan cepat dan tepat. Inilah yang disebut sebagai ghozwul fikri.

Beberapa postulat berikut merupakan ‘Islam’ buatan Barat yang dibangun oleh epistemologi Barat dan tentu tidak ditemukan dalam ajaran Islam karena termasuk sinkretisme. Diantara ‘Islam’ buatan Barat itu adalah : Islam moderat, Islam radikal, Islam Fundamentalis, Islam Nusantara, Islam progresif, Islam Liberal, Islam sekuler, Islam demokratis, Islam sosialis, Islam teroris, Islam tradisional, dan Islam modern. Ragam Islam inilah hasil dari gerakan imperialisme epistemologi [ghozwul fikr] Barat ke dunia Islam.

Jika dalam kajian gender, Barat meluncurkan narasi pengarusutamaan gender dengan tujuan liberalisasi sosiologis. Sedangkan dalam bidang agama, memunculkan narasi pengarusutamaan moderasi agama dengan tujuan mengaburkan hakekat Islam, mencampur aduk kebenaran Islam dengan agama lain, mengkerdilkanajaran Islam, mendegradasi aqidah umat Islam dan melumpuhkan dakwah tauhid serta menghadang kebangkitan Islam.Narasi moderasi agama adalah indikasi kecil dari islamophobia.

Kementerian Agama sedang menggalakkan konsep moderasi beragama sebagai amunisi dan alternatif kebijakan pemerintah dalam menanggulangi paham keagamaan yang ekstrim. Jamaknya, paham keagamaan moderat dianggap mampu menanggulangi penyebaran ideologi radikalisme. Melalui kebijakan deradikalisasi yang merupakan salah satu dari 5 (lima) Prioritas Aksi Kementerian Agama, akan dilaksanakan program/kegiatan deradikalisasi melalui diklat aparatur, diklat juru dakwah, kampanye toleransi, sinergi lintas Kementerian/Lembaga, TNI/Polri & Ormas dan penguatan wawasan kebangsaan. (lihat sambutan Menag Fachrul Razi dalam Buku Moderasi Beragam, Jakarta, Desember 2019, hal v)

Narasi moderasi beragama jika ditilik lebih dalam adalah bagian dari proyek deradikalisasi. Peristiwa runtuhnya WTC di New York City Amerika pada 11 September 2001 pukul 08.45 karena ditabrak pesawat American Airlines Boing 767 yang konon merupakan rekayasa selalu dijadikan argumen program deradikalisasi. Pasca runtuhnya WTC, presiden Amerika menyerukan : bersama Amerika atau bersama terorisme. Program war on terrorism dan dilanjutkan dengan war on radicalism tak lebih dari upaya serangan terhadap Islam itu sendiri. Dari sinilah program moderasi beragama bisa ditemukan jejak historis, politis dan ideologis. Siapa yang mendanai proyek deradikalisasi ini?

Genealogi perang pemikiran ini telah berlangsung sekitar 3 abad hingga hari ini. Perang asimetrsi ini terbukti efektif, buktinya banyak kalangan intelektual muslim yang terpapar sekulerisme, liberalisme dan pluralisme. Ketiga paham ini adalah produk epistemology barat untuk mendekonstruksi ajaran Islam. Itulah mengapa tahun 2005, MUI mengeluarkan fatwa haram atas ketiga paham di atas. Secara epistemologi, Islam adalah kebenaran, sedangkan moderasi agama (beragama) adalah kekacauan berfikir.

Karena itu tidaklah sama antara makna Islam washatiyah dengan Islam moderat, sementara propaganda moderasi agama adalah racun aqidah. Istilah washatiyah berasal dari Al Qur’an, sementara istilah moderat berasal dari epistemologi Barat. Meskipun banyak cendekiawan muslim memaksakan diri untuk menyamakannya. Menyamakan keduanya akan melahirkan epistemologi oplosan yang menyesatkan umat. Pengarusutamaan moderasi agama adalah sia-sia karena merupakan produk gagal paham, dan karenanya pasti akan gagal pula, setidaknya umat tidak boleh diam, terus bersuara untuk membungkam sesat pikir ini.

Tanpa diberikan embel-embel moderat, Islam adalah agama yang penuh perdamaian, toleransi, adil dan menebarkan kebaikan kepada seluruh alam semesta. Tanpa ada narasi moderasi agama, Islam adalah agama yang paling bisa memberikan ruang pembiaran kepada pemeluk agama lain. Hanya paham demokrasi sekuler yang diterapkan saat inilah yang justru menuduh Islam sebagai agama radikal dan anti keragaman. Islam memberikan ruang pengakuan atas fakta pluralitas sosiologis, namun tidak dengan pluralisme teologis.

Toleransi seagama [tasamuh] sejak awal dibangun oleh Rasulullah, Sahabat, tabiin, atba tabiin, imam mujtahid dan kekhilafahan. Toleransi antaragama dalam Islam terbangun indah saat, di Spanyol, lebih dari 800 tahun pemeluk Islam, Yahudi dan Kristen hidup berdampingan dengan tenang dan damai. Di India sepanjang kekuasaan Bani Ummayah, Abbasiyah dan Ustmaniyah, muslim dan hindu hidup rukun selama ratusan tahun. Di Mesir umat Islam dan Kristen hidup rukun ratusan tahun sejak khulafaur Rasyidin.

Jebakan yang tidak kalah berbahaya yang tengah menjerat kaum santri adalah jebakan pragmatisme politik. Para santri, kyai dalam ulama yang menjebakkan diri dalam permainan politik demokrasi sekuler, maka mereka sesungguhnya sedang menjerumuskan ke dalam jebakan pragmatisme. Istilah Pragmatisme berasal dari kata Yunani pragma yang berarti perbuatan (action) atau tindakan (practice).

Isme di sini sama artinya dengan isme-isme lainnya, yaitu berarti aliran atau ajaran atau paham. Dengan demikian pragmatisme itu berarti ajaran yang menekankan bahwa pemikiran itu menuruti tindakan. Pragmatisme memandang bahwa kriteria kebenaran ajaran adalah “faedah” atau “manfaat”. Suatu teori atau hipotesis dianggap oleh pragmatisme benar apabila membawa suatu hasil. Dengan kata lain, suatu teori itu benar kalau berfungsi (if it works).

Pragmatisme William James menawarkan sebuah konsep baru dalam memandang kebenaran. Ia menolak kebenaran sebagai sesuatu yang sifatnya statis, yang dikandung oleh suatu gagasan. Hal ini menimbulkan implikasi, bahwa kebenaran tidak bersifat mutlak, melainkan berubah-ubah. Pandangan ini juga mengarahkan cara pandang kita untuk menganggap gagasan-gagasan hanya sebagai instrumen atau alat untuk mencapai maksud dan tujuan kita. Dengan demikian, motivasi subjeklah yang akan menentukan kebenaran suatu gagasan.

Jelas sekali bahwa pragmatisme –sebagai standar ide dan perbuatan– sangat bertentangan dengan Islam. Sebab Islam memandang bahwa standar perbuatan adalah halal haram, yaitu perintah-perintah dan larangan-larangan Allah. Bukan kemanfaatan atau kegunaan riil untuk memenuhi kebutuhan manusia yang dihasilkan oleh sebuah ide, ajaran, teori, atau hipotesis.

Politik demokrasi menjadikan manfaat sebagai standar kebenaran dan mengabaikan wahyu. Lantas apa jadinya kalau para santri, ulama dan kyai tidak lagi menjadikan wahyu sebagai standar kebenaran dalam berpolitik ?. Benar apa yang disampaikan Imam Al Ghazali bahwa rusaknya rakyat karena rusaknya pemimpin, sementara rusaknya pemimpin karena rusaknya para ulamanya.

Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu (QS. Al-Maidah : 48)

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 24/10/22 : 20.54 WIB)
__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Oleh : Dr. Ahmad Sastra 
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa 

Senin, 24 Oktober 2022

Kiai Hafidz: Hari Santri Ditetapkan untuk Mengabadikan Resolusi Jihad

Tinta Media - Penetapan Hari Santri tanggal 22 Oktober bertujuan untuk mengabadikan Resolusi Jihad yang dikobarkan oleh Hadhratus Syaikh KH Hasyim Asy'ari, pimpinan PP Tebuireng, Jombang.

“Hari Santri ditetapkan sebagai Hari Santri untuk mengabadikan Resolusi Jihad yang dikobarkan oleh Hadhratus Syaikh KH Hasyim Asy'ari, pimpinan PP Tebuireng, Jombang, kala itu saat Indonesia menghadapi Agresi Militer Belanda,” tutur Mudir Ma’had Syaraful Haramain, KH Hafidz Abdurrahman, M.A. melalui channel telegram pribadinya, Ahad (23/10/2022).

Terbukti, Resolusi Jihad itu berhasil mengobarkan perlawanan umat Islam khususnya kalangan santri terhadap penjajahan kaum Kafir Penjajah. “Inilah sejarah umat Islam. Bukan hanya sejarah di Indonesia, tetapi sejarah umat Islam di seluruh dunia. Karena sesungguhnya umat Nabi Muhammad ini tidak pernah mati, hanya sakit,” tegasnya.

Kiai Hafidz lalu mengisahkan apa yang pernah dialami oleh umat ini, ketika agresi militer Tartar yang begitu brutal dan biadab terhadap Baghdad. “Kaum Muslim ketika itu dilarang shalat Jumat selama 40 hari,” ungkapnya.

Tentara Tartar itu, sambungnya, telah mengubah warna sungai Dajlah menjadi merah karena darah kaum Muslim yang mereka bantai dengan tanpa perikemanusiaan . “Air pun warnanya berubah menghitam, karena tinta kitab-kitab para ulama yang dibuang ke laut atau sungai,” kisahnya pilu.
 
Pertanyaannya, apakah Islam mati? Apakah umat Islam punah? Jawabannya tidak. “Baghdad, ibukota Khilafah Abbasiyah memang jatuh, tapi Islam, umat Islam dan para ulamanya bangkit,” contohnya lagi.

Di Mesir, kisah Kiai Hafidz, seorang pemuda, Saifuddin Qutuz, bersama Sulthan Ulama, Izzudin bin Abdussalam, dalam waktu tidak sampai satu tahun berhasil menyusun kekuatan untuk melawan Tartar. Mereka berhasil dihabisi dalam Perang Ain Jalut, dan setelah itu tidak pernah lagi bisa membalas

“Tartar punah, Jengis Khan dan Hulagu Khan mati, tetapi Islam dan umatnya tetap ada. Bahkan saat itu, ibukota Khilafah berhasil dipindahkan dari Baghdad ke Mesir. Islam dan umatnya kembali bangkit,” paparnya.

Umat ini telah melalui berbagai ujian, dan fase demi fase penderitaan dan sakit berkepanjangan, tetapi dengan jasa ulama, santri dan madrasah (pesantren)-nya mereka akhirnya bisa bangkit kembali.

“Umat ini tidak mati, hanya sakit. Obatnya Islam. Jika obatnya ini diminum oleh umat ini, maka umat ini akan sehat dan bangkit kembali,” yakinnya memungkasi penuturan.[] Irianti Aminatun
 

Senin, 05 September 2022

JAHAT SEKALI, REZIM INI MEMILIH HARI LIBUR UNTUK UMUMKAN KENAIKAN HARGA BBM

Tinta Media - Hari libur adalah hari bercengkrama dengan keluarga, melepaskan penat dan sementara bisa melupakan beban dan tekanan hidup. Hari libur adalah hari bahagia, karena segala beban kerja dan rutinitas yang menguras energi, bisa sementara dilepaskan.

Namun rupanya, rezim Jokowi tak ridlo rakyatnya bahagia, meski hanya dihari libur Sabtu dan Minggu. Hari ini, hari libur bahagia mendadak menjadi sesak dan penuh tekanan, saat Jokowi mengumumkan menaikan harga BBM. 

Kalau biasanya mengumumkan di waktu malam, sehingga pergantian tanggal efektif diberlakukan kezaliman, sekarang modusnya memanfaatkan hari libur. Dan tidak menunggu berganti hari dan tanggal, sesaat dan hanya butuh waktu satu jam saja kenaikan itu efektif diberlakukan.

Harga Pertalite dinaikan dari Rp7.650 jadi Rp 10.000 per liter. Solar dari Rp5.150 pe liter naik jadi Rp6.800 per liter. Untuk Pertamax nonsubsidi naik dari Rp12.000 jadi Rp14.500 per liter.

Hal itu disampaikan Jokowi dalam Konferensi Pers Presiden dan Menteri Terkait, di akun Youtube Sekretariat Presiden, Sabtu (3/9/2022). Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, kenaikan ini efektif berlaku 1 jam sejak diumumkan, pada pukul 14.30 WIB, hari ini (3/9).

Luar biasa ! kalau untuk menzalimi rakyat, terobosan cara yang ditempuh untuk diumumkan kenaikan BBM kreatif. Dulu modusnya menunggu rakyat terlelap, sekarang mengambil momentum libur.

Wahai rakyat Indonesia, betapa malang nasibmu mendapatkan pemimpin seperti ini. Yang tidak berempati pada duka dan kesulitan hidupmu. Yang begitu gagah mengumumkan pemberlakuan kezaliman atasmu.

Pemimpin yang siap hadir di depan untuk berbuat zalim kepadamu. Pemimpin, yang terbiasa bohong untuk membela oligarki dan memindahkan beban oligarki kepada pundak rakyat.

Kenapa bukan Proyek Kereta cepat yang dibatalkan? Kenapa bukan proyek IKN yang dibatalkan? Jawabnya, karena itu proyek oligarki. Pemimpinmu tak berani melawan oligarki.

Lalu, kenapa tetap nekat menaikan BBM meskipun sudah banyak protes? karena pemimpinmu tidak peduli padamu. Kalian rakyat telah direndahkan, demo paling hanya seuprit dan dapat dikendalikan seperti demo-demo sebelumnya.

Terserah kalian wahai rakyat, saat ini bukan lagi soal benar atau salah. Karena seluruh data dan argumentasi diabaikan. Seluruh penderitaan kalian telah dikesampingkan.

Sekarang ini hanya perlu pembuktian siapa yang lebih Ksatria. Mereka yang berbuat zalim, atau rakyat yang berada pada posisi ditindas dan dimarginalkan. [].

Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

https://heylink.me/AK_Channel/

Minggu, 04 September 2022

BBM Naik di Hari Libur, AK: Pemimpin Bela Oligarki dan Pindahkan Beban ke Pundak Rakyat

Tinta Media - Mengenai pengumuman kenaikan harga BBM di hari libur, Sabtu (3/9/2022), Sastrawan Politik Ahmad Khozinudin menilai, pemimpin membela oligarki dan memindahkan beban oligarki ke pundak rakyat.

"Pemimpin yang terbiasa bohong untuk membela oligarki dan memindahkan beban oligarki ke pundak rakyat," tuturnya kepada Tinta Media, Sabtu (3/9/2022).

Ia mempertanyakan, kenapa bukan Proyek Kereta Cepat yang dibatalkan? Kenapa bukan proyek IKN yang dibatalkan? Jawabnya, karena itu proyek oligarki. "Pemimpinmu tak berani melawan oligarki," ujarnya. 

"Wahai rakyat Indonesia, betapa malang nasibmu mendapatkan pemimpin seperti ini. Yang tidak berempati pada duka dan kesulitan hidupmu. Yang begitu gagah mengumumkan pemberlakuan kezaliman atasmu. Pemimpin yang siap hadir di depan untuk berbuat zalim kepadamu," sindirnya.

Hari libur, lanjutnya, adalah hari bercengkrama dengan keluarga, melepaskan penat dan sementara bisa melupakan beban dan tekanan hidup. Hari libur adalah hari bahagia, karena segala beban kerja dan rutinitas yang menguras energi, bisa sementara dilepaskan.

"Namun rupanya rezim Jokowi tak ridha rakyatnya bahagia, meski hanya di hari libur Sabtu dan Minggu. Hari ini, hari libur bahagia, mendadak menjadi sesak dan penuh tekanan, saat Jokowi mengumumkan kenaikan harga BBM," ungkapnya.

Ia pun menambahkan, kalau biasanya mengumumkan di waktu malam, sehingga pergantian tanggal efektif diberlakukan kezaliman, sekarang modusnya memanfaatkan hari libur. Dan tidak menunggu berganti hari dan tanggal, sesaat dan hanya butuh waktu satu jam saja kenaikan itu efektif diberlakukan.

"Harga Pertalite dinaikan dari Rp7.650 jadi Rp 10.000 per liter. Solar dari Rp5.150 pe liter naik jadi Rp6.800 per liter. Untuk Pertamax nonsubsidi naik dari Rp12.000 jadi Rp14.500 per liter," paparnya.

Hal itu disampaikan Jokowi dalam Konferensi Pers Presiden dan Menteri Terkait, di akun Youtube Sekretariat Presiden, Sabtu (3/9/2022). Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, "Kenaikan ini efektif berlaku 1 jam sejak diumumkan, pada pukul 14.30 WIB, hari ini (3/9)."

"Luar biasa! Kalau untuk menzalimi rakyat, terobosan cara yang ditempuh untuk diumumkan kenaikan BBM kreatif. Dulu modusnya menunggu rakyat terlelap, sekarang mengambil momentum libur," bebernya.

Ia mempertanyakan, lalu kenapa tetap nekat menaikkan BBM meskipun sudah banyak protes? "Karena pemimpinmu tidak peduli padamu. Kalian rakyat telah direndahkan, demo paling hanya seuprit dan dapat dikendalikan seperti demo-demo sebelumnya," kesalnya.

"Terserah kalian wahai rakyat, saat ini bukan lagi soal benar atau salah. Karena seluruh data dan argumentasi diabaikan. Seluruh penderitaan kalian telah dikesampingkan," tandasnya.

"Sekarang ini hanya perlu pembuktian siapa yang lebih Ksatria. Mereka yang berbuat zalim, atau rakyat yang berada pada posisi ditindas dan dimarjinalkan," pungkasnya.[] Willy Waliah

Selasa, 23 Agustus 2022

Hari Jumat, Hari Raya Umat Islam

Tinta Media - Cendekiawan muslim Ustaz Ismail Yusanto (UIY) menyebutkan bahwa Umat Islam memiliki hari raya mingguan, yakni hari Jumat.

"Ini menarik ya, bukan hari ke enam tapi hari Jumat, dimana di situ ada ibadah. Dan ini yang disebut sebagai hari rayanya kita. Jadi kita punya hari raya mingguan. Kemudian punya hari raya tahunan," jelasnya di acara kajian secara online bertajuk 'Memahami Hijrah dan Hijriyah' di kanal YouTube UIY Official, Ahad (21/8/2022)

Di beberapa negara, lanjut Ustaz Ismail, misalkan di kawasan teluk, keadaan di malam Jumat ramai sekali. "Termasuk kalau kita kebetulan dapat waktu umrah malam Jumat biasanya lebih padat dari hari biasa," tegasnya.

 Para jamaah datang dari teluk, menurutnya, untuk mengadakan malam Jumatan di Mekkah. "Malam Jumatan nya itu. Kalau kita malam mingguan gitu ya. Malam Jumatan, yaitu umrah," ungkapnya.

Dulu, tuturnya, sewaktu kecil Ustaz Ismail masih merasakan suasana libur di hari Jumat. Jadi sekolah masih menetapkan hari Jumat sebagai hari libur mingguan. Tapi pergeseran kemudian terjadi, hari libur menjadi hari Minggu. "Bahkan tambah lagi, Sabtu juga libur," sebutnya.

Ia melanjutkan, kalau mengikuti tradisi Islam, hari libur mingguan adalah hari Jumat. "Kemudian Sabtu hari ketujuh. Mulai hari pertama itu, yaumul ahad. Bagus kalau kita membiasakan menyebut bukan minggu tapi Ahad,  yaumul Ahad, hari Ahad," pungkasnya.[] Wafi

Senin, 25 Juli 2022

Hari Anak Nasional 2022, MMC: Sistem Kapitalisme Gagal Lindungi Anak Indonesia

Tinta Media - Momentum hari anak nasional tahun ini yang mengusung tema, "Anak Terlindungi Indonesia Maju" sebagaimana tahun kemarin, dinilai Muslimah Media Center (MMC) gagal akibat diterapkannya sistem kapitalisme. 

"Tentu banyak faktor yang menjadi penyebab anak Indonesia belum terlindungi, anak putus sekolah misalnya, terjadi diantaranya karena menikah, menunggak SPP, atau kerja. Hal ini dapat dipahami karena kehidupan kapitalisme yang diterapkan hari ini memberikan dampak meningkatnya angka kemiskinan," tuturnya dalam Serba Serbi MMC: Sistem Kapitalisme Gagal Wujudkan, "Anak Terlindungi, Indonesia Maju"," di kanal YouTube MMC, Sabtu (23/7/2022).

Menurutnya, kemiskinan memang menjadi sebab mendasar berbagai persoalan, termasuk kurangnya perlindungan terhadap anak. "Sistem ekonomi kapitalisme berpihak pada orang yang kaya dan memiskinkan rakyat yang lemah. Prinsip pasar bebas membuat rakyat yang lemah tidak berdaya dan memberikan berbagai dampak buruk pada anak," jelasnya.

Ia melanjutkan, putus sekolah, anak terpaksa bekerja, dinikahkan paksa, adalah kenyataan pahit yang terjadi hari ini. "Beban berat orang tua dan kerasnya persaingan hidup berakibat terjadinya kekerasan terhadap anak," ungkap narator.

Di sisi lain, lanjutnya, kebebasan perilaku membuat manusia bisa berbuat apa saja untuk memenuhi hawa nafsunya, termasuk kekerasan pada anak yang seharusnya dilindunginya.

Sementara, menurut narator, kasus pembulian pada anak tidak lepas dari pendidikan sekuler yang telah menjauhkan individu masyarakat dari rasa kemanusiaan, membentuk individu liberal, dan hedonis, serta tidak takut akan dosa apalagi Tuhan. 

"Semua ini menunjukkan bahwa sistem kapitalisme gagal memberikan perlindungan terhadap anak," tegasnya.

Tak heran, ungkapnya, dalam negara yang menerapkan kapitalisme, peringatan hari anak hanyalah seremoni perhatian. Sebab, kebijakan yang ada justru secara masif menghapus perlindungan total terhadap anak.

"Anak menjadi korban langsung maupun tidak langsung sistem sekuler kapitalis. Anak menjadi korban kemiskinan sistemik, korban bullying, korban kekerasan seksual, dan lain-lain," pungkasnya.[] Wafi

Jumat, 06 Mei 2022

Hari Buruh Internasional, Kesejahteraan Buruh Belum Rasional


Tinta Media  - Setiap tanggal 1 Mei dunia internasional selalu memperingatinya sebagai May Day atau Hari Buruh Sedunia. Seremonial ini tidak luput dari aksi turun ke jalan guna menyuarakan aspirasi secara rasional agar nasib buruh lebih sejahtera.

Sejumlah asosiasi pekerja atau buruh di tanah air juga menggelar dua kali aksi untuk peringatan Hari Buruh Sedunia. Aksi pertama dilakukan pada 1 Mei 2022 yang lalu dan aksi selanjutnya akan digelar pada 14 Mei 2022. Ratusan buruh berdemonstrasi di depan kantor KPU. Presiden Partai Buruh, Said Iqbal mengatakan, walaupun yang hadir ratusan orang, tetapi jumlah ini telah mewakili 60 Serikat Buruh dan Federasi Serikat Pekerja (Republika, 1/5/2022).

Problem ini tidak hanya terjadi di tanah air. Dilansir dari laman Tribun News (2/4/2022), dunia internasional juga merasakan imbasnya. Ini seperti yang terjadi di beberapa negara, salah satunya negara Turki. Sebanyak 164 demonstran dan 50 demonstran di Perancis diamankan pihak berwenang. Begitu pun yang terjadi di Negara Italia, adegan saling dorong antar demonstran dan pihak kepolisian pun terjadi. Ratusan ribu pendemo turut membanjiri sejumlah jalan di kota London, Inggris, Jerman, Spanyol, Yunani, dll.

Tuntutan Para Buruh

Tuntutan atau permintaan para buruh di seluruh dunia hampir sama, yaitu menyangkut kenaikan gaji, mendesak penurunan harga kebutuhan pokok, menghapus segala regulasi yang menzalimi para pekerja, hingga menuntut pergantian rezim atau penguasa.

Seperti yang terjadi di tanah air, tuntutan tidak terlepas dari kenaikan gaji, desakan penuruan harga pangan, penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja, hingga menolak masa jabatan presiden 3 periode.

Dalam lingkaran dunia buruh, desakan kenaikan gaji menjadi permasalahan pokok. Dari problem mendasar ini, merambat ke permasalahan turunan yang meliputi jam kerja, cuti kerja, jaminan kesehatan dan keselamatan, etos kerja, keterampilan, hingga deskripsi pekerjaan yang tidak adil.

Muncul sebuah pertanyaan, mengapa dari tahun ke tahun kenaikan gaji selalu menjadi permasalahan yang tak pernah kelar? Jika dicermati, permasalahan ini berawal dari cara pandang sistem ekonomi kapitalisme yang dipakai oleh hampir seluruh negara di dunia. Jargon yang paling terkenal dalam sistem ekonomi kapitalisme adalah modal sekecil-kecilnya, meraih untung sebesar-besarnya. Alhasil, jika ingin meraih keuntungan yang sebesar-besarnya, maka upah atau pengeluaran apa pun ditekan seminimal mungkin.

Lalu, dari paradigma ini muncul sebuah rumusan, jika upah terlalu tinggi, maka keuntungan yang diperoleh akan sedikit karena biaya produksinya mahal. Begitu pun jika upah terlalu rendah, maka produksi akan menurun karena produktivitas para pekerja sangat rendah. Keduanya sebenarnya sama-sama merugikan pengusaha.

Oleh karenanya, para pengusaha menggagas sebuah ide untuk meberi gaji para pekerja dengan sebutan Upah Minimum, baik itu UMP/UMK/UMR dan lain sebagainya. Nah, inilah yang disebut dengan konsep upah besi _(the iron wage's law)_ yaitu suatu konsep rumusan besaran upah atau gaji yang hanya berkisar pada batas Kebutuhan Fisik Minimum (KFM). Sungguh miris, bukan?

Ya, beginilah sistem ekonomi kapitalisme memperlakukan manusia dalam bekerja. Upah dan tenaga tidak sepadan. Manusia dibuat seolah-olah mesin atau robot penghasil keuntungan para kaum kapital.

Kesejahteraan Vs Kebijakan Zalim

Selain permasalahan desakan kenaikan upah, tuntutan lainnya adalah penurunan harga pokok pangan, biaya pendidikan, kesehatan, tarif listrik, dan bahan bakar minyak. Semua harga terus melambung tinggi. Tentu hal ini akan memengaruhi kesejahteraan rakyat. Tidak sedikit kesenjangan sosial terjadi. Si kaya makin kaya, si miskin makin merana.

Salah satu penyebabnya adalah tidak sedikit pasar dikuasi swasta, bidang pendidikan dan kesehatan juga dijadikan lahan bisnis, begitu pun dengan kenaikan tarif listrik dan bahan bakar minyak. Kondisi rakyat saat ini benar-benar terhimpit, membuat si miskin semakin menjerit.

Kasus seperti ini hendaknya ditangani negara secara bijaksana dan sigap. Negara seharusnya hadir sebagai solusi untuk mengayomi kesejahteraan dan seluruh rakyat, bukan hanya sebagai regulator atau pembuat kebijakan semata. Karena itu, butuh kontrol dan pengawasan ketat agar mekanisme pasar dan harga pangan dapat terkendali dengan baik.

Namun apalah daya, selama sistem yang digunakan hari ini adalah kapitalisme dengan asas sekularisme, maka materi dan keuntungan akan menjadi poros utama dalam kehidupan.

Solusi

Tuntutan buruh mengenai kenaikan upah, mendesak turunnya harga pangan pokok, kebijakan yang zalim hingga pergantian rezim, seharusnya diikuti dengan pergantian sistem. Sebab, akar permasalahan ini muncul dikarenakan sistem demokrasi kapitalis yang muaranya kepada keuntungan ekonomi belaka.

Hal ini berbeda dengan sistem Islam. Islam telah mengatur urusan mengenai upah pekerja. Upah atau pembayaran hasil kerja ditetapkan dengan konsep upah sepadan, bukan berdasarkan KFM. Seorang majikan yang mempekerjakan seorang pekerjanya akan membayar gaji pekerjanya sebelum keringatnya kering, tidak menunda-nunda apalagi sampai menzalimi. Kesejahteraan pekerja sejatinya bukan tanggung jawab penuh seorang majikan, melainkan tanggung jawab ini terletak di pundak negara.

Dalam sistem Islam, negara hadir untuk mengurusi rakyat, menghapus seluruh aturan yang membebani rakyat, terkhusus para buruh. Selain itu, negara juga berupaya dengan sebaik mungkin dalam melindungi rakyatnya dari mafia dagang dan menjamin seluruh kebutuhan rakyat dengan harga yang dapat dijangkau seluruh lapisan.

Sejatinya, tidak ada sistem selain Islam yang mampu memberikan solusi terbaik bagi kehidupan. Tidakkah kau ingin memperjuangkannya?

Wallahua'alam

Oleh: Reni Adelina
Pegiat Literasi dan Kontributor Media
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab