Tinta Media: Hari Anti Korupsi
Tampilkan postingan dengan label Hari Anti Korupsi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hari Anti Korupsi. Tampilkan semua postingan

Jumat, 05 Januari 2024

Hari Anti Korupsi, Solusi ataukah Ilusi?



Tinta Media - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung melalui Inspektorat melaksanakan peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) Tingkat Kabupaten Bandung tahun 2023 di Gedung Mohamad Toha Komplek Pemkab Bandung, Soreang. Peringatan hari korupsi tersebut dihadiri oleh jajaran OPD (Organisasi Perangkat Daerah), para ASN (Aparatur Sipil Negara) maupun non-ASN, jajaran Forkopimda serta Bupati Bandung Dadang Supriatna. 

Dalam peringatan tersebut, yang menjadi narasumber adalah Kapolresta Bandung, Kejaksaan Negeri Kabupaten Bandung, PPKP (Penilaian Prestasi Kerja Pegawai), dan sejumlah unsur lainnya. Dengan adanya peringatan hari anti korupsi, Bupati Bandung berharap agar semua mengikuti langkah-langkah dan tugas ini dengan penuh tanggung jawab. 

Sementara, upaya antisipasi dan pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi terus dilakukan, termasuk membentuk saber pungli dengan cara berkeliling di setiap Organisasi Perangkat Desa (OPD). 

Korupsi di zaman ini seakan sudah menjadi budaya yang mendunia. Mirisnya, sebagian besar pelaku mempunyai latar belakang terpandang dengan segudang ilmu dan titel yang tinggi. Namun, perlu diketahui bahwa seorang yang menyandang gelar sarjana belum tentu memiliki intelektualitas. Ijazah seorang sarjana hanya tanda keahlian di bidang ilmu tertentu. 

Banyaknya lulusan perguruan tinggi yang tersandung kasus korupsi sebenarnya menggambarkan gagalnya sistem pendidikan yang diterapkan di negeri ini dalam mencetak generasi berkepribadian mulia atau kepribadian Islam. 

Pemimpin atau pejabat yang seharusnya amanah, jujur, bertanggung jawab, dan mementingkan urusan rakyat, nyatanya dimanfaatkan untuk meraup keuntungan materi sebesar-besarnya. Hal ini mencerminkan rendahnya kualitas pendidikan di perguruan tinggi. 

Perguruan tinggi saat ini tegak di atas asas sekularisme, ide yang memisahkan agama dari kehidupan. Kapitalisme mengarah pada upaya meraih keuntungan materi yang sebesar-besarnya. Oleh karena itu, kurikulum pun didesain untuk mencetak generasi yang mampu menghasilkan pundi-pundi rupiah. Dengan kata lain, kurikulumnya senantiasa mengacu pada dunia bisnis. Hal ini telah tertuang dalam program Knowledge Based Economic (KBE). 

Secara sederhana, KBE diartikan sebagai ekonomi yang didasarkan pada pengetahuan. Artinya, dunia pendidikan sebagai tempat untuk mendapatkan pengetahuan harus mampu menggerakkan perekonomian. Link and match antara dunia pendidikan dan ekonomi dalam sistim saat ini pun menjadi hal yang mutlak, sebab keberhasilan pendidikan diukur dari seberapa besar lulusan perguruan tinggi masuk ke dunia kerja. 

Oleh karena itu, kurikulum pendidikan sekuler kapitalisme hanya memperhatikan pembentukan SDM dengan karakter pekerja keras, produktif, terampil, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang sejalan dengan kebutuhan industri. 

Pembentukan karakter yang amanah, religius, dan bertanggung jawab tidak menjadi perhatian dalam sistem pendidikan. Inilah gambaran kapitalisasi pendidikan yang terjadi di negeri ini. Di sisi lain, maraknya korupsi juga menunjukkan lemahnya pemberantasan korupsi, bahkan penerapan sistim politik demokrasi meniscayakan praktik korupsi itu sendiri. 

Politik yang diatur oleh sistem ini adalah politik transaksional berbasis modal. Artinya, tampuk kekuasaan hanya bisa dimiliki oleh orang-orang yang bermodal saja. Modal ini digunakan untuk membeli kursi, melakukan kampanye, dan sejenisnya, sehingga para pejabat dipilih bukan karena profesionalitas dan integritas, tetapi karena besarnya modal yang dia keluarkan. Akhirnya, kekuasaan hanya digunakan sebagai jalan meraup keuntungan sebanyak-banyaknya. Inilah celah yang membuat korupsi menjadi penyakit kronis dalam pemerintahan saat ini. 

Sungguh, penerapan sistem manajemen kapitalisme di negeri ini merupakan akar dari persoalan maraknya koruptor produk institusi pendidikan. 

Berbeda dengan penerapan sistem yang Islam secara sempurna menjadikan akidah Islam sebagai asas kurikulum pendidikan, juga dalam bidang kehidupan yang lain, yang diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti sosial, ekonomi, politik, sanksi, dan sebagainya. Semuanya dilandaskan pada akidah Islam. Artinya, sistem Islam akan menerapkan seluruh aspek kehidupan hanya dengan aturan Islam. 

Dalam sistem Islam, pendidikan bertujuan untuk mencetak generasi yang berkepribadian Islam dengan pola pikir dan pola sikap Islam faqih fiddin atau memiliki penguasaan terhadap ilmu agama, menguasai ilmu sains dan teknologi, serta kreatif dan inovatif dalam konstruksi teknologi dan memiliki jiwa kepemimpinan. 

Dengan demikian, ilmu agama akan menjadi prioritas utama dalam sistem pendidikan Islam, sebab pemahaman terhadap akidah Islam akan membentuk generasi yang memiliki ruh atau kesadaran hubungan dirinya dengan Allah Swt. sebagai Pencipta dan Pengatur.

Umat akan senantiasa menyandarkan amal-amalnya pada syariat Islam, sebab semua akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah Swt.

Pendidikan Islam tidak akan berorientasi pada materi yang hanya menjadikan generasi sibuk memperkaya diri sendiri dan individualis, tanpa memperhatikan kemanfaatan ilmu bagi umat dan Islam.

Generasi yang dididik dengan sistem pendidikan Islam akan banyak berkontribusi dengan ilmunya untuk kemaslahatan umat manusia dan memberikan kebaikan bagi dunia sebagai perwujudan rahmatan lil a'alamin. 

Politik Islam yang berjalan juga akan menutup celah terjadinya korupsi, apalagi sistem ekonomi Islam menjamin kesejahteraan individu per individu. 

Islam mensyariatkan bahwa kepemimpinan dan kekuasaan adalah amanah yang kelak akan dipertanggungjawabkan, tidak hanya di hadapan manusia di dunia, tetapi juga di hadapan Allah Swt. di akhirat nanti.

Dengan demikian pemimpin atau pejabat yang terpilih adalah orang yang amanah, profesional, dan bertanggung jawab. Pun ketika menjalankannya, dia akan senantiasa berupaya optimal agar sesuai dengan perintah syariat. 

Selain itu, negara Islam juga memiliki sistim sanksi yang tegas, yang mampu mencegah terjadinya korupsi secara tuntas. 

Penerapan sanksi Islam akan memberi efek jawabir, yakni pelaku akan jera dan dosanya telah di tebus, selain itu juga akan memberi efek jawajir, yakni efek pencegah di masyarakat. Demikianlah mekanisme Islam yang luar biasa dalam mencetak generasi unggul dan berkepribadian Islam sekaligus mencegah terjadinya kasus korupsi. 

Wallahu'alam bishhawab.


Oleh: Rukmini
Ibu Rumah Tangga 

Kamis, 15 Desember 2022

Korupsi Makin Kronis, MMC: Peringatan Hakordia Hanya Sebatas Seremonial

Tinta Media - Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia atau Hakordia tahun 2022 di Jakarta pada Jumat, 9 Desember, menurut Muslimah Media Center (MMC), hanya sebatas seremonial semata padahal kasus korupsi sudah menjadi penyakit kronis yang sulit dituntaskan di negeri ini. 

“Kasus korupsi di negeri ini sudah menjadi penyakit kronis seperti penyakit kanker yang sudah mengakar kuat merusak organ tubuh lainnya. Sekalipun hal ini sudah diindera oleh semua kalangan termasuk pemangku kebijakan, upaya penyembuhannya terkesan asal-asalan. Jadilah peringatan Hakordia sebatas seremonial semata,” beber narator dalam rubrik Serba-serbi MMC: Peringatan Hari anti Korupsi, Korupsi Kini Memperparah Krisis Pangan pada Ahad (11/12/2022) di kanal Youtube Muslimah Media Center.

Dalam peringatan Hakordia, salah satu pejabat negara mengatakan bahwa korupsi di pelayanan air dan tanah akan berdampak negatif terhadap kesejahteraan para petani sehingga dapat memperparah dampak dari krisis pangan. Menurut MMC, inilah yang menunjukkan semakin parahnya korupsi yang terjadi di negeri ini. Kasus korupsi pun terus bermunculan seolah tidak pernah berhenti.

Menurut narator, banyaknya tersangka kasus korupsi sejatinya adalah konsekuensi logis dari penerapan sistem politik demokrasi. Pasalnya legalitas penguasa demokrasi berkuasa dilihat dari suara mayoritas. “Untuk mendapat suara mayoritas ini tentu diperlukan modal yang besar. Modal ini tidak mungkin berasal dari kantong pribadi karena mahar politik demokrasi begitu mahal,” ujar narator.

Narator mengutip, apa yang disampaikan oleh Firli Bahuri dari website cnbcindonesia.com, mengatakan rata-rata 82,3% calon kepala daerah menyatakan adanya donatur dalam pilkada. Pada 2017; 82,6% disokong sponsor, sementara pada 2018; 70,3% disokong ponsor juga. 

“Sistem politik seperti ini menjadi habitat budaya korupsi semakin tumbuh subur. Sistem demokrasi yang lahir dari sistem sekulerisme kapitalisme melahirkan para elit politik dan oligarki politik yang rakus. Buktinya para koruptor akan saling melindungi satu dengan yang lain untuk menjaga kasus itu terbongkar pelakunya saja yang dikorbankan. Sementara kasusnya sering ditutupi dan tidak menyentuh otak di balik korupsi sistem. Ini juga menghasilkan political will sistem hukum dan peradilan yang lemah,” beber narator.

Salah satu bukti dari hal tersebut, menurut narator adalah revisi undang-undang KPK justru membatasi gerak KPK. Bahkan adanya tes wawasan kebangsaan dengan soal yang tak relevan telah membuang orang-orang yang dikenal baik dalam menjalankan tugasnya di KPK. “Karenanya tidak akan mungkin kasus korupsi bisa diselesaikan jika sistem yang digunakan masih politik demokrasi sekuler kapitalisme,” tegasnya.

Narator menyatakan korupsi hanya bisa diminimalisir bahkan dihentikan jika sistem yang diterapkan adalah sistem Khilafah. “Sistem Khilafah ini menerapkan aturan Islam secara kaffah dalam semua aspek kehidupan termasuk mengatur agar para pejabat tidak melakukan kemaksiatan termasuk korupsi,” imbuhnya.

Solusi

Narator menguraikan ada lima mekanisme dalam sistem Khilafah yang bisa dilakukan untuk menghentikan kasus korupsi.

Pertama, Islam melarang para pegawai negara menerima harta selain gaji atau tunjangannya seperti suap apapun bentuknya. “Para pegawai negara juga tidak boleh menggunakan harta yang ada dalam tanggung jawabnya. Hal ini termasuk harta hulul atau harta yang diperoleh dengan cara curang. Selain itu mereka juga dilarang memanfaatkan jabatan dan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi dan keluarganya,” jelasnya.
 
Kedua, Khilafah memiliki badan pengawasan atau Pemeriksa Keuangan. “Syekh Abdul Qodim dalam kitab Al amwal fi ad daulah Khilafah menyebutkan untuk mengetahui apakah pejabat dalam instansi pemerintahan itu melakukan kecurangan atau tidak maka ada pengawasan yang ketat dari Badan Pengawasan atau pemeriksa keuangan. Hal ini pernah dicontohkan oleh Khalifah Umar Bin Khattab yang mengangkat pengawas yaitu Muhammad bin Maslamah, beliau bertugas mengawasi kekayaan para pejabat,” tambahnya.

Selain itu, menurut narator, Khalifah Umar Bin Khattab memerintahkan agar kekayaan para pejabatnya dihitung sebelum dan sesudah menjabat. Jika bertambah sangat banyak tidak sesuai dengan gaji selama masa jabatannya, maka beliau memerintahkan untuk menyitanya dan memasukkan harta ghulul tersebut ke dalam pos kepemilikan negara di Baitul Mal.
 
Ketiga, Khilafah akan memberi gaji yang cukup untuk para pejabat agar bisa memenuhi kebutuhan mereka. “Kebijakan ini juga dihitung dengan sistem ekonomi Islam yang memerintahkan Khilafah menyediakan biaya hidup terjangkau dan murah untuk kebutuhan dasar seperti sandang pangan dan papan. Sedangkan kebutuhan dasar publik seperti pendidikan keamanan kesehatan menjadi tanggung jawab Khilafah secara mutlak. Alhasil warga Khilafah baik itu pejabat ataupun warga biasa terjamin kebutuhan hidupnya,” tandasnya. 

Keempat, Khilafah menetapkan syarat takwa dan amanah sebagai ketentuan selain syarat profesionalitas ketika mengangkat pejabat atau pegawai negara. “Ketakwaan ini akan menjadi pengendali internal agar seorang individu tidak berbuat kemaksiatan dan menunaikan amanah dengan benar,” ucapnya.

Kelima, Khilafah akan menerapkan sanksi takzir kepada para pelaku korupsi karena sudah berkhianat kepada negara. “Syekh Abdurrahman Al Maliki dalam kitab Nidzam al Uqubat menjelaskan dari Jabir bin Abdullah Rasulullah SAW bersabda: ‘Tidak diterapkan hukum potong tangan bagi orang yang melakukan penghianatan, termasuk koruptor, orang yang merampas harta orang lain, dan penjambret. Hadis riwayat Abu Daud’," terangnya. 

Menurutnya, sistem uqubat yang diterapkan Khilafah akan membawa efek khas yaitu sebagai jawabir atau penembus dosa pelaku kelak di akhirat dan efek zawajir atau pencegah agar masyarakat tidak melakukan perbuatan yang sama. 

"Inilah solusi fundamental yang ditawarkan Khilafah untuk menuntaskan kasus korupsi di negeri ini,” pungkasnya.[] Erlina
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab