Tinta Media: Harga
Tampilkan postingan dengan label Harga. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Harga. Tampilkan semua postingan

Senin, 11 Maret 2024

Harga Beras Melambung Tinggi, IJM: Islam Sangat Memperhatikan Masalah Pangan


Tinta Media - Menanggapi pernyataan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengenai harga beras melambung tinggi sebab jadwal hujan yang bergeser, Direktur Indonesia Justice Monitor Agung Wisnuwardana mengatakan bahwa Islam sangat memperhatikan masalah pangan.

"Sahabatku sekalian, Islam sangat memperhatikan masalah pangan," tuturnya dalam video Zulhas Ungkap Alasan Harga Beras Melambung  Gegara Jadwal Hujan Geser, Setuju? Di kanal YouTube Justice Monitor, Jumat (1/3/2024).

Menurutnya, masalah pangan merupakan salah satu dari kebutuhan pokok masyarakat. Islam mewajibkan seorang pemimpin negara dan jajarannya untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyatnya, terutama pangan. "Dengan dorongan imam, mereka melaksanakan tugasnya dengan baik. Mereka paham bahwa kepemimpinan adalah amanah dan akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah Subhanahu Wa Taa'la kelak di akhirat," ujarnya.

Ia menambahkan bahwa Islam mewajibkan pemerintah untuk menyediakan kebutuhan pokok, tidak hanya memperkirakan kecukupannya tetapi memastikan real kebutuhan setiap individu dapat terpenuhi dengan baik, dengan layak. Islam mengharamkan pemerintah mematuk harga tetapi Islam memiliki mekanisme agar ketersediaan pangan dan harganya tetap terjaga, "Tentu tidak meninggalkan petani yang membutuhkan kesejahteraan," tukasnya.

"Islam melarang kaum muslim bergantung pada asing agar negara bisa bersikap independen," imbuhnya.

Meskipun demikian, lanjutnya, Islam tidak melarang impor, asalkan memenuhi kriteria syariat seperti larangan bekerja sama dengan negara-negara musuh. Negara juga memiliki kebijakan dalam negeri untuk mewujudkan ketahanan pangan, diantaranya ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian.

Ia menjelaskan bahwa ekstensifikasi berhubungan dengan penyediaan lahan pertanian dan tentu harus meminimalisirkan alih fungsi lahan. Lahan yang menjadi cadangan pangan harus dipertahankan demikian rupa. Sedangkan intensifikasi adalah terkait dengan peningkatan kualitas benih, sarana produksi pertanian, termasuk dalamnya pupuk, metode pertanian dan lain sebagainya ituu meningkatkan kualitas. "Selain produksi, negara juga mengatur distribusinya dengan memotong rantai distribusi hingga dapat meminimalkan biaya," bebernya.

"Alhasil, harga bahan pokok tidak akan naik jauh, akan ada sanksi bagi pelaku kecurangan sehingga tidak ada yang berani berlaku curang, misalnya melakukan penimbunan," paparnya.

"Semua dilakukan semata karena dorongan imam kepada Allah Subhanahu Wa Taa'la," tambahnya.

Ia menyatakan bahwa dengan mengadopsi ekonomi syariah, negara akan memiliki kedaulatan pangan dan kesejahteraan ekonomi. "Tentu ini juga dengan menata petani dengan pola yang kami sodorkan tadi makan petani juga tetap bisa merasakan kesejahteraan," pungkasnya.[] Ajira

Minggu, 10 Maret 2024

Harga Beras Tembus Rekor, Rakyat Makin Tekor



Tinta Media - Tidak lama lagi kaum muslimin akan menyambut bulan suci Ramadan, bulan istimewa yang paling ditunggu karena hari-harinya akan berlimpahan pahala dari Allah Swt. Namun, ada fenomena yang juga sering terjadi menjelang momen-momen penting seperti ini, yaitu meroketnya harga kebutuhan pokok masyarakat. Ini seakan sudah menjadi hal lumrah terjadi, khususnya di Indonesia. 

Sebagaimana yang terjadi saat ini, harga beras di pasaran meroket tajam. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) saat melakukan sidak (inspeksi mendadak) di pasar tradisional Cihapit Bandung dan Griya Pahlawan Bandung mendapati adanya kenaikan harga pada komoditas gula konsumsi, beras serta cabai merah keriting.

Hasil dari sidak tersebut ditemukan kenaikan harga pada komoditas beras premium sebesar 21,58% menjadi Rp 16.900/kg. Sementara, HET beras premium sebesar Rp13.900/kg sebagaimana telah ditetapkan oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas). Sedangkan beras medium mengalami kenaikan sebesar 28,44% dari HET sebesar Rp10.900/kg menjadi Rp14.000/kg. (Katadata co.id/ 11-2-24)

Setahun terakhir ini, harga beras memang mengalami kenaikan, Bahkan di tahun 2023 nyaris mencapai 20%.  Mahalnya beras tentu menyusahkan setiap orang karena beras adalah salah satu kebutuhan pokok rakyat, sehingga keberadaan beras sangat urgen untuk didapatkan. Dengan kenaikan harga beras ini, rakyat semakin sulit memiliki, khususnya bagi kalangan menengah ke bawah. Kenapa kenaikan harga ini sering terjadi?

Rusaknya Rantai Distribusi

Salah satu penyebab terus melonjaknya harga beras adalah rusaknya rantai distribusi beras yang hari ini dikuasai oleh sejumlah pengusaha (ritel). Akhirnya, sejumlah pengusaha ritel inilah yang menguasai produksi kebutuhan pokok rakyat. 

Dengan mudahnya, pengusaha ritel mempermainkan harga di pasaran. Apalagi, perusahaan besar telah memonopoli gabah dari petani, sehingga mampu membeli gabah dari petani dengan harga yang tinggi. Sementara, penggilingan padi kecil tidak berkesempatan untuk mendapatkan gabah sehingga harus gulung tikar. 

Tidak hanya di sektor hulu, ternyata sektor hilir pun telah dikuasai oleh perusahaan besar ini. Dengan modal besar yang dimiliki, mereka mampu memiliki teknologi canggih. Alhasil, kualitas beras yang dihasilkan ada di tingkat premium. Sementara penggilingan padi kecil hanya mampu menghasilkan beras kualitas medium.

Hal ini pun semakin diperparah dengan adanya larangan  bagi petani untuk menjual langsung ke konsumen. Dengan panjangnya rantai distribusi, maka harga beras tak kunjung turun. Lantas, apakah dengan tingginya harga beras ini justru menjadikan petani bisa bernapas lega? 

Nyatanya, tidak. Justru para petani banyak mengalami impitan. Para petani sulit mendapatkan saprotan, kepemilikan lahan yang minim, dan harga jual panen yang tidak menguntungkan.

Hilangnya Peran Negara

Beras sebagai kebutuhan pokok merupakan salah satu komoditas strategis sehingga wajib dikelola oleh negara, termasuk distribusinya. Memang, negara sudah melakukan upaya dengan banyaknya program yang dilakukan. Di antaranya melalui penetapan harga, operasi pasar, pendistribusian beras SPHP, hingga bantuan sosial berupa beras 10 kg per keluarga. Hanya saja, apa yang dilakukan oleh pemerintah tidak mampu memengaruhi turunnya harga beras. Sebab, apa yang dilakukan tersebut hanya masalah teknis yang tidak menyentuh pada akar permasalahan. 

Jika kita mengamati lebih mendalam, sebenarnya penyebab utama dari kenaikan harga beras ini adalah akibat penerapan sistem politik pangan ala kapitalistik neoliberal. Peran negara tidak lain hanya sebagai fasilitator dan regulator semata. Sementara, pengurusan urusan rakyat diserahkan kepada korporasi yang berorientasi pada bisnis dengan mencari keuntungan.

Ekonomi kapitalistik ini pun mengusung paham kebebasan dan mekanisme pasar bebas. Wajar jika banyak bermunculan korporasi-korporasi yang bermodalkan besar dan mengalahkan perusahaan kecil yang mayoritas dimiliki rakyat dengan modal tidak besar. 

Inilah yang menjadikan korporasi bermodal besar mampu menguasai berbagai sektor, mulai dari produksi, distribusi, konsumsi, bahkan importasi. Korporasi seperti ini pula yang akhirnya memainkan peran sesungguhnya dalam mengambil kendali pasokan pangan dan harga pasar. Penerapan sistem seperti ini telah melahirkan pemerintahan lemah dan kehilangan perannya sebagai pengurus urusan rakyat. 

Sungguh, negara telah abai terhadap kepentingan rakyat. Negara dalam sistem ekonomi kapitalistik yang didukung oleh sistem politik demokrasi justru lebih mengutamakan kepentingan korporasi dengan memudahkan regulasi untuk mereka. Sementara, rakyat hanya mendapatkan 'remah-remah' dan hidup dalam perekonomian yang semakin hari makin 'tekor'. Jelas sistem seperti ini tidak layak untuk dipertahankan. Sudah saatnya beralih kepada sistem yang lebih menjanjikan untuk kesejahteraan bagi seluruh individu masyarakat.

Politik Pangan Islam

Politik pangan Islam jelas berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis. Tujuan politik ekonomi Islam adalah untuk menjamin kebutuhan pokok bagi seluruh individu rakyat, tidak terkecuali muslim maupun nonmuslim. 

Islam dalam naungan negara Islam (Khilafah) menjadikan pemenuhan kebutuhan pokok sebagai satu kewajiban bagi negara. Untuk itulah negara akan memastikan terpenuhi kebutuhannya masyarakat, 
individu per individu.

Sebab, negara dalam Islam adalah raa'in (pelayan) dan penanggung jawab atas urusan rakyat, sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah saw. dalam sabdanya: 

“Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus hajat hidup rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Maka dari itu, haram hukumnya bagi negara menyerahkan urusan rakyat kepada korporasi, sebab bertentangan dengan aturan Islam.

Politik pangan Islam akan menjamin ketersediaan pasokan pangan dan kestabilan harga. Sebab itu, negara akan hadir dalam pelaksanaan produksi, distribusi, dan konsumsi. 

Dalam hal produksi, negara akan melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Hal ini juga akan terwujud dengan adanya penerapan hukum pertanahan yang menjamin lahan pertanian untuk berproduksi dengan optimal dan kepemilikan yang jelas. 

Negara juga akan memberikan bantuan pertanian kepada rakyat, mulai dari lahan, modal, saprotan, bahkan teknologi yang dibutuhkan agar bisa mengelola pertanian dengan optimal.

Khilafah akan memperhatikan  setiap rakyat dan menelaah adanya bantuan dari negara karena perannya sebagai pelindung semua rakyat dengan memastikan bahwa tidak ada satu pun individu rakyat yang tidak mendapatkan akses untuk memenuhi kebutuhan pokok. Ini sebagaimana peristiwa mahsyur pada masa Khalifah Umar bin Khattab yang memanggul sendiri gandum untuk sebuah keluarga yang didapati tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok.

Dalam aspek distribusi, negara akan mengawasi praktik perdagangan dan pembentukan harga yang wajar. Islam mengatur perdagangan dalam negeri, termasuk beras. Negara membiarkan harga ditetapkan oleh permintaan dan penawaran di pasar. Islam juga melarang adanya praktik monopoli dan menimbun beras atau komoditas lainnya, melarang praktkk tengkulak, kartel dan riba. 

Untuk bisa mewujudkan ini semua, negara akan mengangkat Qadhi Hisbah untuk melakukan pengawasan secara langsung, serta penegakan hukum secara tegas dan menimbulkan efek jera.

Begitulah politik pangan Islam yang akan mampu mewujudkan kedaulatan pangan dan kesejahteraan, baik bagi para petani ataupun rakyat secara keseluruhan. Negara Islam akan lahir sebagai institusi yang melindungi rakyat dan berusaha sungguh-sungguh memenuhi kebutuhan pokoknya. Wallahu alam bishawab []


Oleh: Harne Tsabbita 
(Aktivis Muslimah)

Minggu, 03 Maret 2024

Harga Beras Makin Mengganas, Rakyat Semakin Melas



Tinta Media - Naiknya harga beras membuat ibu-ibu rumah tangga ketar-ketir, ditambah lagi dengan langkanya beras yang beredar di supermarket. Namun, stok cadangan beras akan dipastikan dalam kondisi aman hingga tiga bulan ke depan. Agar kenaikan tidak terlalu melambung, monitoring akan terus dilakukan ke sejumlah pasar oleh Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) Kabupaten Bandung. Setelah monitoring ke beberapa pasar, harga beras naik di kisaran Rp16 ribu hingga Rp17 ribu perkilo. Hal ini disampaikan oleh Bupati Bandung Dadang Supriatna kepada wartawan di Jalan Raya Sapan Tegalluar, Kecamatan Bojongsoang, Rabu (14/2/2024). 

Menurut Bupati Dadang Supriatna, kelangkaan beras diakibatkan karena langkanya produksi padi sehingga Bulog yang notabene sebagai penampung mengalami keterbatasan penyediaan beras. 

Sementara, Dicky Anugerah selaku Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Bandung mengatakan bahwa bantuan sebanyak 44 ribu ton yang per bulannya akan disalurkan oleh Perum Bulog Kanwil Jabar merupakan salah satu langkah yang diambil untuk mengatasi kelangkaan dan mahalnya harga beras di pasaran.

Beras merupakan salah satu dari makanan pokok masyarakat Indonesia. Karena itu, beras harus selalu ada. Dengan adanya kenaikan harga beras di tengah kondisi ekonomi yang semakin sulit, tentu saja hati rakyat sangat terpukul. Bukan hanya mahal, tetapi juga terjadi kelangkaan di beberapa supermarket.

Naiknya beras memang sangat dirasakan oleh sebagian masyarakat, terutama kalangan ekonomi rendah. Dengan penghasilan suami yang pas-pasan, seorang ibu rumah tangga tentu kesulitan mengatur keuangan. Belum lagi harga-harga kebutuhan lain yang juga mengalami kenaikan, terlebih menjelang datangnya bulan Ramadan. Kenaikan ini seolah sudah menjadi tradisi setiap menjelang bulan Ramadan. 

Kondisi ini sungguh sangat memilukan, mengingat negeri ini merupakan negeri agraris karena memiliki daerah lahan pertanian yang sangat subur dan luas. Namun, sebagian besar rakyat justru  menderita. Sebuah pertanyaan yang menggelitik bagi kita, kenapa bisa seperti itu? Semua harus diuraikan sebab atau akar masalahnya agar bisa terlihat jelas penyebabnya. 

Sebenarnya, penyebab kelangkaan dan mahalnya harga beras bukan karena langkanya produksi padi sehingga persediaan di Bulog menipis. Lagi pula, pemerintah juga rajin melakukan impor beras, tetapi beras tetap mahal dan langka. Ke manakah larinya beras-beras tersebut? Pertanyaan itu sering kali muncul di tengah masyarakat. 

Ada juga bansos yang katanya sebagai solusi dari pemerintah. Faktanya, tidak semua orang mendapatkannya. Bahkan, warga yang seharusnya mendapatkan, justru tidak mendapatkan bansos. Dampak dari pemberian bansos yang sering dirasakan adalah adanya kecemburuan sosial di masyarakat. 

Karena itu, kita harus melek dengan sistem yang diterapkan saat ini, yaitu sistem demokrasi kapitalis. Dalam sistem ini, asas kebebasan dan manfaat menjadi hal yang biasa dan diagungkan. Maka, wajar jika terjadi kesemrawutan seperti sekarang. 

Pengelolaan lahan secara brutal yang dilakukan oleh para kapitalis telah merenggut dan mengalihfungsikan lahan pertanian menjadi lahan industri. Karena itu, lahan pertanian menjadi semakin sempit sehingga hasilnya pun semakin sedikit.

Di samping itu, distribusi beras juga menjadi salah satu penyebabnya. Rusaknya distribusi beras terjadi karena dikuasai oleh perusahaan bermodal besar. Adanya monopoli pasar mengakibatkan para pemilik perusahaan besar bisa dengan mudah memainkan harga. Hal itu sangat wajar terjadi di sistem kapitalis. 

Intinya, dari hulu hingga hilir sudah dikuasai dan dikendalikan oleh para kapitalis. Rakyat tetap menjadi korban dari semua kebijakan dan permainan pasar yang dikendalikan oleh perusahaan berduit. Itulah bukti kegagalan sistem  kapitalistik neoliberal buah dari sistem demokrasi.

Jadi, bansos dan berbagai upaya seperti bantuan beras setiap bulan bukanlah sebuah solusi yang mendasar dan tidak bisa menyelesaikan masalah secara tuntas. Itu hanyalah sebuah solusi pragmatis yang justru akan menimbulkan masalah baru.

Akan berbeda jika pengelolaan diatur oleh syariat Islam. Beras adalah keperluan hidup orang banyak yang wajib dipenuhi oleh negara. Begitu juga dalam hal sandang dan papan. 

Negara sangat memperhatikan kebutuhan pokok masyarakat, terutama beras. Kepala negara dalam hal ini adalah khalifah akan memastikan terpenuhinya kebutuhan dasar rakyat hingga betul-betul sampai ke tangan rakyat karena sudah menjadi kewajibannya. Dalam Islam, pemimpin adalah pengurus urusan rakyat yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt.

Islam adalah aturan yang sempurna. Islam mengatur semua hal sektor hulu hingga hilir. Untuk masalah beras, di sektor hulu negara menyediakan pupuk, bibit unggul, dan menyediakan lahan pertanian untuk diolah oleh petani. 

Sementara, di sektor hilir, negara mengatur distribusi yang baik, melarang penimbunan barang dan monopoli sehingga sangat sedikit kemungkinan adanya tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh segelintir orang. 

Selain itu, adanya sanksi yang tegas juga akan membuat masyarakat takut ketika akan berbuat curang. Ini akan meminimalisir terjadinya korupsi sehingga rakyat pun aman dan terjamin kebutuhan pokoknya. Itulah solusi tuntas yang ditawarkan Islam sebagai aturan pemecah problematika kehidupan. Semua akan terwujud hanya dalam sebuah negara yang menerapkan Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan. Wallahu a'lam bishawab.


Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media

Kamis, 29 Februari 2024

Ironis, Harga Beras Makin Meringis di Negeri Agraris



Tinta Media - Negeri Agraris, julukan ini pernah tersemat untuk Indonesia. Bahkan negeri ini dulu juga pernah menjadi negeri yang berswasembada pangan termasuk beras di dalamnya.
Namun kini sungguh sangat ironis. Beras yang menjadi bahan makanan pokok penduduk negeri ini, kini sangatlah sulit untuk didapati, tersebab harganya yang melambung tinggi. Bahkan sempat menghilang di beberapa swalayan. Lantas mengapa kondisi ini bisa terjadi?

Tertinggi dalam Sejarah

Naiknya harga beras memang bukan hanya kali ini saja, sudah hampir dua bulan, tepatnya sejak awal tahun 2024 harga beras melonjak tajam. Namun, seperti dilansir oleh BBC News Indonesia (22/2/2024), kenaikan harga beras saat ini terbilang tertinggi dalam sejarah. Betapa tidak, beras yang biasanya bisa dibeli dengan harga 14 ribu per kilo, kini menyentuh angka 18 ribu per kilo, sungguh sebuah harga yang sangat "fantastis", untuk ukuran harga bahan makanan pokok penduduk yang dikonsumsi setiap hari tiga kali. Dan sungguh sebuah harga yang sangat mahal untuk makanan pokok rakyat yang seharusnya dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. 

Sebelum kenaikan ini, harga rata-rata beras di pasaran berkisar antara 10 ribu sampai 12 ribu per kilonya. Meski harga ini terbilang cukup mahal di beberapa kalangan, namun akses masyarakat untuk mendapatkannya tidak sesulit seperti saat ini. Di pasar-pasar, di swalayan, dan di beberapa toko yang  menjual beras, stok beras tampak cukup. Warga tidak perlu antre untuk mendapatkannya. 

Namun kini, kondisi itu telah berubah. Sama seperti ketika minyak goreng menghilang di pasaran, akhirnya masyarakat rela antre untuk mendapatkan minyak goreng tersebut. Kondisi ini pun terjadi saat ini, di beberapa wilayah, pemerintah setempat mengadakan operasi pasar untuk menjual beras dengan harga murah yang bisa dibeli dengan harga Rp. 51.000,- per kilogram (ibid). Artinya, harga beras yang dibeli oleh masyarakat adalah 10.200 per kilogramnya. Pertanyaannya, solutifkah operasi pasar yang dilakukan oleh pemerintah, untuk menyelesaikan mahalnya harga beras?

Tambal Sulam Sistem Ekonomi Kapitalis

Bila kita cermati, persoalan langkanya bahan pangan yang terjadi di negeri ini, termasuk beras di dalamnya, semua bermuara pada satu hal,  sistem ekonomi kapitalis. Sistem ini sejak awal kemunculannya, telah gagal dalam memetakan permasalahan ekonomi. 

Dalam sistem ekonomi kapitalis, persoalan ekonomi terletak pada kelangkaan barang dan jasa di tengah masyarakat. Sehingga, ketika keberadaan barang di tengah masyarakat langka, entah karena harga mahal dan lain sebagainya, maka penyelesaiannya adalah dengan memperbanyak ketersediaan barang tersebut. Hal ini dilakukan salah satunya dengan operasi pasar. Masyarakat bisa mendapatkan barang yang dibutuhkan  (dalam bentuk paket 5 kilogram, atau 5 liter, dst) dengan harga murah (5 kilogram bisa ditebus dengan harga 51 ribu). 

Namun persoalannya, tidak semua orang mampu mengikuti atau turut terlibat  dalam operasi pasar murah tersebut. Tidak semua orang memiliki uang 51 ribu saat itu untuk menebus harga beras 5 kilogram tersebut,  artinya, akses masyarakat untuk mendapatkan barang yang murah tersebut sangatlah terbatas. Dengan kata lain, hanya orang-orang tertentu saja, yang memiliki uang saja yang bisa mendapatkan barang atau kebutuhan pokok dengan harga "murah" tersebut. Lantas...bagaimana dengan warga masyarakat yang tidak memiliki uang dengan nominal 51 ribu tersebut, sementara dia dan keluarganya sangat membutuhkan beras untuk makan hari itu? Di sinilah tidak solutifnya sistem ekonomi kapitalis. Mereka hanya bicara pada tataran ketersediaan barang, dan melupakan distribusi barang tersebut. 

Sistem Ekonomi Islam Solusi Hakiki Selesaikan Kebutuhan Pangan

Islam sebagai aqidah ruhiyah wa siyasiyah, memiliki seperangkat aturan yang mampu menyelesaikan berbagai problematika umat, termasuk kelangkaan pangan di dalamnya.

Dalam Islam, pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat, yang keberadaannya menjadi tanggung jawab negara. 

Dalam sistem ekonomi Islam, permasalahan ekonomi terletak pada aspek distribusi, bukan hanya masalah produksi. Berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis, yang hanya mengutamakan aspek produksi, sehingga ketika pun barang melimpah, namun tidak mampu terakses oleh seluruh lapisan masyarakat karena rantai distribusi yang kacau. 

Dalam Islam, negara adalah satu-satunya institusi yang berperan dan bertanggung jawab untuk memenuhi seluruh kebutuhan pokok masyarakat. Negara akan memastikan ketersediaan kebutuhan pokok masyarakat aman, dan mampu terakses secara individu per individu. Alhasil, ketika stok pangan dirasa cukup, maka negara, dalam hal ini khalifah akan memastikan pendistribusian pangan tersebut sampai kepada warganya individu per individu, tua atau pun muda, kaya atau pun miskin. Semua akan dipastikan mampu mengakses setiap kebutuhan pokoknya masing-masing.

Ibarat seorang ibu, sistem ekonomi Islam, akan sangat detail memperhatikan pemenuhan kebutuhan setiap anak yang dia miliki. Tidak akan pernah seorang ibu mengabaikan atau memilah dan memilih  anak nomor berapa yang akan dia penuhi kebutuhannya, dan anak yang nomor sekian dia abaikan. Ibu akan sangat paham kebutuhan setiap anaknya, dan akan memastikan setiap anaknya terpenuhi seluruh kebutuhannya.

Hal ini bisa dilihat saat Abu Bakar RA menjadi Khalifah pertama kaum muslim, dengan penuh kasih sayang, dan tanggung jawab yang sangat luar biasa,  di saat malam yang dingin, beliau mengetuk setiap pintu rumah penduduk untuk membagikan selimut kepada warganya, agar mereka tidak merasakan kedinginan.

Demikian halnya dengan Khalifah kedua kaum muslim, sahabat Rasul yang bergelar Al-Faruq ini pun, mengikuti jejak Khalifah Abu Bakar, menunaikan tugasnya sebagai raa'in. 
Khalifah Umar Bin Khatab, salah satu kisahnya yang sangat masyhur, adalah pada saat beliau tengah "berkeliling" memastikan kondisi warganya  dalam keadaan baik-baik saja dan tidak kelaparan. Saat itu beliau mendapati seorang ibu yang tengah memasak air, sementara anaknya menangis karena lapar. Sang Khalifah pun bertanya kepada si ibu, apa gerangan yang tengah dimasaknya. Ibu tersebut menjawab, bahwa ia tengah memasak air, karena tidak punya makanan untuk dimasak. Seketika, Khalifah yang mulia itu langsung pergi ke dar addaqiq (rumah tepung) untuk mengambil sekarung gandum, dan langsung diberikan kepada ibu tersebut oleh tangannya sendiri. 

Maasyaa Allah...luar biasanya kepemimpinan seorang Khalifah di dalam Islam. Sangat kontras dengan apa yang terjadi saat ini. Ketika pun penguasa membagikan beras kepada  rakyat, namun itu karena ada maunya.

Alhasil, hanya sistem Islam yang menerapkan sistem ekonomi Islam yang akan mampu menyelesaikan berbagai persoalan, termasuk masalah pangan. 
Wallahu a'lam bishowwab.
[] 

Oleh: 'Aziimatul Azka 
(Aktivis Muslimah)

Rabu, 28 Februari 2024

Harga Beras Terus Naik, IJM: Indikasi Kelalaian Negara Mengurus Rakyat



Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana menilai, harga beras yang terus naik merupakan indikasi kelalaian negara dalam mengurus rakyat. 

"Harga beras lebih dari setahun merangkak naik meroket ini adalah indikasi kelalaian dan ketidakseriusan negara mengurusi pangan rakyat," ujarnya dalam video yang bertajuk: Harga Beras Terus Meroket, Solusinya Impor 3.000.000 Ton Beras? Jumat (23/2/2024) di kanal Youtube Justice Monitor. 

Negara dinilai Agung tidak bisa mengatasi kenaikan harga yang melonjak dalam waktu sepanjang tahun yang membuat rakyat sulit untuk mendapatkannya.

"Kelalaian ini terjadi pada berbagai lini, baik produksi maupun distribusi yang akhirnya memicu fluktuasi harga. Dari sisi produksi negara lalai untuk menggenjot produksi dalam rangka memenuhi kekurangan pasokan baik untuk konsumsi maupun untuk cadangan untuk pemerintah," ungkapnya.

Kelalaian ini, Agung mencontohkan, ketika dibiarkannya alih fungsi lahan pertanian secara masif. "Kita tahu bahwa alih fungsi lahan pertanian ini memang betul-betul luar biasa di berbagai lini," tuturnya.

Bahkan lanjutnya, konversinya berjalan atas nama Proyek Strategis Nasional (PSN) yang kebermanfaatannya sangat minim bagi rakyat. 

“Negara, juga tidak serius mengatasi kesulitan petani untuk mendapatkan sarana produksi pertanian (saprotan) seperti pupuk atau benih dan sebagainya. Yang terjadi justru anggaran untuk subsidi pupuk semakin dikurangi,” sesalnya.

Pemerintah, lanjutnya, gagal memitigasi perubahan cuaca yang berakibat gagal panen di mana-mana.

“Dari sisi distribusi sangat jelas terlihat kelalaian negara, sehingga terjadi lonjakan harga yang tidak wajar sekalipun pasokan beras dipenuhi melalui impor. Pemerintah tidak bisa mengendalikan harga agar terbentuk harga secara wajar," kritiknya.

Minim

Harga beras yang terus naik setiap tahunnya dan tahun ini mencapai kenaikan tertinggi dalam sejarah, menurut Agung , karena penguasaan negara terhadap pasokan pangan sangat minim dan mayoritas berada ditangan pelaku pasar.

"Penguasaan negara terhadap pasokan pangan memang sangat minim yakni hanya 10% saja, sebaliknya mayoritas pasokan pangan berada ditangan pelaku pasar yakni korporasi atau pedagang besar," ujarnya.

Sehingga lanjutnya, sangat mudah memainkan harga untuk keuntungan mereka (korporasi), ditambah kelemahan negara dalam memutus rantai tata agraria yang panjang dan menyimpang.

"Negara sebagai pengurus rakyat bertanggung jawab setiap kebijakannya, wajib berorientasi untuk melayani kepentingan rakyat termasuk terhadap konsumen dan produsen," lanjutnya.

Agung mengutip sabda Rasulullah saw., imam itu adalah ra'in (pengurus rakyat) dan bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.

"Sebagai pengurus urusan rakyat, negara wajib menerapkan kebijakan yang berpihak pada petani, sedangkan konsumen dapat memperoleh harga pangan yang terjangkau," harapnya memungkasi penuturan.[] Setiyawan Dwi

Sabtu, 24 Februari 2024

Solusi Islam Atasi Kenaikan Harga Beras



Tinta Media - Harga beras yang naik setiap tahun menjadi hal yang sangat memprihatinkan, terutama bagi masyarakat Indonesia. Dalam beberapa dekade, harga beras di Indonesia mengalami kenaikan yang sangat signifikan, dan hal ini menjadi masalah yang sangat memengaruhi kesejahteraan masyarakat. Peningkatan hampir 20% pada tahun 2023 merupakan contoh yang nyata dari betapa mahalnya harga beras bagi rakyat Indonesia. 

Dari hasil sidak di Pasar Tradisional Cihapit Bandung dan Griya Pahlawan Bandung yang dilakukan oleh Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) pada tanggal 11 Februari 2024, KPPU menemukan fakta bahwa terjadi kenaikan harga pada berbagai bahan pokok seperti beras, gula, dan cabai merah keriting. Kenaikan harga ini membuat KPPU khawatir akan terjadinya ketidakstabilan harga, terutama menjelang bulan Ramadhan. Selain kenaikan harga, KPPU juga menemukan adanya kelangkaan pada bahan pokok seperti gula konsumsi dan beras, yang disebabkan oleh pembatasan dari pemasok. 
(Sumber: bisnis.tempo.co/11/2/2024) 

Kenaikan harga beras yang signifikan bukan hanya akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat, terutama bagi mereka yang tergolong masyarakat ekonomi menengah ke bawah.  Tapi juga menyebabkan dampak yang lebih luas terhadap perekonomian nasional. 

Penyebab naiknya harga beras di Indonesia memang cukup kompleks, dipengaruhi oleh banyak faktor seperti inflasi, kelangkaan pasokan beras akibat cuaca buruk, tingginya biaya produksi, dan tidak meratanya distribusi. Selain itu, kebijakan pemerintah yang kurang efektif dalam mengantisipasi pasokan beras juga dapat mempengaruhi harga beras. 

Faktor Produksi dan Distribusi 

Kendati Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan penghasil beras yang cukup melimpah, namun produksi beras di Indonesia belum mencapai level yang diinginkan. Bahkan, bisa dikatakan bahwa produktivitas petani dalam produksi beras masih terbilang rendah, dan seringkali negara ini mengimpor beras dari beberapa negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam. Semua itu disebabkan oleh kurangnya dukungan dari pemerintah dalam hal pemberian subsidi seperti pupuk dan benih yang berkualitas, serta adanya bencana alam atau iklim yang kurang mendukung. 

Oleh karena itu, pemerintah harus membenahi dan merestrukturisasi sistem distribusi pupuk agar dapat membantu petani dalam mengakses pupuk tepat waktu sesuai dengan kebutuhan. Dalam hal ini, Pemerintah juga harus dapat memberikan subsidi pupuk bagi petani agar dapat membeli pupuk dengan harga yang lebih terjangkau, sehingga petani dapat meningkatkan produktivitasnya dan menghasilkan kualitas beras yang lebih baik tanpa menimbulkan biaya produksi yang tinggi. Sebab, biaya produksi yang tinggi seperti biaya listrik dan upah tenaga kerja juga berkontribusi dalam meningkatkan harga beras. 

Selain faktor produksi, faktor distribusi juga turut mempengaruhi harga beras yang semakin mahal di Indonesia. Beberapa distributor beras menimbun persediaan beras untuk menciptakan kelangkaan dan menaikkan harga jualnya. Penimbunan beras ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang lebih tinggi. Penimbunan beras dapat dilakukan oleh oknum individu maupun kelompok, seperti pengusaha atau produsen beras. 

Pasar beras di Indonesia didominasi oleh sejumlah besar tengkulak atau pedagang besar. Hal ini memicu permainan harga antara tengkulak yang membuat harga beras naik karena pengaruh kekuatan pasar atau permintaan tinggi dari pembeli. Seiring meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan konsumsi beras yang meningkat, permintaan beras terus meningkat, sementara produksi tidak cukup meningkat dalam jumlah yang sama. 

Kapitalisme dan Kebijakan Pemerintah 

Kapitalisme adalah sistem ekonomi yang didasarkan pada kepemilikan swasta dan persaingan pasar tanpa campur tangan pemerintah yang berlebihan.
Dan dalam sistem kapitalis, harga beras ditentukan oleh pasar dan persaingan antara produsen dan konsumen, yang mempunyai kekuatan untuk menentukan harga pasar. Sehingga pelaku pasar cenderung memaksimalkan keuntungan yang didapat, praktik-praktik ilegal dan tidak etis seperti penimbunan beras dapat terjadi. Hal ini juga disebabkan oleh kurangnya pengawasan dan regulasi yang memadai dalam pasar. 

Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk memiliki kebijakan yang mengatur pasar dan menindak tegas praktik-praktik ilegal yang merugikan masyarakat. Dalam hal ini, pemerintah melalui Badan Urusan Logistik (Bulog) dan Kementerian Pertanian harus melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap distribusi beras, dengan cara menerapkan sistem integrasi pasokan beras dari petani ke produsen, industri beras, dan distributor. Hal ini dapat mempercepat distribusi beras dan memastikan suplai beras yang cukup dan stabil di pasar Indonesia. Selain itu, sosialisasi mengenai beras sehat, penggunaan benih yang baik, dan pendampingan teknis bagi petani juga diperlukan agar produktivitas petani meningkat dan harga beras dapat terkendali. 

Konsep Islam dalam Mengatasi Dilema Kenaikan Harga Beras 

Dalam ajaran Islam, pemenuhan kebutuhan pokok seperti beras harus menjadi tanggung jawab negara bagi setiap individu. Oleh karena itu, pemerintah harus memberikan subsidi, dukungan, dan perlindungan bagi petani, agar produksi beras terus meningkat untuk memenuhi kebutuhan rakyat akan beras. Hal ini sejalan dengan ajaran Islam yang mengatur perdagangan termasuk beras dan membiarkan harga ditetapkan oleh permintaan dan penawaran, namun melarang praktik monopoli dan penimbunan komoditas. 

Negara harus melakukan pengawasan yang ketat terhadap distribusi bahan pokok dan mengatur perdagangan bahan pokok untuk mengurangi praktik monopoli dan penimbunan barang. Selain itu, perlu adanya tindakan tegas dari negara terhadap oknum yang melakukan manipulasi harga atau spekulan pasar sehingga harga komoditas bahan pokok dapat stabil. 

Negara Islam memberikan bantuan kepetanian kepada petani dalam upaya meningkatkan produksi beras dan memastikan harga beras dapat terjangkau oleh rakyat. Dalam sistem Islam, negara memperhatikan kebutuhan dari dalam negeri, dan setiap rakyat diperhatikan, terutama petani yang memproduksi bahan pangan. 

Negara juga, akan turut campur tangan dalam distribusi beras dan produk pangan yang lainnya. Dengan terus mendorong terciptanya persaingan yang sehat dalam pasar beras. Adanya kebijakan yang tepat dari negara, misalnya dengan memberikan insentif untuk petani kecil atau mengekspor beras dalam jumlah yang tepat, akan membantu menstabilkan harga beras. Negara juga akan memperkuat BUMN untuk terlibat dalam produksi dan distribusi beras agar mampu mengontrol harga beras di pasaran dan membantu memperkecil pengaruh spekulan. 

Dengan demikian, Islam memberikan konsep mendasar yang dapat membantu mengatasi dilema kenaikan harga beras. Pemerintah harus turut campur tangan dalam mengatur dan mengontrol distribusi beras dengan mengikuti prinsip Islam yang menentang praktik monopoli dan penimbunan barang. Maka akan terciptalah kebijakan yang tepat, sehingga harga beras dapat terkendali dan terjangkau oleh rakyat. Semoga semua itu dapat terealisasi dengan sistem yang dijalankan sesuai dengan ajaran Islam. 

Wallahu'alam.




Oleh : Indri Wulan Pertiwi
Aktivis Muslimah Semarang 

Senin, 19 Februari 2024

Harga Beras Kian Meroket


Tinta Media - Di Indonesia beras merupakan kebutuhan pokok utama masyarakatnya. Dengan harga beras sekarang yang mahal tentu saja menambah penderitaan rakyat. Bagaimana tidak? Dengan harga beras yang mahal maka penghasilan keluarga akan banyak tersedot untuk membeli kebutuhan pokok tersebut dan untuk membeli kebutuhan yang lainnya otomatis akan ada pengurangan. Tetapi bukan hanya beras saja yang mengalami kenaikan harga melainkan beberapa kebutuhan yang lainnya pun ikut naik seperti gula, minyak goreng dan yang lainnya. 

Untuk masyarakat miskin, kenaikan harga beras menambah beban yang sangat berat. Ditambah dengan kondisi ekonomi yang serba sulit maka pembelian beras pun beralih ke harga yang termurah dengan kondisi beras yang tidak memenuhi standar. 

Pemerintah mengklaim bahwa kebijakan bansos sebagai solusi efektif terhadap kenaikan harga beras. Tapi faktanya walaupun ada bansos harga beras tetap saja naik dan juga tidak semua rakyat miskin mendapatkan bansos. Dan banyak ditemukan di lapangan bahwa bansos banyak yang salah sasaran. 

Ini semua sangat aneh, karena di Indonesia beberapa wilayahnya sudah di tetapkan sebagai penghasil utama atau lumbung padi. Di Indonesia sekarang ini yang di pakai adalah sistem kapitalisme yang sangat merugikan rakyat kecil dan salah satunya adalah kenaikan harga beras. Karena rusaknya rantai distribusi beras yang dikuasai oleh sejumlah perusahaan besar. Mereka melakukan monopoli gabah dari petani dengan cara membelinya dengan harga tinggi dan mereka memborong beras Bulog berharga murah dan menimbunnya termasuk membeli beras yang di jual saat ada operasi pasar dan pada saat yang tepat mereka akan menjualnya dengan harga yang berkali lipat. 

Beda halnya jika yang dipakai oleh negara adalah penerapan aturan Islam untuk mengatur urusan rakyatnya. Dan untuk beras karena ini merupakan kebutuhan pokok dan menyangkut hajat hidup orang banyak maka negara akan hadir dan wajib mengelola beras dari hulu hingga hilir yaitu sejak mulai produksi, distribusi hingga sampai ke tangan rakyat. Negara pun harus memastikan rantai distribusi yang sehat dan yang bebas dari penimbunan, monopoli  dan juga berbagai praktik bisnis lainnya dan tidak akan menyerahkannya pada pihak swasta. 

Mari kita sama-sama memperjuangkan penegakan hukum Allah agar segera kembali diterapkan di muka bumi ini. Karena hanya dengan kembali kepada Islamlah semua persoalan dan aturan yang menyengsarakan akan mendapatkan solusinya. Bangga berIslam Kaffah 

Wallahu a'lam bish shawwab.

Oleh: Ummu Arkaan
Sahabat Tinta Media

Stabilitas Harga Pangan Mustahil dalam Sistem Kapitalisme



Tinta Media - Harga beras kembali meroket. Harga beras medium sudah mendekati Rp14.000 per kg dan beras premium nyaris Rp16.000 per kg. 

Sepekan lalu, (5/2/2024), harga beras premium masih di kisaran Rp15.500 per kg dan beras medium di Rp13.620 per kg. Harga tersebut sudah jauh melampaui harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah, berkisar Rp10.900-Rp11.800 per kg medium dan Rp13.900-14.800 per kg premium, tergantung zona masing-masing. (cnbcindonesia.com, 12/02/2024)

Melansir dari Kompas.com, pada Januari lalu, Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Kombes Pol Samsul Arifin mengatakan bahwa pihaknya sudah meminta Satuan Tugas (Satgas) Pangan di kepolisian daerah untuk mengantisipasi upaya penimbunan pangan di daerah, juga memeriksa kondisi pasar dan perkembangan di distributor. Polri juga bekerja sama dengan kementerian dan lembaga terkait untuk melakukan operasi pasar supaya harga pangan di sisi produsen dan distributor tidak terlalu berbeda jauh.

Kenaikan harga pangan yang terus berulang akan berakibat pada semakin sulitnya kehidupan masyarakat. Ibu rumah tangga harus menggerus tabungan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarganya, termasuk anak-anaknya. Para pengusaha UMKM makanan juga akan kena dampak lantaran naiknya harga jual dan sepinya pembeli yang mengakibatkan terjadinya kerugian. 

Kondisi ini sejatinya menunjukkan kurangnya peran negara dalam memenuhi kebutuhan pangan rakyat. Pasalnya, pemerintah hanya mencukupkan diri dengan upaya stabilisasi harga pangan melalui pelaksanaan operasi pasar. 

Satgas pangan  memang diperlukan untuk mengawasi tindakan-tindakan curang di pasar yang berefek merusak harga pasar. Akan tetapi, solusi ini sejatinya tidak menyentuh akar persoalan karena kenaikan harga pangan yang seolah sudah membudaya di negeri ini. Saking seringnya terjadi, kini masyarakat sudah terbiasa dengan hal tersebut dan menganggapnya sebagai perkara lumrah. 

Kondisi masyarakat seperti ini tidak boleh dibiarkan sebab pemenuhan kebutuhan pangan dengan harga yang terjangkau merupakan salah satu tugas utama negara. 

Pembentukan SDM berkualitas sangat dipengaruhi oleh kemampuan masyarakat dalam mengakses bahan pangan. Sesungguhnya, persoalan kenaikan harga pangan disebabkan oleh penerapan sistem kapitalisme. Negara hanya bertindak sebagai regulator atau pembuat aturan saja serta fasilitator. Alhasil, negara berlepas tangan dari tanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan pangan seluruh rakyat. Pemenuhan kebutuhan pangan pun diambil alih oleh pihak swasta atau korporasi, mulai dari sektor produksi, distribusi, hingga konsumsi.

Harga pangan di negeri ini berada di bawah kendali para korporasi yang mendapatkan keuntungan besar darinya. Hal itu tampak dari hasil riset Greenpeace Internasional atas keuntungan 20 korporasi agribisnis di seluruh dunia dalam kurun 2020-2022. 

Perusahaan-perusahaan  itu ternyata memiliki kendali yang semakin kuat atas sistem pangan global dan berhasil meraup keuntungan fantastis. Ini terlihat dari total deviden mereka pada 2020 dan 2021 senilai 53,5 miliar US Dollar. Oleh karena itu, selama tata kelola pangan masih menggunakan konsep kapitalisme yang menghilangkan peran negara, stabilitas harga pangan mustahil terwujud. 

Kestabilan harga pangan dan terjangkaunya oleh masyarakat hanya bisa terwujud dalam penerapan Islam secara kaffah di bawah institusi khilafah Islamiyah. Negara dalam Islam berperan sebagai raa'in (pengurus umat) dan junnah (pelindung). Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam sabdanya:

"Imam atau khalifah adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya." (HR. Ahmad, Bukhari)

"Imam (khalifah) itu adalah perisai tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya." (HR. Muslim)

Dalam Islam, negara bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyat. Salah satunya dengan memenuhi kebutuhan pangan dalam jumlah memadai dan berkualitas bagi seluruh rakyat, serta memastikan rakyat mampu menjangkau harganya. 

Inilah salah satu gambaran peran negara dalam Islam sebagai pengurus urusan umat. Negara wajib menjalankannya dengan sungguh-sungguh dan amanah. Selain itu, negara wajib menghilangkan hegemoni korporasi dalam menguasai rantai penyediaan pangan rakyat untuk mencari keuntungan besar, sebab hal tersebut termasuk dharar (bahaya) yang wajib dihilangkan.

Dalam menjaga stabilitas harga pangan, khilafah akan menerapkan beberapa kebijakan yang dituntun oleh syariat Islam di antaranya:

Pertama, negara akan menjaga ketersediaan stok pangan sehingga terjadi kestabilan supply and demand. Hal ini dilakukan negara dengan menjamin produksi pertanian di dalam negeri agar berjalan maksimal, baik dengan intensifikasi maupun ekstensifikasi pertanian. Jika optimalisasi penyediaan pangan dalam negeri sudah dilakukan, tetapi stok belum memenuhi, maka kebijakan impor bisa dipilih negara. Namun, impor dilaksanakan mengikuti koridor syariat. 

Kedua, negara akan menjaga rantai tata niaga atau perdagangan, yaitu dengan mencegah dan menghilangkan segala bentuk distorsi pasar seperti penimbunan, praktik tengkulak, kartel, riba, dan sebagainya. 

Negara akan menegakkan sistem sanksi yang tegas dan berefek jera bagi yang melanggar sesuai aturan Islam. Negara memiliki Qodli Hisbah yang bertugas mengawasi tata niaga di pasar dan menjaga agar bahan makanan yang beredar adalah makanan yang halal dan tayyib.

Ketiga, negara akan menjaga ketakwaan masyarakat dengan terus melakukan edukasi tentang syariat bermuamalah, hal ini akan menghindarkan masyarakat dari mudarat atau bahaya. 

Sungguh, hanya penerapan syariat Islam kaffah dalam institusi khilafah yang mampu mewujudkan kestabilan harga pangan di tengah masyarakat hingga bisa dijangkau oleh seluruh masyarakat. Wallaahu A'lam bis shawaab.


Oleh: Nur Itsnaini Maulidia 
(Aktivis Dakwah)

Kamis, 27 April 2023

Begini Cara Khilafah Menjaga Kestabilan Harga

Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) menerangkan kebijakan Khilafah dalam menjaga kestabilan harga.

"Negara Islam atau Khilafah tidak akan membiarkan korporasi menguasai rantai penyediaan pangan rakyat untuk mencari keuntungan sepihak sebab telah diharamkan oleh islam. Khilafah akan menjaga stabilitas harga dengan mengambil beberapak kebijakan,” tuturnya dalam Program Serba-Serbi: Harga Cabai Tembus Rp 100.000 per kg, Kapitalisme Gagal Menstabilkan Harga Pangan, Senin (24/4/2023) di kanal Youtube Muslimah Media Center.

Pertama, menjaga ketersediaan stok pangan agar permintaan dan penawaran stabil. "Diantaranya dengan menjamin produksi pertanian di dalam negeri berjalan maksimal baik dengan intensifikasi maupun ekstensifikasi pertanian ataupun dengan impor yang memenuhi syarat sesuai panduan syariat," ujarnya. 

Kedua, menjaga rantai tata niaga yaitu mencegah dan menghilangkan distorsi pasar.  "Diantaranya melarang penimbunan, melarang riba, melarang praktik tengkulak, kartel dan sebagainya disertai dengan penegakan hukum yang tegas dan berefek jera sesuai aturan islam,” terangnya.

Ketiga, menugaskan qadhi hisbah yang diantaranya bertugas mengawasi tata niaga di pasar dan menjaga agar bahan makanan yang beredar adalah makanan yang halal dan thayyib.

"Demikianlah penerapan syariat islam secara sempurna dalam bingkai Khilafah Islam akan mampu mewujudkan kestabilan harga pangan dalam kondisi apapun," pungkasnya.[] Hanafi 

Sabtu, 24 Desember 2022

Surplus Stok Pangan Jelang Nataru, Harga Tetap Naik?

Tinta Media - Tidak terasa kita sudah berada di penghujung tahun 2022 dan dihadapkan pada fenomena rutin tahunan, Nataru (Natal dan tahun baru), yaitu kenaikan harga barang dan jasa. Kondisi ini membuat rakyat semakin sulit, di tengah banyaknya PHK dan pengurangan jam kerja buruh akibat krisis ekonomi yang terjadi. Pendapatan mereka tetap, bahkan berkurang, sedangkan pengeluaran membengkak akibat naiknya harga-harga. Apakah kenaikan harga ini akibat kurangnya persediaan di pasaran, sementara permintaan bertambah? 

Terkait masalah ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat telah memastikan bahwa ketersediaan stok 11 komoditas pangan strategis, yakni beras, jagung, bawang merah, daging ayam, daging sapi, telur ayam, gula pasir, cabai besar dan cabai rawit, minyak goreng, dan bawang putih, mencukupi di 27 kabupaten/kota menjelang libur Natal dan Tahun Baru 2023. (POJOKBANDUNG.com)

Bahkan, menurut Kepala DKPP Jabar Moh Arifin Soedjayana di Bandung, Kamis (8/12/2022), sampai akhir November 2022, berdasarkan data aplikasi neraca yang diinput oleh kabupaten/kota, secara rata-rata 11 komoditas pangan strategis tersebut mengalami surplus.

Jika memang surplus, mengapa harga-harga tetap naik dibandingkan sebulan yang lalu?Seperti tahun-tahun sebelumnya, kenaikan harga akhir tahun akan berlanjut hingga awal tahun baru nanti. Jika ketersediaan barang-barang komoditas tersebut surplus, seharusnya tidak mengalami kenaikan harga, bahkan turun harga dari bulan sebelumnya, serta dapat memenuhi kebutuhan pasar di tengah masyarakat. Hal ini tentu menjadi masalah yang harus dicari tahu penyebabnya.

Inilah akibat diterapkan sistem kapitalisme sekularisme di negeri ini yang salah dalam tata kelola ekonomi. Keberadaan pemerintah hanya sebagai regulator, sementara operatornya diserahkan kepada para pengusaha (kapitalis) yang menguasai sektor pertanian, dari hilir hingga hulu, dari penyediaan pupuk hingga pemasaran. Oleh karena itu, pengusahalah yang berwenang menentukan harga. 

Dengan alasan natal dan tahun baru, kenaikan harga akhirnya dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan biasa, padahal ada para pengusaha yang meraup keuntungan besar dari kesulitan masyarakat akibat kenaikan harga-harga ini. 

Kebijakan pemerintah yang memberikan peran besar kepada para pengusaha menunjukkan keberpihakan mereka terhadap kepentingan para pemilik modal, dan tidak pro rakyat. Karena itu, surplusnya ketersediaan barang-barang komoditas kebutuhan rakyat, tidak berdampak positif bagi rakyat.  

Hal ini tentu sangat berbeda dengan pengaturan dalam Islam. Penguasa berfungsi sebagai pengatur urusan rakyat (ra'in). Penguasa ibarat seorang penggembala yang tidak akan membiarkan gembalaannya kelaparan atau kenyang sepihak, sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya:

"Al Imam (pemimpin negara) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya." (HR. al-Bukhari) 

Maka, negara dalam Islam adalah pengatur urusan umat, bukan sekadar regulator yang memfasilitasi para pengusaha (korporasi) berjual beli dengan rakyat. Negara wajib menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan rakyat, termasuk ketersediaan pangan.

Islam menjadikan kendali distribusi ada di tangan pemerintah, bukan korporasi. Jika ada individu-individu yang membutuhkan pangan, tetapi tidak mampu mengaksesnya karena miskin atau tidak mampu bekerja, maka negara hadir menjamin seluruh kebutuhan pokok mereka, mulai dari sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Semuanya dijamin oleh negara. 

Selain itu, negara wajib memastikan mekanisme pasar berjalan sesuai dengan syariat, sehingga tidak ada satu pun rakyat yang tidak mampu membeli kebutuhan pangan sehari-hari. Di sinilah wajibnya negara dalam menjaga rantai tata niaga di tengah rakyat, dengan menegakkan aktivitas produksi hingga perdagangan berjalan sesuai dengan syariat Islam.

Di antaranya, mencegah dan menghilangkan distorsi pasar dengan melarang penimbunan, melarang riba, melarang tengkulak, kartel dan lain sebagainya. Islam telah memerintahkan negara untuk menjaga terealisasinya perdagangan yang sehat, di antaranya adalah:

Pertama, larangan untuk mematok harga, baik harga batas atas maupun batas bawah. Alasannya karena hal tersebut akan menyebabkan kezaliman pada penjual atau pembeli. Negara Islam, yakni khilafahlah yang mengurusi rantai perdagangan dan menegakkan sanksi bagi siapa saja yang terbukti melakukan pelanggaran, 

Qadhi Hisbah akan bertugas mengawasi tata niaga di pasar dan menjaga agar bahan makanan yang beredar adalah makanan yang halal dan toyib.

Kedua, operasi pasar. Jika khilafah perlu melakukan operasi pasar, kebijakan ini seharusnya berorientasi pada pelayanan, bukan bisnis. Sasaran operasi pasar adalah para pedagang dengan menyediakan stok pangan yang cukup, sehingga mereka bisa membeli dengan harga murah dan dapat menjualnya kembali dengan harga yang bisa dijangkau oleh konsumen.

Inilah peran negara khilafah dalam menjamin terpenuhinya pangan setiap individu rakyat. Jika ketersediaan pangan ini surplus, maka bukan hanya terpenuhi kebutuhan pangan rakyat, bahkan mereka bisa mendapatkan harga pangan  yang lebih murah.

Islam memang solutif dan selalu tuntas dalam pemenuhan kebutuhan pangan bagi rakyat melalui tata kelola perekonomian. Ini merupakan bagian dari penerapan syariah Islam kaffah oleh negara khilafah. 

Wallahu alam bishshawab.

Oleh: Nunung Nurhaidah
Sahabat Tinta Media

Kamis, 08 Desember 2022

Siap-Siap, Harga Makanan bakal Naik Lagi

Tinta Media - Diungkapkan oleh pengusaha makanan dan minuman (mamin) bahwa akan terjadi kenaikan harga untuk produk olahan makanan dan minuman khususnya, rencana kenaikan ini merupakan imbas dari melonjaknya harga bahan baku, biaya operasional, sampai dengan biaya produksi. CNBC Indonesia (01/12/2022). 

Hal ini diungkapkan Adhi S Lukman sebagai ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (GAPMMI)seluruh Indonesia, bahwa tahun depan akan terjadi kenaikan harga di industri makanan dan minuman karena beberapa faktor. 

Salah satu penyebabnya adalah resesi yang disebut-sebut bakal terjadi pada tahun 2023. Ia memperkirakan akan terjadi kenaikan harga makanan dan minuman 5-7%. 

"Persediaan masih oke, cuma masalahnya memang harga. Saya perkirakan harga tahun depan akan meningkat 5 sampai 7 persen," ujarnya 

Meski demikian, ia menyampaikan bahwa kenaikan harga tersebut tidak akan begitu signifikan di tingkat konsumen. Sebab, pengusaha tetap harus menyesuaikan daya beli masyarakat terhadap produk yang dijual. 

Menguatnya dolar Amerika Serikat terhadap rupiah menjadi biang kerok di balik kenaikan harga semua. Kondisi ini banyak menimbulkan efek terhadap industri makanan dan minuman di dalam negeri, sebab sampai saat ini masih banyak bahan baku dan bahan penolong dari industri makanan minuman di dalam negeri yang masih memerlukan impor. 

Tentu hal ini sangat memengaruhi harga pokok produksi. Selain itu pula, kendala pasokan dari negara-negara lain juga sering terganggu masalah logistik, ditambah ada kendala dari komoditi yang dalam pengawasan, seperti halnya garam, gula dan lainnya. 

Sistem Ekonomi Kapitalisme Liberalisme Penyebabnya

Dalam sistem kapitalisme, kenaikan harga makanan dan minuman tidak bisa terhindarkan, bahkan bisa berefek pada tidak terpenuhinya kebutuhan masyarakat. Hal ini karena sebagian makanan dan minuman olahan juga menjadi kebutuhan gizi masyarakat. 

Sistem ekonomi kapitalistik neoliberal yang diterapkan di negeri ini memastikan peran negara sangat minim dalam mengurus urusan rakyat sehingga kebijakan yang dihasilkan seringkali tidak prorakyat dan cenderung berpihak pada korporasi. 

Hal ini nampak dari tidak adanya upaya serius dari pemerintah untuk menstabilkan harga komoditas yang menjadi kebutuhan masyarakat. 

Negara tidak bertindak sebagai pelayan rakyat, tetapi sebagai pelaku bisnis. Negara menyerahkan harga komoditas pada mekanisme pasar bebas yang dituntut dalam sistem ekonomi kapitalis, tanpa memedulikan apakah masyarakat secara keseluruhan mampu membeli kebutuhan tersebut ataukah tidak. 

Negara yang mengadopsi sistem kapitalisme, hanya fokus pada produksi dan abai pada aspek distribusi. Memang benar, bahwa negara menyediakan pasokan makanan sesuai dengan jumlah penduduk, tetapi tidak ada pemastian komoditas tersebut mampu dibeli oleh setiap individu masyarakat atau tidak. Bahkan, sangat mungkin sebagian masyarakat yang memiliki daya beli tinggi membeli komoditas makanan dalam jumlah berlebih, sehingga dipandang bahwa distribusi makanan telah terjadi dengan indikasi ketersediaan pasokan makanan telah habis. 

Padahal di saat yang sama, ada sebagian masyarakat yang tidak bisa membeli komoditas tersebut sama sekali karena rendahnya daya beli. 

Sistem ekonomi kapitalis juga memastikan kenaikan harga komoditas terus terjadi, sebab kebijakan moneter sistem ekonomi kapitalis hari ini berbasis riba dan banyak menciptakan problem inflasi yang berkepanjangan. 

Bahkan, sistem moneter dunia saat ini berada dalam kendali negara Barat yang mengoperasikan moneter negara berkembang. Ditambah lagi kebijakan fiskalnya yang bertumpu pada pungutan pajak sehingga makin menggerus pendapatan masyarakat. 

Sistem Ekonomi Islam adalah Solusi

Kondisi ini berbeda dengan sistem Islam. Islam memosisikan negara sebagai pengatur urusan umat, bukan sekadar regulator yang memandang rakyat sebagai objek bisnis. 

Pemerintah wajib menjamin seluruh kebutuhan umat. Peran distribusi adalah hal utama yang harus dilakukan pemerintah. 

Jika ada individu-individu yang membutuhkan pangan dan tidak mampu mengakses lantaran miskin, cacat, tidak ada satu pun kerabat yang mampu memenuhi nafkah mereka, atau yang lainnya, maka negara akan hadir dan menjamin seluruh kebutuhan pokok mereka. Bukan hanya pangan, tetapi seluruh kebutuhan pokok, yakni sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan semuanya dijamin oleh negara. 

Selain itu, negara wajib memastikan mekanisme pasar sesuai dengan syariat. Kuncinya adalah penegakan hukum ekonomi Islam terkait produksi, distribusi, perdagangan, dan transaksi berdasarkan tata kelola pemerintahan. 

Dalam Islam, negara akan melaksanakan dan memantau perkembangan pembangunan dan perekonomian dengan menggunakan indikator-indikator yang menyentuh tingkat kesejahteraan masyarakat yang sebenarnya bukan hanya pertumbuhan ekonomi. 

Sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang stabil dan antiresesi, sebab negara Islam memiliki sistem moneter berbasis dinar dan dirham. 

Dinar dirham merupakan alat tukar yang adil bagi semua pihak, terukur dan stabil dalam perjalanan sejarah penerapannya. Dinar dirham sudah terbukti sebagai mata uang yang nilainya stabil karena didukung oleh nilai intrinsiknya. Tiap mata uang emas yang dipergunakan di dunia ditentukan dengan standar emas yang akan memudahkan arus barang, uang, dan orang. 

Selama ini mata uang dollar sering dijadikan alat oleh Amerika Serikat untuk mempermainkan ekonomi dan moneter suatu negara, tak terkecuali dalam masalah impor yang banyak merugikan industri makanan dan minuman dalam negeri. 

Alhasil, hanya dengan penerapan syariah Islam, rakyat sejahtera dan kebutuhan-kebutuhannya terpenuhi secara sempurna.

Oleh: Umi Nurbani 
Pegiat Literasi & Ibu Rumah Tangga


Jumat, 09 September 2022

Rasulullah Menolak Kebijakan Penetapan Harga


Tinta Media - Mudir Ma’had Khodimus Sunnah Ajengan Yuana Ryan Tresna (YRT) mengatakan, Rasulullah menolak membuat kebijakan penetapan harga.

“Pada masa silam, ketika kehidupan Islam pertama di Madinah, mekanisme pasar sangat dihargai. Bahkan Rasulullah Saw. menolak untuk membuat kebijakan penetapan harga (intervensi harga) ketika tingkat harga di Madinah pada saat itu mendadak naik,” tuturnya di telegram pribadinya, Rabu (7/9/2022).

Ajengan Yuana mengatakan, sepanjang kenaikan terjadi karena kekuatan permintaan dan penawaran yang murni, bukan karena pasar terdistorsi, maka tidak ada alasan untuk tidak menghormati harga pasar. Paling tidak, hal itu yang tersurat dalam hadits Nabi sebagaimana yang dikeluarkan oleh Abu Daud (w. 275 H), Ibnu Majah (w. 275 H), Tirmidzi (w. 279 H), dan yang lainnya.

Ia mengutip hadits dari Anas bin Malik yang  menuturkan bahwa pada masa Rasulullah Saw pernah terjadi kenaikan harga-harga yang tinggi. Para Shahabat lalu berkata kepada Rasul, “Ya Rasulullah Saw tetapkan harga demi kami!” Rasulullah Saw menjawab:
 
إِنَّ اللهَ هُوَ الْمُسَعِّرُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الرَّزَّاقُ وَإِنِّي َلأَرْجُوْ أَنْ أَلْقَى اللهَ وَلَيْسَ أَحَدٌ يَطْلُبُنِي بِمَظْلِمَةٍ فِي دَمٍ وَلاَ مَالٍ
 
“Sesungguhnya Allahlah Zat Yang menetapkan harga, Yang menahan, Yang mengulurkan, dan yang Maha Pemberi rizki. Sungguh, aku berharap dapat menjumpai Allah tanpa ada seorang pun yang menuntutku atas kezhaliman yang aku lakukan dalam masalah darah dan tidak juga dalam masalah harta”.

“Berdasarkan hadits ini, mazhab Hanbali dan Syafi’i menyatakan bahwa negara tidak mempunyai hak untuk menetapkan harga,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun.  
 
 

Sabtu, 03 September 2022

Isu Pekan Ini: Tarif Ojol Naik hingga Harga Telur Melambung

Tinta Media - Dalam sepekan terakhir Muslimah Media Center berhasil merangkum beberapa berita penting dari kenaikan tarif ojek online (ojol) hingga melambungnya harga telur. 

“Berikut rinciannya, berita pertama: harga telur ayam beberapa hari ini menembus 30.000 per kg,” tutur narator pada rubrik Isu Pekan Ini: Tarif Ojol Naik hingga Harga Telur Melambung, Senin (29/8/2022) di kanal YouTube Muslimah Media Center (MMC).

“Menteri perdagangan Zulkifli Hasan menjelaskan bahwa kenaikan harga telur ayam disebabkan oleh adanya bantuan sosial sehingga permintaan telur ayam dari telur Kemensos untuk keperluan Bansos meningkat dan menyusul berpengaruh pada kenaikan harga.

Menurut Narator, pernyataan menteri perdagangan dan pejabat lainnya tentang kenaikan harga telur mencerminkan tiadanya empati pada kondisi rakyat dan kebutuhan mendesak rakyat terhadap telur. 
“Dominasi pemodal besar atau kapitalis lokal maupun multinasional dalam produksi pangan dari hulu hingga hilir telah berhasil mengendalikan harga pangan dasar bagi rakyat. Negara harusnya menjamin terpenuhinya kebutuhan pangan publik dengan menata secara adil aktivitas produksi hingga distribusi dengan membatasi keterlibatan asing,” jelasnya.

Berita berikutnya, Narator mengungkap tarif ojek online mengalami kenaikan mulai 29 agustus 2022. “Kenaikan tarif ojol sampai 35% dan akan berdampak besar membebani pengguna dan mengurangi omset UMKM yang mengandalkan penjualan online seperti ojol food dan lain-lain,” ungkapnya.

Ia menilai kenaikan ojek online ini tentu saja tidak akan menguntungkan driver sebanyak perusahaan. 
“Yang pasti jumlah pengguna yang berkurang akan mempengaruhi secara langsung pendapatan driver, bahkan bisa kehilangan pekerjaan,” nilainya.

Menurutnya, semakin banyaknya masyarakat yang berprofesi menjadi driver ojol dan makin besarnya penggunaan baik untuk transportasi maupun untuk distribusi produk telah membuat kapitalis pemilik perusahaan ojol semaunya terus menaikkan tarif. 
“Sementara negara hanya menjadi stempel melegalkan kerakusan kaum kapitalis,” tegasnya.

Berita berikutnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa negara yang telah mengalokasikan dana subsidi dan kompensasi BBM sebesar 502,4 Triliun Rupiah dan berpotensi ditambah 195 Triliun Rupiah masih dipandang belum tepat sasaran.
“Efek domino kenaikan BBM tidak bisa diatasi dengan adanya Bansos yang jumlahnya kecil dan cakupan penerimanya sangat terbatas. Sebab jumlah rakyat miskin makin banyak, efeknya angka kriminalitas akan bertambah dan kesejahteraan makin jauh dijangkau,” paparnya. 


Menurut Narator, publik harus menolak semua yang disampaikan pemerintah sebagai alasan menetapkan kenaikan BBM subsidi. 
“Persoalan subsidi salah sasaran dan APBN jebol bila terus memberikan dana ratusan triliun adalah cara pemerintah berkelit dari tanggung jawabnya menjamin ketersediaan BBM yang murah bahkan gratis,” ungkapnya.

Berita berikutnya, pemerintah menyebut bahwa dana pensiunan PNS membebani negara. 
“Menurut wakil ketua MPR hal ini sangat janggal dan berkesan tidak menghargai pengertian PNS untuk negara,” tuturnya.

Narator menjelaskan dalam paradigma kapitalistik rakyat menuntut pensiunan yang tidak lagi bekerja tetap mendapat gaji pensiun. 
“Sementara negara terus mengingat memberikan secara layak karena dianggap membebani,” jelasnya.

Narator menilai dalam sistem kapitalisme negara tidak berfungsi sebagai ro’yun. 
“Apalagi sistem ekonomi kapitalisme tidak memiliki APBN yang kokoh karena sumber pemasukan yang berasal dari pajak dan hutang,” nilainya.

Menurutnya, negara seharusnya melirik paradigma Islam dalam memperlakukan pensiunan. 
“Meski tidak ada lagi gaji karena tidak lagi bekerja, para pensiunan tidak perlu berkecil hati karena ada jaminan pemenuhan kebutuhan dasar oleh negara,” jelasnya.

Berita terakhir yang dihimpun MMC adalah sebagian negara Asia Tenggara bersiap melegalkan hubungan sesama jenis. 
“Singapura misalnya, kini bersiap melegalkan hubungan sesama jenis. Jika terwujud, maka bakal muncul Thailand dan Vietnam yang sudah resmi melegalkan pernikahan sesama jenis,” ungkapnya. 
Menurutnya, pelegalan ini tentu akan mendorong pelaku maksiat semakin leluasa menunjukkan eksistensinya di tengah publik. Bahkan dimungkinkan memfasilitasi pelaku L68T di dalam negeri, untuk melegalisasi pernikahan sejenis di negeri tetangga.
“Melihat makin mengakarnya liberalisme dan seks bebas maka desakan negeri ini untuk meninggalkan hal yang sama bisa muncul dari kelompok mereka. karenanya masyarakat Muslim wajib terus menunjukkan penolakannya terhadap perilaku L68T dan menentang setiap kebijakan yang membuka jalan legalisasi L68T,” tandasnya. []Raras

Senin, 29 Agustus 2022

Ekonom Konstitusi: Kemana Arah Kebijakan Kenaikan Harga BBM?

Tinta Media - Ekonom Konstitusi Dr. Defiyan Cori mempertanyakan arah kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi yang akan dilakukan pemerintah. 

"Ke arah mana sebenarnya kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi ini diarahkan oleh pemerintah?" tanyanya dalam Rubrik Catatan Peradaban, BBM Naik, Rekayasa atau Kebutuhan? Kamis (25/8/2022) di kanal Youtube Peradaban Islam ID.

Menurutnya, yang harus diluruskan dalam perspektif subsidi adalah berkaitan dengan siapa kelompok, bagaimana cara alokasi dan distribusinya, apa rumusannya, yang kemudian adalah siapa kelompok penerimanya.

"Dalam konteks BBM bersubsidi apakah kendaraan bermotor roda dua? Apakah kelompok yang berhak menerima subsidi? Apakah pemilik kendaraan roda empat tidak berhak menerima subsidi? Ini terminologi rumusannya harus clear dulu, karena dinilai pertarungan konteks subsidi dan quotanya, bagi kepentingan pengguna atau konsumen bagi kendaraan bermotor, dan inilah yang harus clear didalam sebuah kebijakan. Haruslah jelas terminologi nya, subsidi ini pengertiannya apa?" ujarnya.

Terkait subsidi dan konpensasi,  menurutnya, pemerintah harus melakukan kebijakan yang adil. "Subsidi secara terminologi jelas berbeda dengan konpensasi, apalagi kuota," bebernya.

"Subsidi terminologi negara maju ini sebenarnya Indonesia menganut sistem kapitalisme. Indonesia tidak menganut sistem subsidi sebenarnya," tambahnya.

"Pasal 33 yang isinya menjelaskan usaha bersama, tetapi karena harga perekonomian sudah mengikuti harga pasar, kita terpaksa mengikutinya. Jadi, subsidi ini adalah diberikan kepada kelompok yang kalah di dalam pasar. Sehingga pemerintah wajib melindungi masyarakat atau kelompok yang kalah ini dengan subsidi," jelasnya.

Ia menyimpulkan bahwa terminologinya harus diluruskan dulu dalam peraturan dan kebijakan pemerintah. "Dalam perspektif ini kita bisa melihat bahwa ke arah mana sebenarnya kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi ini diarahkan oleh pemerintah," pungkasnya.[] Emalia

Selasa, 23 Agustus 2022

Spekulasi Kenaikan Harga Mie Instan, Bukti Belum Total Swasembada Pangan

Tinta Media - Ironis, belakangan ini masyarakat Indonesia dihebohkan dengan spekulasi harga mie instan yang disebut-sebut bisa naik 3 kali lipat. Hal itu dikatakan oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, sebab harga gandum saat ini tengah naik dan pasokan pun sulit. Sebelumnya, Presiden Jokowi pun sempat menyinggung hal tersebut.

Belum selesai dengan climate change, kita pun dihadapkan pada perang Ukraina-Rusia. Dalam kondisi tersebut, ada 180 juta ton gandum tidak bisa keluar. Hal ini tentu berimbas pada kondisi di Indonesia.

Dalam konteks pemenuhan kebutuhan pangan rakyat, tentu kita tidak bisa sekadar beralih konsumsi pada bahan pangan lainnya, terlebih Indonesia adalah negara agraris. Sudah bertahun-tahun lamanya kebutuhan gandum kita selalu bergantung pada hasil impor. Hal ini menunjukkan bahwa negeri yang kaya akan SDA ini masih jauh dari predikat negara mandiri dan berswasembada pangan. 

Bukankah ini menjadi tantangan untuk mewujudkan swasembada pangan? Bagaimana seharusnya kita menyikapi hal tersebut? Bagaimana seharusnya negara menyikapi kenaikan harga pangan? 

Ironis Negara Agraris

Sebagaimana pemberitaan, Menjelang HUT Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-77, Indonesia mendapat penghargaan dari International Rice Research Institute (IRRI) sebagai pengakuan atas sistem pertanian-pangan yang tangguh dan swasembada beras periode tahun 2019-2021, melalui penggunaan teknologi inovasi padi. 

Ketua Umum Serikat Petani Indonesia Henry Saragih menilai, semestinya kebijakan yang diklaim oleh pemerintah bisa menggenjot produksi beras, dapat diimplementasikan untuk komoditas pangan yang lain, seperti kacang kedelai, gula, daging sapi, atau bahkan terigu.

Di samping itu, jika pemerintah memahami besarnya ketergantungan Indonesia terhadap gandum, bukankah seharusnya pemerintah membuat langkah yang nyata untuk mewujudkan swasembada bahan pangan lainnya selain beras?

Sebagai negara agraris, kondisi Indonesia sesungguhnya begitu ironis. Hal ini karena Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri secara total. Kondisi ini diperparah dengan ketidakseriusan pemerintah untuk membangun pertanian. Padahal, pertanian itu menyangkut hidup dan mati umat manusia.

Di samping itu, aspek pertanian yang tidak terurus telah menambah angka kemiskinan masyarakat Indonesia. Jika swasembada beras dapat terwujud dengan adanya dukungan pemerintah melalui pembangunan irigasi pertanian, mengapa hal itu tidak dilakukan untuk bahan pangan lainnya? Bukankah kebutuhan rakyat terhadap gandum, gula, terigu, dan sejenisnya pun sangat penting?

Merunut Masalah

Aspek pertanian tidak bisa terpisah dari sektor lain yang mendukung berlangsungnya kehidupan manusia, mulai dari kebijakan pemerintah di sektor pertanian, pengelolaan tanah, penemuan inovasi, dan juga dukungan sektor industri yang menopang sektor pertanian. Aksi industrialisasi dan pengembangan wilayah yang massif makin berdampak pada kian menyempitnya lahan pertanian.

Kasus alih fungsi lahan banyak terjadi. Meskipun berbagai kebijakan hadir untuk mengerem laju alih fungsi lahan, tetapi kenyataan berkata lain. Tumpang tindih kebijakan sudah menciptakan hukum rimba di tengah masyarakat. Begitu banyak masyarakat yang harus merelakan lahan milik mereka demi mengejar target pembangunan yang kapitalistik.

Alhasil, konversi lahan pertanian menjadi pabrik atau bisnis perumahan makin massif. Kalaupun masih ada lahan tersisa, kualitasnya makin jauh berkurang karena sudah tercemar limbah pabrik dan rumah tangga.

Selain itu, dukungan pemerintah dalam pengadaan pupuk dinilai masih sangat kurang. Harga pupuk nonsubsidi pun sangat mencekik para petani. Sementara itu, pemberian pupuk bersubsidi masih menimbulkan keluhan dari para petani. Hal ini karena selisih antara kebutuhan dan jumlah pupuk subsidi sangat jomplang.

Kebutuhan petani terhadap pupuk per 2021 sudah mencapai 24 juta ton/tahun. Sedangkan yang disalurkan pemerintah hanya 9 juta ton/tahun. Alokasi pupuk ini pun hanya ditujukan kepada para petani padi, sedangkan sektor lainnya tidak. Padahal, kebijakan ketahanan pangan itu meliputi seluruh kebutuhan pangan masyarakat.

Karut-marut kebijakan di bidang pertanian ini tidak lepas dari paradigma sistemis yang dijalankan pemerintah. Cita-cita mewujudkan ketahanan, bahkan kedaulatan pangan seolah jauh dari harapan para petani. Semrawutnya pengelolaan sektor pertanian seiring laju pembangunan yang kapitalistik, telah menciptakan stigma lekatnya kemiskinan terhadap para petani. Walhasil, negeri ini agraris, tetapi petaninya gigit jari. Rakyat pun harus menanggung kenaikan harga pangan karena bahan baku yang selalu bergantung dari hasil impor negara lain.

Tentu kita butuh satu paradigma khusus untuk mengukuhkan cita-cita kedaulatan pangan secara sistemis. Islam memiliki pandangan khusus untuk mewujudkan kedaulatan pangan yang hakiki. Lalu bagaimana caranya?

Perspektif Islam

Untuk mewujudkan swasembada dan kedaulatan pangan di seluruh jenis pangan, negeri ini butuh politik pertanian yang visioner. Dalam Islam, politik pertanian kekhilafahan terdiri atas dua strategi penting. 

Pertama, intensifikasi, yaitu peningkatan produktivitas pertanian yang meliputi pengadaan bibit unggul, pupuk berkualitas, inovasi berbasis teknik pertanian modern, dan dukungan sarana prasarana lainnya untuk mengembangkan sektor pertanian.

Kedua, ekstensifikasi pertanian, yaitu dengan menambah luas area yang akan ditanami. Dalam Islam, negara berhak mengambil tanah dari orang yang menelantarkan tanah selama tiga tahun berturut-turut. Tanah tersebut lalu pemerintah berikan kepada siapa saja yang mampu mengelolanya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Siapa saja yang memiliki sebidang tanah, maka hendaknya dia menanaminya atau hendaklah ia berikan kepada saudaranya. Apabila ia mengabaikannya, maka hendaklah tanahnya diambil.”

Atas hal ini, aspek produktivitas pertanian dapat terkontrol. Di sisi lain, pemerintah pun dapat mengerahkan para pegawai negeri, khususnya dari departemen pertanahan, untuk mengawasi tanah-tanah yang dimiliki rakyat. Jelas ini membutuhkan komunikasi lintas sektor demi terwujudnya kemaslahatan umat.

Melalui pengawasan tanah produktif ini, akan tercipta atmosfer kondusif dan semangat kerja yang produktif dari para petani. Jadi, aspek intensifikasi yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab negara, bersamaan dengan ekstensifikasi pertanian yang memadai akan mampu menopang terwujudnya swasembada pangan.

Di samping itu, kebijakan politik pertanian ini diiringi dengan politik industri yang menjadikan negara mandiri dalam menyediakan sarana dan prasarana, seperti alat maupun mesin pertanian. Dengan demikian, khilafah akan menjadi negara yang mandiri dan tidak bergantung pada negara lain.

Dampak dari seluruh strategi ini adalah bahan baku akan melimpah dan hasil pertanian pun meningkat. Etos kerja pertanian pun menjadi kondusif. Walhasil, cita-cita swasembada dan kedaulatan pangan bukanlah sekadar harapan. Ada langkah-langkah strategis untuk mewujudkan itu semua, dan Islam punya solusinya. Wallahu a'lam.

Oleh: Willy Waliah
Sahabat Tinta Media

Senin, 02 Mei 2022

Kenaikan Harga Pangan Makin Menyusahkan Rakyat


Tinta Media  - Kenaikan harga pangan menjelang lebaran dinilai semakin menyusahkan rakyat. "Kenaikan harga pangan makin menyusahkan rakyat. Mulai dari minyak goreng, tahu, tempe, daging sapi/ayam, cabai, bawang merah hingga gula kompak naik," tutur narator dalam Serba-serbi MMC: Lonjakan Inflasi Akibat Kenaikan Harga, Ekonomi Kapitalisme Sengsarakan Rakyat di kanal YouTube Muslimah Media Center, Senin (25/4/2022).

Mengatasi hal ini, lanjut narator, pada umumnya solusi yang ditawarkan adalah mendesak penguasa untuk mematok harga, "Sepintas solusi ini benar, namun menyebabkan inflasi semakin berkelanjutan. Dengan penguasa mematok harga, harga akan stabil pada waktu tertentu tapi perlahan mengurangi daya beli mata uang," bebernya.

Apalagi kini sistem mata uang yang diterapkan tidak adil dan tidak stabil. Sekarang sistem mata uang yang berlaku sistem mata uang kertas, tanpa kontrol dan tanpa back up dan semakin diperparah dengan sistem bunga.

"Sistem pasar bebas pun yang dianut sistem ekonomi kapitaslis menihilkan peran negara sehingga para kartel oligarki diberi ruang meraup keuntungan pribadi, " lanjutnya.

"Inilah kezaliman dari sistem kapitalisme yang menyengsarakan rakyat," tegasnya.

Menurutnya, ini sangat berbeda dengan sistem Islam yang dibangun berdasarkan aqiqah Islam. Untuk mengatasi hal ini, lanjutnya lagi, ada beberapa langkah yang akan dilakukan negara khilafah.

Pertama, menjaga penawaran dan permintaan di pasar agar tetap seimbang, yaitu bukan mematok harga barang dan jasa. "Harga barang dalam Islam justru dibiarkan mengikuti mekanisme penawaran dan permintaan di pasar," jelasnya. 

Kedua, negara memiliki peran menyeimbangkan ketersediaan barang dan jasa. "Ketika penawaran dan permintaan barang tidak stabil negara bisa memasok barang dan jasa dari wilayah lain," ungkapnya.

Ketiga, jika berkurangnya pasokan disebabkan penimbunan para kartel oligarki, para pelakunya dikenai sanksi ta'zir dan wajib melepaskan barang kembali ke pasar.

Keempat, jika kenaikan harga dikarenakan penipuan, negara bisa menjatuhi sanksi ta'zir dan hak khiyar atau membatalkan atau melanjutkan akad.

Kelima, jika kenaikan barang disebabkan faktor inflasi, negara wajib menjaga mata uangnya dengan standar emas dan perak, termasuk tidak menambah jumlah sehingga menyebabkan jatuhnya nilai nominal mata uang yang ada.

"Inilah langkah-langkah yang bisa dilakukan negara khilafah dalam mengendalikan harga barang dan jasa. Langkah ini pun sebagai jaminan bahwa khilafah akan memastikan masyarakatnya mampu memenuhi kebutuhan dasar pokok mereka secara layak," pungkasnya.[] Khaeriyah Nasruddin
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab