HET Minyak dan HAP Gula Naik, Siapa yang Diuntungkan?
Tinta Media - Di awal bulan Juli ini, harga minyak dan gula mulai naik, bahkan dipastikan lebih mahal sampai beberapa waktu ke depan.
Pemerintah memperpanjang lagi relaksasi Harga Acuan Pemerintah (HAP) gula dengan tujuan untuk menjaga tersedianya stok dan pasokan sebelum masuk musim giling tebu dalam negeri, juga karena makin lemahnya perkembangan nilai tukar rupiah. Hal itu dikatakan oleh Kepala Bapanas (Badan Pangan Nasional), juga sesuai dengan Surat Edaran Bapanas nomor 425/TS.02.02/B/06/2024. Pemerintah memperpanjang HAP gula konsumsi menjadi Rp17.500 per kg dari yang awal, yaitu Rp15.500 per kg.
Begitu pula dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak kita mengalami kenaikan juga menjadi Rp15.700 per liter dari harga sebelumnya, yaitu Rp14.000 per liter. Ini adalah harga yang telah ditetapkan oleh Bapak Zulkifli Hasan sebagai Menteri perdagangan.
Adanya kenaikan harga minyak dan gula sudah pasti membuat rakyat makin sulit karena keduanya merupakan bahan pokok yang dikonsumsi rumah tangga. Bahan-bahan tersebut juga diperlukan di bidang usaha makanan, baik mikro maupun menengah.
Namun, pemerintah seolah-olah menormalisasi kenaikan harga dan tidak ada upaya untuk menurunkan harga gula dan minyak tersebut dengan cara menaikan HET dan HAP. Hal ini tentu menambah beban bagi rakyat sebab pengeluaran mereka semakin besar. Begitu juga dengan kenaikan biaya produksi di usaha menengah dan kecil yang ada di masyarakat.
Masyarakat bertambah sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup dikarenakan harga-harga bahan pokok naik. Daya beli menurun sehingga penjualan juga menurun. Banyak yang kesulitan mencari pekerjaan, ditambah dengan adanya pemutusan hubungan kerja (PHK). Sehingga, pemasukan rakyat juga makin sulit pada kondisi ekonomi saat ini.
Adanya HET dan HAP justru tidak ada kebaikan bagi rakyat karena harga acuan ini membuat harga di pasaran tetap tinggi. Dengan adanya harga bahan pokok yang tinggi berarti pemerintah tidak menjalankan perannya kepada rakyat.
Itulah buah dari sistem kapitalisme. Negara hanya berperan sebagai regulator (yang membuat regulasi). Akan tetapi, regulasi tersebut justru menyengsarakan rakyat dan tidak ada kemaslahatan di dalamnya.
Adanya regulasi tersebut justru menguntungkan pihak kapitalis oligarki yang menguasai bahan pokok di tingkat nasional. Para pengusaha dan penguasa mendapatkan untung yang besar dengan naiknya harga bahan pokok. Namun, kenaikan harga-harga bahan pokok tersebut membuat rakyat hanya pasrah, yang penting dapur tetap mengepul. Akhirnya, rakyat terpaksa membanting tulang dan berpikir keras untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Berbeda dengan kondisi masa ketika Islam tegak. Kebutuhan pokok masyarakat secara orang per orang dijamin dalam Islam. Seorang penguasa, yaitu Khalifah dalam Islam akan mengakses bahan pangan, seperti minyak goreng, beras, gula, telur, serta ayam potong dengan harga terjangkau.
Caranya dengan pengecekan pasokan, cukup atau tidak, dan memastikan distribusi berjalan lancar sehingga tidak ada gangguan di pasar.
Negara juga memberantas praktik monopoli, oligopoli, maupun penimbunan yang merusak keseimbangan pasar, sehingga secara alami harga akan terbentuk. Harga tidak boleh dipatok oleh Negara karena Allah Swt. dan Rasulullah saw. melarangnya.
Untuk menghalau kenaikan harga di pasar, Khalifah juga mengawasi pasar setiap hari agar tidak terjadi kecurangan yang menghambat distribusi.
karena itu, akan ada edukasi fikih muamalah bagi pedagang dan pengusaha agar mereka tidak melakukan praktik yang merusak mekanisme pasar, seperti monopoli. Jika ada yang melakukan penimbunan dan kecurangan, maka pelaku akan diberi sanksi tegas dan dilarang berdagang di pasar.
Agar pasokan pangan tidak mengalami kelangkaan dan berdampak pada stabilitas harga, maka dari sektor hulu Khalifah akan melakukan revitalisasi lahan tidur dan modernisasi pertanian sehingga jumlah produksi pangan bisa memenuhi kebutuhan rakyat.
Selain itu, negara juga memastikan setiap individu rakyat bisa mengakses bahan pokok. Negara juga akan meminimalkan pengangguran dengan cara memfasilitasi lapangan kerja bagi para laki-laki agar dapat mencukupi kebutuhan keluarga, yaitu dengan cara memberi bantuan modal, keahlian, dan alat produksi sehingga iklim usaha menjadi kondusif.
Negara dapat melakukan semua ini karena Khalifah mempunyai sumber pemasukan yang besar, baik dari pos fa'i dan ganimah, harta milik umum, maupun zakat mal. Sehingga, rakyat yang lemah seperti lansia, penyandang disabilitas, anak yatim, akan mendapatkan bantuan pangan dari negara secara rutin dan berkelanjutan dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari.
Semua itu dilakukan Khalifah karena posisinya sebagai ra'in (pengurus) dan mas' ul (penanggung jawab) rakyat, bukan sebagai regulator yang hanya bisa membuat regulasi, tetapi menyengsarakan rakyat. Dengan demikian, Khalifah dapat memenuhi kebutuhan pangan rakyat. Semua ini akan berjalan dengan baik ketika negara bervisi ra'in yang berada di bawah naungan Khilafah Islamiah. Wallaahu'alam bishshowwab.
Oleh: Rosi Kuriyah, Muslimah Peduli Umat