Tinta Media: Harga Naik
Tampilkan postingan dengan label Harga Naik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Harga Naik. Tampilkan semua postingan

Jumat, 12 Juli 2024

HET Minyak dan HAP Gula Naik, Siapa yang Diuntungkan?

Tinta Media - Di awal bulan Juli ini, harga minyak dan gula mulai naik, bahkan dipastikan lebih mahal sampai beberapa waktu ke depan.

Pemerintah memperpanjang lagi relaksasi Harga Acuan Pemerintah (HAP) gula dengan tujuan untuk menjaga tersedianya stok dan pasokan sebelum masuk musim giling tebu dalam negeri, juga karena makin lemahnya perkembangan nilai tukar rupiah. Hal itu dikatakan oleh Kepala Bapanas (Badan Pangan Nasional), juga  sesuai dengan Surat Edaran Bapanas nomor 425/TS.02.02/B/06/2024. Pemerintah memperpanjang HAP gula konsumsi menjadi Rp17.500 per kg dari yang awal, yaitu Rp15.500 per kg.

Begitu pula dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak kita mengalami kenaikan juga menjadi Rp15.700 per liter dari harga sebelumnya, yaitu Rp14.000 per liter. Ini adalah harga yang telah ditetapkan oleh Bapak Zulkifli Hasan sebagai Menteri perdagangan.

Adanya kenaikan harga minyak dan gula sudah pasti membuat rakyat makin sulit karena keduanya merupakan bahan pokok yang dikonsumsi rumah tangga. Bahan-bahan tersebut juga diperlukan di bidang usaha makanan, baik mikro maupun menengah.

Namun, pemerintah seolah-olah menormalisasi kenaikan harga dan tidak ada upaya untuk menurunkan harga gula dan minyak tersebut dengan  cara menaikan HET dan HAP. Hal ini tentu menambah beban bagi rakyat sebab pengeluaran mereka semakin besar. Begitu juga dengan kenaikan biaya produksi di  usaha menengah dan kecil yang ada di masyarakat.

Masyarakat bertambah sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup dikarenakan harga-harga bahan pokok naik. Daya beli menurun sehingga penjualan juga menurun. Banyak yang kesulitan mencari pekerjaan, ditambah dengan adanya pemutusan hubungan kerja (PHK). Sehingga, pemasukan rakyat juga makin sulit pada kondisi ekonomi saat ini.

Adanya HET dan HAP justru tidak ada kebaikan bagi rakyat karena harga acuan ini  membuat harga di pasaran tetap tinggi. Dengan adanya harga bahan pokok yang tinggi berarti  pemerintah tidak menjalankan perannya kepada rakyat.

Itulah buah dari sistem kapitalisme. Negara hanya berperan sebagai regulator (yang membuat regulasi). Akan tetapi, regulasi tersebut justru menyengsarakan rakyat dan tidak ada kemaslahatan di dalamnya.

Adanya regulasi tersebut justru menguntungkan pihak kapitalis oligarki yang menguasai bahan pokok di tingkat nasional. Para pengusaha dan penguasa mendapatkan untung yang besar dengan naiknya harga bahan pokok. Namun, kenaikan harga-harga bahan pokok tersebut membuat rakyat hanya pasrah, yang penting dapur tetap mengepul. Akhirnya, rakyat terpaksa membanting tulang dan berpikir keras  untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Berbeda dengan kondisi masa ketika Islam tegak. Kebutuhan pokok masyarakat secara orang per orang dijamin dalam Islam. Seorang penguasa, yaitu Khalifah dalam Islam akan mengakses bahan pangan, seperti minyak goreng, beras, gula, telur, serta ayam potong dengan harga terjangkau.

Caranya dengan pengecekan pasokan, cukup atau tidak, dan memastikan distribusi berjalan lancar sehingga tidak ada gangguan di pasar.

Negara juga memberantas praktik monopoli, oligopoli, maupun penimbunan yang merusak keseimbangan pasar, sehingga secara alami harga akan terbentuk. Harga tidak boleh dipatok oleh Negara karena Allah Swt. dan Rasulullah saw. melarangnya.

Untuk menghalau kenaikan harga di pasar, Khalifah juga mengawasi pasar setiap hari agar  tidak terjadi kecurangan yang menghambat distribusi.

karena itu, akan ada edukasi fikih muamalah bagi pedagang dan pengusaha agar mereka tidak melakukan praktik yang merusak mekanisme pasar, seperti monopoli. Jika ada yang melakukan penimbunan dan kecurangan, maka pelaku akan diberi sanksi tegas dan dilarang berdagang di pasar.

Agar pasokan pangan tidak  mengalami kelangkaan dan berdampak pada stabilitas harga, maka dari sektor hulu Khalifah akan melakukan revitalisasi lahan tidur dan modernisasi pertanian sehingga jumlah  produksi pangan bisa memenuhi kebutuhan rakyat.

Selain itu, negara juga memastikan setiap individu rakyat bisa mengakses bahan pokok. Negara juga akan meminimalkan pengangguran dengan cara memfasilitasi lapangan kerja bagi para laki-laki agar dapat mencukupi kebutuhan keluarga, yaitu dengan cara  memberi bantuan modal, keahlian, dan alat produksi sehingga iklim usaha menjadi kondusif.

Negara dapat melakukan semua ini karena Khalifah mempunyai sumber pemasukan yang besar, baik dari pos fa'i dan ganimah, harta milik umum, maupun zakat mal. Sehingga, rakyat yang lemah seperti lansia, penyandang disabilitas, anak yatim, akan mendapatkan bantuan pangan dari negara secara rutin dan berkelanjutan dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari.

Semua itu dilakukan Khalifah  karena posisinya sebagai ra'in (pengurus) dan mas' ul (penanggung jawab) rakyat, bukan sebagai regulator yang hanya bisa membuat regulasi, tetapi menyengsarakan rakyat. Dengan demikian, Khalifah dapat memenuhi kebutuhan pangan rakyat. Semua ini akan berjalan dengan baik ketika negara bervisi ra'in yang berada di bawah naungan Khilafah Islamiah. Wallaahu'alam bishshowwab.

Oleh: Rosi Kuriyah, Muslimah Peduli Umat

Rabu, 15 Maret 2023

Ramadan Menjelang, Kenaikan Harga Menjadi Tradisi Berulang

Tinta Media - Dalam hitungan hari, Ramadan akan kita temui. Persiapan belanja kebutuhan dapur pun sudah mulai dipersiapkan. Namun sayang, setiap momen hari besar menjelang, kenaikan harga kebutuhan pokok terus berulang, seolah sudah menjadi tradisi yang tidak bisa diingkari. 

Dilansir katadata.co.id (3/3/2023), harga sejumlah komoditas bahan pangan pokok naik, seperti cabai, minyak goreng, gula pasir kualitas premium, dan daging ayam ras segar. Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, rata-rata harga cabai merah besar secara nasional mencapai Rp42.200 per kilogram, pada Jumat (3/2), dibandingkan pada bulan lalu mencapai Rp36.250 per kilogram. Sementara itu, untuk rata-rata harga minyak goreng bermerek mencapai Rp21.750 per kilogram, dibandingkan posisi bulan lalu yang mencapai Rp20.100 per kilogram. 
 
Kenaikan harga kebutuhan pokok menjelang Ramadan tak bisa dimungkiri. Sebab, masyarakat Indonesia memang seolah terbiasa menyambut dan menyiapkan Ramadan dengan menu khusus daripada hari biasanya. Karena itu, bahan pokok lebih banyak diburu, sehingga stok sejumlah bahan pokok menipis. 

Ketua DPP Ikappi (Ikatan Pedagang Pasar Indonesia) Abdullah Mansuri mengimbau kepada pemerintah untuk menjaga pasokan dan distribusi dengan baik dan lancar. Sebab, ia menilai kenaikan permintaan kebutuhan pokok ini bisa mencapai 50 persen (kontan.co.id, 12/3/2023).

Dalam sistem kapitalisme, kenaikan harga menjelang hari besar memang sudah menjadi hal yang biasa. Hal ini karena pada saat permintaan di pasar tinggi, pemerintah kurang maksimal dalam menjaga pasokan dan melakukan distribusi.

Selain itu, para pedagang yang curang juga banyak melakukan penimbunan, agar barang langka dan naik harga. Setelah naik harga, mereka baru berbondong-bondong mengeluarkan stok yang mereka timbun. Maka, hal ini juga menjadikan ketersediaan barang dan kenaikan harga tidak stabil. 

Kurangnya hukuman bagi pelaku penimbunan mungkin masih menjadi pemicunya, sehingga setiap tahun dan menjelang hari-hari besar, kasus serupa masih berulang. Para pelaku penimbunan masih mencari untung besar-besaran dari cara tersebut. Padahal, itu justru merugikan masyarakat. 

Hal ini sangat berbeda dalam sistem Islam. Dalam Islam, distribusi merupakan hal penting dan prioritas dalam menjaga kestabilan harga di pasar. Pemerintah dalam Islam akan membentuk posko-posko di seluruh kota dan pelosok negeri untuk menampung stok barang, sehingga ketika permintaan naik, maka tidak perlu jauh-jauh mengambil dari kota lain dan telat distribusinya. Dengan demikian, kelangkaan barang bisa diatasi segera dan tidak nerimbas pada kenaikan harga. 

Sedangkan untuk barang-barang yang tidak bisa tahan lama, seperti sayuran dan sejenisnya, maka pemerintah dalam Islam akan memaksimalkan produksi di daerah sekitar, tidak perlu mengambil dari luar wilayah karena beresiko busuk. Ataupun jika wilayah sekitar tidak memungkinkan untuk produksi, maka akan tetap melakukan distribusi dan mengambil dari wilayah lain dengan menggunakan sistem khusus, agar barang tetap terjaga kualitasnya. Misalnya dengan pengemasan khusus yang bisa tahan lama. 

Selain itu, pemerintah dalam Islam juga tegas menindak penimbun barang. Selain menguatkan pemahaman agar seluruh lapisan masyarakat terikat dengan aturan Allah Swt, hukuman bagi pelaku pun tegas dan membuat jera yang lainnya. Pemerintah akan terus mengingatkan terkait larangan Allah Swt. bagi penimbun. Sebagaimana hadis dari Ma'mar bin Abdullah, Rasulullah bersabda, 

“Tidaklah seseorang melakukan penimbunan melainkan dia adalah pendosa.” (HR. Muslim). 

Selain itu, dalam riwayat lain Rasulullah saw. bersabda, 

“Para pedagang yang menimbun barang makanan (kebutuhan pokok manusia) selama 40 hari, maka ia terlepas dari (hubungan dengan) Allah, dan Allah pun melepaskan (hubungan dengan)-nya.” (HR. Ibnu Umar).

Dengan bersandar pada dalil-dalil di atas, maka pemerintah dalam Islam juga akan memberi sanksi tegas bagi para penimbun, yaitu sanksi yang akan memberikan efek jera dan tidak diikuti yang lainnya. Dengan demikian, ketersediaan barang di saat kebutuhan meningkat akan tetap terjaga. Wallahu 'alam Bishawab.

Oleh: Anita Ummu Taqillah
Pegiat Literasi Islam

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab