Hardiknas dalam Merdeka Belajar, Akankah Lahir Generasi Handal?
Tinta Media - Kualitas generasi merupakan cerminan sistem pendidikan yang diadopsi. Peringatan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2024 mencanangkan bulan Mei 2024 sebagai bulan Merdeka belajar, dengan tema "Bergerak Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar".
Peringatan diadakan di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki Jakarta, menampilkan konser musikal bertajuk 'Memeluk Mimpi-Mimpi: Merdeka Belajar, Merdeka Mencintai'. (www.liputan6.com, 26/4/2024).
Kemendikbudristek telah mengesahkan Kurikulum Merdeka menjadi Kurikulum Nasional berdasarkan Peraturan Menteri No 12 Tahun 2024. Kurikulum Merdeka ditetapkan secara resmi menjadi kerangka dasar dan struktur kurikulum untuk seluruh satuan pendidikan di Indonesia. Namun, Direktur Barisan Pengkaji Pendidikan, Dhita Puti Saraswati berpendapat bahwa Kurikulum Merdeka masih compang-camping, belum layak menjadi kurnas, perlu evaluasi total dan menyeluruh (detikedu, 26/2/2024).
Potret Buram Gagalnya Pendidikan
Meski kurikulum pendidikan berulang kali diganti, tetapi tidak berpengaruh nyata pada perbaikan perilaku siswa. Kurikulum merdeka justru semakin mengokohkan sekulerisasi pendidikan di Indonesia. Kasus kenakalan siswa makin tinggi, bahkan makin bervariasi.
Asesmen Nasional 2022 oleh Kemendikbudristek menunjukkan bahwa 1 dari 3 siswa atau 36,1 persen peserta didik berpotensi dirundung. Pergaulan bebas kian mengkhawatirkan. BKKBN mencatat remaja usia 16-17 tahun, sebanyak 60 persen melakukan hubungan seksual, usia 14-15 tahun sebanyak 20 persen, dan usia 19-20 sebanyak 20 persen.
Dikutip dari ditsmp.kemdikbud.go.id (4/8/2023), seks bebas pada remaja termasuk pada salah satu jenis dari pergaulan bebas remaja selain merokok, mengonsumsi minuman beralkohol, mengonsumsi obat-obatan terlarang, dan tawuran.
Setali tiga uang dengan siswanya, guru yang harusnya menjadi tuntunan terkadang malah jadi tontonan. Tidak sedikit guru yang terjerat kasus seperti pelecehan seksual, kekerasan terhadap siswa, terjerat pinjaman online, kasus guru absen hingga menyalahgunakan tabungan siswa.
Karut-marut kasus yang menimpa, baik guru maupun siswa merupakan indikasi bahwa masalah pendidikan bukan sebatas kurikulum yang diterapkan, tetapi problem sistemik karena penerapan sistem sekuler.
Kurikulum pendidikan sekuler hanya berbasis pada capaian materi, tetapi miskin pembentukan karakter dan kepribadian. Kurikulum merdeka bertujuan menciptakan generasi yang mandiri, kreatif, dan siap bersaing di tingkat global. Tampak output pendidikan berorientasi menghasilkan siswa yang siap bersaing di dunia kerja, mengabdi pada kepentingan industri, menjadi buruh sistem kapitalisme, dan minim pembentukan kepribadian.
Dari situ, lahirnya generasi individualis bergaya hidup hedonis, berpola pikir materialis, membebek gaya hidup Barat. Terciptalah individu- individu yang semakin mengokohkan cengkeraman sistem sekuler kapitalis yang rusak dan merusak.
Sistem Pendidikan Islam
Islam sangat menghargai ilmu, dan mewajibkan kaum muslim menuntutnya dari buaian hingga liang lahat, bahkan hingga ke negeri Cina. Islam mengangkat derajat ahli ilmu beberapa derajat. Oleh karena itu, Islam menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan pokok komunal yang harus diselenggarakan negara dengan cuma-cuma, sehingga bisa diakses seluruh rakyat, baik yang kaya maupun papa.
Sistem pendidikan Islam berbasis akidah Islam. Orientasi pendidikan pun jelas melahirkan individu-individu berkepribadian Islam, yakni individu yang memiliki pola pikir dan pola nafsiyah Islam. Individu-individu ini memiliki akidah yang kokoh, yang menjadikan setiap perbuatannya semata karena dorongan ketakwaan. Standar perbuatannya adalah perintah dan larangan Allah.
Tsaqafah Islam diberikan sejak jenjang pendidikan usia dini hingga perguruan tinggi. Tsaqafah Islam tidak sebatas akhlak dan ibadah, tetapi juga menyangkut muamalah, seperti sistem pemerintahan, ekonomi, sosial budaya, dan lain-lain. Semua berlandaskan ajaran Islam.
Sementara itu, ilmu pengetahuan atau sains diajarkan sesuai dengan keperluan, kemauan, dan kemampuan siswa. Sebagai contoh, ilmu kedokteran atau ilmu nuklir bisa diberikan pada jenjang SMP atau SMA jika siswa berkeinginan dan dipandang mampu.
Berbeda dengan sistem sekuler yang menjadikan ilmu sebagai sumber materi, Islam memandang ilmu seperti air hujan yang memberikan manfaat bagi orang-orang yang mendapatinya, sebagaimana sabda Rasulullah saw.
"Perumpamaan apa yang diturunkan Allah Ta’ala kepadaku berupa petunjuk dan ilmu laksana seperti air hujan (”ghaits”) yang jatuh ke bumi.” (HR. Muslim no. 6093)
Islam menjadikan ilmu sebagai salah satu pembentuk peradaban mulia. Peradaban ini terbukti mampu melahirkan individu- individu yang handal, kokoh keimanannya, berakhlak dan bermental mulia, terampil dan berjiwa pemimpin, serta mampu sebagai problem solver. Mereka adalah generasi yang mendedikasikan dirinya sebagai agen perubahan dan membangun peradaban mulia.
Generasi berkualitas hanya terwujud dalam bangunan pendidikan yang berlandaskan akidah Islam, dalam sistem yang menerapkan Islam secara kaffah. Wallahu a'lam.
Oleh: Ida Nurchayati, Aktivis Dakwah