Tinta Media: Harapan
Tampilkan postingan dengan label Harapan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Harapan. Tampilkan semua postingan

Kamis, 12 September 2024

Menciptakan Ketahanan Pangan, antara Harapan dan Kenyataan



Tinta Media - Presiden Jokowi memaparkan anggaran ketahanan pangan di Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau RAPBN 2025 hanya sebesar Rp124,4 triliun. Pengamat Pertanian Syaiful Bahari melihat nominal itu sama sekali tidak mencerminkan adanya perencanaan strategis untuk penguatan sektor pertanian nasional.

"Seharusnya pemerintah memperjelas apa yang dimaksud dengan ketahanan pangan, apakah dengan jalan peningkatan produktivitas atau penguatan cadangan pangan nasional, atau memperbesar bantuan pangan seperti yang terjadi di 2023-2024," ucap Syaiful saat dihubungi, Jumat (16/8).

Sebagaimana diketahui, anggaran ketahanan pangan di APBN 2025 diarahkan untuk mendukung peningkatan produktivitas, menjaga ketersediaan dan keterjangkauan harga pangan, perbaikan rantai distribusi hasil pertanian, serta meningkatkan akses pembiayaan bagi petani. 

Namun, menurut Pengamat Pertanian Syaiful Bahari, hal tersebut tidak menunjukkan adanya upaya serius dari pemerintah untuk memperbaiki produktivitas pertanian yang dilakukan dari hulu sampai ke hilir. Semisal, penyediaan bibit berkualitas dan anggaran untuk pupuk bagi petani, serta pembangunan infrastruktur, berupa bendungan yang tepat sasaran untuk irigasi pertanian. Demikian juga di pasca panen. Selama ini produk pertanian dalam negeri sulit bersaing dengan negara lain, sehingga merugikan petani. (mediaindonesia.com 16/8/2024 )

Ketahanan pangan yang menyangkut ketersediaan pangan, distribusi, dan konsumsi pangan merupakan persoalan penting bagi sebuah negara karena akan membantu stabilitas dalam negeri, terutama dalam upaya pemenuhan kebutuhan rakyat, bahkan menyangkut kedaulatan suatu negara.

Apa yang dicanangkan oleh pemerintah tampaknya belum memiliki komitmen yang kuat. Hal ini terlihat dari kebijakan yang dibuat, seperti minimnya dukungan/bantuan bagi para produsen pangan, baik di kalangan petani, pekebun, distributor, hingga kemudahan akses bagi konsumen. Semua hal tersebut jika maksimal dalam penanganannya akan mampu mewujudkan ketahanan pangan yang menjadi indikasi negara telah memiliki kedaulatan pangan.

Minimnya dukungan/bantuan pemerintah pada petani, misalnya dalam hal bibit, pupuk yang mahal karena pengurangan subsidi dan sebagainya menjadikan biaya produksi membengkak, sementara hasil pertanian belum tentu dapat membawa keuntungan. Apalagi, dibukanya impor pangan lebar-lebar oleh pemerintah menjadikan produk pertanian dalam negeri harus bersaing dengan produk luar. Ini membuat sektor pertanian sebagai penopang ketahanan pangan justru menghadapi beragam tekanan.

Adanya kebijakan impor dengan alasan untuk membantu ketahanan pangan melalui ketersediaan komoditas, pada kenyataannya menunjukkan ketidakmandirian negeri ini. Padahal, ketahanan pangan suatu negara ditentukan oleh kedaulatannya. Bahkan, Ketua MPR Bambang Soesatyo mengingatkan agar pemerintah mengurangi impor, termasuk impor komoditas pangan. Dengan demikian, pangan Indonesia dapat terjaga secara konsisten. (investor.id 16/8/2024 )

Seharusnya pemerintah membangun sinergi yang kuat bersama petani, melalui penguatan dari sektor hilir hingga hulu. Pemerintah harus menyediaan bibit unggul dan pupuk berkualitas secara murah, bahkan gratis, disertai pembangunan infrastruktur yang maksimal, baik dalam menopang proses produksi maupun distribusi. Ini harus dilakukan untuk memastikan komoditas pangan sampai di pasar yang mudah diakses oleh rakyat sebagai konsumen. Kesinambungan mata rantai tersebutlah yang dapat menciptakan kekuatan pangan di dalam negeri.

Hal tersebut sulit diwujudkan jika pemerintah hanya menjadi regulator dan fasilitator sebagaimana yang ditetapkan dalam sistem kapitalisme sekularisme liberal yang diterapkan di negeri ini. Keberadaan para pemilik modal (kapitalis) yang justru mengendalikan pasokan bahan pangan, mulai dari hilir hingga hulu, dari produksi hingga dalam menentukan harga komoditas secara leluasa di pasaran. Hal itu menyebabkan harga pangan di pasaran bersifat fluktuatif berdasarkan kepentingan dan keuntungan para kapitalis. 

Ditambah lagi kebijakan yang membuka kran impor sebesar-besarnya, termasuk dalam komoditas pangan, sehingga produk pangan lokal semakin lemah dalam persaingan di pasar dan berefek pada kerugian bagi perekonomian dalam negeri. 

Ketahanan pangan tinggal harapan yang tidak dapat diwujudkan. Padahal, SDM dan SDA Indonesia sangat potensial dalam menciptakan surplus pangan yang dapat memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Namun, akibat kebijakan yang kapitalistik liberalistik yang tidak prorakyat, tetapi prokapitalis, akhirnya hanya menguntungkan bagi para oligarki (kekuatan kapitalis dan penguasa).

Oleh karena itu, agar dapat mewujudkan ketahanan pangan, kita butuh sebuah sistem hidup yang bersifat keumatan, yang mengutamakan kepentingan rakyat, dan tidak didominasi oleh kapitalis. Itulah sistem Islam. 

Islam sebagai sebuah diin yang sempurna dan paripurna memandang bahwa pangan adalah salah satu kebutuhan yang wajib dipenuhi untuk setiap individu rakyat oleh pemimpin atau penguasa. Islam menjadikan ketahanan pangan harus diwujudkan karena berkaitan dengan kekuatan dan kedaulatan negara.

Negara (khilafah) yang menerapkan syari'at Islam kaffah akan memastikan pemenuhan kebutuhan rakyat, bukan hanya pangan, tetapi juga sandang dan papan. Negara menjamin kemudahan bagi rakyat dalam mendapatkannya dengan harga murah atau secara gratis. Pastinya tetap memenuhi kualitas gizi yang baik dan cukup untuk kebutuhan dan kesehatan rakyat.

Rasulullah saw. bersabda,

"Imam (pemimpin) adalah ra'in (penggembala), dia yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya." (Hr. Bukhari dan Muslim). 

Negara dalam Islam berfungsi sebagai raa'in (penanggung jawab) yang akan membuat kebijakan ketahanan pangan dengan memaksimalkan potensi SDM dan SDA dalam negeri, mulai dari hulu hingga hilir, baik dalam aspek produksi, kemudahan distribusi, dan pemasaran ke seluruh wilayah negara agar dapat memenuhi kebutuhan pokok seluruh rakyat. Kebijakan ini didukung dengan pembangunan infrastruktur yang maksimal pula, mulai dari bendungan untuk irigasi, infrastruktur jalan, jembatan, dan transportasi untuk memudahkan distribusi.

Negara tidak akan melakukan ekspor, hingga kebutuhan pokok setiap individu rakyat terpenuhi, dan juga tidak akan melakukan impor karena adanya kemandirian pangan dari berbagai komoditas.

Dalam pengelolaannya, lahan pertanian tidak akan dibiarkan habis oleh sektor industri dan pembangunan infrastruktur, karena lahan pertanian sangat penting bagi pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Sektor pertanian tersebut ditopang oleh sistem politik dan ekonomi yang mantap, melalui penerapan syariat Islam kaffah dalam naungan khilafah. 

Oleh karena itu, Islam bukan hanya mampu menghadirkan ketahanan pangan yang kuat, tetapi sistem ini terbukti pernah diterapkan oleh Rasulullah saw. dan para sahabat, serta umat Islam setelahnya ini, sehingga mampu mewujudkan diri sebagai negara adidaya.

Wallahu'alam bissawab



Oleh: Syifa 
(Remaja Palasari, Bandung)

Minggu, 17 Maret 2024

Ramadan di Tengah Harapan Pembebasan Palestina

Tinta Media - Alhamdulillah, Ramadhan sudah tiba. Harapan kita sebagai seorang muslim tentunya akan menyambutnya dengan suka cita. Namun, di tengah kegembiraan itu, kita masih berduka karena saudara-saudara kita di Palestina masih dalam cengkeraman Zionis Yahudi laknatullah. Serangan-serangan yang membabi buta menyebabkan korban jiwa yang luar biasa. Korban yang berjatuhan bukan hanya dari kalangan tentara yang berjuang, terapi juga dari kalangan laki-laki rakyat sipil, perempuan, bahkan anak-anak.

Ironisnya, negeri-negeri muslim terdekat, seperti Mesir menutup mata akan musibah yang menimpa saudaranya. Mereka berpesta pora dengan hidangan yang lezat, sementara rakyat Palestina dalam keadaan kelaparan. Tembok tinggi mereka bangun, sementara rakyat Palestina butuh perlindungan. Harapan warga Gaza agar Mesir membukukan pintu untuk melindungi jiwa saudaranya tak digubris.

Apa yang terjadi di Palestina harusnya membuka mata bahwa kita harus membela saudara yang saat ini dibombardir dan terusir dari negerinya sendiri. Rakyat Palestina berjuang sendiri menghadapi penjajah Yahudi laknatulah. Padahal, mereka tidak memiliki alat tempur yang canggih, sedangkan Zionis Yahudi mendapat bantuan senjata dari negara-negara imperialis dunia seperti AS, Inggris, dan para sekutunya.

Sekat-sekat nasionalisme telah membuat kaum muslimin di dunia yang jumlahnya banyak bagaikan buih di lautan. Meskipun jumlah penduduk muslim lebih dari 2 miliar, tetapi tidak memiliki kekuatan sedikit pun. Persatuan kaum muslimin buyar sejak runtuhnya Kekhilafahan Turki Utsmaniyah. 

Nasionalisme seakan membuat seluruh negeri muslim mati rasa dari penderitaan saudaranya.

Palestina merupakan tanah yang diberkahi Allah Swt. karena di sana tempat lahirnya para nabi. Di sana juga tempat Rasulullah saw. melakukan perjalanan ke Mi'raj. Namun, tanah yang mulia itu hari ini ternodai oleh sekat-sekat nasionalisme.

Bumi yang penuh berkah ini tidak lagi mendapat penjagaan dari kaum muslimin. Mereka hidup dalam keadaan nyaman, sementara rakyat Gaza bertarung mempertahankan nyawa dan kehormatan Islam. Padahal, saat ini kita berada di bulan Ramadan yang mulia, tetapi mereka berada dalam ketakutan.

Meski begitu, kita belajar dari penduduk Gaza bahwa mereka tidak pernah patah arang. Mereka senantiasa meningkatkan keimanan dengan terus menghafalkan Al-Qur'an. Bukti kegigihan mereka terlihat dari para wanitanya. Para wanita Gaza mengatakan bahwa mereka sengaja memakai penutup aurat sempurna saat tidur sehingga saat rumah mereka dibombardir, mayat mereka akan ditemukan dalam keadaan menutup aurat.

Bantuan kemanusiaan yang sempat dikirimkan dari negara-negara yang masih peduli dengan mereka pun dihadang, tidak bisa masuk ke Palestina. Truk-truk pengangkut bantuan kemanusiaan itu antre di depan pintu Rafah di perbatasan Mesir-Gaza. Truk-truk itu tidak bisa masuk karena perjanjian yang disepakati antara Mesir dan Israel. 

Inilah bahayanya jika kaum muslimin tidak memiliki pelindung yang mampu memberikan rasa aman, nyaman, dan senantiasa berada di garis terdepan. Sebagaimana Rasulullah saw.  pernah bersabda,

"Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, di mana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah 'Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/azab karenanya." [Hr. Bukhari dan Muslim]

Imam Ibnu Bathal menegaskan bahwa (الإمام جنة) itu sebagai pelindung interaksi manusia satu sama lain. Fungsi penguasa menurut Allah Swt. adalah melindungi kaum yang lemah di antara manusia, yakni pelindung, penjaga harta, dan kehormatan orang-orang beriman.

Sebagaimana dulu ketika orang-orang Yahudi berusaha memanfaatkan krisis keuangan Khilafah Utsmaniyah. Bapak Yahudi, Theodore Hertzl menawarkan bantuan keuangan kepada khalifah sebagai kompensasi penempatan mereka di tanah Palestina. 

Namun, Sultan Abdul Hamid II menolak tegas. Dengan lantang dan penuh Wibawa, beliau menyampaikan pernyataan yang sangat terkenal, 

"Nasihatilah Doktor Hertz, janganlah dia mengambil langkah serius dalam hal ini. Sungguh, aku tidak akan melepaskan bumi Palestina, meskipun hanya sejengkal. Tanah Palestina bukan milikku, tetapi milik kaum muslimin. Rakyatku berjihad untuk menyelamatkan tanah ini dan mengalirkan darah demi tanah ini. Hendaknya kalian menyimpan saja uangnya. Jika suatu hari khilafah terkoyak-koyak, saat itulah mereka akan sanggup merampas Palestina tanpa harus mengeluarkan uang sedikit pun. Selagi aku masih hidup, maka goresan pisau di tubuhku terasa ringan bagiku daripada aku harus menyaksikan Palestina terlepas dari khilafah. Ini adalah perkara yang tidak boleh terjadi."

Palestina Harus Dibela

Keutamaan yang Allah berikan untuk tanah Palestina dan fakta-fakta yang terjadi merupakan hal penting yang harus diketahui dan dipahami oleh setiap muslim. Seorang muslim harus menentukan sikap terhadap permasalahan Palestina. Apalagi, kondisi saudara-saudara kita di Palestina sudah sedemikian rupa penderitaannya. Sebaliknya, kekejaman yang dilakukan oleh Zionis Yahudi sudah sedemikian biadabnya, hingga tidak bisa ditolerir lagi.

Sudah saatnya seluruh kaum muslimin di seluruh penjuru dunia memberikan perhatian khusus terhadap permasalahan yang menimpa saudara-saudara kita di Palestina. Perjuangan yang dilakukan harus bersifat hakiki, yakni solusi yang menyelesaikan akar masalah. Kejahatan, kekejaman, dan kebiadaban yang dilakukan oleh Zionis Yahudi laknatullah adalah sesuatu yang harus dilawan dengan sungguh-sungguh.

Satu-satunya solusi bagi permasalahan Palestina adalah dengan cara mengusir Yahudi Israel dari bumi Palestina. Tentu dengan mengirimkan tentara-tentara muslim dari negeri-negeri muslim untuk melakukan jihad fisabilillah. Namun, jihad hanya bisa dilakukan jika dikomando oleh seorang pemimpin layaknya  ketegasan Sultan Hamid II saat menolak tawaran Hedzl. 

Muslim itu bagaikan satu tubuh di mana ketika satu tubuh sakit, maka seluruh tubuhnya akan mengalami sakit. Satu-satunya upaya untuk menghilangkan kesakitan itu adalah dengan jihad. Secara syarik, Allah Swt. mewajibkan adanya jihad. Jihad adalah bagian dari ajaran Islam. 

Jihad adalah perang melawan kaum kafir dalam menegakkan agama Allah Swt. dan menolong kaum muslimin yang dizalimi. Allah Swt. telah berfirman,

"Perangilah mereka di mana saja kalian menjumpai mereka dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian." (QS. Al Baqarah [2]: 91). 

Untuk mewujudkan syariat jihad, kita membutuhkan sebuah institusi, yaitu sebuah kekuatan negara adidaya yang akan melawan imperialisme kafir. Ini adalah amalan yang pahalanya luar biasa, ketika Allah Swt. menyerukan untuk berjihad menolong saudara-saudara di Palestina.

Umat membutuhkan seorang pemimpin yang mampu menyatukan seluruh dunia Islam agar menjadi pelindung bagi kaum muslimin. Umat membutuhkan seorang pemimpin yang menerapkan hukum-hukum Islam secara sempurna di dalam kehidupan, hingga perlindungan terhadap agama, jiwa, nasab, kehormatan, akal, harta benda bisa terwujud. Pelaksanaan syariat yang sempurna akan mengantarkan pada kemerdekaan hakiki Palestina sehingga Ramadan dapat dilalui oleh setiap muslim dengan ketaatan dan ketenangan.



Oleh: Ummu Afifah 
(Terapis Tibun Nabawi)

Minggu, 10 Maret 2024

Program Beasiswa Ti Bupati (Besti), Harapan Menuju Perubahan?



Tinta Media - Sistem pendidikan saat ini terus diprioritaskan untuk mencetak para penerus bangsa sebagai tonggak peradaban suatu bangsa. Semua cara ditempuh oleh pemerintah baik di daerah maupun di pusat. Salah satunya dengan program beasiswa ti Bupati alias BESTI yang digulirkan oleh pemerintah Kabupaten Bandung.

Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan pencapaian target Rataan Lama sekolah (RLS), menjadi 10 tahun pada tahun 2024 yang sebelumnya ada di angka 9,10 tahun sekaligus untuk mewujudkan pemerataan pendidikan di wilayahnya.

Bupati Bandung Dadang Supriatna mengatakan bahwa Beasiswa ti Bupati (Besti) merupakan implementasi dari visi pemkab, yakni menyediakan layanan pendidikan yang berkualitas dan merata, guna mendukung terwujudnya masyarakat yang edukatif.

Program ini diperuntukkan bagi siswa berprestasi yang kurang mampu dan diberikan pula kepada para penghafal Qur'an, serta  guru ngaji yang belum mengenyam pendidikan sarjana. Dengan program ini, Bupati berharap bisa melahirkan SDM yang hebat, berkualitas, memiliki daya saing, berintegritas, dan profesional untuk bisa bersama membangun Kabupaten Bandung sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). 

Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat Daerah Lilis Suryani mengatakan bahwa program ini ditujukan pada calon mahasiswa yang memiliki prestasi akademik ataupun non-akademik dan yang tergolong sebagai keluarga ekonomi tidak mampu. Besaran beasiswa Rp5 juta per semester atau paling besar Rp40 juta untuk 8 semester.

Program ini akan digelar selama dua gelombang di tahun 2024 ini. Untuk kuota masing-masing  gelombang pertama 130 dan kedua 120.

Adapun syarat-syarat penerima beasiswa antara lain: warga Kabupaten Bandung yang dibuktikan dengan KTP, yang tengah menempuh pendidikan S1 serta tidak sedang menerima beasiswa lain, menyertakan surat permohonan beasiswa kepada Bupati Bandung, lolos seleksi pemberian beasiswa pendidikan, melampirkan SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian).

Selain syarat tersebut, ada pula kriteria khusus yang wajib dipenuhi, di antaranya: memiliki rata-rata nilai delapan pada ujian nasional dan ujian sekolah bagi calon mahasiswa, bagi yang berstatus mahasiswa diwajibkan memiliki indeks prestasi kumulatif (IPK) terendah di angka 3.00  bagi mahasiswa di perguruan tinggi negeri dan 3.15 bagi mahasiswa di perguruan tinggi swasta.

Pelaksanaan program pemerintah ini merupakan upaya untuk mengurai permasalahan pendidikan dalam kategori khusus untuk golongan menengah ke bawah, tetapi justru ketimpangan sosial ekonomi sangat jelas terlihat dan memberikan jurang pemisah yang semakin dalam antara yang miskin dan yang kaya. Apalagi, pembatasan dan persyaratan yang cukup banyak dalam beberapa kategori jarang bisa diraih oleh masyarakat miskin.

Inilah fakta bahwa negara dalam sistem sekuler-kapitalisme hanya sekadar regulator, bukan sebagai raa'in. Dalam sistem ini, peran pengurusan bercampur tangan dengan pihak pengusaha swasta yang berasaskan manfaat dan keuntungan berupa materi. Padahal, "tidak ada makan siang yang gratis."

Berbeda halnya dengan sistem Islam, sistem pendidikan berbasis akidah diaplikasikan dalam penerapan syariah secara kaffah. Tujuannya adalah membangun kepribadian Islam (aqliyah dan nafsiah Islam) dan mempersiapkan lahirnya generasi yang ahli di setiap aspek kehidupan.

Di samping itu, penerapan akidah yang benar dan lurus merupakan dasar terbentuknya kekuatan ukhrowi yang kuat dan tangguh serta perlindungan dan periayahan negara yang menjamin atas seluruh rakyat dengan tidak ada sekat.

Sebagaimana sabda Rasulullah saw.

"Khalifah adalah pengurus urusan rakyat dan ia bertanggung jawab terhadap urusan mereka."

Generasi unggul di bawah naungan khalifah telah terbukti dalam sejarah selama hampir 14 abad dengan melahirkan para ilmuwan dan cendekiawan muslim yang sampai hari ini penemuan mereka dijadikan tolok ukur dan dikembangkan menjadi sains dan teknologi canggih.

Oleh karena itu, terwujudnya generasi yang bertakwa dan tangguh hanya bisa dilakukan oleh sistem Islam dalam naungan khilafah. Wallahua'lam bisawawab.



Oleh: Nunung Juariah
Sahabat Tinta Media

Minggu, 24 Desember 2023

UMK 2024 Kabupaten dan Kota di Jawa Barat Jauh dari Harapan Buruh



Tinta Media - UMK 2024 Kabupaten dan Kota di Jawa Barat sudah ditetapkan dan hasilnya jauh dari harapan para buruh. Akhirnya, para buruh pun berunjuk rasa di Gedung Sate, Kota Bandung. Mereka berunjuk rasa untuk memperjuangkan kenaikan upah minimum. 

Ribuan buruh se-Jawa Barat itu menuntut PJ Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin untuk tidak mengubah rekomendasi UMK yang sudah diusulkan oleh bupati/walikota se-Jawa Barat, yakni rata-rata kenaikan upah minimum kota sebesar 15 persen. Jika PJ Gubernur mengubah rekomendasi UMK yang sudah diajukan oleh bupati/walikota, mereka mengancam mogok massal tiga hari berturut-turut. 

Wagianto, selaku ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) kota Bandung sangat kecewa dengan keputusan PJ Gubernur Jawa Barat. Massa menolak formula perhitungan penetapan upah minimum yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 2023 karena dianggap sangat merugikan buruh dengan adanya pembatasan kenaikan upah minimum. 

Menurut rencana, PJ Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin akan melakukan konsolidasi bersama presiden partai buruh dan dewan pengupahan. 

Berdasarkan pengalaman selama ini, rakyat pesimis akan adanya bantuan negara agar dapat hidup layak. Karena itu, rakyat melakukan aksi, meskipun aksi tersebut sering tak mampu mengubah kebijakan negara. 

Negara bukannya tidak mendengar jeritan rakyat, tetapi telinga mereka telah tersumpal oleh kapitalisme. Kapitalisme membuat negara tunduk pada korporasi. Buktinya, resep-resep mematikan IMF seperti penghapusan subsidi diambil oleh negara. Negara juga tidak berkutik dengan ulah kapitalis yang memonopoli kebutuhan pangan dan kekayaan alam. 

Kesejahteraan tidak akan dirasakan rakyat selama kapitalisme masih berkuasa. Untuk itu, umat membutuhkan sistim alternatif yang sudah terbukti mampu menjamin kesejahteraan rakyat beserta keadilannya. Sistim alternatif ini adalah sistim Islam yang lahir dari ideologi Islam. Sistim Islam adalah riayah su'unil ummah (mengurusi urusan umat) karena Allah dan rasul-Nya memerintahkan demikian. 

Rasullullah Saw. bersabda: 

"Siapa saja yang diangkat oleh Allah untuk memimpin rakyatnya kemudian ia tidak mencurahkan kesetiaannya, maka Allah haramkan bagi dirinya surga." (HR. al-Bukhari dan Muslim) 

Karenanya, semua masalah yang telah disebutkan sebelumnya akan tuntas karena sistim Islam menerapkan sistim ekonomi Islam. 

Untuk masalah buruh, dalam sistim ekonomi Islam ada yang disebut aqad (kontrak) ijarah. Aqad ijarah akan mengikat antara pengusaha dan pekerja dengan asas saling menguntungkan. Pengusaha diuntungkan dengan jasa dari pekerja, sedangkan pekerja diuntungkan dengan upah yang diberikan oleh pengusaha. Keuntungan ini disepakati dalam kontrak ijarah oleh kedua belah pihak. Tidak boleh ada kezaliman di antara keduanya. 

Adapun ketentuan upah, Islam menentukan bahwasanya upah diberikan sesuai dengan besaran jasa yang diberikan pekerja, jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja, tidak dikaitkan dengan standar hidup minimum masyarakat. 

Konsep ini akan menjamin upah para pekerja layak dan ma'ruf untuk memenuhi kebutuhan pokok, seperti sandang, pangan, dan papan. Dengan kontrak ijarah ini pula, baik pengusaha maupun buruh akan terlindungi hak-haknya. Namun, jika ada perselisihan, sistim Islam akan menyediakan tenaga ahli (Khubara) yang akan menyelesaikan perselisihan di antara keduanya secara netral.

Wallahu'alam bishshawab.


Oleh: Rukmini
Sahabat Tinta Media 

Minggu, 03 Desember 2023

Refleksi Hari Kesehatan Nasional, Layanan Jauh dari Harapan



Tinta Media - Hari Kesehatan Nasional (HKN) diperingati setiap tanggal 12 November, Hari Kesehatan Nasional 2023 bulan lalu mengangkat tema "Transformasi Kesehatan untuk Indonesia Maju". Sudah sepatutnya peringatan Hari Kesehatan Nasional tak sekadar seremoni, lalu bagaimanakah agar peringatan HKN ini benar benar mampu menjadikan kesehatan Indonesia lebih maju dan berkualitas?

Antara Fakta dan Harapan

Dalam peringatan HKN 2023 lalu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengingatkan betapa pentingnya arsitektur kesehatan untuk menghadapi pandemi (liputan6.com, 12/11/2023). Pandemi Covid-19 memberikan pelajaran berharga bagi kita semua. Demikian ucapnya di akun Instagram resminya @smindrawati yang mengunggah gambar kartunis para tenaga kesehatan.

Banyak hal yang menjadi perhatian, bahkan menjadi pekerjaan bersama untuk segera diselesaikan, tentunya dengan refleksi dan evaluasi yang baik. Namun, faktanya persoalan kesehatan masih menghambat terwujudnya SDM yang berkualitas, tingginya stunting karena kemiskinan, mahalnya layanan kesehatan, dan jauhnya kualitas layanan dari standar yang diharapkan. 

Transformasi kesehatan harusnya dimulai dari kualitas pelayanan kesehatan yang perlu diselesaikan, Namun, layanan kesehatan ala kapitalisme justru menciptakan kebijakan kapitalisasi yang mencekik rakyat. Sektor kesehatan diserahkan pengaturannya kepada para kapitalis pemilik modal. Berbagai persyaratan dan administrasi yang menyusahkan, mengakibatkan lambatnya pelayan kesehatan.

Kesehatan yang seharusnya disediakan sebagai jaminan sosial malah disediakan dengan prinsip untung dan rugi. Maka, sudah jelas bahwa sistem  kapitalisme pada sektor kesehatan telah gagal melayani kepentingan rakyat. Salah satunya pelayanan kesehatan.

Prinsip Kesehatan dalam Islam

Dalam Islam, segala kebutuhan dasar masyarakat wajib terpenuhi oleh negara, baik dari segi pendidikan, sandang, pangan papan, termasuk kesehatan. Layanan kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus diprioritaskan pelayanannya dan menjadi tanggung jawab negara untuk menjamin seluruhnya tanpa memungut biaya apapun. 

Dengan demikian, sistem Islam dalam institusi khilafah menyediakan berbagai sarana prasaran kesehatan dan pengobatan lainnya. Negara juga menetapkan kebijakan yang amanah terkait kesehatan, mulai dari infrastruktur kesehatan, pelayanan, teknologi pengobatan, dan pengadaan alat-alat kesehatan. Bahkan, khilafah wajib menyelenggarakan institusi yang menghasilkan tenaga medis berkualitas, seperti sekolah kedokteran, apoteker, perawat, bidan, dan sekolah lainnya.

Transformasi kesehatan semestinya didasarkan pada masa Islam. Rasulullah saw. pernah menerapkan layanan kesehatan secara gratis ketika rombongan di kabilah 'Urainah masuk Islam. Mereka lalu jatuh sakit  di madinah. Rasulullah saw. selaku kepala negara lalu meminta mereka untuk tinggal di penggembalaan unta zakat yang dikelola Baitul Maal di dekat Quba'. Meraka diperbolehkan minum air susu secara gratis sampai sembuh. 

Begitulah penyelenggaraan kesehatan dalam Islam akan diperoleh dari Baitul maal yang dikelola dengan amanah, sehingga seluruh rakyat mampu menjangkau pelayanan kesehatan dengan sangat mudah, gratis, dan berkualitas. Tentunya, konsep ini hanya terwujud dalam sistem yang sempurna, yaitu Islam dalam institusi khilafah. Wallahu a'lam bisshawwab.


Oleh. Avin
(Muslimah Jember)

Selasa, 02 Mei 2023

Peringatan Hari Pendidikan Nasional, Antara Harapan dan Kenyataan dalam Mencetak Generasi Unggulan

Tinta Media - Ki Hajar Dewantara memiliki cita-cita luhur untuk menjadikan rakyat Indonesia merdeka dari penindasan, kebodohan, kezaliman, penghambaan, perbudakan, dan dari segala hal yang menjajah manusia. Salah satu upaya beliau untuk mewujudkan mimpi tersebut adalah dengan mendirikan Perguruan Taman Siswa.

Atas jasa-jasanya tersebut pemerintah menetapkan hari kelahiran Ki Hajar Dewantara, yaitu 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 316 tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959. Dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional, diharapkan rakyat Indonesia mewarisi semangat dan meneruskan cita-cita luhur Ki Hajar Dewantara.

Namun, mampukah cita-cita luhur tersebut terealisasi dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang sekuler saat ini? 

Pada peringatan Hari Pendidikan Nasional yang ke-64 kali ini, ternyata masih banyak fakta menyedihkan mengenai pendidikan di Indonesia yang kita temukan. Artinya, cita-cita luhur Ki Hajar Dewantara belum bisa diwujudkan.

Potensi Besar Indonesia

Indonesia memiliki potensi yang sangat besar, baik dari segi sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Sayangnya, potensi yang besar ini tidak dikelola secara optimal, sehingga untaian zamrud khatulistiwa tersebut belum bisa dirasakan manfaatnya oleh seluruh rakyat. Bahkan, bisa dikatakan bahwa negara kita ini masih tergolong miskin dengan berbagai persoalan yang menyelimutinya.

Besarnya sumber daya manusia yang ada ternyata tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemajuan dan kesejahteraan. Salah satu penyebabnya adalah tingkat pendidikan di Indonesia yang masih tergolong rendah.

Potret Buram Pendidikan di Indonesia

Pada tahun 2011, UNESCO melaporkan Indeks Pengembangan Pendidikan di dunia. Dalam laporan itu, Indonesia menempati posisi ke-69 dari 127 negara. Tentu ini bukan prestasi yang membanggakan. Padahal, pendidikan merupakan salah satu tolak ukur kemajuan suatu bangsa. Karena itu, wajar jika kekayaan alam yang dimiliki oleh negeri ini belum tergarap secara optimal.

Fakta miris lainnya juga bisa kita lihat dari pernyataan yang disampaikan oleh Kementerian Pendidikan, bahwasanya setiap menit ada 4 anak mengalami putus sekolah di Indonesia. Fakta ini semakin memperburuk citra pendidikan di Indonesia. 

Kalau kita cermati, ada banyak faktor yang menyebabkan tingginya angka putus sekolah. Yang terbesar adalah karena faktor ekonomi. Tingginya biaya pendidikan menyebabkan mayoritas masyarakat tidak mampu membayarnya. Karena itu, mereka lebih memilih putus sekolah dan mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin sulit didapat. Hal ini berkaitan erat dengan sistem ekonomi kapitalistik yang diterapkan di Indonesia yang menyebabkan si kaya makin kaya, si miskin makin miskin.

Faktor lain yang menyebabkan putus sekolah adalah gaya hidup hedonis dan permisif yang sudah merasuk dalam diri sebagian masyarakat sehingga banyak yang memilih jalan mudah dan mencari kesenangan semata tanpa mau bekerja keras. Orang-orang seperti ini hanya menganggap sekolah sebagai beban. Itu sebabnya mereka memilih untuk tidak sekolah. 

Dari sisi jenjang pendidikan, jumlah masyarakat Indonesia yang melanjutkan studi ke perguruan tinggi hanya 7,2 persen. Ini bisa dilihat dari survei Sumber Daya Manusia di Indonesia, yaitu 70 persen untuk sekolah dasar, 22,40 persen untuk lulusan sekolah menengah, dan 7,2 persen untuk perguruan tinggi. Dibandingkan dengan Malaysia, sumber daya manusia di Indonesia cukup jauh tertinggal. Malaysia memiliki 20,3 persen lulusan perguruan tinggi.

Fakta lain yang menjadi penyebab rendahnya tingkat pendidikan di Indonesia adalah sebaran guru di Indonesia yang tidak merata. Data Ketenagakerjaan & Penempatan Guru menunjukkan bahwa distribusi guru di Indonesia tidak menyebar dengan baik. 

Dari sisi kualitas, beberapa guru di Indonesia dinilai kurang kompeten. Data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia menunjukkan bahwa 1,3 juta dari total 1,6 juta guru Indonesia mendapat skor di bawah 60 untuk tingkat skor 0-100. Pergantian kurikulum yang terus berulang dinilai sebagai salah satu penyebabnya.

Indonesia telah mengalami perubahan kurikulum sejak 1949 hingga saat ini sebanyak 10 kali. Hal ini menyebabkan guru kesulitan memahami dan mengaplikasikan kurikulum tersebut. Ketika mereka sudah mulai paham dan berupaya menerapkan, kurikulum sudah berubah lagi. Begitu seterusnya, terjadi secara berulang-ulang hingga tidak ada satu pun yang berhasil. 

Belum lagi output yang dihasilkan. Kita bisa melihat tingkah polah anak-anak muda zaman sekarang. Tingginya kriminalitas yang dilakukan oleh remaja, rendahnya empati dan buruknya tingkah laku mereka, bahkan mengarah pada krisis adab dan moral menunjukkan buruknya kualitas pendidikan di Indonesia. Belum lagi keterlibatan mereka dalam narkoba, sek bebas, dan berbagai tindak kejahatan lainnya. Semua itu merupakan potret buram buruknya sistem pendidikan di Indonesia. 

Terlebih, tidak ada contoh yang baik dari generasi tua dalam kehidupan sehari-hari. Artinya, semboyan 'Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani yang dicanangkan oleh Ki Hajar Dewantara hanya sebagai jargon. Layak, kalau sampai saat ini pendidikan di Indonesia belum mengalami peningkatan.

Arah Pendidikan di Indonesia

Mayoritas masyarakat di Indonesia adalah muslim. Harusnya, dalam menjalani kehidupan sehari-hari, mereka bersandar pada syariat Islam, termasuk dalam hal pendidikan. Ketika generasi muslim dijauhkan dari Islam, maka sudah sewajarnya jika mengalami kehancuran. 

Faktanya, sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan di negeri ini berimbas pada jauhnya kaum muslimin dari nilai-nilai agama. Akibatnya, generasi muslim tidak merasa wajib menjalankan syariat Islam. 

Secara fakta, pendidikan di Indonesia memang diarahkan untuk memisahkan agama dari kehidupan (sekularisasi). Seperti saat ini, profil yang ditonjolkan dalam pendidikan karakter bukanlah terbentuknya kepribadian Islam melalui pembentukan pola pikir dan pola sikap yang sesuai dengan Islam

Di sisi lain, kurikulum yang ditetapkan hanya menonjolkan sisi materi. Dalam artian, bagaimana mencetak lulusan yang mampu bekerja sehingga semakin menopang dominasi kapitalis di negeri ini. Aspek agama kurang diperhatikan sehingga wajar jika siswa tidak memahami nilai-nilai agama. Karena itu, mereka tidak memahami mana yang benar dan mana yang salah, sehingga tidak takut untuk melakukan kesalahan, justru mereka merasa bangga. 

Sistem Pendidikan dalam Islam

Pendidikan di dalam Islam ditetapkan berdasarkan akidah Islam. Tidak boleh ada satu pun yang melenceng dari akidah Islam, termasuk dalam kurikulum.

Negara menjamin semua warga negara menerima pendidikan yang layak. Hal ini karena pendidikan merupakan salah satu dari kebutuhan mendasar masyarakat. Karena itu, negara membiayai mereka sehingga bisa mengoptimalkan segala potensi yang dimiliki. Hal itu ditunjang dengan diterapkannya sistem ekonomi Islam sehingga mampu menopang seluruh operasional di bidang pendidikan.

Pendidikan berbasis akidah dengan tujuan mencetak generasi yang berpola pikir dan pola sikap sesuai dengan Islam ini tidak hanya terjadi di lingkungan sekolah. Karena itu, negara juga memiliki kewajiban untuk menciptakan kehidupan yang kondusif di lingkup keluarga dan masyarakat, sehingga terjadi sinkronisasi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat.

Di lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat inilah prinsip 'Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani ini bisa diterapkan dengan landasan iman dan takwa. 

Dengan begitu, generasi muda dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dengan memaksimalkan potensinya. Tidak hanya gemilang dalam ranah personal, tetapi juga memahami peran sosialnya di tengah masyarakat, sehingga mampu berperan aktif dalam melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. 

Dari sini jelas, bahwasanya karakter generasi unggulan ini tidak akan pernah ditemukan dalam sistem kehidupan yang sekuler seperti saat ini. Generasi muda yang unggul hanya mampu dicetak dalam sistem yang sempurna dan paripurna, yaitu sistem Islam dalam naungan daulah Islam. Karena itu, sudah saatnya kaum muslimin mencampakkan sekularisme kapitalisme di negeri ini untuk diganti dengan sistem Islam. Karena hanya dengan cara itulah tujuan untuk menjadikan kaum muslimin sebagai generasi yang unggul bisa tercapai, bukan dengan peringatan hari tertentu sebagai hari pendidikan. Wallahu a'lam bisshawwab.

Oleh: Ida Royanti 
Novelis, Founder Komunitas Aktif Menulis

Kamis, 03 November 2022

Harapan Cinta

Tinta Media - Tatkala sore menghampiri
Tetiba hati merasa sunyi
Kugerakkan jari jemari
Mencoba untuk merangkai

Barisan kata penuh makna
Kutuangkan lewat goresan tinta
Melepaskan ribuan asa 
Yang tersimpan dalam relung jiwa

Rutinitas yang begitu melelahkan
Jerit tangis bocah tak terelakkan
Segudang amanah harus ditunaikan
Tanpa ada yang terabaikan

Dengan segala kekalutan
Engkaulah satu-satunya harapan
Bukan harta dan kemewahan yang kuinginkan
Seonggok cinta dan tulusnya perhatian

Wahai belahan jiwaku
Dalam munajat kusebut namamu
Semoga kita senantiasa bersama
Dalam ikatan cinta karena Nya

Sayang...
Bersamamu jalan dakwah terasa indah
Semoga Allah berkenan limpahkan rahmat dan berkah
Semoga Malaikat menjemput kita dalam husnul khotimah

Batam, 1 November 2022

Oleh : Nur Salamah
Sahabat Tinta Media 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab