Senin, 04 November 2024
Minggu, 27 Oktober 2024
Pamong Institute: Rezim Baru Harus Punya Keberanian Melakukan Perubahan Mendasar
Tinta Media - Direktur Pamong Institute Drs. Wahyudi Al-Maroky, M.Si. mengatakan, yang paling utama dari rezim baru ini harus punya keberanian untuk melakukan perubahan yang mendasar.
“Yang paling utama adalah rezim ini harus punya keberanian untuk melakukan perubahan yang mendasar,” tuturnya kepada Tinta Media, Kamis (24/10/2024).
Menurutnya, rezim baru ini harus meninggalkan kegagalan-kegagalan lalu menghentikan proyek-proyek yang irasional kemudian menegakkan hukum dengan baik yang adil, yaitu menggunakan hukum Islam.
Ia menekankan agar rakyat jangan diperas lagi dengan pajak. Rakyat juga jangan dibebani dengan berbagai pungutan yang lain.
“Bagaimana cara mengatasi hal tersebut? Ya harusnya dilakukan perombakan. Hal yang krusial terutama dalam sistem pengelolaan kenegaraan jangan sampai menggunakan sistem sekuler yang kapitalistik,” sarannya.
Kemudian ucapnya, mengisi dengan orang-orang yang kapabel, orang-orang yang profesional dan amanah, sistem yang baik dan orang yang menjalankan juga harus baik dan tidak boleh dilanjut-lanjutkan kebijakan-kebijakan yang zalim.
“Ini tergantung keberanian dari rezim yang baru,” tandasnya.
Lebih Baik
Wahyudi mengingatkan, rezim baru harus melakukan minimal tiga hal agar negeri ini bisa lebih baik ke depannya.
“Maka yang harus dilakukan rezim baru ini agar bisa lebih baik ke depannya minimal ada 3 hal yang harus diubah dan diperhatikan betul,” tukasnya.
Pertama, menggunakan sistem atau aturan untuk mengurus negeri ini dengan sistem yang baik, sistem yang barakah, sistem yang datang dari zat yang maha baik yaitu yang datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Sehingga sistem hukum warisan Belanda dibuang. Sistem pemerintahan demokrasi warisan Yunani dibuang juga. Kembali kepada sistem yang diwariskan oleh Rasulullah Muhammad SAW yaitu sistem Islam atau sistem khilafah dalam sistem pemerintahannya dan sejumlah hukumnya syariat Islam,” ungkapnya.
Kedua, untuk menjalankan sistem tersebut harus diisi dengan SDM yang amanah, baik, profesional dan kaffah.
Ia menilai ini menjadi penting melihat cerminan SDM yang disusun untuk kabinet hari ini tampaknya belum memenuhi kriteria itu dan jauh dari kriteria itu.
“Dan itu mungkin harus ada perombakan cepat. Itu harus melakukan perombakan total yaitu merampingkan kabinetnya. Bukan menambah-nambah dengan jumlah wakil menteri yang begitu banyak,” sambungnya.
Ia menambahkan, dengan jumlah kabinet yang begitu besar malah membuat boros keuangan negara dan justru membebani rakyat ke depannya.
Ketiga, selain sistem yang baik dan barakah, SDM yang profesional dan amanah yakni adalah kontrol masyarakat dari masyarakat yang baik dan bertakwa.
Wahyudi menilai, masyarakat yang bertakwa adalah kunci yang paling penting. “Dia akan mengontrol dengan baik, mengoreksi dengan baik, mengkritik dengan baik sehingga rezim atau pemerintahan yang berjalan akan lurus tidak terlalu banyak deviasi. Kalaupun ada segera dikoreksi dan diperbaiki,” ungkapnya.
Menurutnya, tiga hal ini yang harus dijadikan perubahan besar oleh rezim ini jika ingin negeri ini lebih baik dari sebelumnya.
“Jika tiga poin ini tidak dilakukan, hanya akan mengulang rezim-rezim yang sebelumnya. Sehingga rakyat tidak dapat berharap banyak terhadap rezim yang menggunakan sistem lama, orang-orang lama, cara-cara lama, tradisi-tradisi lama,” pungkasnya.[] Muhammad Nur
Harapan Umat terhadap Rezim Baru, antara Optimis dan Pesimis
Tinta Media - Pengamat Politik Dr. Suswanta, M.Si. menyebutkan bahwa
harapan umat antara optimis dan pesimis terhadap rezim baru. "Harapan
umat terhadap rezim baru dapat dibedakan menjadi dua, optimis dan
pesimis," tuturnya kepada Tinta Media, Jumat (25/10/2024).
Menurutnya, umat optimis karena berharap bahwa Indonesia
akan menjadi kekuatan ekonomi dan politik yang disegani secara internasional.
Indonesia sekarang dipimpin oleh presiden yang tegas, berkompeten dan serius
memberantas korupsi. "Pembangunan infrastruktur jalan tol secara
masif, KA cepat dan IKN telah membuat Indonesia sejajar dengan negara
maju," ujarnya.
Namun, lanjutnya, ada pesimisme umat bahwa rezim baru hanya
bagian kecil dari puzzle sistem kapitalis sekuler. Rezim baru tidak bisa lepas
dari cengkeraman para bohir dan bandar, baik dari dalam atau luar negeri yang
turut memenangkannya dalam pilpres.
"Rezim baru tetap akan menjadi pelayan pemilik modal,
kebijakan yang dibuat tetap akan merugikan rakyat dan menguntungkan pemilik
modal, karena sumber daya alam yang melimpah telah dikuasai asing atau aseng," tukasnya.
Ia menilai pesimisme terhadap rezim baru lebih sesuai dengan
fakta yang ada. Temuan Clifford Geertz bahwa Indonesia adalah negara teater
(panggung sandiwara) yang pejabatnya pamer seremonial megah, memproduksi simbol
kemewahan tanpa membawa manfaat untuk rakyat menemukan buktinya. "Akan
tetapi anehnya, rakyat suka cita dengan kepalsuan tersebut, padahal hanya
dijadikan penonton dan obyek eksploitasi semata," bebernya.
Ia mengungkapkan bahwa rezim baru ini mewarisi hutang luar
negeri, kriminalisasi ulama dan aktivis, proyek IKN yang diperkirakan mangkrak.
Maka cara rezim baru ini menyelesaikan problem tersebut tentu dengan mengambil
kebijakan yang sesuai dengan prinsip-prinsip kapitalis sekuler.
"Sebagai contoh SMI atau Sri Mulyani Indrawati sebagai
menteri keuangan akan mengambil kebijakan peningkatan nilai APBN melalui
peningkatan pajak dan utang luar negeri. Mengingat rezim baru hanyalah puzzle
dari sistem kapitalis sekuler," terangnya.
Ia juga menyatakan bahwa yang harus dilakukan rezim baru
agar Indonesia menjadi lebih baik itu dengan menerapkan sistem ekonomi Islam.
Mengingat negeri ini adalah negeri muslim yang besar. Sistem ekonomi Islam
menjadikan kesejahteraan individu rakyat sebagai indikator keberhasilan
ekonomi, mengakui kepemilikan individu, umum dan negara.
"Tidak menjadikan pajak dan utang sebagai sumber
pendapatan. Tetapi pengelolaan sumber daya alam yang melimpah secara
profesional oleh pejabat yang amanah untuk kemakmuran rakyat,"
pungkasnya.[] Ajira
Rezim Jokowi Tinggalkan Warisan Problematik, Ini yang Mungkin Dilakukan Rezim Baru
Tinta Media - Sekjen Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. N. Faqih Syarif H, M.Si. menyampaikan kemungkinan langkah yang akan diambil pemerintahan Prabowo dalam menyelesaikan berbagai masalah yang diwariskan rezim Jokowi.
"Pemerintahan Prabowo-Gibran akan menghadapi tantangan
besar berupa warisan utang negara yang membengkak, isu kriminalisasi terhadap
ulama dan aktivis, serta proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) yang diprediksi
mangkrak. Untuk menghadapi masalah-masalah ini, beberapa langkah yang mungkin
diambil oleh rezim baru, antara lain," tuturnya kepada Tinta Media, Senin (21/10/2024).
Pertama, Penanganan Utang Negara. Indonesia menghadapi beban utang yang signifikan, terutama setelah pandemi Covid-19. “Untuk mengatasinya, Prabowo-Gibran kemungkinan besar akan meningkatkan Pendapatan Negara: Salah satu prioritasnya adalah mendirikan Badan Penerimaan Negara guna meningkatkan rasio penerimaan negara terhadap Produk Domestik Bruto (PDB),” ungkap Faqih.
Peningkatan penerimaan ini, katanya, bisa melalui optimalisasi pajak, efisiensi di sektor BUMN, dan memperluas basis pajak. “Melanjutkan Hilirisasi Industri. Dengan fokus pada hilirisasi sumber daya alam, seperti di sektor tambang, pemerintah bisa menghasilkan nilai tambah dari ekspor bahan setengah jadi, sehingga pendapatan negara meningkat. Langkah ini dianggap penting untuk memperkuat cadangan devisa dan mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri,” jelasnya.
“Menjaga Stabilitas Ekonomi Makro. Dengan menjaga inflasi dan memperbaiki nilai tukar, rezim ini dapat memperkuat daya beli domestik serta menarik lebih banyak investasi asing,” tambahnya.
Kedua. Kriminalisasi Ulama dan Aktivis. Kritik terkait isu kriminalisasi terhadap ulama dan aktivis, yang menjadi perhatian dalam rezim sebelumnya, menimbulkan keinginan masyarakat untuk perbaikan di bidang hukum.
“Langkah yang mungkin diambil meliputi, Reformasi Hukum dan Penegakan HAM. Pemerintahan baru mungkin akan berupaya memperbaiki citra pemerintah dengan melakukan reformasi di bidang penegakan hukum dan memastikan kebebasan berpendapat dihormati. Pendekatan ini akan melibatkan dialog yang lebih terbuka dengan tokoh-tokoh agama dan masyarakat sipil, serta memastikan tidak ada diskriminasi dalam penegakan hukum,” terang Faqih.
“Mengurangi Polarisasi Sosial. Salah satu prioritas pemerintahan Prabowo-Gibran adalah meredakan ketegangan sosial-politik yang muncul akibat kriminalisasi ini dengan membangun narasi persatuan nasional. Ini bisa dilakukan melalui rekonsiliasi politik dan sosial dengan berbagai kelompok, termasuk kalangan ulama dan aktivis yang kritis,” lanjutnya.
Ketiga, Proyek Ibu Kota Nusantara (IKN). Proyek IKN, yang dimulai pada era Presiden Joko Widodo, menghadapi berbagai kendala, termasuk masalah pendanaan dan prediksi mangkraknya proyek tersebut.
“Untuk menyelamatkan proyek IKN, rezim baru kemungkinan akan, pertama, menarik Investasi Asing untuk melanjutkan proyek besar ini, pemerintahan baru perlu menarik lebih banyak investasi dari luar negeri, baik melalui skema public-private partnership (PPP) atau insentif khusus untuk investor besar.
“Kedua, Memperkuat Manajemen Proyek. Pemerintah dapat melakukan evaluasi ulang terhadap pengelolaan proyek untuk memastikan efisiensi dan menghindari pemborosan anggaran. Mereka mungkin juga akan merestrukturisasi jadwal dan prioritas pembangunan IKN,” jelasnya.
“Ketiga, Mengaitkan IKN dengan Hilirisasi dan Pengembangan Teknologi. Untuk menjaga relevansi dan nilai ekonomis IKN, pemerintah mungkin akan memfokuskan proyek ini sebagai pusat inovasi, teknologi, dan hilirisasi industri,” bebernya.
Secara keseluruhan, menurutnya, pemerintahan Prabowo-Gibran akan perlu menunjukkan kemampuan mengelola utang negara dengan baik, menjaga ketertiban sosial, dan memastikan proyek strategis seperti IKN tetap berjalan dengan efisien serta berkelanjutan.[] Novita Ratnasari