Tinta Media: Harapan Baru
Tampilkan postingan dengan label Harapan Baru. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Harapan Baru. Tampilkan semua postingan

Senin, 04 November 2024

Harapan Baru pada Pemimpin Baru, Hanya Sekadar Ilusi


Tinta Media - Presiden Indonesia yang baru telah dilantik. Pasangan yang memenangkan pemilu, yakni Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka kini telah resmi menjabat sebagai presiden dan wakil presiden negara Republik Indonesia, tepatnya pada 20 Oktober lalu.

Dengan dihadiri oleh para pejabat tinggi negara dan duta besar negara asing, begitulah pelantikan itu digelar. Sejumlah kebijakan baru yang akan diterapkan Prabowo dalam lima tahun masa jabatannya diungkap dalam pidatonya. Beberapa janji dan kebijakan utama presiden dan wakil presiden antara lain:

Pertama, presiden berencana membentuk Badan Perencanaan Negara (BPN) untuk meningkatkan rasio penerimaan pajak dari 10 persen menjadi 23 persen.

Selain itu presiden berjanji akan memangkas pajak penghasilan (PPH) dari 22 persen menjadi 20 persen untuk meningkatkan kepatuhan pajak. Presiden juga akan menargetkan pertumbuhan ekonomi 8 persen. Dalam sektor properti, presiden akan menghapus pajak properti. Langkah ini diharapkan dapat menjadi katalis positif bagi sektor properti
(liputan6.com).

Sebagian orang menganggap bahwa pergantian pemimpin merupakan harapan baru adanya perubahan ke arah yang lebih baik. Dalam anggapannya, keberhasilan suatu kepimpinan berada dalam individu pemimpin. Sejatinya, anggapan tersebut keliru. Jika sistem yang digunakan masih sama, yaitu demokrasi kapitalisme, maka tidak akan pernah terjadi perubahan.

Bagaimana tidak, sistem yang diterapkan ini, yakni kapitalisme adalah sistem yang cacat sejak lahir. Sistem diibaratkan sebagai induk. Ia akan menghasilkan turunan. Turunan yang dihasilkan oleh sebuah sistem yang rusak pastinya akan rusak pula dan berpotensi merusak.
Adanya berbagai problem di dunia ini adalah dampak buruk dari penerapan sistem saat ini. 

Keberhasilan yang akan diperoleh tidak semata-mata karena person (individu), tetapi juga sistem yang digunakan dan hasil dari penerapan hukum yang sahih (benar). Sistem yang unggul hanya akan terwujud dalam sistem Islam. Penerapan aturan Allahlah yang akan mendatangkan keberkahan dalam hidup.

Islam menetapkan kriteria pemimpin sebuah negara dalam 7 syarat in'iqad (pengangkatan), yakni laki-laki, muslim, merdeka, baligh, berakal, adil, dan memiliki kemampuan dalam bidangnya
(Nizamul Islam halaman 161).
Apabila seorang pemimpin tidakmemenuhi ketujuh syarat tersebut, maka tidak diperbolehkan menjadi pemimpin.

Islam juga menetapkan tugas pemimpin secara kaffah (menyeluruh). Pemimpin berperan sebagai ra'in (pelayan) dan junnah (perisai) bagi rakyat. Kedudukan pemimpin dalam Islam adalah sebagai pelayan masyarakat, sehingga harus benar-benar melayani  umat dan menjadi pemimpin yang amanah.

Dalam mekanisme sistem Islam inilah harapan kehidupan yang lebih baik akan dapat terwujkan. Hal ini membutuhkan adanya perjuangan untuk mewujudkannya. Saatnya kita kembali pada hukum Islam yang akan membawa kita pada rida Allah dan kesejahteraan bagi masyarakat. Allahu a'lam bishawwab.



Oleh: Sarinah 
(Komunitas Literasi Islam Bungo)

Minggu, 27 Oktober 2024

Pamong Institute: Rezim Baru Harus Punya Keberanian Melakukan Perubahan Mendasar

Tinta Media - Direktur Pamong Institute Drs. Wahyudi Al-Maroky, M.Si. mengatakan, yang paling utama dari rezim baru ini harus punya keberanian untuk melakukan perubahan yang mendasar.

“Yang paling utama adalah rezim ini harus punya keberanian untuk melakukan perubahan yang mendasar,” tuturnya kepada Tinta Media, Kamis (24/10/2024).

Menurutnya, rezim baru ini harus meninggalkan kegagalan-kegagalan lalu menghentikan proyek-proyek yang irasional  kemudian menegakkan hukum dengan baik yang adil, yaitu menggunakan hukum Islam.

Ia menekankan agar rakyat jangan diperas lagi dengan pajak. Rakyat juga jangan dibebani dengan berbagai pungutan yang lain.

“Bagaimana cara mengatasi hal tersebut? Ya harusnya dilakukan perombakan. Hal yang krusial terutama dalam sistem  pengelolaan  kenegaraan jangan sampai menggunakan sistem sekuler yang kapitalistik,” sarannya.

Kemudian ucapnya, mengisi dengan orang-orang yang kapabel, orang-orang yang profesional dan amanah, sistem yang baik dan orang yang menjalankan juga harus baik dan tidak boleh dilanjut-lanjutkan kebijakan-kebijakan yang zalim.

 

“Ini tergantung keberanian dari rezim yang baru,” tandasnya.

Lebih Baik

Wahyudi mengingatkan, rezim baru harus melakukan minimal tiga hal agar negeri ini bisa lebih baik ke depannya.

“Maka yang harus dilakukan rezim baru ini agar bisa lebih baik ke depannya minimal ada 3 hal yang harus diubah dan diperhatikan betul,” tukasnya.

Pertama, menggunakan sistem atau aturan untuk mengurus negeri ini dengan sistem yang baik, sistem yang barakah, sistem yang datang dari zat yang maha baik yaitu yang datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Sehingga sistem hukum warisan Belanda dibuang. Sistem pemerintahan demokrasi warisan Yunani dibuang juga. Kembali kepada sistem yang diwariskan oleh Rasulullah Muhammad SAW yaitu sistem  Islam atau sistem khilafah dalam sistem pemerintahannya dan sejumlah hukumnya syariat Islam,” ungkapnya.

Kedua, untuk menjalankan sistem tersebut harus diisi dengan SDM yang amanah, baik, profesional dan kaffah.

Ia menilai ini menjadi penting melihat cerminan SDM yang disusun untuk kabinet hari ini tampaknya belum memenuhi kriteria itu dan jauh dari kriteria itu.

“Dan itu mungkin harus ada perombakan cepat. Itu harus melakukan perombakan total yaitu merampingkan kabinetnya. Bukan menambah-nambah dengan jumlah wakil menteri yang begitu banyak,” sambungnya.

Ia menambahkan, dengan jumlah kabinet yang begitu besar malah membuat boros keuangan negara dan justru membebani rakyat ke depannya.

Ketiga, selain sistem yang baik dan barakah, SDM yang profesional dan amanah yakni adalah kontrol masyarakat dari masyarakat yang baik dan bertakwa.

 

Wahyudi menilai, masyarakat yang bertakwa adalah kunci yang paling penting. “Dia akan mengontrol dengan baik, mengoreksi dengan baik, mengkritik dengan baik sehingga rezim atau pemerintahan yang berjalan akan  lurus tidak terlalu banyak deviasi. Kalaupun ada segera dikoreksi dan diperbaiki,” ungkapnya.

Menurutnya, tiga hal ini yang harus dijadikan perubahan besar oleh rezim ini jika ingin negeri ini lebih baik dari sebelumnya.

“Jika tiga poin ini tidak dilakukan, hanya akan mengulang rezim-rezim yang sebelumnya. Sehingga rakyat tidak dapat berharap banyak terhadap rezim yang menggunakan sistem lama, orang-orang lama, cara-cara lama, tradisi-tradisi lama,” pungkasnya.[] Muhammad Nur

Harapan Umat terhadap Rezim Baru, antara Optimis dan Pesimis

Tinta Media - Pengamat Politik Dr. Suswanta, M.Si. menyebutkan bahwa harapan umat antara optimis dan pesimis terhadap rezim baru. "Harapan umat terhadap rezim baru dapat dibedakan menjadi dua, optimis dan pesimis," tuturnya kepada Tinta Media, Jumat (25/10/2024).

Menurutnya, umat optimis karena berharap bahwa Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi dan politik yang disegani secara internasional. Indonesia sekarang dipimpin oleh presiden yang tegas, berkompeten dan serius memberantas korupsi.  "Pembangunan infrastruktur jalan tol secara masif, KA cepat dan IKN telah membuat Indonesia sejajar dengan negara maju," ujarnya.

Namun, lanjutnya, ada pesimisme umat bahwa rezim baru hanya bagian kecil dari puzzle sistem kapitalis sekuler. Rezim baru tidak bisa lepas dari cengkeraman para bohir dan bandar, baik dari dalam atau luar negeri yang turut memenangkannya dalam pilpres.

"Rezim baru tetap akan menjadi pelayan pemilik modal, kebijakan yang dibuat tetap akan merugikan rakyat dan menguntungkan pemilik modal, karena sumber daya alam yang melimpah telah dikuasai asing atau aseng," tukasnya.

Ia menilai pesimisme terhadap rezim baru lebih sesuai dengan fakta yang ada. Temuan Clifford Geertz bahwa Indonesia adalah negara teater (panggung sandiwara) yang pejabatnya pamer seremonial megah, memproduksi simbol kemewahan tanpa membawa manfaat untuk rakyat menemukan buktinya. "Akan tetapi anehnya, rakyat suka cita dengan kepalsuan tersebut, padahal hanya dijadikan penonton dan obyek eksploitasi semata," bebernya.

Ia mengungkapkan bahwa rezim baru ini mewarisi hutang luar negeri, kriminalisasi ulama dan aktivis, proyek IKN yang diperkirakan mangkrak. Maka cara rezim baru ini menyelesaikan problem tersebut tentu dengan mengambil kebijakan yang sesuai dengan prinsip-prinsip kapitalis sekuler.

"Sebagai contoh SMI atau Sri Mulyani Indrawati sebagai menteri keuangan akan mengambil kebijakan peningkatan nilai APBN melalui peningkatan pajak dan utang luar negeri. Mengingat rezim baru hanyalah puzzle dari sistem kapitalis sekuler," terangnya.

Ia juga menyatakan bahwa yang harus dilakukan rezim baru agar Indonesia menjadi lebih baik itu dengan menerapkan sistem ekonomi Islam. Mengingat negeri ini adalah negeri muslim yang besar. Sistem ekonomi Islam menjadikan kesejahteraan individu rakyat sebagai indikator keberhasilan ekonomi, mengakui kepemilikan individu, umum dan negara.

"Tidak menjadikan pajak dan utang sebagai sumber pendapatan. Tetapi pengelolaan sumber daya alam yang melimpah secara profesional oleh pejabat yang amanah untuk kemakmuran rakyat," pungkasnya.[] Ajira

Rezim Jokowi Tinggalkan Warisan Problematik, Ini yang Mungkin Dilakukan Rezim Baru

Tinta Media - Sekjen Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. N. Faqih Syarif H, M.Si. menyampaikan kemungkinan langkah yang akan diambil pemerintahan Prabowo dalam menyelesaikan berbagai masalah yang diwariskan rezim Jokowi.


"Pemerintahan Prabowo-Gibran akan menghadapi tantangan besar berupa warisan utang negara yang membengkak, isu kriminalisasi terhadap ulama dan aktivis, serta proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) yang diprediksi mangkrak. Untuk menghadapi masalah-masalah ini, beberapa langkah yang mungkin diambil oleh rezim baru, antara lain," tuturnya kepada Tinta Media, Senin (21/10/2024).

Pertama, Penanganan Utang Negara. Indonesia menghadapi beban utang yang signifikan, terutama setelah pandemi Covid-19. “Untuk mengatasinya, Prabowo-Gibran kemungkinan besar akan meningkatkan Pendapatan Negara: Salah satu prioritasnya adalah mendirikan Badan Penerimaan Negara guna meningkatkan rasio penerimaan negara terhadap Produk Domestik Bruto (PDB),” ungkap Faqih.

Peningkatan penerimaan ini, katanya, bisa melalui optimalisasi pajak, efisiensi di sektor BUMN, dan memperluas basis pajak. “Melanjutkan Hilirisasi Industri. Dengan fokus pada hilirisasi sumber daya alam, seperti di sektor tambang, pemerintah bisa menghasilkan nilai tambah dari ekspor bahan setengah jadi, sehingga pendapatan negara meningkat. Langkah ini dianggap penting untuk memperkuat cadangan devisa dan mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri,” jelasnya.

“Menjaga Stabilitas Ekonomi Makro. Dengan menjaga inflasi dan memperbaiki nilai tukar, rezim ini dapat memperkuat daya beli domestik serta menarik lebih banyak investasi asing,” tambahnya.

Kedua. Kriminalisasi Ulama dan Aktivis. Kritik terkait isu kriminalisasi terhadap ulama dan aktivis, yang menjadi perhatian dalam rezim sebelumnya, menimbulkan keinginan masyarakat untuk perbaikan di bidang hukum.

“Langkah yang mungkin diambil meliputi, Reformasi Hukum dan Penegakan HAM. Pemerintahan baru mungkin akan berupaya memperbaiki citra pemerintah dengan melakukan reformasi di bidang penegakan hukum dan memastikan kebebasan berpendapat dihormati. Pendekatan ini akan melibatkan dialog yang lebih terbuka dengan tokoh-tokoh agama dan masyarakat sipil, serta memastikan tidak ada diskriminasi dalam penegakan hukum,” terang Faqih.

“Mengurangi Polarisasi Sosial. Salah satu prioritas pemerintahan Prabowo-Gibran adalah meredakan ketegangan sosial-politik yang muncul akibat kriminalisasi ini dengan membangun narasi persatuan nasional. Ini bisa dilakukan melalui rekonsiliasi politik dan sosial dengan berbagai kelompok, termasuk kalangan ulama dan aktivis yang kritis,” lanjutnya.

Ketiga, Proyek Ibu Kota Nusantara (IKN). Proyek IKN, yang dimulai pada era Presiden Joko Widodo, menghadapi berbagai kendala, termasuk masalah pendanaan dan prediksi mangkraknya proyek tersebut.

“Untuk menyelamatkan proyek IKN, rezim baru kemungkinan akan, pertama, menarik Investasi Asing untuk melanjutkan proyek besar ini, pemerintahan baru perlu menarik lebih banyak investasi dari luar negeri, baik melalui skema public-private partnership (PPP) atau insentif khusus untuk investor besar.

“Kedua, Memperkuat Manajemen Proyek. Pemerintah dapat melakukan evaluasi ulang terhadap pengelolaan proyek untuk memastikan efisiensi dan menghindari pemborosan anggaran. Mereka mungkin juga akan merestrukturisasi jadwal dan prioritas pembangunan IKN,” jelasnya.

“Ketiga, Mengaitkan IKN dengan Hilirisasi dan Pengembangan Teknologi. Untuk menjaga relevansi dan nilai ekonomis IKN, pemerintah mungkin akan memfokuskan proyek ini sebagai pusat inovasi, teknologi, dan hilirisasi industri,” bebernya.

Secara keseluruhan, menurutnya, pemerintahan Prabowo-Gibran akan perlu menunjukkan kemampuan mengelola utang negara dengan baik, menjaga ketertiban sosial, dan memastikan proyek strategis seperti IKN tetap berjalan dengan efisien serta berkelanjutan.[] Novita Ratnasari

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab