Tinta Media - Founder Institut Muamalah Indonesia, KH M. Shiddiq Al-Jawi, S.Si, M.Si. mengungkap latar belakang diharamkannya binatang tokek dan cicak.
"Tokek hukumnya haram, karena terdapat nash-nash yang memerintahkan membunuhnya," tuturnya kepada Tinta Media, Rabu (20/7/2022).
Adanya perintah membunuh suatu binatang, lanjut Ustaz Shiddiq, adalah dalil haramnya binatang itu. "Sebab membunuh binatang tanpa menyembelihnya akan membuat binatang itu menjadi bangkai (al-maitah). Padahal bangkai hukumnya haram (QS Al-Maidah : 3)," terangnya.
Ia juga menuturkan tentang kitab Nailul Authar karangan Imam Syaukani yang membahas Keharaman binatang dan perintah membunuhnya.
"Imam Syaukani telah membuat bab khusus dalam kitabnya Nailul Authar dengan judul bab mengenai binatang yang pengharamannya dipahami dari perintah membunuhnya atau larangan membunuhnya (Bab Maa Ustufiida Tahriimuhu min Al-Amri bi-Qatlihi aw An-Nahyi ‘an Qatlihi). (Imam Syaukani, Nailul Authar, 12/484)," jelasnya.
Dalam kapasitasnya sebagai ahli dalam bidang fiqih, Ia menyampaikan beberapa hadits yang terdapat dalam Kitab Nailul Authar tersebut.
"Dalam bab itu ada beberapa hadis, antara lain riwayat Saad bin Abi Waqqash RA bahwa:
أَنَّ النَّبِيَّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – أَمَرَ بِقَتْلِ الْوَزَغِ وَسَمَّاهُ فُوَيْسِقًا
“Nabi SAW telah memerintahkan untuk membunuh cicak dan Nabi SAW menamainya fusaiq (binatang kecil yang fasik/tidak taat).” (HR Ahmad dan Muslim).
Dalam Shahih Bukhari terdapat keterangan mengenai sebab pengharaman cicak, yaitu ia pernah meniup-niupkan api kepada Nabi Ibrahim AS yang sedang dibakar oleh Raja Namrud. Diriwayatkan oleh Ummu Syuraik RA bahwa :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِقَتْلِ الْوَزَغِ وَقَالَ كَانَ يَنْفُخُ عَلَى إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلَام
“Rasulullah SAW telah memerintahkan membunuh cicak dan beliau bersabda dulu cicak pernah meniup-niup [api] kepada Ibrahim AS.” (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari, hadis no 3109)," terangnya.
Menurutnya, dalil-dalil tentang membunuh cicak merupakan dalil bahwa cicak hukumnya haram. "Dalil-dalil hadis di atas menunjukkan adanya perintah syara’ untuk membunuh cicak. Perintah syara’ untuk membunuh cicak adalah dalil bahwa cicak itu hukumnya haram," tegasnya.
Namun, pengharaman di atas ujar Ustadz Shiddiq, tak hanya untuk cicak, namun juga meliputi tokek. Para ulama menganggap tokek dan cicak masih satu jenis, sehingga hukum tokek sama dengan hukum cicak, yaitu haram. Imam Nawawi berkata,”Menurut ahli bahasa Arab, cicak (al-wazagh) masih satu jenis dengan tokek (saam abrash), karena tokek adalah cicak besar.” (Imam Nawawi, Syarah Shahih Muslim, Juz 7/406).
Ia juga mengutip dari pendapat para ulama pengarang kitab, yang menerangkan tentang cicak.
"Pengarang kitab Aunul Ma’bud menerangkan tentang cicak (al-wazagh), dalam kitab Nihayah disebutkan bahwa kata wazagh (cicak) adalah bentuk jamak (plural) dari kata wazaghah. Cicak dapat disebut juga tokek (wa hiya allaty yuqaalu lahaa saam abrash). (Lihat : Aunul Ma’bud, Juz 11/294)," paparnya.
Imam Syaukani juga menyatakan, terang Ustadz Shiddiq, Tokek adalah salah satu jenis cicak dan merupakan cicak besar (wa saam abrash jinsun minhu wa huwa kibaaruhu).” (Imam Syaukani, Nailul Authar, XII/487).
Selanjutnya ia menegaskan mengenai haramnya cicak juga bisa diterapkan pada tokek.
"Berdasarkan penjelasan di atas, hukum haramnya cicak dapat juga diterapkan pada tokek, karena cicak dan tokek dianggap satu jenis. Maka tokek pun hukumnya haram. (Imam1P0 Syihabuddin Asy-Syafii, At-Tibyan limaa Yuhallal wa Yuharram min al-Hayaman, hal. 116; Imam Nawawi, Raudhah Ath-Thalibin, Juz I/389; Tuhfatul Muhtaj fi Syarh Al-Minhaj, Juz 41/240; Mughniy Al-Muhtaj, Juz 18/194)," terangnya.
Kemudian ia menegaskan keharaman suatu binatang. "Dan jika suatu binatang haram dimakan, maka menjualbelikannya haram juga," tegasnya.
Selanjutnya ia memberikan penjelasan mengenai kaidah fiqihnya.
Hal ini sesuai kaidah fiqih :
كل ما حرم على العباد فبيعه حرام
(Kullu maa hurrima ‘ala al-‘ibad fa-bai’uhu haram).
“Segala sesuatu yang sudah diharamkan atas hamba, menjualbelikannya haram juga.” (Imam Taqiyuddin an-Nabhani, Al-Syakhshiyah Al-Islamiyah, Juz 2/288).
Kaidah tersebut, terang Ustadz Shiddiq, dirumuskan dan diistinbath oleh Imam Taqiyuddin an-Nabhani dari berbagai hadis Nabi SAW, antara lain dari sabda Nabi SAW :
إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى إِذَا حَرَّمَ شَيْئًا حَرَّمَ ثَمَنَهُ
“Sesungguhnya Allah Ta’ala jika telah mengharamkan sesuatu, maka Dia mengharamkan pula harganya [jual belinya].” (HR Daruquthni no 2852; Musnad Ahmad 2546; Ath-Thabrani no 12716; Ibnu Hibban no 5028).
Ustadz Shiddiq, sapaan akrabnya, memberikan penjelasan tentang kebolehan menggunakan sesuatu yang haram sebagai obat.
"Akan tetapi jika tokek itu akan dijadikan obat, maka menjualbelikannya boleh dan tidak mengapa. Sebab berobat dengan sesuatu yang haram hukumnya makruh, tidak haram," ujarnya.
Nabi SAW, lanjutnya, pernah mengizinkan Abdurrahman bin Auf RA dan Zubair bin Al-Awwam RA untuk berobat dengan sesuatu yang haram, yaitu mengenakan sutera karena mereka terkena penyakit gatal-gatal (HR Ahmad, no. 13178). Padahal sutera haram dipakai oleh kaum laki-laki. (HR Abu Dawud no 3535, An-Nasa`i no 5053, Ibnu Majah no 3585, Ahmad no 891).
Ia kembali menegaskan mengenai kaidah fiqih.
"Maka mafhum dari kaidah fiqih di atas dengan sendirinya menerangkan bahwa kalau sesuatu itu tidak diharamkan, maka menjual belikannya juga tidak diharamkan," jelasnya.
Terakhir, ia menyatakan bahwa dengan berbagai dalil tentang keharaman cicak, maka membunuhnya adalah sunnah. "Hukum membunuh cicak, sunnah," pungkasnya.[] Nur Salamah