Tinta Media: Halloween
Tampilkan postingan dengan label Halloween. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Halloween. Tampilkan semua postingan

Minggu, 13 November 2022

Mendudukkan Halloween di Arab dan Maulid Nabi

Tinta Media - Umat Islam di Indonesia masih dihangatkan dengan berita tentang Arab Saudi yang merayakan pesta Halloween. Namun, sejumlah kesaksian WNI di Indonesia yang tersebar di media menyatakan bahwa Arab Saudi tidak secara khusus merayakan Halloween, melainkan acara tersebut merupakan rangkaian dari festival musiman di Riyadh dengan tema "Pekan yang Menyeramkan". 

Tema festival itu selalu berganti tiap minggunya. Tema horor hanya satu di antara tema yang diusung dalam rangkaian acara festival. Oleh karena itu, tidak ada diksi Halloween dalam tema festival yang digelar pada 27-28 Oktober lalu. 

Menariknya, netizen Indonesia ada yang sampai memperbandingkan acara di Arab tersebut dengan Maulid Nabi. Kebetulan, kostum horor dalam festival di Arab itu persis seperti Halloween sehingga diksi itu pun digunakan. 

Sebelumnya, kita digegerkan dengan perayaan Halloween di Itaewon dan harus berakhir dengan melayangnya ratusan nyawa. Tragedi ini membuat duka Korea Selatan karena sebanyak 156 orang tewas di perayaan tersebut. 

Sebenarnya apa Halloween itu? Halloween merupakan perayaan umat Kristen yang diperingati setiap tanggal 31 Oktober. Peringatan ini dapat dijumpai di sejumlah negara. Halloween disimbolkan dengan labu yang dibentuk menyerupai wajah menyeramkan. (Kompas.com)

Halloween vs Maulid Nabi 

Pertama-tama, konteks festival di Arab dengan diksi Halloween pun sudah keliru, sebab pada faktanya tidak ada kekhususan Arab Saudi merayakan itu. Kostum menyeramkan yang disebut-sebut mirip dengan Halloween hanyalah sebagai rangkaian dari festival musiman. Adalah suatu kebetulan ketika tema horor diangkat di tengah musim Halloween. 

Kedua, memperbandingkan persoalan fikih dengan budaya adalah keliru, sesuatu yang sebetulnya bukan hal yang sebanding untuk dibandingkan karena berbeda konteks. Misalnya, ketika seseorang memperbandingkan akhlak dengan menutup aurat. Tidak ada dasarnya kalau semakin menutup aurat, semakin bagus akhlaknya. Ini tidak ada kaitannya sama sekali, termasuk antara festival di Arab dengan Maulid Nabi, keduanya berbeda ranah. 

Festival masuk ke ranah budaya, sedangkan Maulid Nabi lebih kepada perbedaan furu' yang tidak bisa dipaksakan. Ranah budaya dan fikih tidak tepat  diperbandingkan. Jikapun harus memperbandingkan budaya, maka harus dengan konteks budaya lagi. 

Arab saudi dengan madzhab Hambali yang dipegang, sebenarnya bukan persoalan. Yang menjadi persoalan adalah ketika ada yang tidak memahami bahwa justru ada khilafiyah pada perayaan Maulid Nabi itu sendiri. Persoalan fikih bukan sesuatu yang bisa dipaksakan. 

Sama halnya ketika mengunjungi Baitullah misalnya. Ada seseorang dengan pandangan wajibnya qunut, tetapi tidak menemui adanya qunut saat salat Subuh di Masjidil Haram. Inilah yang dimaksud perbedaan furu'. 

Tentu mengedepankan akhlak dan toleransi dalam menyikapi perbedaan furu' adalah kewajiban. Bahkan, kita tahu bahwa Imam Syafi'i adalah murid dari Imam Abu Hanifah, tetapi tidak membuat keduanya berselisih dan justru saling menghormati. 

Kesimpulan 

Ada semacam pemahaman yang perlu diluruskan, agar Maulid Nabi tidak dipahami secara mutlak untuk dirayakan oleh semua umat Islam, sebab itu merupakan khilafiyah. Di sisi lain, mungkin komentar yang memperbandingkan Halloween dengan Maulid Nabi, bahwa dari segi substansi, tentu Maulid Nabi lebih baik. 

Namun, pada kenyataannya bukan Halloween yang tengah dirayakan, tetapi semacam festival yang tentu ranahnya adalah budaya, sedangkan budaya tidak bisa kita bandingkan dengan khilafiyah umat Islam. 

Pada prinsipnya, sebagian orang menyayangkan dan sebagian lagi pro dengan festival di Arab Saudi tersebut. Terlepas dari apa pun pendapat mereka, tetapi memperbandingkannya dengan Maulid Nabi jelas tidak ada kaitannya dan tidak bisa dijadikan bahan perbandingan.

Oleh: Shopiah Syafaatunnisa
Sahabat Tinta Media

Jumat, 11 November 2022

Empati yang Tak Menarik Simpati

Tinta Media - Kematian ratusan peserta pesta halloween menyentak dunia, tak terkecuali pemimpin negeri ini.

Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo atau Jokowi menyampaikan ungkapan duka cita yang mendalam atas peristiwa tewasnya ratusan orang saat merayakan pesta Halloween di Itaewon, Seoul, Korea Selatan. Jokowi merasa sangat sedih begitu mengetahui ratusan korban jiwa melayang saat merayakan Halloween. "Deeply saddened to learn about the tragic stampede in Seoul," kata Presiden Jokowi dalam akun twitter resminya, Minggu 30 Oktober 2022. Viva.co.id 

Tak ada yang salah dalam ucapan bela sungkawa. Namun,  ucapan seorang pemimpin seperti itu lebih layak ditujukan untuk permasalahan yang membelit negeri ini. Faktanya, berbagai kesedihan dan kesusahan rakyat belum menjadi perhatian penting. Namun ungkapan simpati itu justru cepat disampaikan buat masyarakat negara lain.

Empati dan simpati itu juga seharusnya untuk tragedi Kanjuruhan yang sampai saat ini belum tuntas, termasuk siapa yang bertanggung jawab atas hal tersebut. Masyarakat, terutama keluarga korban ingin tahu penyebab kematian ratusan jiwa yang sia-sia. Mereka juga bertanya-tanya, mengapa aparat sampai menembakan gas air mata?

Empati dan simpati dari presiden dan pihak yang terkait itu mestinya direalisasikan dengan segera mengusut tuntas pihak yang bertanggung jawab atas tragedi tersebut, tidak membiarkan masyarakat berasumsi sendiri, sehingga menambah ketidakpercayaan pada aparat dalam menegakkan hukum.

Masyarakat yang selama ini sudah tidak simpati pada para pemimpin dan penegak hukum, bisa jadi akan mencari jalan lain dalam menyelesaikan masalah. Dengan berlarut-larutnya penanganan perkara, ada kesan tragedi didesain untuk mengalihkan perhatian masyarakat tentang berbagai kegagalan  pemimpin mengatur negeri ini. 

Berbeda halnya dengan sistem lslam. Pemimpin selalu peduli serta empati pada rakyat, baik dalam kondisi normal, terlebih ketika terjadi tragedi. Hal ini karena pemimpin adalah pelindung dan penanggung jawab urusan masyarakat.
Rasulullah saw. dengan sabdanya:
«ÙƒُÙ„ُّÙƒُÙ…ْ رَاعٍ ÙˆَÙƒُÙ„ُّÙƒُÙ…ْ Ù…َسْؤُÙˆْÙ„ٌ عَÙ†ْ رَعِÙŠَّتِÙ‡ِ»
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya”. (HR. Bukhari).

Para pemimpin akan bertindak cepat mengusut perkara yang menimpa rakyat, terlebih jika menyangkut nyawa. Dalam Islam, perkara nyawa adalah sesuatu yang besar. Hilangnya satu nyawa bagaikan menghilangkan semua nyawa manusia di bumi ini.

Penghilangan nyawa bisa di sebut pembunuhan. Pembunuhan  ada 4 macam, yaitu:

Pertama, pembunuhan yang disengaja, yaitu ada rencana dan dengan memakai alat yang mematikan. Hukuman bagi pelaku adalah wajib atasnya qishas, yaitu membunuh pelaku karena perbuatannya. Jika keluarga korban memaafkan, maka ada diyat yang harus diserahkan kepada walinya.

Sebagaimana Firman Allah Swt. dalam surat al-Baqarah 179: 

“Diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh.”

Dari Tirmidzi, dari Amru bin Syu’aib, dari bapaknya, dari kakeknya, bahwa Rasulullah saw. bersabda: 

“Barang siapa yang membunuh dengan sengaja, maka keputusannya diserahkan kepada wali-wali pihak terbunuh. Mereka berhak membunuh, atau mengambil diyat, yakni 30 unta dewasa, 30 unta muda (jadza’ah) dan 40 unta yang sedang bunting, dan mereka juga berhak memaafkannya.”

Kedua, pembunuhan yang miÅ•ip disengaja adalàh pembunuhan yang disengaja, tetapi menggunakan alat yang pada umumnya tidak bisa membunuh. Bisa jadi maksudnya hanya menyakiti, memberi pelajaran, menyiksa dan lain-lain, tetapi melampaui batas. Seperti memukul dengan cambuk, tangan, kaki, tongkat dan lain-lain yang umumnya tidak mematikan. 

Hukum pembunuhan yang mirip disengaja diyatnya sangat berat, yakni 100 ekor unta dan 40 ekor di antaranya sedang bunting.

Dari Abdullah bin Amr, bahwa Rasulullah saw. bersabda:

“Perhatikan, orang yang terbunuh secara mirip disengaja, terbunuh karena cambuk atau tongkat, maka diyatnyan 100 ekor unta dan 40 ekor di antaranya sedang bunting. “(HR. Bukhari).

Ketiga, pembunuhan tidak disengaja ada dua bentuk. Pertama, menembak binatang mengenai seseorang dan terbunuh, memundurkan mobil lalu menabrak seseorang hingga mati, dan lain-lain. 

Hukuman terhadap pelakunya adalah menyerahkan diyat kepada wali korban sebesar 100 ekor unta dan harus membayar kafarat dengan membebaskan budak. Jika tidak menjumpai budak, maka ia harus berpuasa 2 bulan secara berturut-turut.

Kedua, pelaku membunuh seseorang di negeri kafir harbiy (negera kafir yang memerangi umat lslam), tetapi orang yang ia bunuh adalah muslim. Namun, korban menyembunyikan keislamannya. Hukum bagi pelaku adalah ia hanya wajib membayar kafarat saja, dan tidak wajib membayar diyat.

Sebagaimana yang terdapat dalam Qur’an surat an-Nisa 92:

“Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal ia mukmin, maka (hendaknya si pembunuh) memerdekakan hamba-hamba yang mukmin.”

Keempat, pembunuhan yang terjadi karena ketidaksengajaan, yaitu jika seseorang melakukan suatu perbuatan tanpa ia kehendaki, tetapi perbuatannya menyebabkan terbunuhnya seseorang. Misalnya, seseorang jatuh lalu menimpa orang lain hingga mati, bermain-main senjata lalu mengenai orang hingga mati, rusaknya mesin mobil hingga menabrak orang lalu mati, dan lain-lain. 

Jenis pembunuhan ini mirip dengan pembunuhan tidak disengaja jenis pertama. Kemiripan dua model ini sangat jelas, yaitu pembunuhan tidak disengaja terjadi pada perbuatan yang dikehendaki oleh pelaku. Akan tapi, apa yang diakibatkan dari perbuatannya tidak sesuai dengan kehendaknya. 

Adapun pembunuhan yang terjadi karena ketidaksengajaan, tidak ada kehendak dari pelakunya secara mutlak, juga terhadap apa yang diakibatkan dari perbuatannya itu. Oleh karena itu, ia tidak dibunuh, karena ia melakukan pembunuhan yang tidak disengaja, tapi masuk pada kategori melakukan pembunuhan yang terjadi karena ketidaksenggajaan.

Hukum pembunuhan semacam ini adalah wajib membayar diyat 100 ekor unta dan wajib membayar kafarat dengan membebaskan budak. Jika ia tidak mendapatkan budak, wajib berpuasa selama dua bulan berturut-turut. (Nidzam al-Uqubat, Abdurrahman al-Maliki hal 139-162).

Hukuman yang diberlakukan bertujuan untuk mencegah manusia untuk melakukan hal yang sama/jawazir, serta menebus adzab di akhirat kelak/jawabir karena hukuman yang sesuai syariat telah dilaksanakan di dunia. 

Pasti masyarakat akan simpati pada pemimpin yang menjalankan  keadilan Islam sekaligus membuktikan bahwa hanya hukum lslam yang memuaskan akal dan menentramkan jiwa manusia.
Allahu a’lam

Oleh: Umi Hanif 
Sahabat Tinta Media

Senin, 07 November 2022

Paganisme Marak, Bukti Sekularisme Merebak

Tinta Media - Perayaan Halloween semakin marak diikuti oleh berbagai kalangan di seluruh penjuru dunia. Tak hanya bagi penduduk di negeri asalnya, bahkan penduduk di negeri muslim pun tak terkecuali.

Perayaan yang dirayakan setiap tanggal 31 Oktober ini disambut meriah dengan berbagai peragaan kostum yang menyeramkan. Tak kalah meriah dari perayaan di negara-negara Eropa, bahkan di Saudi pun ikut-ikutan latah merayakan.

Perayaan Halloween berlangsung meriah di Boulevard Riyadh pada Kamis dan Jumat (27-28/10/2022). Acara ini didedikasikan untuk menampilkan penyamaran yang menakutkan, serta memamerkan desain kreatif penduduk Arab Saudi.Tujuannya adalah untuk menciptakan suasana yang penuh dengan kesenangan, sensasi, dan kegembiraan saat orang-orang menemukan cerita di balik berbagai kostum karakter. Kompas.com 31/10/2022

Padahal, dulu perayaan ini sangat dilarang di Arab, kini malah disponsori oleh pemerintah sendiri. Miris, negeri muslim yang sangat kental dengan kebudayaan Islam kini malah terjangkit oleh sekularisme akut. Acara maulid dilarang, malah acara kaum musyrik dibebaskan.

Tak hanya di Saudi, perayaan halloween di Itaewon Korsel bahkan memakan korban jiwa. Seperti yang dilansir oleh BBC News pada 30/10/2022, tragedi Halloween di Itaewon Korsel setidaknya menyebabkan 154 orang meninggal akibat berdesakan.

Asal-usul Halloween

Jika dikaji secara mendalam, perayaan Hallowen berasal dari festival Celtic kuno Samhain, yakni ketika orang-orang menyalakan api unggun dan mengenakan kostum untuk mengusir hantu.

Pada abad kedelapan, Paus Gregorius III menetapkan 1 November sebagai waktu untuk menghormati semua orang kudus atau All Saints Day dengan memasukkan beberapa tradisi Samhain. Malam sebelum All Saints Day dikenal sebagai All Hallows Eve yang kini populer dengan Hari Halloween. Detik.com

Maka, sudah pasti perayaan semacam ini merupakan tradisi yang dipengaruhi oleh pandangan hidup tertentu, yaitu paganisme, haram hukumnya diikuti oleh kaum muslimin.

Sebuah tradisi yang dipengaruhi oleh pandangan hidup suatu ideologi disebut dengan hadharah. Perayaan halloween merupakan hadharah dari peradapan Barat yang memang sengaja dimasukkan ke negeri-negeri muslim melalui tangan-tangan kaum muslimin yang memang awam dan juga melalui penguasa-penguasa yang menjadi boneka dan corong Barat.

Dengan demikian, sangat mudah bagi Barat memasukkan ideologinya. Apalagi, Islamopobia sudah menjangkiti kaum muslimin karena Barat berhasil membuat takut umat Islam dengan agamanya sendiri. 

Halloween Buah Sekularisme

Maraknya perayaan sesat Halloween ini disebabkan oleh paham sekuler yang sudah menjangkiti pemikiran umat maupun penguasa saat ini. Perayaan sesat dilegalkan, syariat Islam dilarang, bahkan dikriminalisasi. Inilah bukti bahwa umat saat ini sedang sakit kronis . 

Umat semakin dijauhkan dari Islam, dan semakin dicekoki oleh ajaran-ajaran sekuler. Walhasil, umat akan semakin terperosok ke dalam jurang kesesatan yang dalam. Tak ada perisai yang dapat melindungi akidah umat karena memang negara lepas tangan dalam melindungi rakyatnya dari kesesatan.

Penguasa negeri muslim hanya memikirkan kepentingan diri dan kelompoknya saja. Kalaupun melayani, pelayanannya hanya sekadarnya. Apalagi dalam urusan menjaga akidah, negara bahkan abai sekali.

Sekularisme memberikan kebebasan dalam berakidah. Agama dianggap sebagai hal yang privat. Entah mau beragama atau tidak, itu urusan pribadi. Begitulah sekularisme.

Sistem Islam Menjaga Akidah Umat

Budaya paganisme atau apa pun itu, memang termasuk hadharah kufur, sehingga haram untuk diikuti oleh kaum muslimin. Dalam negara Islam, negara punya peranan penting dalam meriayah atau mengurusi umat dan melindungi rakyatnya. Perayaan semacam Halloween sudah pasti akan dilarang dalam negara Islam karena mengandung kesesatan.

Salah satu tugas khalifah adalah melindungi akal. Maka, khalifah akan memberikan hukuman yang tegas bagi yang merayakannya. Adapun bagi nonmuslim, mereka akan diberikan kebebasan dalam menyembah sesembahannya. Namun, mereka dilarang untuk menyebarkan keyakinannya di tempat umum. 

Negara akan membina rakyatnya dengan akidah Islam, sehingga akan terbentuk keyakinan yang kuat terhadap agamanya. Rakyat tidak akan mudah diracuni oleh pemikiran-pemikiran asing yang menyesatkan. 

Inilah yang tidak didapatkan oleh umat saat ini. Penguasa benar-benar meriayah dan melindungi rakyatnya dengan benar dan tulus. Penguasa yang demikian pasti akan terwujud dari sistem yang benar-benar datang dari Zat Yang Mahabaik, yaitu sistem Islam. Maka, mari kita perjuangkan sistem ini agar umat tidak terjerumus ke dalam jurang kesesatan.
Wallahu a'lam.

Oleh: Ummu Rafi
Sahabat Tinta Media


Jumat, 04 November 2022

Rayakan Halloween yang Tak Dicontohkan Nabi, Gus Uwik: Saudi Labrak Syariat dan Istinbat Hukum yang Diyakini

Tinta Media - Perayaan Halloween yang dirayakan di Saudi dinilai Peneliti Pusat Kajian Peradaban Islam Gus Uwik telah melabrak syariat dan Istinbat hukum yang diyakini.

"Jelas Hallowen itu tidak ada dicontohkan oleh Nabi. Apalagi jelas itu budaya asing. Harusnya haram murokkab. Lha, kenapa ini malah dilaksanakan bahkan didukung oleh negara? Aneh. Melabrak syariat dan istinbat hukum yang diyakini," tuturnya kepada Tinta Media, Rabu (2/11/2022).

Pemahaman Saudi yang ketat, katanya, jangankan melakukan hal yang tasyabuh, hal yang tidak ada tuntunannya dalam syariah (tidak dicontohkan nabi) saja diharamkan. "Dianggap bid'ah. Dan semua yang bid'ah adalah sesat dan masuk neraka," ungkapnya. 

Gus Uwik, sapaan akrabnya merasa terkejut dengan informasi tersebut. "Saya pribadi sangat kaget. Kok bisa terlaksana? Bukankah itu budaya asing? Dan sudah mafhum bahwa tasyabuh ke budaya asing adalah sebuah keharaman yang tidak boleh dilakukan," ujarnya.

Menurutnya, fenomena Halloween di Saudi terjadi karena tidak lepas dari penguasanya yang berpikiran liberal.

"Kalau saya melihat, ini semua karena mindset penguasa Saudi yang liberal. Tidak totalitas dalam menjalankan syariat. Islam ditempatkan pada ranah ibadah saja. Sedangkan ranah umum dibuat bebas bahkan cenderung membebek barat," tegasnya.

Selanjutnya ia juga memberikan contoh fakta terkait sikap-sikap liberal di Saudi Arab, yang dianggap gerakan keterbukaan.

"Misal, sekarang dibolehkan konser musik, wanita boleh pakai pakaian di luar hijab ketika di ruang publik, dan lain-lain. Ini menunjukkan pergeseran ke arah liberalisasi. Walau diklaim, itu semua untuk gerakan keterbukaan. Apanya yang terbuka? Terbuka dalam melanggar syariat Islam," cecarnya.

Saudi jelas menunjukkan sikap semakin liberal, imbuhnya, Walau ada perbedaan pendapat terkait perayaan Maulid, namun perayaan Maulid itu adalah masuk dalam wilayah pendapat Islami. Karena di dukung oleh dalil-dalil nash Al-Qur'an maupun Hadist.

Sebagai peneliti, ia juga mengatakan jika Saudi konsisten dengan segala sesuatu yang tidak dicontohkan oleh Nabi seharusnya menolak Halloween. "Jika Saudi konsisten, tatkala melarang Maulid maka seharusnya lebih keras melarang perayaan Hallowen. Ini kan kebalik. Maulid dilarang, yang jelas-jelas ada dalilnya. Hallowen yang jelas-jelas tidak ada dalilnya dan jelas-jelas dari budaya barat malah diterima dan dirayakan. Jelas liberalnya," terangnya.

Terakhir, ia menegaskan bahwa Halloween adalah budaya Barat yang harus ditolak dan dilarang.

"Hallowen jelas budaya barat. Harus ditolak dan dilarang. Hal tersebut juga menjadi sikap negara. Negara yang seharusnya melarang keras. Sebab, sesuatu yang dilarang oleh Allah, pasti mengandung kerusakan dan tanpa faedah. Jadi jelas, harus ditolak dan dilarang," pungkasnya. [] Nur Salamah

Kamis, 03 November 2022

Belajar dari Kasus Itaewon, IJM: Kaum Muslim Jangan Terjerumus dalam Kegiatan Halloween!

Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnu Wardana mengajak kaum Muslim untuk mengambil pelajaran dari kasus Itaewon.

"Kasus Itaewon ini adalah suatu bentuk pelajaran penting buat kita semua. Jangan sampai umat Muslim, anak-anak muda Islam terjerumus dalam kegiatan Halloween," tuturnya dalam acara Aspirasi Rakyat 'Ironi Halloween Itaewon' di kanal Youtube Justice Monitor pada hari Senin (31/10/2022).

Menurutnya, apalagi kegiatan Halloween itu menimbulkan korban jiwa. Sebagaimana dikabarkan bahwa pesta Halloween di Itaewon Korea Selatan telah menewaskan 153 orang dan 80 orang terluka. "Mati karena perbuatan yang buruk tentu sangat dijauhi dalam konteks Islam," ungkapnya. 

Agung membeberkan fakta tradisi Halloween bukan berasal dari Islam. Bahkan jauh dari konteks, konsep, dan peradaban Islam. Selain itu, simbol dan nama-nama terkait perayaan Halloween sama sekali tidak ada hubungannya dengan khazanah Islam. "Halloween identik dengan tradisi sekularisme," ujarnya.

Ia menyayangkan ketika ada saudara Muslim malah ikut-ikutan merayakan tradisi ini. "Foto bareng atau foto selfie dengan kostum Halloween. Apa motifnya? Sekadar iseng, ikut tren, hanya main-main?" serunya.

Ia pun mengingatkan supaya kaum Muslim tidak latah mengikuti hal yang belum tentu faedahnya. "Apalagi yang sudah jelas kesalahannya," tandasnya.

Jebakan 

Direktur Justice Monitor ini mengungkapkan, perayaan Halloween itu bagian dari produk budaya populer dan jebakan bagi kaum Muslim. "Budaya populer adalah budaya yang disukai banyak orang. Ukuran popularitas dalam hal ini bersifat kualitatif dan serba relatif," imbuhnya.

Ia pun menambahkan budaya populer tidak termasuk dalam hitungan budaya adiluhung. Termasuk budaya massa yang komersial dan membodohi banyak orang. "Budaya yang mencaplok mimpi-mimpi kita, mengemasnya, dan menjualnya kepada kita," jelasnya. 

Agung menegaskan budaya pop menjadi alat kapitalisme yang menciptakan kesadaran palsu di kalangan banyak orang. Budaya ini bergerak cepat, sampai-sampai tanpa sadar publik sukarela tunduk dengan logic of capital (logika proses produksi), dimana hal-hal yang dangkal dan cepat ditangkap, itu yang cepat laku. "Fenomena ini juga sering dijuluki dengan instant culture," tambahnya. 

Agung berharap agar generasi muda Muslim menyadari bahwa banyak jebakan yang bisa membuat mereka lengah dan kemudian terjerumus ke dalam perbuatan yang dilarang agama. Hal ini akan menjadi panduan ampuh agar kaum Muslim tidak terjerumus menjadi pembebek budaya Barat dan pengamal budaya buruk. 

"Karena kita sudah punya ilmunya. Ilmu yang bisa menuntun kita untuk menentukan mana yang salah dan mana yang benar. Begitulah yang seharusnya dilakukan," pungkasnya.[] Lussy Deshanti Wulandari
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab