Peringatan Hakordia, Negara Tak Berdaya di Depan Koruptor
Tinta Media - Alih-alih memiliki komitmen tinggi dalam pemberantasan korupsi di tanah air, negara ini terasa semakin tunduk dan tak berdaya di hadapan para pemakan harta negara dan rakyat. Mulai dari sejumlah kebijakan yang dibuat atau kinerja KPK yang dinilai turut menurun. Semua ini menunjukan bagaimana tidak berdayanya negara melawan para pemakan harta negara ini.
Kinerja KPK Dinilai Menurun
Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2022 memberikan satu catatan penting bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi di tanah air. Hal ini terkait dengan anjloknya kepercayaan publik terhadap institusi ini. Diduga hal ini sangat erat dengan perilaku insan di dalamnya. Berdasarkan hasil jajak pendapat yang dilakukan Litbang Kompas pada 19-21 Juli lalu terhadap 502 responden, kepercayaan masyarakat terhadap lembaga anti korupsi ini mencapai posisi terendah dalam lima tahun terakhir.
Peneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi (Pukat) Universitas gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman berpendapat bahwa ada empat catatan yang membuat anjloknya kepercayaan publik terhadap KPK ini.
Pertama, KPK dinilai telah kehilangan independensinya sebagai lembaga antikorupsi yang sengaja dibentuk negara guna mendukung upaya pemberantasan korupsi.
Kedua, terkait dengan integritas para petinggi KPK yang dinilai banyak melakukan pelanggaran etik, khususnya para pimpinannya. Misalnya, kasus Ketua KPK Firli Bahuri yang menampilkan gaya hidup mewah, serta mantan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar yang disinyalir menerima gratifikasi dari sejumlah pihak yang berperkara. Selain itu, terdapat sejumlah insan KPK yang diduga terjerat dalam lingkaran suap dalam penanganan perkara, pencurian barang bukti, dan juga berbagai tindak pelanggaran lainnya. Semua kasus ini menunjukan rendahnya integritas KPK.
Ketiga, dapat dilihat dari minimnya KPK dalam menangani kasus strategis. Yang dinamakan kasus strategis adalah kasus yang menimbulkan kerugian besar negara, menyangkut hajat hidup orang banyak, atau dilakukan oleh pejabat dengan jabatan yang paling tinggi. Pada sisi ini, KPK sudah jarang menemukan kasus strategis dan sebaliknya, hanya terkesan tebang pilih terhadap kasus korupsi yang ditangani. KPK juga dinilai minim ketegasan dalam upaya penindakan perkara korupsi.
Dalam momen peringatan Hakordia kali ini, Zaenur berharap bahwa ini tidak hanya menjadi momen seremonial saja yang tidak berdampak terhadap upaya pemberantasan korupsi di tanah air. Dia berharap bahwa Hakordia ini harus digunakan sebagai sarana evaluasi dan kontemplasi dalam perjalanan dan kerja-kerja pemberantasan korupsi. (Kompas com/Desember, 9-12-2022)
Ironi memang, lembaga yang diharapkan mampu untuk memberantas tindak korupsi oleh pejabat negara ternyata harus tunduk pada sistem yang ada. Selanjutnya, lembaga ini seakan kehilangan taringnya ketika berhadapan dengan pencuri berdasi ini. Seakan selalu saja ada seribu cara untuk menyelamatkan diri dari jerat penanganan kasus korupsi.
Islam Tegas Menindak Koruptor
Islam memiliki aturan yang jelas untuk menindak para pencuri, termasuk pencuri berdasi ini. Mekanisme yang dimiliki Islam berlaku mulai dari tindak preventif untuk menjaga setiap individu muslim agar tidak sampai terlibat dalam tindak korupsi sampai pada tahap kuratif, yaitu menyelesaikan dan menangani jika ada kasus korupsi yang terjadi.
Pertama, dalam Islam, pembentukan individu yang bertakwa menjadi satu konsentrasi utama. Masyarakat Islam terbentuk dari individu-individu yang memiliki rasa takut jika melakukan kesalahan atau kemaksiatan yang melanggar hukum-hukum Islam.
Mengenai tindak korupsi, jelas Islam melarang hal ini. Salah satunya seperti yang disebutkan di dalam surat An-Nisa ayat 29, yang berbunyi,
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesama kamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu."
Dari ayat ini, jelas bagaimana setiap orang diharuskan memperoleh harta dari jalan yang benar, bukan dari jalan yang salah seperti korupsi ini.
Kedua, berkaitan dengan masyarakat. Masyarakat Islam terdiri dari individu-individu muslim yang bertakwa. Setiap dari mereka akan menjaga muslim yang lainnya agar tidak sampai melakukan kesalahan. Ada kontrol masyarakat yang berjalan efektif guna menjaga keberlangsungan kehidupan sesuai dengan hukum dari Allah Swt.
Ketiga, terkait dengan institusi negara. Islam memiliki sejumlah mekanisme untuk menjaga agar tidak sampai terjadi tindak korupsi. Misalnya dengan memberikan gaji yang tinggi dan layak bagi pegawai negara. Selain itu, juga terkait dengan sanksi hukum yang berat bagi pelaku tindak kemaksiatan, termasuk korupsi ini, yaitu hukuman potong tangan yang nyata-nyata mampu memberikan efek jera bagi pelaku tindak kriminal.
Yang menjadi perhatian utama mengenai masih maraknya kasus korupsi di tanah air adalah sistem yang dijalankan di negeri ini. Sistem demokrasi sekuler membuka peluang yang sangat besar untuk memungkinkan tindak korupsi terjadi. Individu tak lagi memiliki rasa takut kepada Rabbnya jika melakukan kesalahan. Yang dijadikan fokus utama adalah bagaimana memperoleh harta dalam jumlah yang maksimal.
Ide liberalisme dan hedonisme semakin menambah buruknya sistem demokrasi sekuler ini, membuat individu merasa memiliki kebolehan dan kewajaran jika melakukan kesalahan karena orang lain juga melakukan hal yang sama. Sementara, tujuan kehidupan hanya semata untuk mendapatkan kesenangan dunia. Semua dilakukan walaupun tanpa mengindahkan aturan Sang Pemilik kehidupan.
Inilah fakta nyata kehidupan saat ini, yaitu ketika hukum demokrasi sekuler ada. Sangat lain faktanya dengan kehidupan berlandas Islam yang sangat menjaga dari pelaku tindak korupsi. Tak salah, jika sebagian muslim pun berharap bahwa hukum Islam ini bisa diterapkan kembali secara menyeluruh. Insyaallah.
Oleh: Rochma
Sahabat Tinta Media