Tinta Media: Hak Rakyat
Tampilkan postingan dengan label Hak Rakyat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hak Rakyat. Tampilkan semua postingan

Rabu, 20 September 2023

Hak Rakyat untuk Dapatkan Beras Murah dan Mudah




Tinta Media - Salah satu makanan pokok masyarakat Indonesia adalah beras. Dalam setahun terakhir, kenaikan harga beras telah mencapai peningkatan rekor tertinggi.

Kebijakan terbaru pemerintah melalui Bulog adalah melakukan Operasi Pasar untuk menekan harga beras dengan mengadakan pasar murah. Namun, hal tersebut hanyalah solusi sesaat dan terbatas, juga tidak tepat sasaran. Ada pihak-pihak tertentu yang membeli dengan jumlah banyak, lalu menjualnya dengan harga tinggi.

Impor sudah dilakukan pemerintah untuk mencukupi kekurangan dan ketersediaan beras. Namun, harga beras tetap tinggi.

Penyebab kenaikan mulai dari, (1) Penurunan produksi akibat kemarau, (2) Terjadinya El Nino yang berdampak kekeringan ekstrem pada pertanian, (3) Kebijakan India yang melarang ekspor beras sehingga berakibat harga beras dalam negeri terguncang, (4) Adanya persaingan pasar karena pengusaha tidak mau rugi, (5) Adanya konversi lahan besar-besaran menyebabkan peralihan fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman atau industri membuat luas lahan pertanian makin sempit, (6) Biaya produksi dan Kenaikan harga benih dan pupuk yang tinggi.

Pemerintah terus berusaha menormalisasi harga beras. Namun, nyatanya harga pangan tetap tak menurun. Dampaknya, masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah mengalami kesulitan mendapatkan beras yang layak makan.

Masalah ini memperlihatkan kelemahan negara dalam kedaulatan pangan. Meskipun pasokan melimpah, tetapi karena pasar dikuasai pedagang besar, maka kenaikan harga tidak bisa dihindarkan. Distribusi beras berada di tangan swasta sehingga terjadi kelangkaan pasokan beras.

Bulog sebagai lembaga negara yang mengurusi pangan, perannya hanya menjadi regulator, yaitu sekadar mengikuti arahan para korporasi.

Dalam Islam, negara berfungsi sebagai raa’in dan junnah, yakni mengatur urusan umat. Negara melayani seluruh kebutuhan rakyat, bukan mencari keuntungan. Kekuasaan bersifat sentralisasi, yakni ketika ada persoalan akan lebih cepat terselesaikan. 

Ini sebagaimana sabda Rasulullah saw. Yang artinya,

“Sungguh, Imam (Khalifah) itu laksana perisai. Kaum muslimin akan berperang dan berlindung di belakang dia.” (HR. Bukhari dan Muslim). 

“Imam/Khalifah itu pengurus rakyat dan hanya dia yang bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Negara juga mengatur distribusi hingga dapat meminimalkan biaya. Dengan begitu, harga bahan pokok tidak akan naik jauh. Bagi pelaku yang berani curang, akan diberikan sanksi yang akan memberikan efek jera dan pencegah bagi yang lain agar tidak melakukan hal yang sama.

Sejatinya, kita harus bersegera kembali kepada syariah. Hanya negara yang berlandaskan Islam kaffah yang dapat mewujudkannya. Ketersediaan pangan dapat dijangkau oleh seluruh rakyat karena mekanisme yang diterapkan datang dari Zat Mahasempurna. Dengan begitu, kebutuhan pokok akan terpenuhi dengan mudah dan murah. 

Dengan dorongan iman, penguasa melaksanakan tugasnya dengan baik. Mereka paham bahwa kepemimpinan adalah amanah dan akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat. Wallahualam bissawab.

Oleh: Teti Kusmiati
Sahabat Tinta Media

IJM: Kasus Rempang, Perampasan Hak Rakyat demi Kepentingan Investasi

Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana menilai kasus Rempang merupakan perampasan hak rakyat demi kepentingan investasi.

"Kasus Rempang ini menunjukkan perampasan hak rakyat demi kepentingan investasi," tuturnya kepada Tinta Media, Rabu (13/9/2023).

Ini sangat nyata, ujarnya, sangat terlihat dalam proses yang dilakukan oleh penguasa hari ini, baik dari tingkat pusat, provinsi, maupun kota, dalam hal ini Badan Pengusahaan (BP) Batam.

Menurutnya, ketika masyarakat tidak memiliki sertifikat, pemerintahlah yang berkewajiban memberikan sertifikat. Bukan malah dijadikan delik untuk menyingkirkan mereka.

"Kita paham masyarakat Pulau Rempang itu sudah tinggal di Pulau Rempang, Galang ratusan tahun. Titik kritisnya memang mereka nggak memiliki sertifikat, seharusnya negara yang memberikan sertifikat kepada mereka," tukasnya.

Mereka, imbuhnya, juga memiliki sejarah masa lalu. Nenek moyang mereka sudah ratusan tahun hidup dengan budaya melayunya. Jika negara ini ingin menghidupkan budaya lokal, mereka adalah mantan prajurit-prajurit kesultanan yang ada sebelum Republik Indonesia merdeka. Namun, hak-hak mereka dirampas atas nama investasi.

Terakhir, ia menegaskan bahwa kasus Rempang adalah secara nyata perampasan hak rakyat demi investor asing (para kapitalis).

"Sekali lagi saya mengatakan kasus Rempang ini adalah fakta terang benderang perampasan hak rakyat demi kepentingan oligarki dan investasi asing. İnilah pola-pola pembangunan dengan gaya kapitalisme harus yang harus dihentikan sedemikian rupa, karena hanya menguntungkan segelintir orang/ para kapitalis/ pemegang modal/ investor," pungkasnya. *[]Nur Salamah*
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab