Tinta Media: Haji
Tampilkan postingan dengan label Haji. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Haji. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 22 Juni 2024

Seruan Haji Disambut dengan Ketaatan Besar Namun Perintah Allah yang Lain Tidak, MR Kurnia: Mengherankan!

Tinta Media - Cendekiawan muslim Ustadz Muhammad Rahmat Kurnia mengungkapkan keheranannya terhadap umat Islam ketika menyambut perintah Allah yang lain tidak sebesar ketaatan saat menyambut seruan ibadah haji.

“Saat menyambut seruan ibadah haji, sambutan umat Islam begitu besar. Namun kepada perintah Allah yang lain sambutan ketaatannya tidak sebesar sambutan perintah haji. Ini mengherankan,” ungkapnya dalam Bincang Spesial Idul Adha: Keimanan, Ketaatan, dan Perjuangan di kanal Youtube UIY Official, Ahad (16/6/2024) 

Sikap seperti itu, lanjutnya, menimbulkan pertanyaan mengapa kepada perintah Allah yang sama, Sang Pencipta, tetapi dibeda-bedakan. Ia melihat umat Islam demikian serius menyiapkan ibadah haji sampai rela menabung, antri belasan tahun, bahkan rela berdesakkan dengan ribuan jamaah lainnya.

“Seruan ibadah haji diupayakan dengan ketaatan penuh kesadaran.  Tapi ketika ada perintah untuk salat, zakat, puasa berdakwah menyatukan umat,  menerapkan Islam Kafah dan lainnya, kenapa ketaatan dengan penuh kesadaran itu tidak muncul?” ujarnya retoris.

  

Ustadz Rahmat mengurai hal itu sebagai sebuah koreksi bagi diri kita dan kepada umat Islam secara keseluruhan.

“Jangan-jangan kita itu termasuk orang yang memilah-milih ketaatan sesuai dengan hawa nafsu. Nauzubillah summa naudubillah. Padahal perintah taat itu kan dalam seluruh aspek kehidupan, bukan hanya dalam haji,” ulasnya.

Ia menandaskan bahwa realitas ini memang menunjukkan ada upaya untuk membuat umat Islam taat hanya dalam hal-hal tertentu saja.

“Kalau dalam masalah spiritual taat, tapi kalau dalam masalah pendidikan nanti dulu. Dalam masalah salat taat, dalam masalah politik tinggalkan Islam. Nah ada upaya seperti itu. Itulah paham sekularisme atau paham yang fasluddin anil hayati waddaulah yaitu paham yang memisahkan agama yakni Islam dari kehidupan masyarakat dan negara,” bebernya.

Sekularisme dalam pandangannya mempunyai bahaya besar terhadap akidah dan aturan hidup. Jika sekularisme memisahkan agama dengan kehidupan, akidah Islam justru mengharuskan agama mengatur kehidupan.

 

“Kita diperintahkan untuk terikat dengan Islam secara keseluruhan, bukan hanya di dalam masalah haji, bukan hanya dalam masalah salat, bukan hanya di dalam masalah lain, tapi juga di dalam masalah mengatur negara itu harus berdasarkan Islam. Jadi bahayanya itu adalah karena ini bisa mengikis sedikit demi sedikit umat Islam itu jauh dari akidahnya,” pungkasnya.[] Erlina

Kamis, 20 Juni 2024

Naif Sekali, Arab Saudi Melarang Adanya Slogan Politik di Ibadah Haji

Tinta Media - Terlalu naif, Menteri Haji Arab Saudi Taufiq Al Rabi'ah mengatakan bahwa tidak ada tempat bagi slogan-slogan politik apa pun  selama ibadah haji berlangsung. (Metrotvnews.com dan liputan6.com)

Padahal, Islam dan politik tidak bisa dipisahkan begitu saja. Hal ini karena Islam merupakan ajaran yang mengatur seluruh aspek kehidupan, terlebih lagi masalah politik. 

Politik dalam Islam adalah riayatus su'unil ummah yang artinya pengaturan urusan-urusan umat. Maka, yang harus dilakukan adalah mengatur dan mengurus umat berdasarkan Islam.

Saat ini umat membutuhkan politik yang mampu menjawab segala problematika yang dialami saat ini dan hanya Islam yang mampu menjawab problematika tersebut. Bahkan, ibadah  mahdah sekalipun, seperti ibadah haji tidak bisa dilepaskan dari aspek politik.

Misalnya, di dalam ibadah haji, kutbah Rasulullah saw. sangat tegas dan jelas bermuatan politik, yaitu khutbah beliau di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah yang dikenal dengan Haji Perpisahan atau Haji Wada.

Dalam salah satu khutbahnya, Rasulullah saw. bersabda,

أَيُّهَاالـنَّاسُ، إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْـوَالَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ إِلَى أَنْ تَلْقَوْا رَبَّكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هذَا، وَكَـحُرْمَةِ شَهْرِكُمْ هذَا  وَإِنَّكُمْ سَتَلْقَوْنَ رَبَّكُمْ فَيَسْـأَ لُكُمْ عَنْ أَعْمَالِكُمْ وَقَدْ بَلَّغْتُ

"Saudara-saudara, bahwasannya darah kamu dan harta-benda kamu sekalian adalah suci buat kamu, seperti hari ini dan bulan ini yang suci sampai datang masanya kamu sekalian menghadap Tuhan. Dan pasti akan menghadap Tuhan; pada waktu itu kamu dimintai pertanggungjawaban atas segala perbuatanmu. Ya, aku sudah menyampaikan ini!"

Rasulullah saw. Menyampaikan bahwa harta dan darah kaum muslimin sangat berharga dan suci. Namun, saat ini nyawa saudara kita di Gaza begitu murah untuk dimusnahkan. Sementara, para penguasa muslim terlebih penguasa Saudi diam seribu bahasa.

Jadi, kalau kita bicara penjagaan nyawa, ini tidak bisa lepas dari aspek politik, yaitu lalainya penguasa-penguasa negeri Islam yang menjadi penjaga nyawa kaum muslimin.

Dalam kutbah tersebut, Rasulullah saw. juga menegaskan:


يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَلَا إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ، أَلَا لَا فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى أَعْجَمِيٍّ وَلَا لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ وَلَا لِأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ وَلَا أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ إِلَّا بِالتَّقْوَى


"Wahai sekalian umat manusia, ketahuilah, sesungguhnya Tuhanmu satu (esa). Nenek moyangmu juga satu. Ketahuilah, tidak ada kelebihan bangsa Arab terhadap bangsa selain Arab (Ajam), dan tidak ada kelebihan bangsa lain (Ajam) terhadap bangsa Arab. Tidak ada kelebihan orang yang berkulit merah (putih) terhadap yang berkulit hitam, tidak ada kelebihan yang berkulit hitam dengan yang berkulit merah (putih), kecuali dengan takwanya."

Dalam kutipan khutbah tersebut, sangat jelas gambaran Rasulullah tentang persatuan kaum muslimin yang didasari oleh akidah Islam. Persatuan itu tidak lepas dari kebutuhan institusi politik secara internasional, yaitu kebutuhan akan hadirnya khilafah ala minhajin nubuwah dan tentu ini sangat politis. 

Bahkan, masih dalam khutbah haji wada tersebut, Rasulullah saw. menekankan tentang sumber hukum kaum muslimin, yakni Al-Qur'an dan as Sunnah. Ini juga sangat politis. 

Karena itu, mari kita serukan dan nasihati para penguasa yang saat ini sekuler untuk menerapkan syariat Islam secara kaffah. Tentu seruan ini bersifat politis karena berkaitan dengan sumber hukum.

Apalagi, Rasulullah saw. menegaskan agar kita mengikuti sunnah Rasulullah saw. dan Khulafaur Rasyidin. Kalau berbicara tentang mengikuti sunnah Rasulullah saw. dan Khulafaur Rasyidin, ini tidak lain adalah tentang kewajiban akan adanya khilafah ala minhajin nubuwah. Sangat jelas bahwa hal itu sangat kental dengan politik karena menyangkut urusan-urusan umat.

Jadi, pertanyaannya adalah apa esensi Menteri Haji Arab Saudi Taufiq Al Rabi'ah berani melarang adanya slogan-slogan politik dalam ibadah haji ini?

Takut

Tidak bisa dimungkiri memang, apa yang terjadi di Palestina sekarang ini adalah suatu hal yang menakutkan bagi para penguasa di negeri muslim, termasuk Saudi Arabia. Pernyataan Menteri Haji Arab Saudi Taufiq Al Rabi'ah itu disampaikan ketika umat berbicara tentang kondisi Palestina. Ketika umat berbicara tentang kondisi Palestina tersebut, maka tidak bisa ditutup-tutupi bahwa umat akan berbicara tentang diamnya pemerintah Saudi Arabia terhadap pembantaian terhadap kaum muslimin di sana. 

Kalau kita lihat, Arab Saudi sekarang ini semakin hari semakin liberal dan abai pada urusan Palestina. Bahkan, pemerintah Saudi sejak awal telah menjadi sponsor dan membuat normalisasi dengan Zionis Yahudi.

Kekhawatiran pemerintah Saudi ketika umat berbicara tentang Palestina adalah tentang seruan pengiriman tentara untuk menghajar Zionis Yahudi. Ini karena secara diam-diam pemerintah Saudi dan juga para penguasa muslim menjadi penghalang terbesar dan terkuat untuk melindungi kepentingan-kepentingan Zionis dan juga Amerika.

Jadi, jika berbicara tentang penyelamatan saudara muslim di Palestina, solusinya hanya ada dua, pengiriman tentara dan juga persatuan umat Islam di bawah naungan khilafah ala minhajin nubuwah.

Oleh: Setiyawan Dwi, Jurnalis

Rabu, 02 Agustus 2023

Guru Luthfi Menjelaskan Kebolehan Berdagang Saat Ibadah Haji



 
Tinta Media - Pengasuh Majelis Baitul Qur’an, Yayasan Tapin Mandiri Amanah Kalimantan Selatan, Guru H. Luthfi Hidayat menjelaskan  makna tafsir Surat Al -Baqarah ayat 198, tentang  kebolehan berdagang saat seorang muslim melakukan ibadah haji.
 
“Makna tafsir Surat Al- Baqarah ayat 198 ini adalah Allah memberikan kebolehan berdagang saat seorang muslim melakukan ibadah haji. Sungguh ini sebuah karunia yang sangat besar,” tuturnya dalam Program Jumat Bersama Al Quran: Tidak Ada Dosa Berniaga Saat Berhaji, di kanal Youtube Majelis Baitul Quran, Jumat (21/7/2023).
 
Ia lalu mengutip firman Allah Swt. dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 198.
فَضۡلًا مِّنۡ رَّبِّکُمۡؕ فَاِذَآ اَفَضۡتُمۡ مِّنۡ عَرَفٰتٍ فَاذۡکُرُوا اللّٰهَ عِنۡدَ الۡمَشۡعَرِ الۡحَـرَامِ ۖ وَاذۡکُرُوۡهُ کَمَا هَدٰٮکُمۡ‌ۚ وَاِنۡ کُنۡتُمۡ مِّنۡ قَبۡلِهٖ لَمِنَ الضَّآ لِّيۡنَ
“Tidak ada dosa bagi kalian untuk mencari karunia rezeki, hasil perniagaan  dari Rabb kalian, maka apabila kalian telah bertolak dari Arafah berzikirlah kepada Allah di Masy’arilharam, dan berzikirlah dengan menyebut nama Allah sebagaimana ditunjukkannya kepada kalian. Dan sesungguhnya kalian sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.”
 
“Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya Al Jaami’ li Ahkam Al-Qur’an menyebutkan, ketika Allah Swt. memerintahkan untuk menyucikan ibadah haji dari rafats, kefasikan, dan bantah-bantahan, maka Allah pun memberikan keringanan  kebolehan melakukan perniagaan ketika melakukan ibadah haji,” ungkapnya.
 
Ia kemudian menjelaskan makna, tidak ada dosa bagi kalian untuk mencari karunia, rezeki, hasil perniagaan dari Rabb kalian dari ayat tersebut,  yang berarti tidak ada dosa bagi kalian untuk mencari karunia Allah.  “Mencari karunia Allah muncul di dalam Al-Qur’an dengan pengertian attijaaroh, yaitu perdagangan atau perniagaan,” terangnya.
 
Guru Luthfi pun memperkuat pendapatnya  dengan menyebutkan firman Allah Swt. dalam Surat Al- Jumu’ah ayat 10 yang artinya,  “Maka bertebaranlah kalian di muka bumi dan carilah karunia Allah, yakni berdagang.”
 
Imam Muhammad Ali Ash Shabuni menerangkan maknanya.  “Tidak ada bagi kalian kesukaran dan dosa berniaga yang bersifat duniawi itu tidak menafikkan ibadah untuk agama. Dahulu mereka dilarang berniaga ditengah-tengah menjalankan ibadah haji, kemudian turunlah ayat yang mulia ini, memperbolehkan mereka berniaga pada bulan-bulan haji,” ucapnya  mengutip pendapat  Imam Ash-Shabuni.
 
Guru Luthfi juga mengutip  dalil kebolehan berniaga di musim haji ini dari hadis riwayat Imam Bukhari, juga hadis riwayat Imam Abu Dawud.
 
Ayat yang mulia ini, lanjutnya,  diakhiri dengan kalimat, “Berzikirlah dengan menyebut nama Allah sebagaimana ditunjukkannya kepada kalian. Dan sesungguhnya kalian sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.”
 
 Ia pun menambahkan penuturan dari Imam Ibnu Katsir. “Ini merupakan peringatan bagi mereka atas nikmat yang telah dianugerahkan kepada mereka berupa hidayah, penjelasan, dan bimbingan kepada syiar-syiar haji menurut tuntunan Nabi Ibrahim, As,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Selasa, 11 Juli 2023

MANAKALA URUSAN DISERAHKAN KEPADA YAQUT, MAKA TIDAK PERLU MENUNGGU, SUDAH JELAS ANCURNYA

Tinta Media - Jama'ah haji diuji dua kali. Pertama, diuji kesabaran dan keikhlasan untuk menjalankan ibadah haji, ibadah yang dilakukan dengan syarat kemampuan harta dan fisik. Karena haji bukan sekedar ibadah harta, melainkan ibadah fisik.

Sejak Ihram, fisik jama'ah haji sudah diuji. Saat Wuquf, suasana di arafah juga menguras energi dan fisik yang besar. lalu Thawaf, Sa'i hingga tahalul, semuanya membutuhkan fisik yang prima.

Namun kali ini, yang kedua, jama'ah haji juga harus sabar dengan pelayanan pemerintah khususnya penyelenggaraan haji oleh Kemenag yang dipimpin Yaqut. Pasalnya, haji tahun ini banyak masalah.

Dari soal layanan mashariq yang tidak memenuhi komitmen selama di Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Khususnya soal kapasitas tenda dan kamar mandi yang tidak memadai. Distribusi asupan makanan bagi jemaah haji saat di Mina yang sering terlambat. 

Hingga soal transportasi dan akomodasi jemaah haji yang terlambat mengantar jemaah di Muzdalifah yang menyebabkan terjadinya insiden. Jama'ah haji tahun ini benar-benar diuji kesabarannya dua kali.

Sebenarnya, masalah tersebut kalau ditarik ke akarnya adalah buruknya managemen penyelenggaraan haji oleh Kemenag. Segala apa yang terjadi dan menimpa jamaah di Saudi, tidak lepas dari buruknya manajemen dan pelayanan kemenag.

Menag Yaqut tak bisa buang badan, dengan melempar masalah ini ke pihak otoritas Saudi. Sebagaimana dikabarkan media, Menag Yaqut Cholil Qoumas bertemu dengan Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi ,Taufiq F Al Rabiah untuk membahas masalah terkait layanan ibadah haji 2023.

Dari sisi internal kemenag, ada berbagai masalah yang semestinya perlu dijadikan bahan evaluasi menyeluruh, diantaranya:

*Pertama,* sebagaimana diketahui tahun 2023 ini Indonesia mendapatkan 8.000 kuota tambahan jemaah haji dengan waktu yang sangat mepet dengan pelaksanaan. Total kuota haji Indonesia tahun 1444 H/2023 M ini menjadi 229.000.

Namun, penambahan quota ini tidak diikuti dengan kebijakan manajemen penambahan fasilitas dan layanan, juga penambahan SDM untuk melayani jama'ah haji.

Sebagaimana video yang beredar dari jama'ah, petugas haji tidak memadai sehingga selain menghadapi masalah layanan yang buruk, jama'ah juga kebingungan menghadapi situasi karena tidak adanya petugas yang mendampingi dan memberikan pengertian dan solusi praktis di lapangan.

*Kedua,* koordinasi kemenag dengan pihak otoritas Saudi yang buruk disinyalir menjadi akar masalah, sehingga jama'ah tidak terlayani dengan baik. Hal ini memang wajib dikomplain kepada Saudi, kalau perlu digugat secara perdata agar mendapatkan ganti rugi.

Namun penulis meyakini, kesalahan bukan hanya ada di pihak otoritas Saudi tetapi juga kemenag. Al hasil tidak akan mungkin ada gugatan terhadap Saudi, selain upaya kemenag untuk berkoordinasi dengan Saudi, sekedar untuk mereda dan mengalihkan kemarahan jama'ah haji atas buruknya pelayanan Kemenag.

*Ketiga,* kasus buruknya penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023 ini hanya menambah deret panjang daftar ketidakprofesionalan kemenag dibawah kepemimpinan Yaqut. Dalam urusan haji ini, 'prestasi' Yaqut hanya berupa :

1. Membatalkan ibadah haji tahun 2020 alasan Covid - 19.
2. Haji tahun 2021 juga batal, alasan masih sama.
3. Menyelenggarakan haji tahun 2022 hanya dengan jumlah 100.051 jamaah, yang terdiri dari 92.825 haji reguler, dan 7.226 jemaah haji khusus.

Nah tahu 2023 ini Menag Yaqut gelabakan melayani jama'ah haji yang mencapai 229.000. Karena itu, masalah utama ruwetnya penyelenggaraan haji tahun 2023 ini adalah karena amatirnya Yaqut, Yaqut tidak profesional melayani dan menyelenggarakan ibadah haji. Yaqut hanya gahar mempersoalkan suara adzan dan mengatur TOA masjid, sambil terus teriak radikal radikul.

Mengenai hal ini, penulis teringat hadits dari Baginda Nabi Muhammad Saw yang bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا ضُيِّعَتْ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ قَالَ كَيْفَ إِضَاعَتُهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِذَا أُسْنِدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ

_Dari Abu Hurairah radhilayyahu'anhu mengatakan; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi." Ada seorang sahabat bertanya; bagaimana maksud amanat disia-siakan? Nabi menjawab; "Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu."_

(HR. Bukhari No. 6015)

Hari ini, urusan haji benar-benar ancur ditangan Yaqut. Yaqut bukan ahlinya, tidak layak menjadi Menag dan ngurusi haji. Mungkin, level Yaqut hanya layak memimpin ormas untuk menjaga gereja, bukan menjadi Menag yang salah satu tugasnya melayani jama'ah haji. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik 


Sabtu, 08 Juli 2023

UIY: Haji Mengandung Spirit Tauhid

Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) menyatakan bahwa haji mengandung spirit tauhid.

"Jadi haji itu sepenuhnya adalah sebuah ibadah yang mengandung spirit tauhid. Tauhid itu, ya ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala," tuturnya dalam Program Fokus To The Point: Haji Penggerak Revolusi Tauhid, Kok Bisa? Di kanal YouTube UIY Official, Senin (26/6/2023).

Ia mengajak untuk melihat beberapa momen penting. Bagaimana Nabi Ibrahim dan keluarganya itu taat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan taat sepenuh-penuhnya. Apapun perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala meskipun tampak tidak masuk akal yakni meninggalkan istri dan anaknya di lembah yang tidak ada sesuatu pun, tidak ada tumbuhan. 

"Tetapi justru di tempat seperti itulah Allah Subhanahu wa Ta'ala perintahkan Nabi Ibrahim meninggalkan istri dan anaknya yang masih dalam gendongan," tukasnya.

Ia mengisahkan bagaimana Siti Hajar mempertanyakan keputusan suaminya untuk meninggalkannya dan anaknya namun tidak dijawab lalu Siti Hajar merubah pertanyaannya. 

"Apakah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang memerintahkan hal ini kepadamu? dan dijawab Nabi Ibrahim dengan tegas dengan mengatakan ya. Kemudian Siti Hajar mengambil kesimpulan sendiri. "Disitulah ketaatan. Ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Bahwa ini perintah Allah. Begitu tahu ini perintah Allah, dia diam," ungkapnya.

Ia mengatakan bahwa Siti Hajar tidak pernah putus asa dengan kondisinya dimana anak dalam gendongan kehausan, butuh air. Itulah yang kemudian diwujudkan dalam sa'i. Berlari mencari air, ikhtiar dari bukit Safa ke Marwah sampai tujuh kali. "Siti Hajar terus ikhtiar meskipun _impossible_, hampir-hampir mustahil. Tapi Itulah tauhid bahwa manusia tidak boleh mengatakan _impossible_ dia harus tetap menyisakan keyakinan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala," terangnya.

"Apalagi kalau itu perintah Allah, karena itu perintah Allah dia lakukan dan yakin Allah tidak menyia-nyiakan hambanya," tambahnya.

Menurutnya haji ini luar biasa kalau bisa dipahami dengan benar maka akan berpengaruh bagi kehidupan. Akan sangat dahsyat. Dalam konteks perjuangan, janji Allah Subhanahu wa Ta'ala itu Haq maka mustinya terus berjuang dengan keyakinan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala pasti akan memenangkan agama ini. 

"Jadi bagian kita itu adalah ikhtiar sementara kemenangan itu adalah takdir atau qada dari Allah Subhanahu wa Ta'ala, jadi ikhtiar itu harus pol-polan," ujarnya.

Ia juga menyatakan bahwa sebenarnya kalau orang menginginkan sebuah kehidupan dengan tatanan yang universal itu mustilah merujuk kepada sesuatu yang universal. Umat Islam yang sebenarnya adalah umat universal. Namun menjadi umat yang terbelah-belah yang membuat akhirnya menjadi lemah, tidak bisa menghadapi tantangan global padahal sekarang kekuatan-kekuatan yang ingin menguasai dunia ini pastilah kekuatan global, kapitalisme global, politik global, macam-macam global bahkan hiburan pun global, makanan global. Semua sudah global. 

"Aneh jika ini hari yang kita sudah mengerti globalisasi dengan seluruh implikasinya di semua kehidupan kita justru memprotoli risalah kita yang sudah global menjadi salah, yang ditempatkan dalam konteks lokalitas," tandasnya.[]Ajira

Rabu, 05 Juli 2023

HAJI DAN KHILAFAH

Tinta Media - 

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ


"Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu, aku datang memenuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, aku datang memenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, kemuliaan, dan segenap kekuasaan adalah milik-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu."_


Hari ini (Selasa, 27/6) Jama'ah Haji melakukan wukuf di Arafah. Sekitar pukul 17.00 WIB, sambil menunggu saat buka puasa penulis melihat siaran langsungnya via kanal Youtube. Jama'ah haji melantunkan kalimat talbiyah secara berulang, saat berada di Padang Arafah.

Bersamaan dengan aktivitas wukuf di Arafah tersebut, kaum muslimin se dunia melaksanakan ibadah Shaum Arafah. Puasa yang balasannya diampuni dosa setahun yang lalu dan dosa setahun yang akan datang.

Ada redaksi talbiyah yang saat ini diabaikan substansinya oleh kaum muslimin. Ya, 'Sesungguhnya segala puji, kemuliaan, dan segenap kekuasaan adalah milik-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu'.

Saat ini, kekuasaan tidak  lagi hanya milik Allah SWT. Di dunia ini, kekuasaan dibagi menjadi dua.

*Pertama,* ada kekuasaan yang menjadi milik rakyat dengan konsep kedaulatan rakyat. Allah SWT tak punya kekuasaan, hukum-Nya ditelantarkan. Allah SWT memiliki banyak sekutu.

Kekuasaan model ini diterapkan dalam sistem pemerintahan demokrasi. Semua negara yang mengadopsi sistem demokrasi menuhankan hukum rakyat, sekaligus mencampakkan hukum Allah SWT. Kekuasaan Allah SWT dipinggirkan.

*Kedua,* ada kekuasaan yang menjadi milik raja dan para kaisar dengan konsep kedaulatan raja. Raja dan Kaisar menjadi sumber hukum, sumber kedaulatan, penguasa atas seluruh rakyat.

Kekuasaan model ini diterapkan dalam sistem kerajaan dan kekaisaran. Kekuasaan Raja lebih dominan ketimbang kekuasaan Allah SWT.

Substansi kalimat talbiyah tidak wujud dalam sistem ini. Hukum Allah SWT dicampakkan, kekuasaan Raja lebih tinggi ketimbang kekuasaan Allah SWT.

Berbeda dengan sistem demokrasi dan kerajaan, dahulu kaum muslimin memiliki negara Khilafah yang benar-benar menerapkan hukum Allah SWT. Kekuasaan hukum Allah SWT benar-benar wujud nyata. Al Qur'an dan as Sunnah benar-benar diterapkan.

Karena itu, kalimat talbiyah hanya akan wujud substansinya, terutama substansi kekuasaan dan kemuliaan itu hanya milik Allah SWT, saat kaum muslimin kembali memiliki Negara Khilafah. Haji hanya akan bermakna substansinya, yakni ketundukan, ketaatan, dan pengakuan hanya Allah lah penguasa segalanya, pemilik kemuliaan, ketika kaum muslimin kembali menerapkan hukum-Nya melalui tegaknya Daulah Khilafah.

Karena dalam Khilafah, kedaulatan ditangan Syara'. Khilafah berfungsi untuk menerapkan kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya, sekaligus mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru alam. Khilafah akan mampu mewujudkan konsepsi kekuasaan dan kemuliaan hanyalah milik Allah SWT semata.  Tidak ada tuhan kecuali Allah, tuhan seru sekalian alam. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
https://heylink.me/AK_Channel/

Minggu, 02 Juli 2023

MUNAFIKNYA PARA POLITISI, HAJI YANG DIPOLITISASI

Tinta Media - Saat elektabilitas menjadi tuhan, apapun akan dipertaruhkan. Termasuk untuk mempertaruhkan keimanan, menjadi kaum munafik, menjadi kaum yang menelan ludahnya sendiri yang sudah terbuang ke tanah.

Kepada Islam, bencinya ga karuan. Untuk berkamuflase menghindari ketahuan membenci Islam secara langsung, digunakanlah ungkapan tolak politik identitas. Padahal, maksudnya tolak politik Islam.

Tapi begitu realitasnya mayoritas rakyat di negeri ini adalah Muslim. kunci kemenangan adalah ketika memenangi suara Umat Islam, para pengusung politik identitas ini menjadi munafik.

Suara kaum sekuler cuma seupil. Suara kaum liberal nasionalis cuma sauprit. Kuncinya, tetap suara umat Islam yang mayoritas.

Menolak Syari'ah, menolak Khilafah, menuduh radikal radikul, membubarkan dakwah, menyerang pejuang Islam, nyinyir kodran-kadrun, giliran musim haji mengunggah kesolehan palsu melalui ibadah haji. Saat Pemilu yang ga pernah ke masjid sibuk ke masjid, baju dibuat se muslim mungkin, kopiah dan jilbab menjadi atribut resmi jelang Pemilu dan menjadi kostum resmi saat kampanye.

Syiar ibadah yang semestinya menjadi hubungan yang sakral antara hamba dan tuhannya, tiba-tiba berubah menjadi ajang kontestasi. Layaknya eventaintmen, seluruh seluk beluk aurat kesucian ibadah diumbar demi elektabilitas.

Padahal, tidak ada dari mereka yang komitmen terhadap syariat Islam. Tidak ada yang ingin menerapkan hukum Allah SWT. Islam hanya dijual bak komoditi, dengan bagian kompensasi elektabilitas untuk kepentingan kontestasi.

Hancur lebur nilai sakral sebuah ibadah. Tak ada nilai ketundukan hamba, untuk menuhankan ilahi sang pencipta manusia, untuk menggunakan hukum-Nya.

Padahal haji adalah ibadah sakral, sarana ketundukan. Di dalamnya terdapat ibadah kurban, dimana manusia diminta berkorban, mengorbankan nafsunya, dan menyembah hanya kepada Allah SWT semata.

Haji yang sakral menjadi sekadar ajang untuk viral. Menjadi modus operandi untuk menipu Umat Islam, demi raihan suara yang mereka pertuhankan.

Tiba-tiba semua politisi merasa sok agamis, sok paling dekat dengan Rab-Nya, padahal mereka semua mencampakkan hukum-hukum-Nya. Ya Allah, jauhkan dan selamatkan kami dari para politisi busuk yang hanya mengeksploitasi Islam demi tujuan kekuasaan. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

Rabu, 13 Juli 2022

HAJI DAN JIHAD


Tinta Media - Bagi setiap Muslim, ibadah haji memang istimewa. Haji boleh dikatakan menjadi ‘puncak spiritual’ seorang Muslim. 

Tidak aneh, meski kewajiban haji hanya sekali seumur hidup, kerinduan untuk pergi kembali ke Tanah Suci sering hinggap di kalbu setiap Muslim yang pernah merasakan ‘nikmat’-nya beribadah haji. Karena itu, bagi yang punya kemampuan finansial lebih, ia bisa menunaikan ibadah haji berkali-kali. Tentu karena pengalaman 'puncak spiritual' haji yang ingin berkali-kali pula mereka alami.

Yang menarik, dalam beberapa riwayat, keutamaan ibadah haji disandingkan dengan kemuliaan jihad. Baginda Nabi SAW, misalnya, pernah bersabda, “Duta Allah itu ada tiga: orang yang terlibat perang (di jalan Allah), orang yang beribadah haji dan orang yang berumrah.”(HR al-Hakim dan al-Baihaqi).

Beliau juga pernah ditanya, “Amal apa yang paling utama?” Beliau menjawab,“Iman kepada Allah.”

“Kemudian apa lagi?”

“Jihad fi sabilillah.”

“Lalu apa lagi?”

“Haji mabrur.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Dua hadis di atas menyandingkan keutamaan ibadah haji dengan kemuliaan jihad. Hadis pertama sama-sama menyebutkan orang yang pergi berjihad dan yang pergi berhaji sebagai duta-duta Allah SWT. Adapun hadis kedua malah menempatkan jihad di urutan pertama sebelum haji.

Pertanyaannya: Jika keutamaan jihad setara bahkan lebih tinggi daripada ibadah haji, mengapa kebanyakan Muslim hanya tertarik dengan ibadah haji dan cenderung tidak terlalu tertarik dengan jihad?

Terhadap ibadah haji kebanyakan kaum Muslim begitu antusias ingin menunaikannya, mengapa antusiasme yang sama tak banyak dijumpai di kalangan mereka terkait jihad fi sabilillah? Jika ibadah haji menjadi salah satu “cita-cita besar” dalam hidup kebanyakan individu Muslim, mengapa jihad dan menjadi mujahid tak dijadikan pula sebagai cita-cita besar kebanyakan dari mereka? Jika terkait haji begitu mudah individu Muslim berkorban harta, mengapa tak banyak dari mereka melakukan hal yang sama untuk kepentingan jihad fi sabilillah? Padahal kita pun lebih sering dan jauh lebih banyak mendengar kisa-kisah tentang jihad para Sahabat Rasulullah ra. daripada kisah-kisah tentang ibadah haji mereka?

Benar, di negeri ini jihad dalam arti perang tidaklah berlaku, karena Indonesia bukan wilayah perang. Namun, sebetulnya ada amalan yang pahalanya menyamai amalan jihad, bahkan dinyatakan sebagai ‘jihad’ paling utama. Baginda Rasulullah saw. bersabda, “Jihad yang paling utama adalah menyatakan kebenaran di hadapan penguasa yang lalim.”(HR at-Tirmidzi dan Abu Dawud).

Beliau pun bersabda, “Pemuka para syuhada (mujahid yang wafat dalam jihad fi sabilillah) adalah Hamzah bin Abdul Muthalib dan seseorang yang berdiri di hadapan penguasa lalim, kemudian ia menasihatinya, lalu penguasa itu membunuhnya.”(HR al-Hakim dan ath-Thabrani).

Untuk aktivitas mulia di atas—menasihati penguasa lalim dan menyatakan kebenaran di hadapannya—sebetulnya tak perlu mengorbankan harta yang besar, sebagaimana dalam menunaikan ibadah haji, tinggal kemauan dan keberanian menanggung risiko kematian. Sayangnya, justru tidak banyak orang yang merindukan aktivitas mulia ini, apalagi menjadikannya sebagai ”cita-cita besar” hidupnya.

Bahkan ulama, yang sejatinya memiliki peluang besar untuk itu, juga tak banyak yang menunaikannya. Buktinya, saat banyak penguasa lalim berdiri langsung di hadapan mereka—dengan terus menzalimi rakyat; tetap menerapkan hukum-hukum kufur dan enggan menerapkan hukum-hukum Allah SWT secara kaaffah—sedikit sekali ulama yang secara berani, terus-terang dan tegas menasihati serta meluruskan penguasa lalim itu. Kebanyakan justru tetap diam membisu. Bahkan ada di antara mereka yang lebih mendekat ke kuasaan atau malah dengan sukarela menjilat penguasa zalim. Na'uudzu bilLaahi min dzaalik.

Bagaimana dengan kita? Semoga kita bisa meraih dua keutamaan itu: keutamaan ibadah haji dan jihad fi sabilillah. Aamiin.

Wa mâ tawfîqî illâ bilLâh wa ’alayhi tawakkaltu wa ilayhi unîb.[]

Oleh: Arief B. Iskandar
Khadim Ma'had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor



Allah Tidak Memanggil Orang yang Mampu Tapi Allah Memampukan Orang yang Terpanggil


Tinta Media - Terkait ibadah haji,  Mudir Ma’had Khadimus Sunnah Bandung  Ajengan Yuana Ryan Tresna (YRT) mengatakan, Allah tidak memanggil orang yang mampu tapi Allah memampukan orang yang terpanggil.

“Allah tidak memanggil orang-orang yang mampu, tapi Allah memampukan orang-orang yang terpanggil. Karena itu, sebagai Muslim kita siapkan diri menjawab panggilan Allah untuk berhaji,” ungkapnya di akun telegram pribadinya, Senin (11/7/2022)

YRT mengutip Al-Quran surat Ali ‘Imran ayat 97. Allah SWT berfirman 

وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ  الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

“Dan di antara kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari kewajiban  haji, maka ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.”

“Dalam ayat ini, perintah haji diawali dengan kata ‘walillah’. Ini menunjukkan bahwa panggilan haji adalah hal yang spesial karena langsung memuat asma Allah. Sehingga siapa pun yang menjalankan ibadah haji haruslah menata niat dengan baik, lillahi ta’ala (hanya karena Allah),” jelasnya.

Takwa

YRT juga menegaskan, tidak ada bekal yang lebih baik dari takwa karena saat melaksanakan rangkaian rukun ibadah haji, jamaah harus menanggalkan semua identitas keduniawiannya. Semua hanya mengenakan dua kain ihram dan sebagai simbol kepasrahan tanpa membawa identitas dunia.

Talbiyah

Menurut YRT, talbiyah adalah bacaan tertentu yang khas dilafalkan oleh jamaah haji di tanah suci sesaat setelah jamaah haji berniat ibadah haji. “Lafazh talbiyah dibaca lantang dan terus menerus oleh jamaah haji hingga melontar jumrah aqabah pada 10 Dzulhijjah,” imbuhnya seraya  menyampaikan kalimat talbiyah yang masyhur dilafalkan oleh Rasulullah saw dan para sahabat,

 لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ

“Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Sungguh, segala puji, nikmat, dan segala kekuasaan adalah milik-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu.”

“Pada lafazh talbiyah, nampak bahwa kedatangan jamaah haji adalah dalam rangka memenuhi panggilan Allah,” tandasnya.

Furoda

Terkait visa haji Furoda, YRT mengatakan  visa haji furoda adalah salah satu jenis visa haji non kuota yang penetapannya langsung dari pemerintah Arab Saudi. Istilah lainnya haji undangan.

“Kalau haji regular itu haji kuota untuk setiap negara.  Ada lagi yang tidak resmi, namanya visa ziarah atau visa umal. Kalau ketahuan beresiko. Itu yang saya ketahui,” ungkapnya.

“Jadi bisa berangkat haji saja sudah harus bersyukur, baik dengan visa haji regular kuota negara maupun visa haji non kuota (visa haji furoda),” pungkasnya.[] Irianti  Aminatun
 
 

Selasa, 12 Juli 2022

Arief B. Iskandar Ungkap Keutamaan Ibadah Haji Disandingkan Kemuliaan Jihad


Tinta Media - Khadim Ma'had Wakaf Darun Nahdhah al-Islamiyah Bogor Arief B. Iskandar mengungkapkan keutamaan ibadah haji disandingkan dengan kemuliaan jihad.

“Yang menarik, dalam beberapa riwayat, keutamaan ibadah haji disandingkan dengan kemuliaan jihad,” tuturnya kepada Tinta Media, Selasa (12/7/2022).

Ia sampaikan sebuah hadis bahwa Baginda Nabi SAW, misalnya, pernah bersabda, ”Duta Allah itu ada tiga: orang yang terlibat perang (di jalan Allah), orang yang beribadah haji dan orang yang berumrah.”(HR al-Hakim dan al-Baihaqi)

Selain itu, juga disampaikan hadis lain. "Beliau juga pernah ditanya, 'Amal apa yang paling utama?' Beliau menjawab,  'Iman kepada Allah.' 'Kemudian apa lagi?' 'Jihad fi sabilillah.' 'Lalu apa lagi?' 'Haji mabrur.' (HR al-Bukhari dan Muslim). paparnya.

Kemudian dijelaskannya bahwa dua hadis di atas menyandingkan keutamaan ibadah haji dengan kemuliaan jihad. “Hadis pertama sama-sama menyebutkan orang yang pergi berjihad dan yang pergi berhaji sebagai duta-duta Allah SWT. Adapun hadis kedua malah menempatkan jihad di urutan pertama sebelum haji,” jelasnya.

Lalu pertanyaannya kemudian, “Jika keutamaan jihad setara bahkan lebih tinggi daripada ibadah haji, mengapa kebanyakan Muslim hanya tertarik dengan ibadah haji dan cenderung tidak terlalu tertarik dengan jihad?” tanyanya.

Ia juga mempertanyakan jika terhadap ibadah haji kebanyakan kaum Muslim begitu antusias ingin menunaikannya. “Mengapa antusiasme yang sama tak banyak dijumpai di kalangan mereka terkait jihad fi sabilillah?” tanyanya kemudian.

Menurutnya, jika ibadah haji menjadi salah satu “cita-cita besar” dalam hidup kebanyakan individu Muslim, mengapa jihad dan menjadi mujahid tak dijadikan pula sebagai cita-cita besar kebanyakan dari mereka? Jika terkait haji begitu mudah individu Muslim berkorban harta, mengapa tak banyak dari mereka melakukan hal yang sama untuk kepentingan jihad fi sabilillah?
“Padahal kita pun lebih sering dan jauh lebih banyak mendengar kisah-kisah tentang jihad para Sahabat Rasulullah ra. daripada kisah-kisah tentang ibadah haji mereka,” ungkapnya.

Ia membenarkan, di negeri ini jihad dalam arti perang tidaklah berlaku, karena Indonesia bukan wilayah perang. “Namun, sebetulnya ada amalan yang pahalanya menyamai amalan jihad, bahkan dinyatakan sebagai ‘jihad’ paling utama,” ungkapnya.

Baginda Rasulullah saw. bersabda,  “Jihad yang paling utama adalah menyatakan kebenaran di hadapan penguasa yang lalim.” (HR at-Tirmidzi dan Abu Dawud)

Beliau pun bersabda, “Pemuka para syuhada (mujahid yang wafat dalam jihad fi sabilillah) adalah Hamzah bin Abdul Muthalib dan seseorang yang berdiri di hadapan penguasa lalim, kemudian ia menasihatinya, lalu penguasa itu membunuhnya.”(HR al-Hakim dan ath-Thabrani).*

Menurutnya, untuk aktivitas mulia di atas -menasihati penguasa lalim dan menyatakan kebenaran di hadapannya- sebetulnya tak perlu mengorbankan harta yang besar, sebagaimana dalam menunaikan ibadah haji, tinggal kemauan dan keberanian menanggung risiko kematian. “Sayangnya, justru tidak banyak orang yang merindukan aktivitas mulia ini, apalagi menjadikannya sebagai  ‘cita-cita besar’ hidupnya,” tuturnya.

Dia ungkapkan bahwa ulama, yang sejatinya memiliki peluang besar untuk itu, juga tak banyak yang menunaikannya. “Buktinya, saat banyak penguasa lalim berdiri langsung di hadapan mereka —dengan terus menzalimi rakyat; tetap menerapkan hukum-hukum kufur dan enggan menerapkan hukum-hukum Allah SWT secara kaaffah— sedikit sekali ulama yang secara berani, terus-terang dan tegas menasihati serta meluruskan penguasa lalim itu. Kebanyakan justru tetap diam membisu. Bahkan ada di antara mereka yang lebih mendekat ke kuasaan atau malah dengan sukarela menjilat penguasa zalim. Na'uudzu bilLaahi min dzaalik,” ungkapnya.

“Bagaimana dengan kita? Semoga kita bisa meraih dua keutamaan itu: keutamaan ibadah haji dan jihad fi sabilillah. Aamiin,” pungkasnya.[] Raras

IBADAH HAJI ITU PANGGILAN



Tinta Media - Memaknai Panggilan dalam Ibadah Haji

Pada lafazh talbiyah, nampak bahwa kedatangan jamaah haji adalah dalam rangka memenuhi panggilan Allah. Talbiyah adalah bacaan tertentu yang khas dilafalkan oleh jamaah haji di tanah suci sesaat setelah jamaah haji berniat ibadah haji. Lafazh talbiyah dibaca lantang dan terus menerus oleh jamaah haji hingga melontar jumrah aqabah pada 10 Dzulhijjah. Kalimat talbiyah yang masyhur dilafalkan oleh Rasulullah dan para sahabat adalah:

 لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لَا شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ

Artinya, “Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu. Aku datang memenuhi panggilan-Mu. Sungguh, segala puji, nikmat, dan segala kekuasaan adalah milik-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu.”

Berkaitan dengan kewajiban ibadah haji, Allah Ta'ala berfirman: 

وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ  الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

Artinya, “Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam” (QS. Ali ‘Imran: 97).

Dalam ayat ini, perintah haji diawali dengan kata "walillah". Ini menunjukkan bahwa panggilan haji adalah hal yang spesial karena langsung memuat asma Allah. Sehingga siapapun yang menjalankan ibadah haji haruslah menata niat dengan baik, lillahi ta’ala (hanya karena Allah).

Oleh karena itu, "Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa,” (TQS. Al-Baqarah: 197). 

Tidak ada bekal yang lebih baik dari takwa karena saat melaksanakan rangkaian rukun ibadah haji, jamaah harus menanggalkan semua identitas keduniawiannya. Semua hanya mengenakan dua kain ihram dan sebagai simbol kepasrahan tanpa membawa identitas dunia.

***

Cerita

Banyak yang melakukan review haji furoda. Ada yang mengatakan enak dan ada yang mengatakan tidak enak. Sepertinya itu salah ulasan. Seharusnya itu ditujukan pada fasilitas travelnya, karena travel lah yang menentukan layanan apa yang diterima. Ada harga ada rupa. Kalau istilah visa haji furoda sendiri adalah salah satu jenis visa haji non kuota yang penetapannya langsung dari pemerintah Arab Saudi. Istilah lainnya haji undangan. Kalau haji regular itu haji kuota untuk setiap negara. Jadi tidak ada istilah enak dan tidak enak fasilitasnya. Ada lagi yang tidak resmi, namanya visa ziarah atau visa umal. Kalau ketahuan beresiko. Itu yang saya ketahui.

Jadi bisa berangkat haji saja sudah harus bersyukur, baik dengan visa haji regular kuota negara maupun visa haji non kuota (visa haji furoda). Masalah layanan haji furoda itu adalah perkara lain, yaitu fasilitas layanan dari travel. 

Saya dan istri sejak beberapa tahun silam sudah daftar haji regular di Indonesia. Namun antriannya belasan tahun. Masih sabar menanti. Kalau sekarang dari Bandung antreannya sampai 40 tahunan. Nah, tahun ini kami juga daftar haji furoda dari Mesir. Sudah menyiapkan segala sesuatunya, mulai ilmu, ongkos, bekal, fisik, dll. Ongkos haji dari sini termasuk murah dibandingkan dari Indonesia. Semua perlengkapan sudah masuk koper. Tinggal berangkat. Namun sampai injury time tanggal 8 Dzulhijjah visa haji tidak keluar. Warga asing di sini tidak dapat kuota untuk tahun ini. Masih ada pembatasan pasca-pandemi. 

Memang haji itu panggilan. Jadi yang bisa berangkat tahun ini sudah seharusnya sangat bersyukur. Nikmat besar dari Allah Ta'ala. 

***

Harapan

Ibadah haji itu nikmat. Kenikmatan ibadah haji tersebut akan mengantarkan pada kenikmatan surga sesuai yang disabdakan Rasulallah shallallahu 'alaihi wa sallam:

 وَالْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ (متفق عليه)
Artinya, "Haji yang mabrur tiada imbalan yang setara kecuali surga." (HR. Mutafaq ’alaih).

Semoga tahun depan kita mendapat panggilan dari Allah untuk mengunjungi Baitullah. Karena Allah tidak memanggil orang-orang yang mampu, tapi Allah memampukan orang-orang yang terpanggil. Karena itu, sebagai muslim kita siapkan diri menjawab panggilan Allah untuk berhaji. 

Kairo, 12 Dzulhijjah 1443 H

Oleh: Yuana Ryan Tresna
Mudir Ma'had Khadimus Sunnah Bandung 

https://t.me/yuanaryantresna

Kamis, 07 Juli 2022

Ajengan Yuana: Khutbah Haji Wada’ Rasulullah Momen Penting dalam Memberikan Arahan Umat



Tinta Media - Mudir Ma’had Khadimus Sunnah, Ajengan Yuana Ryan Tresna (YRT) menuturkan aspek penting  khutbah Haji Wada’ Rasulullah SAW.
 
“Khutbah Haji Wada’ Rasulullah SAW adalah momen penting dalam memberikan arahan kepada umat Islam. Aspek politik pada khutbah tersebut sangat dominan, karena menyangkut kepentingan bersama umat Islam dan terkait urusan umat Islam di dalam dan luar negeri,” ungkapnya di majalah Al-Wa’ie, edisi Juli 2022.
 
YRT menuturkan, Nabi Muhammad SAW di akhir hayatnya menunaikan ibadah haji yang dikenal dengan nama Haji Wada’. Saat melaksanakan haji tersebut, Nabi berkhutbah di hadapan kaum muslim. Beliau berkhutbah tidak hanya sekali.
 
“Beliau berkhutbah di Hari Arafah, di Hari Nahr, dan di pertengahan Hari Tasyriq. Beliau saw. berwasiat, memberi nasihat, dan memberi pengarahan sehingga ketika beliau meninggalkan umat ini, beliau telah meninggalkan umatnya dalam keadaan terang-benderang, malamnya bagaikan siang, dan tidaklah orang yang berpaling dari apa yang beliau ajarkan kecuali akan binasa,” paparnya.
 
Aspek Politis
 
YRT menegaskan, khutbah Rasulullah pada momen Haji Wada’   mengandung aspek politik yang sangat penting bagi umat Islam baik dulu, sekarang, maupun yang akan datang.
 
Ia menukil awal khutbah yang disampaikan Nabi SAW sebagaimana termaktub dalam hadis riwayat Al-Baihaqi, al-Thabari, Abu Awanah:
 
يَا أَيُّهَا النَّاسُ ! اسْمَعُوا مَا أَقُولُ لَكُمْ، فَإِنِّي لا أَدْرِي لَعَلِّي لا أَلْقَاكُمْ بَعْدَ عَامِي هَذَا فِي هَذَا الْمَوْقِفِ.

“Wahai manusia, dengarlah apa yang akan aku katakan. Sebab sungguh, aku tidak tahu, apakah aku bisa berjumpa lagi dengan kalian setelah tahun ini, di tempat ini.”
 
“Khutbah ini telah membuat sedih siapa saja yang mendengarnya, karena khutbah tersebut menyiratkan sebuah perpisahan panjang,” ungkap YRT.
 
Menurutnya, Rasulullah SAW  menyampaikan beberapa wasiat politik. “Pertama, perlindungan darah dan harta. Berkali-kali hal ini beliau sampaikan dalam khutbah Haji Wada’,” paparnya.
 
YRT lalu mengutip hadis yang mengisyaratkan keharusan adanya institusi negara yang menjaga harta dan setiap tetes darah kaum Muslimin.“Sungguh darah dan harta kalian haram seperti sucinya hari  kalian ini, di negeri kalian ini, dan pada bulan kalian ini,” tuturnya mengutip hadis riwayat Imam Muslim.
 
“Kedua, ikhlas beramal, mengoreksi penguasa dan bergabung dalam jamaah. Ketiga hal ini hendaknya selalu hadir pada diri seorang muslim. Ketiga hal ini tidaklah terwujud kecuali dengan adanya persatuan dan kesatuan umat,” bebernya.
 
Masalahnya, lanjut YRT, umat tidak akan bersatu kecuali dengan adanya pemimpin, dan tidak ada artinya pemimpin jika tidak ditaati.
 
“Ketiga, kesatuan berdasarkan ideologi  Islam dan ukhuwah Islamiyah. Rasisme hukumnya haram, tidak sesuai fitrah manusia, merendahkan, meremehkan hingga menghina orang lain karena beda suku dan warna kulit,” tandasnya.
 
Keempat, lanjut YRT, wajib mengikuti Sunnah  Khulafaur Rasyidin dalam pemerintahan. “Rasulullah SAW juga berwasiat bahwa sistem pemerintahan yang harus diikuti harus merujuk pada Sunnah Rasulullah saw. dan Khulafaur Rasyidin,” ucapnya.
 
“Kelima, menjadikan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai dasar sistem kehidupan. Nilai apa pun yang posisinya menggantikan Al-Qur’an dan As-Sunnah hakikatnya adalah ‘jalan’ selain syariah Allah. Kata Ibnu Katsir, ia adalah jalan menuju kerugian, kehancuran dan kebinasaan,” tegasnya.
 
“Ini merupakan wasiat kepada kita agar membangun sistem hidup berdasar Islam,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun

Jumat, 03 Juni 2022

Gagal Berangkat Haji, Negara Tak Serius Layani Umat?


Tinta Media - Setelah beberapa tahun terakhir pelaksanaan ibadah haji ditutup untuk jemaah luar negeri karena pandemi, tahun 2021 kemarin sudah mulai dibuka kembali dengan pembatasan kuota. Indonesia sendiri baru mendapatkan kuota keberangkatan tahun 2022 ini, walaupun dengan jumlah kuota yang lebih sedikit dibandingkan sebelum pandemi, yaitu 100.051.

Namun, sejumlah 17ribu calon jemaah haji mengalami masalah administrasi dalam proses persyaratan pemberangkatan haji dan terancam gagal berangkat. Salah satu permasalahannya yaitu terkait vaksinasi Covid-19. Calon jemaah haji yang akan berangkat harus sudah mendapatkan vaksinasi Covid-19 secara lengkap.
Hal ini dikarenakan terdapat tiga syarat perjalanan haji yang sudah ditentukan oleh pemerintah Arab Saudi, yaitu syarat vaksinasi Covid-19 minimal vaksin lengkap, PCR 72 jam sebelum keberangkatan, dan syarat maksimal umur di bawah 65 tahun (haji.okezone.com, 19/05/2022).

Terancam gagalnya keberangkatan haji dari sejumlah calon jemaah disebabkan karena tidak adanya antisipasi lebih awal dari pemerintah, seperti masih banyaknya calon jemaah haji yang belum mendapatkan vaksinasi lengkap. 

Seharusnya jauh-jauh hari sudah disiapkan dan melakukan imbauan ketat kepada calon jamaah haji. Hal ini karena walaupun ibadah haji sudah dibuka, tetapi pandemi belum bisa dinyatakan berakhir. 
Karena itu, harus ada upaya semaksimal mungkin untuk meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan. Selain itu, pemerintah harusnya juga melakukan negoisasi kepada pemerintah Arab Saudi terkait batas umur maksimal calon jemaah haji.

Fakta yang ada saat ini, antrean pemberangkatan ibadah haji di Indonesia semakin lama semakin panjang, bisa sampai puluhan tahun. Apabila tidak ada antisipasi lebih awal dari pemerintah Indonesia, bagaimana nasib calon jemaah haji ke depannya? Setiap tahun permasalahan terkait haji tidak ada habisnya. Namun, tindakan yang berarti dan menenangkan calon jemaah belum terpenuhi.

Pada faktanya, dalam sistem pemerintahan kapitalis saat ini, fokus pemerintah bukanlah melayani masyarakat sebaik mungkin, tetapi lebih mengutamakan aspek keuntungan. Karena itu, menyelesaikan permasalahan haji ini tidak akan menjadi fokus utama. Tak hanya masalah haji, masalah yang lainnya pun sama.

Padahal, ibadah haji bukanlah hal yang remeh. Ibadah haji merupakan kewajiban bagi umat Islam yang mampu melaksanakannya. Ibadah ini terdapat dalam rukun Islam. Karena itu, sudah seyogyanya pemerintah menyediakan fasilitas dan pelayanan yang maksimal, baik dari segi pendanaan, kebijakan, ataupun yang lainnya. Hal ini karena pada dasarnya pemerintah merupakan pengurus/pelayan umat. 

“Dan terdapat tanda-tanda yang jelas (di antaranya) maqam Ibrahim. Barangsiapa memasukinya (Baitullah) amanlah dia. Dan (diantara kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barang siapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu)  dari seluruh alam.” (QS. Al Imran ayat 97)

Dikutip dari Buletin Dakwah Kaffah edisi 196, ada beberapa langkah yang dilakukan dalam melayani jamaah haji, yaitu:

Pertama, menunjuk pejabat khusus untuk memimpin dan mengelola pelaksanaan haji dengan sebaik-baiknya.

Kedua, apabila harus menetapkan ONH (Ongkos Naik Haji), maka nilainya harus disesuaikan dengan biaya yang dibutuhkan dari wilayahnya ke tanah haram. Penentuannya bukan berdasarkan paradigma bisnis, yaitu untung dan rugi, melainkan sebagai pelayan umat.

Ketiga, pengaturan kuota haji dan umroh dengan memperhatikan kewajiban haji hanya berlaku sekali seumur hidup dan bagi mereka yang memenuhi syarat dan berkemampuan. Dengan begitu, antrean panjang haji bisa benar-benar dipangkas.

Keempat, menghapus visa haji dan umroh. Pada dasarnya, kaum muslimin berada dalam satu wilayah kesatuan. Karena itu, menunjukkan kartu identitas dan paspor sudah cukup.

Kelima, membangun sarana dan prasarana untuk kelancaran, ketertiban, dan kenyamanan jemaah haji. Dengan begitu, faktor-faktor teknis yang mengganggu dan menghalangi ibadah bisa teratasi. 

Keenam, pada masa pandemi, tetap dilaksanakan ibadah haji dengan melakukan penanganan sesuai protokol kesehatan, seperti pemberian vaksin, sarana kesehatan, dan tenaga medis yang memadai dan lain sebagainya.

Hal tersebut hanya bisa dilakukan apabila sistem Islam dalam negara khilafah diterapkan dan dipimpin oleh seorang khalifah. Dalam negara khilafah, pemerintah merupakan pelayan umat, sehingga hak-hak umat harus diperoleh, bukan lagi dengan paradigma bisnis dan keuntungan seperti saat ini.
Wallahu a’lam bishawab.

Oleh: Unix Yulia 
Komunitas Menulis Setajam Pena

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab