Tinta Media: HIV
Tampilkan postingan dengan label HIV. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label HIV. Tampilkan semua postingan

Rabu, 03 Juli 2024

Penyakit Kelamin Menyebar, Buah Penerapan Sistem Liberal

Tinta Media - HIV (human immunodeficiency virus) adalah virus yang dapat merusak sel–sel  sistem kekebalan tubuh dengan menginfeksi dan menghancurkan sistem kekebalan tubuh. Virus HIV jika tidak segera ditangani akan berkembang menjadi kondisi serius yaitu disebut AIDS (acquired immunodeficiency syndrome). (www.alodokter.com). Di negara Indonesia, penyebaran dan penularan HIV terbanyak disebabkan melalui hubungan intim yang tidak aman dan bergantian menggunakan jarum suntik yang tidak steril ketika memakai narkoba. 

Virus HIV dapat ditularkan sejak beberapa minggu seseorang terinfeksi, permasalahannya hasil test untuk mendeteksi adanya virus dapat selesai 3 sampai 12 minggu dari tes awal, dan hingga kini belum ditemukan obat yang mampu menyembuhkan virus HIV, penangan medis hanya untuk memperlambat perkembangan virus HIV.

Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu, Friska Erawati Simanjuntak, "Tahun 2024 dari bulan Januari sampai bulan  Mei, 41 orang warga Labuhan Batu, di antaranya 37 laki-laki dan 4 perempuan. Dikonfirmasi positif untuk kasus HIV," Rabu (19/6/2024) (sumutpos.jawapos.com)

Penyebaran virus HIV hingga ketingkat kabupaten adalah tanda bahwa kini leberalisasi pergaulan sudah merebak di semua wilayah. Pemikiran liberalisasi pergaulan yang merasuki masyarakat baik pemuda atau orang dewasa berdampak pada maraknya seks bebas dan narkoba. Hal ini jelas menjadi permasalahan yang harus segera diselesaikan, jika tidak akan  berakibat fatal untuk kita, karena bisa jadi kita juga akan menjadi korban.

 Virus HIV bukan hanya akan menular kepada pelaku seks bebas atau narkoba saja, namun bisa dari suami kepada istrinya dan jika istrinya tertular maka anak yang di kandungannya akan juga terinfeksi, begitupun sebaliknya. Inilah buah dari pada kebebasan. Pada hakikatnya kebebasan yang ditawarkan oleh sistem kapitalisme hanya akan membawa manusia kepada jurang kehancuran. Dapat kita saksikan bersama kehancurannya seperti adanya aborsi, perzinaan, KDRT, penyakit dan lain-lain. Kebebasan yang ditawarkan oleh sistem ini sepaket dengan aturan kebijakan, lihat saja hukum di negeri ini tentang seks bebas dan narkoba yang mana belum mampu mengatasi masalah tersebut. Lantas masihkah kita akan terus membiarkan liberalisasi ini berlangsung?

Jawabannya tentu saja tidak. Kita tidak boleh diam akan sistem yang terus menjerumuskan manusia kepada kehancuran dan penyesalan. Sudah saatnya kita kembali kepada hukum Allah karena sejatinya kita adalah makhluk ciptaan Allah yang penciptaan kita sepaket dengan aturan Allah yang pasti  terbaik untuk manusia. Sebagaimana permasalahan untuk liberalisasi pergaulan, jelas Allah telah memberikan aturan.

Dalam Islam pergaulan antara laki laki dan perempuan ada aturannya, yaitunya tidak boleh berkhalwat, tidak boleh berikhtilat dan tidak boleh berzina sebagaimana firmah Allah, surah Al- Isra’ ayat “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”. 

Begitupun hukuman yang akan diberikan untuk pelaku perzinaan surah An-Nur  ayat1–2, “ Ini adalah satu surat yang Kami turunkan dan Kami wajibkan dia (menjalankan hukum-hukum yang ada di dalamnya), dan Kami turunkan di dalamnya ayat-ayat yang jelas, agar kalian selalu mengingatnya. Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kalian untuk (menjalankan) agama Allâh , jika kalian beriman kepada Allâh dan hari akhirat. Dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman”

Maka untuk dapat melaksanakan aturan tersebut kita membutuhkan adanya sebuah Negara yang mampu menerapkannya yaitu Negara Khilafah Islamiyah sebagaimana yang telah Rasullullah contohkan. Wallahu a’lam.

Oleh: Zayyin Afifah, A.Md., S.Ak., Pengajar dan Aktivis Dakwah

 

 

Kamis, 20 Juni 2024

Penyebaran Kasus HIV/AIDS Mengkhawatirkan


Tinta Media - Jumlah kasus HIV/AIDS di Kabupaten Bandung mengkhawatirkan. Faktor utama pemicu HIV/AIDS adalah perilaku heteroseksual (LSL), bahkan LSL ini di didominasi usia produktif dan ada yang masih pelajar SMA. Penyebab penyimpangan seksual pun beragam. Ada yang sakit hati oleh wanita dan akibat lingkungan.

Pelaku seks menyimpang rentan tertular HIV/AIDS, apalagi jika hubungan seks menyimpang tersebut tidak memakai alat pengaman. Untuk mengurangi penularan HIV/AIDS, Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) memberikan sosialisasi di tingkat kecamatan dan kelurahan dengan dibantu beberapa pihak, termasuk lembaga swadaya masyarakat. Selain itu, sangat penting peranan orang tua dalam mengawasi dan mendidik anak agar tidak terjerumus ke dalam hal seperti itu.

Kasus HIV/AIDS saat ini semakin memprihatinkan karena tidak hanya melanda orang dewasa, tetapi menyasar remaja dan anak-anak. Bahkan, saat ini remaja menjadi kelompok terbanyak terinfeksi HIV/AIDS.

Mayoritas pengidap HIV/AIDS diakibatkan karena hubungan heteroseksual. Ini artinya, kasus HIV/AIDS di negeri ini terjadi akibat merajalelanya pergaulan bebas. Sistem sekuler-kapitalisme yang mencengkeram kuat negeri ini memang meniscayakan pergaulan bebas, bahkan memfasilitasi seks bebas untuk eksis di tengah masyarakat.

Sistem ini memisahkan agama dari kehidupan, memprioritaskan kesenangan duniawi dan perolehan materi di atas segalanya, serta menjunjung tinggi prinsip kebebasan. Setiap orang bebas bertingkah laku sesuai dengan keinginannya, sebebas-bebasnya asalkan tidak mengganggu kebebasan orang lain. Wajar jika akhirnya pergaulan bebas di kalangan remaja semakin tidak karuan, tidak bisa terlepas dari arus liberalisasi yang sengaja disuntikan ke negeri-negeri muslim.

Kebebasan bertingkah laku diopinikan sebagai sumber kebahagiaan dan kesuksesan. Manusia dianggap sebagai pihak yang paling paham terhadap apa yang terbaik untuk dirinya, sehingga aturan pun dibuat sesuai dengan keinginan manusia.

Padahal, manusia tidak pernah tahu secara utuh apa yang terbaik untuk dirinya. Buktinya, ketika diberi kebebasan sebebas-bebasnya, yang terjadi justru kerusakan. Mirisnya, dalam sistem sekuler-kapitalisme, kebebasan bertingkah laku seperti seks bebas harus dijamin oleh negara secara mutlak atas nama hak asasi manusia.

Tidak ada yang membatasi kebebasan individu ini kecuali kebebasan individu yang lain. Tugas negara adalah menjadi penjamin atas terpenuhinya semua kebebasan individu tersebut agar tidak ada pihak mana pun yang dirugikan. Oleh sebab itu, agama dianggap mengekang kebebasan manusia dan tidak sesuai dengan HAM.

Alhasil, negara merasa harus melindungi warganya dari agama yang mengatur manusia.

Inilah kebusukan liberalisme yang lahir dari paham sekuler yang dengan mulusnya memalingkan kaum muda dari agamanya sendiri.

Lihat saja betapa media sosial yang saat ini menyuguhkan berbagai konten merusak justru menjadi sahabat dekat anak-anak remaja. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat menimba ilmu dan iman nyatanya malah mengukuhkan sekularisme dalam jiwa-jiwa kaum muda.

Mengapa demikian? Karena paham pemisahan agama dari kehidupan yang diusung sistem sekularisme dan paham-paham turunannya seperti liberalisme diaruskan secara masif melalui sistem pendidikan sekuler kepada generasi.

Alih-alih dihasilkan peserta didik yang berkepribadian tangguh, memiliki iman dan takwa yang tinggi, yang terjadi justru dihasilkannya generasi yang rapuh, menjadikan dunia sebagai tujuan hidup, mengejar materi dan kesenangan dunia. Wajar jika akhirnya banyak remaja terjebak ke dalam pergaulan bebas.

Memang tidak dimungkiri adanya upaya negara untuk menyelesaikan masalah ini. Hanya saja, jika kita cermati, maka solusi yang diberikan adalah solusi pragmatis. Selama ini kebijakan dan strategi penanganan HIV/AIDS ,baik di Indonesia maupun secara global menggunakan paradigma sekuler liberal, kondomisasi, substitusi metadon, dan pembagian jarum suntik steril, misalnya.

Semuanya adalah kebijakan yang tidak realistis dan rasional, sehingga pelaku sesama jenis dibiarkan begitu saja tanpa ada sanksi yang tegas. Bahkan, peraturan yang dibuat pemerintah justru melanggengkan liberalisasi seksual karena tidak memidanakan pelaku seks bebas yang suka sama suka.

Bukankah hal ini justru akan menumbuhsuburkan HIV/AIDS?

Jelaslah bahwa akar persoalan kasus HIV/AIDS adalah makin liberalnya masyarakat, termasuk kaum muda. Sudah semestinya solusi atas permasalahan ini adalah dengan mencabut pemikiran busuk sekuler-kapitalisme dari umat, wajib untuk menyampaikan Islam secara utuh kepada umat, termasuk aturan pergaulan laki-laki dan perempuan.

Islam tidak akan memberikan celah bagi liberalisme untuk terus berkembang. Seluruh sektor akan bersinergi mewujudkan masyarakat Islami. Sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam akan mewujudkan pemuda yang berkepribadian Islam. Perlindungan diri pun akan terbentuk.

Sistem ekonomi yang kukuh akan mengantarkan rakyat pada kesejahteraan sehingga tidak akan ada orang-orang berbuat maksiat dengan alasan ekonomi  Karenanya, langkah yang harus dilakukan saat ini adalah dengan melakukan edukasi di tengah-tengah umat dan mereinstal pemahaman hingga terbentuk pola sikap dan perilaku yang benar sesuai tuntunan Islam. Ini disampaikan melalui pendidikan di rumah sebagai satu kesatuan dengan kurikulum pendidikan formal yang ada maupun melalui sistem media yang dimiliki negara.

Selain itu, negara harus memutus mata rantai penularan dengan cara penerapan syariat Islam secara kaffah, termasuk aturan pergaulan dalam Islam. Negara harus melarang secara tegas laki-laki dan perempuan berkhalwat ataupun berperilaku mendekati zina yang lain, melarang melakukan zina, mengharamkan seks menyimpang, mengharamkan laki-laki dan perempuan melakukan hal yang merusak masyarakat, seperti pornografi dan pornoaksi, serta mengharamkan hamr dan seluruh benda yang memabukkan dan merusak akal seperti narkoba.

Negara juga mewajibkan amar ma'ruf nahi munkar dan memberi sanksi yang tegas bagi para pelaku penyimpangan atau tindak kriminal. Selanjutnya, negara memberikan nasihat kepada pelaku kemaksiatan agar mereka berhenti dari melakukan perilaku berisikonya itu dan melakukan tobat nasuha.

Kemudian, negara memberikan hak mereka untuk membersihkan diri dengan dijatuhi hukuman yang tegas dan menjerakan, yaitu rajam bagi para pezina yang sudah menikah dan cambuk seratus kali serta diasingkan satu tahun bagi mereka yang belum menikah.

Negara menghukum mati para pelaku homoseksual, termasuk hukuman yang menjerakan bagi semua pihak yang terlibat dalam penyalahgunaan narkoba.

Ini semua bisa terwujud jika aturan Islam diterapkan secara kaffah di muka bumi ini. Satu-satunya solusi yang harus dilakukan adalah mengganti sistem sekuler dengan sistem Islam yang tegak di atas landasan keimanan kepada Allah. Dia-lah Zat yang telah menurunkan syariat Islam untuk menjadi solusi bagi seluruh problematika manusia serta menjamin kemaslahatan hidup di dunia dan akhirat. Wallahu'alam bishawab.

Oleh: Rukmini, Sahabat Tinta Media

Marak Penyimpangan akibat Pelanggaran terhadap Hukum Allah

Tinta Media - Ironis, satu kata untuk menggambarkan betapa gagalnya negara ini menyelesaikan kasus HIV/AIDS.

Meski diklaim bahwa angka penularan telah menurun, tetapi fakta yang terjadi sangat mengerikan.

Koordinator Lapangan Grapiks, Vika Nurdian menyatakan bahwa belakangan angka penularan HIV/AIDS lebih banyak dari LSL (laki seks laki) dibandingkan dengan pengguna narkoba, jarum suntik, dan lainnya. Tahun 2023 lalu, terdapat 346 kasus dan sekarang ini (hingga Mei) 135 kasus telah terjadi. Secara detail, di tahun 2023 dari 346 kasus terjadi ditemukan 328 akibat LSL, 8 waria, dan 10 pengguna jarum suntik. Memasuki tahun berikutnya hingga Mei 2024, 130 akibat LSL, 3 waria, dan dua pengguna narkoba jarum suntik. (Jabar.Tribunnews.com, Rabu, 05/06/2024).

Namun, persoalannya bukan hanya sekadar menurunkan angka penularan saja, tetapi bagaimana memutus rantai sehingga tidak ada lagi kasus HIV/AIDS di negeri ini.

Penyimpangan seksual hingga merebaknya HIV/AIDS tidak semata-mata dikarenakan aktivitas yang dilakukan para pelaku atau korban itu sendiri. Sejatinya, pemerintah dengan posisi tertinggi bisa membuat aturan dan langkah paling praktis untuk memutus rantai HIV/AIDS.

Jika melihat realitas saat ini, justru peran negara dilakukan ketika korban telah berjatuhan. Solusi yang diusung pun sebatas solusi dedaunan yang jika terlihat layu atau sudah mengering, bahkan busuk nanti tinggal dicopot atau digunting.

Padahal, akar masalahnya telah jelas di hadapan mata telanjang, yaitu hubungan seksual di luar pernikahan, bahkan di luar naluri alamiahnya. Namun, nyatanya sekarang, atas dasar HAM, orang-orang yang berusaha menjaga diri pun tetap bisa menjadi korban HIV/AIDS.

Terpaparnya para korban dengan HIV/AIDS mayoritas karena LSL. Kemudian, langkah yang diambil berikutnya adalah sebatas edukasi. Itu pun dilakukan oleh lembaga masyarakat, tidak secara langsung di-handle oleh pemerintah.

Maka, tidak heran jika kasus terus berulang, bahkan bisa jadi membengkak di akhir tahun. Demikian sistem sekuler bekerja. Sistem ini tidak pernah memberikan solusi tuntas karna standar yang dibangunnya tidak jelas. Seperti standar HAM, ketika kasus terjadi dan para pelaku membela dengan HAM, maka bisa saja kasus selesai. Sedangkan perilaku penyimpangan seksual itu bisa menular dikarenakan berbagai macam faktor. Salah satunya adalah trauma yang didapat oleh pihak korban itu sendiri.

Tidakkah cukup apa yang terjadi saat ini menjadi bukti bahwa hukum yang berlaku tidak bisa memberikan efek jera terhadap kejahatan yang dilakukan. Bukankah ini juga menjadi pecutan bahwa manusia telah terlalu jauh dari fitrahnya?

Dalam hukum Islam, perilaku penyimpangan seksual dan zina akan diberikan hukuman yang bisa membuat pelaku jera. Dari sini, masyarakat akan takut ketika terbersit ingin melakukannya.

Bukan hanya itu, Khalifah akan melakukan banyak upaya perlindungan atas masyarakat agar mereka tidak terjerumus pada hal-hal yang tidak berfaedah tersebut.

Khalifah pasti akan memberikan batasan-batasan yang jelas hingga masyarakat terlindungi dari segala hal yang berkaitan dengan keharaman tersebut. Ini semua karena Khalifah menjadikan UU yang berlaku ialah Al-Qur’an dan Sunnah. Artinya, segala hukum akan digali dari keduanya sehingga masyarakat akan terlindungi dari bahaya yang mengerikan tersebut. Waullahu’alam.

Oleh: D. Nursani, Muslimah Peduli Generasi

Kasus HIV/AIDS Kapankah Akan Berakhir?

Tinta Media - Ngeri, kasus penularan HIV/AIDS yang terjadi diungkap oleh  koordinator Lapangan Grapiks, Vika Nurdian bahwa belakangan ini angka penularan HIV/AIDS lebih banyak dari LSL (laki seks laki) jika dibandingkan dengan pengguna narkoba, jarum suntik, atau lainnya.( Tribunjabar.id Rabu 05/06/2024.)

Artinya, tindak asusila penyuka sesama jenis ini telah "menyumbang" meningkatnya jumlah angka penularan HIV/AIDS.

Bila kita cermati, penyebab penyimpangan seksual ini berpangkal pada liberalisasi sex bebas sebagai buah dari diterapkannya sistem demokrasi kapitalis di negeri ini.

Sistem ini telah menumbuhsuburkan maraknya kaum pelangi bergentayangan di muka bumi tanpa malu-malu.

Ironisnya, kontrol masyarakat juga lemah. Sebagian kalangan menganggap tindakan asusila kaum pelangi itu sebagai tindakan yang biasa saja, bahkan ada yang menganggap itu adalah tindakan yang "lucu" ketika seorang laki-laki bergaya dan bersikap seperti seorang perempuan.

Padahal, itu adalah bibit-bibit munculnya virus l987 yang justru akan memberikan kebahayaan bagi generasi di negeri ini.

Adapun negara, yang seharusnya menyelesaikan dan memberantas penyimpangan ini malah berlepas tangan bahkan mendukung serta memfasilitasi para pelakunya dengan  mengatasnamakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi.

Inilah kondisi ketika negeri dengan jumlah populasi muslim kedua di dunia  mengusung ide liberalisme, dengan memegang teguh pada prinsip  kebebasan. Dengan segala tindak tanduk perbuatan yang bebas tanpa aturan, dan tanpa tolak ukur yang jelas. Akhirnya  bisa melanggar norma yang ada. Maka suatu hal yang wajar jika penyebaran virus HIV terus mengalami peningkatan dalam sistem sekuler ini.

Padahal sudah jelas tertera dalam Al-Qur'an dan As-Sunah Allah Swt melaknat para pelaku penyimpangan ini. Dan menjadi bukti bahwa Negara tidak memakai hukum yang berasal dari Allah. Menjadikan orang tua saat ini lebih ekstra dalam memahamkan, membimbing dan mengawasi anak-anaknya. Dalam Islam peran orang tua, masyarakat, dan negara saling terikat satu sama lain. Keberhasilan tidak akan tercapai bila  ketiga peran ini tidak sesuai dengan aturan Islam.

Orang tua memiliki peran yang besar dalam merawat dan mendidik anak-anaknya untuk memiliki akidah yang kokoh, membentuk pola pikir dan karakter Islam dan setiap perbuatannya bukan di sandarkan pada suka atau tidak suka, tetapi apakah Allah Ridho atau tidak. Dalam masyarakat pun akan saling beramar ma'ruf karena masyarakat Islam tahu kewajibannya sebagai masyarakat. Negara juga akan menyelesaikan masalah ini dengan menghilangkan faktor-faktor penyebab yang dapat mendorong terhadap penyimpangan seksual dan akan menerapkan sanksi yang membuat jera bagi pelaku, baik orang itu sebagai subjek maupun objek. Aturan Allah Swt dapat dilaksanakan secara menyeluruh ketika ada institusi yang menaunginya yaitu Daulah Khilafah Islamiyah.

Wallahu A'lam Bishawab

Oleh: Susanti Nuraeni, Muslimah Peduli Generasi

Minggu, 26 Mei 2024

Pasien HIV Meningkat, Warga Medan Harus Cermat

Tinta Media - Pasien pengidap HIV yang menjalani perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah dr Pringadi tahun ini mengalami peningkatan. Yang berobat ke RSDU ini setiap bulan rata-rata 600 penderita HIV. Di bulan Mei ini yang dirawat sudah sebanyak 179 orang dan semuanya rawat jalan. Hal ini disampaikan oleh Kasubag Hukum dan Humas RSDU dr Pringadi Medan, Gibson Girsang di Medan, Selasa, 14/5/2024. (rri.co.id, 14/5/2024)

Gibson mengungkapkan, pada Februari 2024 pasien HIV yang dirawat sebanyak 590 persen terdiri dari 9 rawat inap dan 581 rawat jalan. Sedangkan pada bulan Maret 2024, pasien HIV yang dirawat sebanyak 621 pasien, terdiri dari 9 rawat inap dan 612 rawat jalan. Sementara pada bulan April 2024, pasien HIV yang dirawat sebanyak 591, terdiri dari 4 pasien rawat inap dan 587 rawat jalan. (Tribun-Medan.com, 14/5/2024 )

Usia pasien yang paling banyak antara 26 hingga 45 tahun. Sedangkan paling rendah usia 6 tahun karena tertular dari ibunya. Sementara pasien tertua berusia 65 tahun. Ada 5 cairan ditubuh yang dapat menularkan HIV ke orang lain, yaitu melalui darah, sperma, cairan rektal (anus), Air Susu ibu dan cairan vagina. Pasien yang dirawat di RSDU ini tidak semua pasien tertular melalui hubungan seksual tapi rata-rata karena itu, ujarnya. (Tribun-Medan.com, 14/5/2024)

Jumlah yang fantastis jika kita cermati. Memang pasien tidak semua tertular dari melakukan hubungan seksual namun kembali lagi dari data RSDU tersebut yang disampaikan melalui Kasubag Hukum dan Humas-nya bahwa pasien HIV yang dirawat disana rata-rata tertular melalui hubungan seksual. Peningkatan pasien HIV sesuatu yang wajar selama akar permasalahannya belum dituntaskan secara cermat.

Saat ini ditengah-tengah masyarakat kita diterapkan sistem kapitalis-liberalis yang menganut paham sekuler yakni memisahkan agama dari kehidupan serta mengagungkan kebebasan. Salah satunya dengan dalih kebebasan berperilaku maka muncul kebebasan seks/pergaulan bebas. Apabila kita perhatikan secara cermat penyebab terbesar penularan HIV ini adalah dengan adanya perilaku seks bebas dan penyimpangan orientasi seks (L6BT). Pemerintah sudah berupaya dengan melakukan pengawasan tempat-tempat hiburan, kondomisasi dan pengawasan orang tua terhadap anak-anaknya terutama yang masih sekolah. Tapi semua tidak membuahkan hasil.

Selain itu, ditambah lagi sistem kapitalis-liberal memberikan hak kepada manusia untuk membuat aturan/hukum sehingga hukum yang diberlakukan pun tidak sesuai dengan fitrah manusia. Hal ini karena manusia itu lemah, serba kurang dan terbatas. Ketika di hadapan konstitusi atas nama HAM perilaku kumpul kebo (pergaulan bebas) dan L6BT tidak bisa dianggap kriminal selama suka sama suka. Pelaku seks bebas dan L6BT pun semakin diberikan tempat sehingga semakin lama pun mereka berani. My Body My Right, Badan gue urusan gue. Emang kalo gue L6BT ngerugiin orang lain toh kami juga memberikan kontribusi buat negara. Pemerintah dan jajarannya pun menghimbau masyarakat untuk melindungi kaum L6BT karena mereka juga manusia. Hal ini wajar terjadi dalam sistem ini dan memang akan sulit menghentikan seks bebas dan L6BT karena semua dikaitkan pada hak asasi.

Sistem Islam merupakan sistem yang sempurna dan paripurna yang berasal dari sang khaliq yang akan lebih tahu apa yang dibutuhkan oleh ciptaannya (manusia). Islam merinci bagaimana upaya untuk mengatasi HIV. Hal ini dilakukan dalam dua langkah penting. Pertama, langkah pencegahan (preventif) yang diberlakukan kepada warga masyarakat yang sehat (belum tertular HIV). Hal ini dilakukan dengan penanaman keimanan yang kokoh kepada warga masyarakat sehingga terbentuk pola hidup yang sesuai dengan syariat Islam dalam kehidupan masyarakat sehingga standar setiap perbuatan ditentukan dengan standar halal/haram. Pergaulan bebas, seks bebas, narkoba, pacaran dan penyimpangan seks (L6BT) tidak sesuai dengan syariat Islam (haram) maka mereka akan menjauhi perilaku-perilaku tersebut. Selanjutnya akan diterapkan tata pergaulan dalam Islam misalnya perintah menutup aurat (laki-laki dan perempuan), perintah menjaga pandangan, perintah menjauhi zina dan larangan berkhalwat serta ikhtilat dan lain-lain. Jika ada yang melanggar perintah syariat maka sistem Islam akan memberikan sanksi tegas.

Kedua, langkah pengobatan (kuratif) bagi yang telah tertular. Langkah-langkah yang dilakukan oleh kepala negara (khalifah) dalam sistem Islam yaitu menyediakan tenaga medis yang profesional dibidangnya. Menyediakan obat-obatan, peralatan medis dan sarana-prasarana yang dibutuhkan. Memotivasi para ahli farmasi untuk melakukan penelitian untuk menemukan obat HIV. Menyediakan rumah sakit khusus bagi pasien HIV dan dijaga sedemikian rupa agar tidak tertular ke yang lain (yang sehat).

Selain itu dilakukan juga rehabilitasi mental (keimanan, ketaqwaan dan kesabaran) sehingga penderita tidak merasa terasingkan. Dengan solusi tuntas yang diberikan Islam kita bisa memahami sepanjang sejarah Islam diterapkan secara kaffah dalam bingkai Daulah Khilafah tidak pernah ditemukan kasus HIV. Sudah saatnya kita kembali pada aturan yang sesuai dengan syariah kita yang diterapkan secara menyeluruh dalam setiap lini kehidupan dalam bingkai Daulah Khilafah yang dipimpin oleh seorang Khalifah sehingga penderita HIV tidak akan terus meningkat di seluruh dunia khususnya di Kota Medan kita tercinta.

Oleh : Ria Nurvika Ginting, S.H., M.H., Sahabat Tinta Media 

Sabtu, 24 Desember 2022

Dr. Rini: Kasus HIV/AIDS Seperti Fenomena Gunung Es

Tinta Media - Pemerhati Kemaslahatan Publik Dr. Rini Syafri mengatakan kasus HIV/AIDS seperti fenomena gunung es.
 
“Setiap tahunnya, Desember dijadikan sebagai bulan peringatan HIV/AIDS, tetapi persoalan ini justru makin memprihatinkan saja. Dalam kurun waktu 2010 - 2022, terdapat sekitar 12.553 kasus HIV/AIDS. Ini pun seperti fenomena gunung es karena hanya tampak dari segi data. Kenyataannya tentu jauh lebih besar,” ungkapnya dalam acara diskusi terbatas, Rabu (14/12/2022) via daring.
 
Kasus HIV/AIDS pertama kali muncul pada 1978 dan orang dengan gejala tersebut baru teridentifikasi pada 1981 di San Fransisco pada kalangan homoseksual. “Oleh karenanya, bisa disimpulkan bahwa penyakit ini sangat erat kaitannya dengan perbuatan manusia yang melakukan seks bebas,” simpulnya.
 
Di Indonesia, sebutnya, kasus ini muncul pertama kali 10 tahun kemudian di Bali, juga pada kalangan homoseksual. Dari situ, kasus makin menyebar hingga kini. Data epidemiologi UNAIDS menyebutkan bahwa hingga 2021, jumlah orang dengan HIV mencapai 38,4 juta jiwa. Mirisnya, kelompok perempuan dan anak menunjukkan angka yang memprihatinkan.
 
“Berbagai solusi dan penanganan yang dilakukan oleh UNAIDS pada faktanya juga justru makin memperburuk keadaan. Anjuran seks aman, setia pada pasangan, dan sebagainya, sangat kental dengan paham kebebasan berperilaku. Indonesia sendiri juga mengikuti arahan tersebut. Alih-alih mampu mengatasi permasalahan penyebaran HIV/AIDS, kasusnya malah terus bertambah setiap tahunnya,” sesalnya.
 
Liberalisme
 
Rini mengatakan, akar masalahnya adalah karena liberalisme dan sekularisme menjadi landasan tata kelola kehidupan. Akhirnya, setiap solusi yang dilakukan hanya tambal sulam dan tidak pernah menyentuh inti persoalan.
 
“Fenomena maraknya HIV/AIDS ini adalah cerminan rusaknya peradaban kapitalisme sehingga perlu adanya solusi komprehensif. Tentu sistem berlandaskan akidah Islam sajalah yang mampu mengatasinya, bahkan seluruh persoalan kehidupan dapat terselesaikan,” ujarnya memberikan solusi.
 
Sistem Islam, yakinnya,  sangat menjaga agar manusia senantiasa berada dalam perilaku mulia dan memuliakan. Hal yang menyimpang  tidak akan mendapat ruang dalam kehidupan dan akan ada sanksi tegas atas pelanggarannya. Begitu pula sistem ekonomi, pendidikan, sosial, kesehatan, dan politik Islam, seluruhnya saling terkait untuk benar-benar mengentaskan permasalahan, termasuk HIV/AIDS ini.
 
“Oleh karenanya, hanya dengan penerapan syariat Islam kafah, zero  transmission (nihil penularan) HIV/AIDS menjadi keniscayaan,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 

Jumat, 16 Desember 2022

HIV/AIDS Kian Beringas, Sekularisme Tak Sajikan Solusi Tuntas

Tinta Media - Kasus HIV/AIDS kian hari kian mengkhawatirkan. Angkanya terus meningkat. Remaja, dewasa, bahkan anak-anak menjadi korban. Miris. Segala jenis solusi sudah dicoba dan dijalankan, baik oleh pemerintah maupun berbagai lembaga sosial. Hingga kini, masalah ini belum juga menemukan solusi yang menuntaskan.

Hari AIDS yang selalu diperingati 1 Desember,  hanya sekadar seremoni yang tak sajikan solusi. Bagi-bagi kondom dijadikan jalan keluar masalah HIV/AIDS yang kian melonjak. Solusi palsu yang dilakukan bukannya menyelesaikan, tetapi semakin membuat masalah kian runyam. 

Berbagai aliansi dibentuk untuk membereskan kasus HIV/AIDS di berbagai daerah. Apa iya bisa menuntaskan semua masalah? Nyatanya, tidak. Segala solusi yang ditawarkan hanya sebagai solusi parsial yang tak benar-benar tuntaskan masalah. 

Berbagai kampanye yang beraroma edukasi diajukan sebagai jawaban masalah. Kampanye Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR) yang dipimpin lembaga global, misalnya. Kampanye ini justru mempromosikan hak bebas tentang reproduksi. Dengan kata lain, menyerukan kebebasan seksual yang menjamin terjaganya hak seseorang, bebas melakukan aktivitas seksual dengan siapa pun sesuai kehendaknya. Ini karena ditopang oleh aturan Hak Asasi Manusia yang terus menderaskan opini kebebasan. Tentu pemahaman ini keliru dan berbahaya bagi kehidupan. 

Inilah cara pandang sekulerisme dalam menyelesaikan masalah, hanya memandang hilir, tak peduli segala sesuatu yang ada di hulu. Tak mengetahui sebab pasti, wajar saja segala sesuatu yang dijadikan solusi hanyalah ilusi. 

Tentu, masalah ini tak bisa dipandang sebelah mata. Segala aspek kehidupan yang kini ada di hadapan, memudahkan setiap orang untuk berbuat seenaknya, mulai dari regulasi, kemudahan akses digital, pergaulan bebas yang kebablasan, semuanya bersinergi membentuk kehidupan yang rusak. 

Pola pikir dan pola sikap yang terbentuk, tak mengindahkan hukum halal haramnya perbuatan. Pemberian ruang yang bebas dalam jangkauan luas memudahkan masyarakat mengakses jalan menuju maksiat. Ditambah lagi, minimnya pemahaman agama, minim iman dan takwa. 

Negara pun seolah acuh dengan segala kerusakan yang menimpa. Berbagai perilaku menyimpang tak ditindak tegas oleh negara, dibiarkan begitu saja karena lagi-lagi dengan alasan menghormati hak asasi manusia. Inilah paham keblinger yang menghancurkan generasi.

Kasus HIV/AIDS yang kian mengkhawatirkan adalah masalah sistemik. Tak bisa diselesaikan dengan solusi praktis. Sekulerisme menjadi biang masalah. Sistem yang menjauhkan segala pengaturan kehidupan dari aturan agama ini telah merusak manusia.

Bagaimana tidak? Manusia dengan seenaknya menerapkan hukum yang berdasarkan pada kebebasan, hanya mengikuti hawa nafsu belaka. Hingga akhirnya, mereka menemui segala proses yang merusak bagi kehidupan, destruktif. 

Gaya bebas ala Barat yang liberal dijadikan acuan. Nahasnya, hal ini dianggap sebagai modernitas. Belum lagi, hubungan sesama jenis yang kian merebak. Ini pun buah sekulerisasi dan liberalisasi bangsa Barat yang merusak pemahaman generasi. Akhirnya, generasi ini terjebak dalam lingkaran masalah yang terus berputar, tak tersolusikan hingga kini. Memprihatinkan.

Islam mensyariatkan pernikahan untuk menjaga kemuliaan manusia beserta keturunannya. Islam pun tegas mengharamkan segala jenis perbuatan zina. Bahkan, mendekatinya pun dilarang. Tak hanya itu, Islam pun melarang tegas hubungan sesama jenis dan menetapkan hukuman berat atas segala pelanggaran tersebut. Semua demi terjaganya kehormatan manusia yang sempurna, bukan untuk mengekang kebebasan manusia. 

Segala kerusakan yang kompleks ini hanya dapat tersolusikan dengan tuntas dan sempurna dengan syariat Islam. Aturan inj ditetapkan Allah Swt. untuk mengatur seluruh proses kehidupan manusia. Allah Swt. adalah Dzat Yang Maha Mengetahui segala yang dibutuhkan manusia. Di dalam aturan-Nya pasti terkandung maslahat agar manusia selamat dari segala jenis ancaman. 

Wallahu a'lam.

Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor

Kamis, 15 September 2022

Si Eling Berkeliling, Akankah HIV Berpaling?

Tinta Media - Sungguh mengerikan, berdasarkan data dari KPA (Komisi Penanggulangan AIDS), sebanyak 5.943 orang warga yang berdomisili di Kota Bandung mengidap HIV/AIDS. Mereka terdiri dari kalangan mahasiswa sebesar 6,97 persen atau 414 orang dan kalangan Ibu Rumah Tangga (IRT). Sementara itu, berdasarkan catatan Pemkot Bandung, terdapat 5.000 kasus HIV/AIDS yang selama ini berobat. (republika.co.id, 26 Agustus 2022)
 
Untuk penanganan pencegahan dari penularan HIV/AIDS, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung menjalankan program Si Eling (Promosi dan Edukasi Kesehatan Keliling). Pada September 2022 ini, Si Eling akan menyasar 12 titik, terdiri dari 11 titik di SMP dan 1 titik di SD. Hal itu disampaikan oleh Nilla Avianty, Sub Koordinator Promosi dan Pemberdayaan Dinkes Kota Bandung, dengan topik pembahasan seputar HIV/AIDS dan semua hal terkait kesehatan.
 
Dari tahun ke tahun, penderita HIV/AIDS terus bertambah. Tidak hanya di daerah Bandung saja, di daerah lain pun sama, seperti di Surabaya, Jakarta, dan kota lainnya. Penularan virus ini mengalami percepatan berkali lipat dan sampai sekarang pun belum ditemukan obatnya. Pemerintah pun melakukan berbagai upaya untuk mencegah penularannya. Tidak hanya Pemkot Bandung dengan program Si Eling, dari pemerintah pusat juga telah ada banyak  program, seperti kesehatan reproduksi, program ABCD (Abstensia/tidak melakukan hubungan seks bebas, Be Faithfull/setia pada pasangan, Condom/ATM kondom, Program Pekan Kondom, kondomisasi 100 persen, no Drug/tidak menggunakan narkoba atau minuman keras), Program Save Sex, program substitusi metadon, dan pembagian jarum suntik steril bagi para pemakai narkoba suntik dan sebagainya. Semua Program itu faktanya tidak mengurangi jumlah penderita HIV/AIDS.
 
Gaya Hidup Sekuler-Liberal Penyebabnya 

Penyakit AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus HIV yang mematikan. Virus ini awalnya diidap oleh mereka yang sering melakukan zina tau gonta-ganti pasangan seks. Akhirnya virus ini ditularkan kepada orang lain, baik pasangan pengidap virus atau anak-anak yang lahir dari pasangan pengidap virus tersebut. Bahkan, bisa juga menular melalui jarum suntik, infus, dan sebagainya.
 
Kalau kita lihat, akar penyebab penyakit HIV/AIDS ini bersumber dari aturan kehidupan sosial yang salah; free love, free sex, pergaulan bebas, hubungan seks sesama jenis, prostitusi, baik yang dilokalisasi ataupun liar. Ini adalah buah dari penerapan sistem aturan pergaulan yang berasal dari kapitalisme, sekuler-liberal. Sepanjang akar masalahnya tidak dihilangkan, maka sekian banyak program pencegahan yang dilakukan tidak bersifat solutif.
 
Solusi Islam

Mestinya fenomena ini menyadarkan kaum muslimin bahwa aturan kapitalisme, sekuler-liberal bukanlah aturan yang benar, justru menjadikan manusia sengsara. Oleh karena itu, hanya Islamlah aturan yang benar yang mengatur segala aspek kehidupan kita, termasuk dalam pergaulan. 

Aturan Islam akan menjauhkan kita dari berbagai kerusakan, seperti ditegaskan dalam Al-Qur'anl surat Arrum ayat: 41. Dengan kembali kepada Islam, maka tidak akan berkembang lagi penyakit HIV/AIDS, pergaulan bebas, dan segala bentuk perzinaan. 
 
Kehidupan antara pria dan wanita diatur di dalam Islam. Hukum asal kehidupan mereka terpisah secara total. Mereka dilarang berduaan atau khalwat dengan yang bukan mahram, dilarang berikhtilat atau campur baur antara laki-laki dan perempuan tanpa ada hajat atau kebutuhan yang dibolehkan hukum syara, seperti jual beli, haji-umroh, berkendaraan umum, dan belajar-mengajar, perintah bagi kaum pria untuk menundukkan pandangan dari kaum wanita sehingga terhindar dari memandang lawan jenis dengan syahwat, melarang kaum wanita dari memperlihatkan kecantikan secara berlebihan (tabarruj) yang bisa menarik perhatian lawan jenis, melarang memperlihatkan aurat masing-masing. 
 
Semua ini merupakan ketentuan yang telah diatur oleh sistem Islam untuk membentuk masyarakat yang baik dan sehat. Jika semua ketentuan tersebut dijalankan, maka pintu perzinaan akan tertutup rapat. Karena itu, ketika ada orang yang melakukan zina, sanksi yang akan dijatuhkan kepadanya tegas dan keras. 

Bagi pezina yang sudah menikah (muhshan), dia dikenakan sanksi rajam, yakni dilempari batu hingga mati. Bagi yang belum menikah (ghairu muhshan), mereka diberi sanksi jilid, yakni dicambuk 100 kali. 
 
Adapun mereka yang melakukan pelanggaran meski tidak sampai pada taraf berzina, seperti berdua-an (khalwat), campur baur (ikhtilat), membuka aurat, tabarruj dan sebagainya akan diberi saksi ta’zir. Berat dan ringannya dikembalikan kepada hakim dengan merujuk pada hukum hudud, seperti dicambuk atau dibuang.
 
Sistem Islam juga akan melakukan tindakan terkait penanganan HIV/AIDS dan penyebarannya. Bagi mereka yang mengidap penyakit HIV/AIDS, jika terbukti sebagai pelaku zina baik muhshan maupun ghairu muhshan, maka akan dijatuhi had zina kepada masing-masing. Dengan dijatuhkannya sanksi rajam bagi penderita HIV/AIDS yang muhshan, maka dengan sendirinya akan mengurangi jumlah penderita HIV/AIDS sekaligus membersihkannya, baik dari dampaknya kepada orang lain maupun dosanya di sisi Allah Swt. Sementara bagi yang ghairu muhshan, mereka akan dijatuhi sanksi jilid atau cambuk 100 kali.
 
Selain itu, ada perlakuan khusus yang diberlakukan bagi penderita HIV/AIDS yang bukan pelaku zina, seperti istri dari pelaku zina, yang tidak terlibat zina,  atau anak-anak yang tertular dari orang tuanya, bahkan bisa jadi orang lain yang tidak bersalah tapi terinfeksi. Mereka akan diberikan layanan pengobatan terbaik, kelas utama dan bisa jadi gratis dengan karantina supaya tidak menular kepada yang lain. Mereka tidak hanya diobati dan dirawat secara fisik, tetapi juga di-recovery mentalnya sehingga bisa menatap masa depan dengan sabar dan tawakal dengan menanamkan nilai positif bahwa semua ini merupaka ujian yang akan menghapus dosa-dosa mereka. Bahkan, negara Islam akan mengembangkan riset dalam menemukan penawar virus HIV/AIDS dengan pendanaan dari Baitul Mal secara maksimal. Begitulah cara Islam menuntaskan masalah HIV/AIDS sampai ke akarnya.

Oleh: Evi Avyanti
Sahabat Tinta Media

 


 
 

Senin, 29 Agustus 2022

414 Mahasiswa Bandung Tertular HIV, Siyasah Institute: Mempertegas Mahasiswa Sudah Liberal

Tinta Media - Merespon data dari Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) kota Bandung yang menyebut bahwa mahasiswa menyumbang kasus positif HIV/AIDS mencapai 6,97 % atau 414 kasus, Direktur Siyasah Institute Iwan Januar mengatakan ini mempertegas pergaulan mahasiswa semakin liberal.

“Ini hanya mempertegas pergaulan di kalangan pelajar dan mahasiswa sudah liberal. Prinsip my body my authority benar-benar menguasai alam pikiran mereka. Kan enggak ganggu orang lain, kan ini badan saya sendiri, kan sama-sama suka alias consent,” ungkapnya pada Tinta Media, Sabtu (27/8/2022).
 
Iwan menilai, perzinaan di sebagian anak muda akhirnya jadi gaya hidup, termasuk gonta ganti pasangan, sebagian lagi masuk ke dunia prostitusi, lelaki atau perempuan, juga jalani hidup L68T.
 
“Sementara itu masyarakat juga makin permisif, serba boleh. Hotel-hotel yang bisa check in banyak, kos-kosan yang open juga banyak. Konten-konten pornografi banjir di internet, di film-film. Gimana enggak makin jadi stimulan untuk mereka,” geram Iwan.
 
Di sisi lain, kata Iwan, anak-anak muda diberi kampanye menyesatkan dengan kondom aman. Padahal ada peluang kondom itu rusak, dan juga banyak penelitian tidak bisa cegah HIV/AIDS.
 
Hapus Liberalisme
 
Untuk mensolusi merebaknya HIV AIDS, Iwan menegaskan, untuk menghapus budaya liberalisme, membangun kesadaran jalani pola hidup sehat, safe sex is no free sex!. “Hanya dengan pasangan sah dalam pernikahan yang benar,” tegasnya.
 
Tapi  kata Iwan menghapus budaya liberal itu tidak bisa dibangun dalam masyarakat sekuler seperti hari ini, yang justru mempermasalahkan jilbab di lingkungan sekolah, juga radikalisme.
 
“Kampus dan dunia sekolah seperti budeg dan buta ancaman free sex di dunia pendidikan. Apalagi di kampus dimana moral dianggap urusan privat,” ucap Iwan kesal.
 
Ia pun menegaskan, hanya dengan Islam penularan HIV/AIDS bisa kelar, karena jelas ini dampak dari perzinahan dan L68T. Dalam Islam solusinya jelas dan tuntas.
 
Sanksi Sesuai Syariat
 
Iwan menjelaskan, dalam Islam mereka yang jadi pelaku seks bebas dan L68T harus dijatuhi sanksi sesuai syariat.
 
“Adapun yang jadi korban karena ketidaktahuan seperti istri atau suami yang tertular dari pasangannya yang pezina, mereka harus mendapatkan perawatan yang layak,” terangnya.
 
Masyarakat, imbuhnya, juga diminta untuk berhati-hati soal penularannya ini, seperti transfusi darah, alat-alat medis, dan sebagainya.
 
“Tapi yang paling utama adalah mencegah perzinaan dan L68T,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab