Tinta Media: Gus Nur
Tampilkan postingan dengan label Gus Nur. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Gus Nur. Tampilkan semua postingan

Minggu, 09 Juli 2023

MODUS OPERANDI KRIMINALISASI GUS NUR AKAN DIADOPSI DAN DITERAPKAN PADA KASUS DENNY INDERAYANA?

“Saya minta kepada Pak Dirtipidum dan Dirsiber untuk menangani kasus ini secara cepat, sehingga bisa menjawab tuntutan masyarakat agar kasus ini segera diselesaikan,”

[Kabareskrim Polri, Komjen Pol Agus Andrianto, Senin, 26/6/23]

Tinta Media - Pengadilan Negeri Surakarta telah mengirimkan Relaas Pemberitahuan Putusan Banding Gus Nur dengan perkara nomor: 271/PID.SUS/2023/PT SMG pada hari Rabu tanggal 14 Juni 2023 lalu. Segera setelah mendapatkan relaas resmi, kami selaku Penasihat Hukum telah mengajukan Permohonan Kasasi dan diterbitkan Akta Permohonan Kasasi oleh Pengadilan Negeri Surakarta pada pada hari Senin, tanggal 19 Juni 2023.

Penulis selaku ketua Tim Advokasi Gus Nur, telah berkoordinasi dengan Tim Penasihat Hukum yang ada di Solo yang dikoordinatori oleh Rekan Andhika Dian Prasetya, untuk menyerahkan memori Kasasi pada hari Senin, tanggal 3 Juli 2023. Rencananya Jum'at ini kami serahkan, namun ternyata jum'at layanan pengadilan tutup karena cuti bersama, sehingga penyerahan memori Kasasi kami undur hingga Senin (3/7).

Sekedar untuk diketahui bahwa Gus Nur sebelumnya oleh Pengadilan Tinggi Semarang telah divonis melakukan tindak pidana sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan karena membimbing Mubahalah Bambang Tri Mulyono terkait Ijazah palsu Jokowi, dan karenanya dijatuhi pidana selama 4 (Empat) tahun dan denda sebesar Rp400.000.000,00 (Empat ratus juta rupiah) dengan ketentuan jika denda tersebut tidak dibayarkan maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 (Empat) bulan.

Vonis ini memang lebih ringan daripada vonis Pengadilan Negeri Surakarta yang sebelumnya memvonis Gus Nur dengan pidana 6 (enam) tahun penjara, karena dianggap terbukti mengedarkan kabar bohong yang menerbitkan keonaran. Hanya saja, turunnya vonis dari Pengadilan Tinggi Semarang ini tidak membuat kami puas, karenanya setelah berkonsultasi kepada Gus Nur, kami sepakat mengajukan Kasasi.

Info diatas hanyalah pengantar, sebelum penulis mencoba menganalisa kasus yang menimpa mantan Wamenkumham era SBY, Denny Indrayana yang saat ini dijerat dengan kasus pidana 'kabar bohong' soal 'bocoran putusan MK'.

Belum lama ini, Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen. Pol. Agus Andrianto menginstruksikan agar penanganan perkara dugaan penyebaran informasi bohong (hoaks) yang dilakukan Denny Indrayana untuk diproses secara cepat. Menurutnya, kasus tersebut sudah menimbulkan kegaduhan di masyarakat.

Perkaranya saat ini ditangani oleh Direktorat Tindak Pidana Siber dan Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri. Status perkaranya pun telah ditingkatkan ke tahap penyidikan.

Artinya, Polri telah memiliki kesimpulan adanya peristiwa pidana pasal kasus bocoran putusan MK soal Pemilu Proporsional tertutup. Peningkatan status dari penyelidikan ke penyidikan, hanya dilakukan jika penyidik meyakini ada peristiwa pidana dalam kasus tersebut dan kemudian akan mengarah pada penetapan status tersangkanya.

Denny Indrayana sendiri telah mengetahui siapa yang akan disasar sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

Denny lantas membela diri, bahwa dirinya yang mengungkap informasi soal putusan MK akan mengabulkan Proporsional tertutup tidak menimbulkan keonaran. Walau pada akhirnya, vonis MK proporsional tertutup.

Malahan, jika vonisnya proporsional terbuka akan menimbulkan keonaran sebab 8 partai di DPR RI jelas menolak sistem Pemilu proporsional tertutup. Meski lega, karena informasinya keliru, lega pula niat mengontrol agar putusan MK proporsional terbuka berhasil, Denny mengaku bahwa upayanya justru mencegah terjadinya potensi kekacauan. 

Kalau sistem tertutup yang diputuskan, menurutnya akan muncul potensi deadlock, bahkan penundaan pemilu, karena putusan MK ditentang oleh 8 partai di DPR. Ungkap Denny.

Masih menurut Denny, menurutnya sudah ada bahasa akan memboikot pemilu, yang muncul dari parlemen. Upaya Denny bersama-sama dengan media yang memberitakan luas (memviralkan) komentarnya di socmed, terbukti bisa menjadi kekuatan suara publik menyelamatkan suara dan mayoritas aspirasi masyarakat Indonesia.

Terkait proses hukum di Bareskrim Polri, berdasarkan pengalaman penulis mengadvokasi sejumlah kasus kriminalisasi khususnya yang dialami Gus Nur, maka Penulis menduga Bareskrim Mabes Polri akan mengadopsi strategi kriminalisasi terhadap Gus Nur pada kasus Denny Indrayana, dengan modus operandi sebagai berikut:

Penggabungan penyidik dari Dirtipidum dan Dirpidsiber dalam penanganan kasus Denny Indrayana adalah dalam rangka untuk mengaktivasi Pasal pidana umum dan pidana ITE untuk menjerat Denny Indrayana. 

Pasal pidana umum yang akan digunakan adalah Pasal 14 ayat (1) dan/atau ayat (2), atau pasal 15, UU No 1 tahun 1946 tentang Peraturan Pidana, untuk menjerat Denny Inderayana dengan Pasal mengedarkan kabar bohong yang menerbitkan keonaran dikalangan rakyat. Ancaman maksimumnya adalah 10 tahun penjara.

Pasal pidana khusus yang berkaitan dengan delik ITE yang akan digunakan adalah ketentuan Pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) UU No 19 tahun 2016 tentang perubahan UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ,(ITE). Dalam kasus ini, Denny akan dijerat dengan Pasal menyebarkan kebencian dan permusuhan kepada individu dan kelompok masyarakat berdasarkan SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan). MK nantinya akan dikualifikasi sebagai 'Antar Golongan' berdasarkan keterangan ahli bahasa.

Selanjutnya, pasal delik penyertaan karena Denny mengaku mendapatkan informasi dari sumber kredibel soal putusan MK akan diputus dengan sistem Pemilu Proporsional tertutup. Penyidik akan menerapkan ketentuan pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagai jaring pamungkas untuk menjerat Denny Inderayana.

Selanjutnya, saat Denny nantinya naik pangkat menjadi tersangka maka Denny akan ditahan. Mengingat, ancaman pidananya lebih dari 5 tahun maka berdasarkan KUHAP penyidik akan memanfaatkan kewenangan untuk menahan Denny Inderayana.

Modus operandi tersebut diatas terjadi dalam kasus Gus Nur. Namun, dalam kasus Gus Nur ada tambahan pasal pidana penodaan agama berdasarkan Pasal 156a KUHP. Walau akhirnya, ditingkat PN Surakarta Gus Nur divonis 6 tahun karena pasal kabar bohong, di PT Semarang dianulir dan dikenakan pasal ITE dengan vonis 4 tahun, sementara pasal penodaan agamanya tidak terbukti baik di PN maupun di PT.

Penulis kira, Denny Indrayana telah menyadari resiko kriminalisasi ini. Kita semua tentu mendukung Denny dan berharap Denny tidak masuk angin saat ditetapkan sebagai Tersangka, dan berkompromi dengan rezim Jokowi. Status Denny yang berada di Australia, penulis kira akan memberikan dampak imunitas hukum dan perlindungan dari potensi 'pencidukan oleh Bareskrim', berbeda dengan Gus Nur yang kala itu langsung ditangkap setelah berstatus Tersangka karena berada dalam wilayah yurisdiksi Indonesia. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Kuasa Hukum Gus Nur
https://heylink.me/AK_Channel/

Sabtu, 10 Juni 2023

PUTUSAN BANDING GUS NUR SOAL TIDAK ADANYA KABAR BOHONG IJAZAH PALSU SEBAGAI DASAR PEMAKZULAN PRESIDEN JOKOWI


Tinta Media - Salah satu hal yang penting untuk diketahui publik dari putusan Banding Gus Nur Nomor: 271/PID.SUS/2023/PT SMG adalah hilangnya unsur kabar bohong terkait ijazah palsu Jokowi. Majelis hakim Pengadilan Tinggi Semarang tidak lagi menggunakan Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana terkait kabar bohong yang menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, yang sebelumnya dijadikan dasar memvonis Gus Nur dengan pidana 6 (enam) tahun penjara.

Selain menurunkan pidana penjara menjadi 4 (empat) tahun penjara, Hakim Pengadilan Tinggi Semarang menganulir ketentuan pasal 14 ayat 1 UU No 1/1946 dan menggunakan ketentuan pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) UU No 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU No 11 tahun 2008 tentang ITE, terkait menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan berdasarkan SARA.

Itu artinya, ijazah palsu Jokowi bukan kabar bohong. Itu artinya, Jokowi benar-benar berijazah palsu. Hakim pengadilan tinggi Semarang mengoreksi keputusan Hakim Pengadilan Negeri Surakarta yang sebelumnya memvonis Gus Nur mengedarkan kabar bohong yang menerbitkan keonaran dikalangan rakyat karena menyebarkan berita atau kabar ijazah palsu Jokowi melalui Mubahalah terhadap Bambang Tri.

Kesimpulan ini sejalan dengan materi memori banding yang kami ajukan, dimana kami berkesimpulan Gus Nur tidak menyebarkan kabar bohong ijazah palsu. Sebab, bukti ijazah aslinya tidak pernah ada dalam fakta persidangan.

Karena itu, selain soal cawe-cawe Jokowi, pencopetan partai Demokrat, Penjegalan Anies Baswedan, penyalahgunaan alat negara untuk kepentingan strategi Pilpres, pemecatan hakim MK, maka kasus ijazah palsu Jokowi ini juga bisa menjadi dasar pengguliran hak angket, berujung hak menyatakan pendapat (HMP) hingga pemakzulan Jokowi dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia.

Memang benar, ada yang pesimis terhadap DPR apakah berani menggunakan hak dan kewenangan yang diberikan konstitusi untuk menggulirkan hak angket. Hanya saja, jika DPR menutup pintu aspirasi ini bisa saja rakyat mencari atau menyalurkan aspirasinya melalui jalan lain.

Tema perayaan Hari Ulang Tahun Mega Bintang 'Rakyat Bertanya Kapan People Power?' menjadi tidak lagi perlu mendapatkan jawaban, melainkan boleh jadi tinggal diaktualisasikan. Adapun waktunya, tinggal menunggu momentum yang tepat.

Ada yang bilang, jangan menunggu tapi ciptakan momentum. Nah, penulis rasa momentum itu sudah dihadirkan oleh Hakim Pengadilan Tinggi Semarang melalui putusan Gus Nur. Sebuah putusan yang mengkonfirmasi ijazah palsu Jokowi benar adanya, bukan kabar bohong, sebagaimana fakta persidangan ijazah aslinya tidak pernah ada.

Mungkin saja, Hakim Pengadilan Tinggi Semarang ingin membantu rakyat namun tidak secara langsung dan eksplisit. Melalui putusan ini, hakim sebenarnya dapat kita pahami telah membantu membuat terang perkara, bahwa Mubahalah ijazah palsu Jokowi bukanlah kabar bohong yang menerbitkan keonaran.

Mengenai hal ini menimbulkan kebencian dan permusuhan, tentu saja orang yang berdusta dan dibongkar kedutaannya terkait ijazah palsu pasti akan benci dan memusuhi. Tapi menimbulkan kebencian dan permusuhan kepada pelaku pendusta ijazah palsu jelas bukanlah suatu tindak kejahatan.

Melalui Mubahalahnya Gus Nur telah membongkar kedutaan ijazah palsu. Gus Nur telah menjadi martir dalam perkara ini, tinggal rakyat mengambil sikap apakah akan tetap diam meskipun putusan pengadilan telah menyatakan soal ijazah palsu Jokowi bukanlah kabar bohong yang menerbitkan keonaran dikalangan rakyat. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Kuasa Hukum Gus Nur 

BANDING GUS NUR DITERIMA, PUTUSAN PENGADILAN TINGGI SEMARANG MENURUNKAN VONIS MENJADI 4 TAHUN PENJARA


Tinta Media - Ada rasa lega, namun belum sepenuhnya puas ketika penulis mendapatkan kabar isi putusan Banding Gus Nur. Lega, karena Banding diterima dan vonis berkurang dari yang sebelumnya divonis 6 tahun penjara berkurang menjadi 4 tahun penjara.

Belum puas, karena Gus Nur tetap dianggap bersalah melakukan tindak pidana sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan melalui membimbing Bambang Tri melakukan Mubahalah soal ijazah palsu Jokowi. Alasannya sederhana, bagaimana mungkin ijazah palsu Jokowi dianggap kebencian dan permusuhan, sementara ijazah aslinya terbukti secara sah dan meyakinkan tidak pernah ada di persidangan?

Walaupun, Hakim Pengadilan Tinggi Semarang sudah berupaya mengganti dasar vonis 4 tahun dengan pasal mengedarkan kebencian dan permusuhan tapi masih ada yang mengganjal. Pertanyaan seriusnya, dimana letak ujaran kebencian pada praktik Mubahalah? Permusuhan terhadap siapa? Apakah putusan ini membenci umat Islam mengamalkan Mubahalah?

Kalau rakyat bertanya ijazah Jokowi asli atau palsu, itu bukan kebencian, itu bukan permusuhan. Hak rakyat ingin tahu apakah memiliki Presiden yang sah atau abal-abal.

Mubahalah ijazah palsu Jokowi bukanlah kebencian atau permusuhan. Mubahalah adalah metode untuk mencari keyakinan atas suatu berita yang disampaikan oleh Bambang Tri yang mengabarkan ijazah Jokowi palsu.

Dalam putusan perkara Nomor 271/PID.SUS/2023/PT SMG yang diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim tingkat banding Pengadilan Tinggi Semarang yang dibacakan oleh BAMBANG UTOMO, S.H selaku Hakim Ketua, BAMBANG HARUJI, S.H., M.H dan SUPENO, SH., M.Hum, masing-masing sebagai Hakim Anggota, yang diucapkan pada hari Rabu tanggal 7 Juni 2023, petikan amarnya diantarnya :

"Menyatakan bahwa Terdakwa SUGI NUR RAHARJA Alias GUS NUR terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana: sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan"

"Menjatuhkan pidana karena itu dengan pidana penjara kepada Terdakwa SUGI NUR RAHARJA Alias GUS NUR selama 4 (Empat) tahun dan denda sebesar Rp400.000.000,00 (Empat ratus juta rupiah) dengan ketentuan jika denda tersebut tidak dibayarkan maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 ( Empat ) bulan."

Secara hukum kami pasti akan mengajukan Kasasi. Walaupun waktunya, kami menunggu pemberitahuan resmi dari pengadilan. Karena putusan ini baru kami ketahui dari SIPP (Sistem Informasi Penelusuran Perkara) di Pengadilan Tinggi Semarang.

Alasan kami akan Kasasi, karena Judex Factie tingkat 2 di Pengadilan Tinggi Semarang telah keliru menerapkan ketentuan pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) UU ITE pada peristiwa Mubahalah Gus Nur. Tidak ada kebencian dan permusuhan, Mubahalah yang dilakukan Gus Nur terhadap Bambang Tri adalah untuk mencari kepastian dan keyakinan tentang kepalsuan Ijazah Jokowi.

Faktanya, dalam peradilan Judex Factie tingkat 1 di Pengadilan Negeri Surakarta, ijazah asli Jokowi tidak pernah ada. Artinya, pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) UU ITE tidak relevan untuk menghukum Gus Nur. Walaupun, penulis juga apresiasi terhadap Majelis Hakim Judex Factie tingkat 2 di Pengadilan Tinggi Semarang yang berani menganulir ketentuan pasal 14 ayat (1) UU No 1 Tahun 1946 tentang peraturan pidana, yang sebelumnya dijadikan dasar untuk memvonis Gus Nur dengan pidana 6 (enam) tahun penjara.

Fakta putusan Judex Factie tingkat 2 Pengadilan Tinggi Semarang ini mengkonfirmasi, ijazah Jokowi palsu bukanlah kebohongan. Buktinya, Pasal kebohongan sudah dianulir oleh Hakim Pengadilan Tinggi Semarang. Apakah, ini merupakan bukti implisit, hakim mengakui ijazah Jokowi palsu karena tidak pernah ada ijazah aslinya? [].

Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Kuasa Hukum Gus Nur

https://heylink.me/AK_Channel/

Kamis, 11 Mei 2023

Advokat: Majelis Hakim Keliru Menerapkan Hukum

Tinta Media - Advokat Ahmad Khozinudin, menilai majelis hakim telah keliru dalam menerapkan pasal untuk mengadili perkara Gus Nur.

"Majelis hakim telah keliru menerapkan hukum, keliru menerapkan pasal, yakni pengadilan yang menghakimi fakta hukum, dalam hal ini Pengadilan Negeri Surakarta," tuturnya dalam tayang langsung ‘Banding Gus Nur: Terbukti Secara Sah dan Meyakinkan Tak Ada Ijazah Asli Jokowi,’ Jumat (5/5/2023) di kanal Youtube AK Channel.

Menurutnya, dalam kasus Gus Nur ini ada dua peristiwa yang berbeda yang tidak bisa di generalisasi dikenakan dengan pasal yang sama, apalagi divonis dengan vonis yang sama.

“Peristiwa pidananya itu ada dua, kalaupun itu mau dipaksakan sebagai peristiwa pidana, kita umat Islam tentu sangat marah, sangat tidak terima. Bagaimana mungkin peristiwa mubahala dianggap sebagai peristiwa pidana. Mubahala itu bukan kejahatan,” tegasnya 

Jadi, kata Ahmad, ada dua peristiwa; pertama, ujaran kabar tentang ijazah palsu saudara Joko Widodo baik SD, SMP, SMA, hingga S1. yang dilakukan oleh Bambang Tri Mulyono, yang kedua, ada peristiwa mubahalah untuk memverifikasi kebenaran kabar ijazah palsu saudara Joko Widodo, yang melakukan ini adalah Gus Nur atau Sugi Nur Raharja,” jelasnya

“Jadi peristiwanya beda yang satu ijazah palsu, yang satu mubahalah. Kok bisa yang bermubalah juga dikenakan pasar 14 ayat 1 undang-undang Nomor 1 thn 1946 dan juga divonis sama dengan yang mengatakan ijazah palsu? Ini kan enggak nyambung," ungkapnya. 

Ada kekeliruan penerapan hukum dalam fakta persidangan. "Fakta persidangan telah tegas menyatakan Gus Nur itu perannya melakukan mubahalah, membimbing mubahalah Bambang Tri Mulyono. Sementara Bambang Tri Mulyono-lah yang mengatakan ijazah SD, SMA, S1 Jokowi itu palsu. Dibuktikan dengan apa oleh Bambang Tri Mulyono, dibuktikan dengan buku, buku Jokowi Under Cover,” terangnya

Selanjutnya Ahmad Khozinudin menyayangkan, judex factsi Pengadilan Negeri Surakarta telah mengabaikan fakta persidangan khususnya fakta bahwa tidak pernah ada ijazah asli Jokowi. Fakta persidangan ini diabaikan oleh majelis hakim judex factsi tingkat 1 dengan menyatakan bahwa Gus Nur benar-benar mengadakan kabar bohong tentang ijazah palsu.

"Sementara ijazahnya yang asli tidak ada. Kok dikatakan mengedarkan kabar bohong. Kalau ijazah palsu itu kabar bohong, berarti harus dihadirkan ijazah asli, kalau ijazah asli tidak ada, berarti terbukti bohongnya. Menjadi sah dan meyakinkan berdasarkan fakta persidangan bahwa tidak pernah ada ijazah asli Jokowi," pungkasnya. [] Abi Bahrain


Selasa, 18 April 2023

VONIS 6 TAHUN PENJARA GUS NUR AKAN DIAUDIT OLEH SEJARAH BANGSA INDONESIA

Tinta Media - Akhirnya, vonis hakim telah dibacakan. Gus Nur divonis 6 tahun penjara karena dianggap telah terbukti secara sah dan meyakinkan, mengedarkan kabar bohong dan menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (1) UU No. 1/1946.

Vonis ini, menggenapi tuntutan zalim jaksa yang sebelumnya menuntut Gus Nur dengan 10 tahun penjara. Hakim tidak lebih hanya menjalankan formalitas, memvonis 2/3 dari tuntutan jaksa, sehingga jaksa dianggap sukses menuntut dan tak perlu mengajukan banding.

Lebih dari itu semua, kami yang mendampingi kasus ini telah merasakan pekatnya aroma kekuasaan dalam kasus. Yang paling sederhana, konfirmasinya melalui tidak dihadirkannya Jokowi dan ijazah aslinya di persidangan, padahal namanya berulangkali disebut dalam dakwaan.

Selasa, 18 April 2023 benar-benar telah menjadi hari konser kezaliman. Hari yang mengkonfirmasi hukum ada dibawah kendali ketiak kekuasaan.

Pengadilan hanya menjadi corong kekuasaan, tak mampu bertindak independen dan menjadi pengadil. Pengadilan hanya menjadi lembaga yang memproduksi vonis, bukan menghasilkan keadilan.

Selanjutnya kami kabarkan kepada rakyat, tentang keadaan negeri ini yang tidak baik, tentang hilangnya keadilan dari lembaga pengadilan. Kami kabarkan, betapa hukum hanya menjadi pelayan kekuasaan, hukum hanya menjadi alat represi, hukum hanya menjadi sarana menzalimi.

Kami ingin katakan, pada akhirnya sejarah bangsa Indonesia yang akan mengaudit putusan ini. Sejarah kelak akan mencatat, bangsa ini telah mengalami periode dipimpin oleh Presiden berijazah palsu. 

Becik ketitik olo ketoro. Sejarah kelak akan mencatat, Gus Nur atau Jokowi yang pembohong dan menerbitkan keonaran dikalangan rakyat.

Pada saat yang sama, audit alam juga akan berlaku. Audit alam, yang menurut Gus Nur akan membongkar siapa sebenarnya yang salah, siapa yang benar.

Kita perhatikan, siapa saja yang terlibat dalam kezaliman ini dan bagaimana kehidupannya kelak. Bagaimana kesehatannya, bagaimana keluarganya, bagaimana karirnya.

Roda pasti berputar. Kezaliman pasti akan dibalas, di dunia dan di akhirat. Kekuasaan pasti Allah SWT pergilirkan. Pada saat itulah, segala penyesalan akan menjadi tidak berarti. Karena do'a orang yang terzalimi naik ke langit, tanpa ada yang menghalanginya. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Tim Penasehat Hukum Gus Nur

https://heylink.me/AK_Channel/

Rabu, 08 Maret 2023

TERIMA KASIH PROF DR ACENG RUHENDI SAIFULLAH, TELAH BERKENAN MENJADI AHLI UNTUK GUS NUR

Tinta Media - Nama Lengkap beliau Prof. Dr. Aceng Ruhendi Saifullah, M.Hum. Guru Besar pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra (FPBS), UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA, Jl. Dr. Setiabudi No. 229, Bandung, Jawa Barat.

Pria kelahiran Garut, 7 Agustus 1956 ini, adalah satu-satunya Guru Besar Linguistik Forensik se - Indonesia. Sejumlah Mata kuliah beliau ampu, diantaranya: Metode Penelitian Linguistik, Seminar Penelitian Linguistik, Analisis Framing, Kecerdasan Linguistik, Linguistik Klinis, Pragmatik, Semiotik, Semantik, Isu-isu Linguistik mutakhir dan tentu saja linguistik forensik.

Sengaja kami menghadirkan beliau, untuk menguji tafsir lunguistik forensik dari ahli yang dihadirkan oleh jaksa, Andhika Duta Bahari, yang ternyata asisten dari Prof Aceng di Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra (FPBS), UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA. 

Sebelumnya, jaksa menyebut Andhika Duta Bahari sebagai Profesor. Melalui sidang yang terbuka untuk umum, Prof Aceng meluruskan bahwa Andhika bukan Profsesor. Baru kemudian diketahui, ternyata Andhika baru Associate.

Materi keterangan penting yang disampaikan oleh Prof Aceng bahwa keonaran harus terjadi di ruang konvensional, nyata dan berakibat/berdampak phisik. Bukan keonaran, kalau itu hanya terjadi di ruang digital, atau tidak berdampak secara fisik.

Menurut KBBI keonaran berasal dari kata onar yang makna atau padanan katanya kegemparan; kerusuhan; keributan. Semua merujuk pada aktivitas nyata di ruang konvensional, bukan ruang digital.

Prof Aceng juga menjelaskan, bahwa demonstrasi adalah aktivitas yang sah, legal dan konstitusional. Dasar konstitusinya adalah pasal 28 UUD 1945, sementara pengaturannya secara legal diatur dalam UU No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum.

Selama ini, keonaran ditafsirkan oleh Jaksa sebagai rasa gelisah dan bisa terjadi diruang digital (sosmed). Jaksa, menyitir adanya guru guru dan teman Jokowi yang gelisah, pro kontra komentar di sosmed (Youtube) dan demo menuntut tangkap Gus Nur di Bareskrim sebagai konfirmasi adanya keonaran. Tafsir Jaksa ini merujuk keterangan ahli Andhika Duta Bahari yang ternyata asisten dari Prof Aceng Ruhendi.

Namun, berdasarkan keterangan Prof Aceng yang merupakan ahli dan Guru Besar Linguistik forensik, maka adanya guru dan teman Jokowi yang gelisah, pro kontra komentar di sosmed (Youtube) dan demo menuntut tangkap Gus Nur di Bareskrim tidak membuktikan adanya keonaran, karena tidak memenuhi unsur keonaran yang harus terjadi di ruang konvensional, nyata dan berakibat/berdampak phisik.

Lagipula, sejak kapan demo dianggap onar?

Kalau demo menuntut proses hukum terhadap Gus Nur onar, kenapa tidak dibubarkan oleh Bareskrim? Buktinya, demo itu telah memenuhi administrasi berupa mengirim surat pemberitahuan dan berujung damai (tidak dibubarkan). Kalau demo secuil orang di Bareskrim dianggap onar, tentu Bareskrim juga bermasalah karena telah membiarkan terjadinya keonaran.

Yang lebih penting harus menimbulkan kerugian yang bersifat fisik dan dapat diukur. Korbannya juga harus diperiksa. Dalam kasus ini, kerugian fisiknys tidak ada. Korbannya yakni Jokowi juga tidak perbah dihadirkan di persidangan.

Dari keterangan Prof Aceng ini, maka Gus Nur tidak bisa dijerat dengan pasal 14 dan/atau 15 UU No 1/1946 karena tidak ada unsur onarnya. Bahkan, menurut Prof Aceng Mubahalah Gus Nur juga bukan penodaan agama dan bukan tindakan kebencian bermotif SARA (tidak bisa dijerat pasal 28 UU ITE dan pasal156a KUHP).

MasyaAllah, penting dan sangat berguna sekali bagi materi pembelaan. Keterangan Prof Aceng membuka pandangan kami, juga semestinya hakim dan jaksa, untuk menafsirkan apa itu keonaran, yang selama ini disalahtafsirkan hanya demi tujuan untuk memenjarakan orang.

Melalui tulisan ini, penulis bersama tim advokasi Gus Nur mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya, kepada segenap civitas akademika Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, khususnya kepada Prof Aceng Ruhendi Saifullah. Kami mohon maaf jika ada kekurangan yang kami lakukan dalam pelayanan dan penghormatan kepada beliau, semoga Allah SWT mencatatnya sebagai amal sholeh dan mendapatkan balasan berupa pahala berlimpah dan keberkahan hidup, amien. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Kuasa Hukum Gus Nur
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab