Sabtu, 16 November 2024
Kriminalisasi Guru, Bukti Perlindungan Negara Lemah
Kapitalisme Mematikan Peran Guru, Bagaimana dalam Islam?
Tinta Media - Viral, beredar sebuah video hasil rekaman seorang guru asal Lamongan di Media Sosial. Video tersebut menceritakan keengganan seorang guru menegur siswanya karena takut dilaporkan ke polisi. Di dalam video tersebut tampak seorang guru merekam aktivitas siswa di dalam kelas. Ada yang mengobrol, tertidur berbaring di atas kursi. Kasus ini diketahui terjadi di SMP Negeri 1, Ngimbang, Lamongan, Jawa Timur.
Kepala Bagian Dinas Pendidkan SMP Lamongan, Nunggal Isbandi, mengatakan bahwa video itu sebenarnya diambil saat jam istirahat oleh salah seorang guru. Beliau juga menyebutkan bahwa video tersebut direkam dan diunggah dengan tujuan menyampaikan kegelisahan atas banyaknya guru yang dilaporkan wali murid ke polisi. Penyebabnya karena wali murid tidak menerima anaknya kena tegur atau hukuman oleh guru. (detiksumut.com, 01/11/2024)
Setiap tanggal 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Dalam perayaan hari guru tahun ini, Kemendikdasmen (Kementrian Pendidikan Dasar dan Menengah) mengusung tema “Guru Hebat, Indonesia Kuat.”
Tema ini diangkat sebagai wujud dukungan dan penghargaan terhadap semangat belajar, berbagi ilmu, dan berkolaborasi dari guru-guru hebat Indonesia. Ditambah lagi Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti juga menetapkan bahwa bulan November sebagai Bulan Guru Nasional yang diharapkan dapat meneguhkan kembali komitmen negara dalam men-support dan mengapresiasi profesi guru. (detik.com, 05/11/2024)
Guru adalah sosok mulia yang disebut sebagai “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”. Julukan tersebut diberikan karena begitu besarnya jasa guru dalam memberikan kontribusi bagi nusa bangsa, tetapi tidak pernah mendapatkan penghargaan seperti pahlawan-pahlawan negara. Walaupun begitu, guru merupakan sosok hebat yang akan selalu dikenang sepanjang masa. Guru ibarat sebuah lentera penerangan yang memberikan cahaya di tengah kegelapan bagi manusia yang bernama murid.
Tanpa kehadirannya yang setia mendidik dan mengajarkan amal kebaikan, seorang murid tidak akan pernah tahu arti kehidupan. Kehadirannya selalu dihargai dan dihormati. Kata-kata nasihatnya selalu diharapkan dan didengar. Akan tetapi, apa jadinya jika seorang guru ragu, bahkan enggan memberikan nasihat atau menegur murid yang salah? Apa yang membuat guru sampai menolak untuk mengingatkan muridnya?
Kapitalisme Mematikan Peran Guru
Kasus di atas merupakan gambaran bagaimana guru tidak mau menegur kesalahan murid. Guru khawatir menasihati, bahkan memberikan sanksi kepada murid. Kondisi ini sungguh miris. Guru kehilangan identitasnya sebagai pendidik. Guru merasa tidak nyaman dalam mengajar.
Kebanyakan remaja saat ini juga memprihatinkan. Ketiadaan adab kepada guru di dalam diri remaja membuat mereka berlaku tidak sopan, bahkan ada yang semena-mena dan melawan gurunya. Kondisi generasi muda semakin ke sini semakin jauh dari Islam.
Banyak faktor penyebab murid kurang berempati kepada guru, setidaknya ada enam faktor pendukung.
Pertama, mulai dari psikologis murid. Hal ini lebih ke sifat emosional yang belum stabil. Apalagi masa usia muda, naluri eksistensi dirinya sedang bergelora, merasa dirinya lebih tinggi dari yang lain sehingga wajar baginya meremehkan dan tidak segan pada orang lain. Ditambah lagi faktor psikologis, serta lingkungan yang terbiasa dengan kekerasan.
Kedua, kebanyakan program pembelajaran di Indonesia lebih mengutamakan akademis daripada penanaman adab dan akhlak. Jika pun ada pembelajaran tentang tata krama (adab), hanya sekadar teoritis saja. Selain itu, program pembelajaran seharusnya lebih menyenangkan, bukan sebaliknya memberatkan sehingga murid merasa jenuh dan bosan dalam proses kegiatan belajar mengajar.
Ketiga, kemajuan teknologi dan informasi juga bisa membawa pengaruh buruk kepada murid. Murid banyak mendapatkan informasi negatif, edukasi yang tidak baik dari penyalahgunaan media sosial. Murid zaman now cenderung meniru tanpa menyaring apa yang dilihat dan didengar, lalu dipraktikkan ke kehidupannya sehari-hari, termasuk ke gurunya.
Keempat, hubungan guru dan murid yang terlalu dekat sampai-sampai menganggap guru sebagai teman sehingga hilanglah rasa hormat kepada sang guru.
Kelima, keluarga yang sudah terbiasa melakukan kekerasan kepada anak, sehingga anak juga melakukan hal yang sama di lingkungan sekolah, bahkan kepada gurunya.
Bisa juga faktor keluarga yang suka membela anak walaupun anaknya bersalah, bahkan bersikeras menyalahkan guru saat terjadi masalah di sekolah. Hal tersebut semakin membuat anak melawan atau menyepelekan guru.
Keenam, ketakutan guru seperti kasus yang viral belakangan ini. Berapa banyak guru yang dipenjarakan oleh muridnya?
Selain itu, guru menjadi berkurang perhatiannya dalam mendidik muridnya. Yang penting pembelajaran telah disampaikan, mau muridnya serius atau bermain saat belajar, mengerti atau tidak dengan bahan ajar guru tidak peduli. Guru terkesan abai tapi itulah faktanya. Belum lagi masalah gaji yang rendah, masalah kebijakan administrasi guru kurikulum merdeka yang rumit, sertifikasi, juga kurikulum yang sering berganti.
Ini adalah potret buram penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Sistem ini tidak mampu menyejahterakan guru dan menjadikannya tidak optimal dalam mendidik generasi penerus bangsa. Para guru juga tidak fokus untuk mengajar karena kebutuhan hidup yang tinggi sementara gajinya rendah.
Islam Memuliakan Guru
Islam memandang guru sebagai orang yang memiliki kedudukan tinggi dan mulia. Guru merupakan sosok yang dikaruniai ilmu oleh Allah. Ilmu itu bisa menjadi jembatan bagi orang-orang untuk mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat. Selain itu, tugas guru tidak hanya mendidik murid secara akademik. Guru juga mendidik murid agar cerdas dalam spiritual, yakni membentuk kepribadian Islam.
Jika kita perhatikan ayat Al-Qur’an, kita akan menemukan tingginya posisi para guru dan mulianya profesi mereka.
Sebagaimana perkataan Allah dalam surat Al-Mujadalah ayat 11,
“Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat.”
Selain itu, guru dimuliakan murid-muridnya melalui adab-adab Islam.
Seperti, murid-murid mendoakan kebaikan untuk gurunya sebagai wujud balasan dari kebaikan guru yang telah mendidik dan memberikan ilmu bermanfaat dalam hidup para murid. Tidak ribut di hadapan guru. Ketika guru menjelaskan pembelajaran. Murid sebaiknya diam mendengarkan dengan saksama, tidak membuat gaduh.
Menghormati hak guru dengan menghargai guru, tidak melawan atau menyanggah perkataan guru.
Merendahkan diri di hadapan guru berarti murid tidak boleh sombong atau meremehkan guru, berjalan menunduk atau malu jika berada di depan guru.
Minta izinlah dengan sopan jika ingin bertanya atau keluar kelas.
Tidak menyela saat guru berbicara.
Bersabarlah terhadap kesalahan guru, ketika kita sudah niatkan belajar karena Allah. Maka, sudah seharusnya murid bersabar dalam berjuang menuntut ilmu sekaligus bersabar terhadap gurunya. Jangan malah marah atau tidak mau belajar jika mendapati guru yang tidak sesuai dengan harapan. Jadi, tidak ada istilah guru takut menegur murid atau takut dilaporkan ke polisi.
Islam juga mempunyai sistem pendidikan dengan kurikulum berbasis akidah Islam untuk menghasilkan orang-orang yang high quality. Melalui kurikulum tersebut, Islam mampu mencetak generasi yang berkepribadian Islam, sekaligus memiliki keilmuan yang berkualitas, baik dalam tsaqafah Islam maupun sains teknologi.
Betapa indahnya hidup dalam naungan sistem Islam. Para guru dijamin kehidupannya. Profesinya sebagai guru dihargai tinggi, bahkan melebihi dari kebutuhannya.
Para guru tentu akan fokus untuk menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan pencetak SDM berkualitas yang dibutuhkan negara untuk membangun peradaban cemerlang karena sudah terpenuhi kebutuhannya melalui gaji yang tinggi tadi.
Tidak hanya itu, negara dalam Islam juga menyediakan semua fasilitas yang dibutuhkan guru dalam menjalankan tugas mulianya. Sehingga, para guru akan berlomba-lomba mengupgrade dan terus meningkatkan kualitas mengajarnya.
Namun sayangnya, semua itu tidak bisa terwujud di dalam sistem sekarang. Ini karena masalah tersebut tidak sekadar masalah personil, tetapi lebih sistemis. Jadi, butuh solusi sistemis juga untuk menyelesaikan masalah yang ditimbulkan oleh bobroknya aturan negara saat ini, yakni aturan yang berasal dari Allah.
Tidak ada yang menyangkal bahwa aturan Sang Pencipta sempurna. Syariat Islam hanya mampu diterapkan secara keseluruhan melalui sebuah institusi Islam, bukan yang lain. Wallahu a’lam bissawab.
Oleh: Nur Aini Putri Tanjung, Pemerhati Sosial dan Pendidikan
Jumat, 15 November 2024
Marak Kriminalisasi Guru, Bukti Lemahnya Perlindungan Negara
Senin, 11 November 2024
Kriminalisasi Guru, Buah Pahit Kapitalisme Demokrasi
Kamis, 24 Oktober 2024
Guru Mulia dalam Naungan Sistem Islam
Senin, 22 Januari 2024
Digitalisasi Pendidikan Meniadakan Peran Guru
Selasa, 12 Desember 2023
Mampukah Kurikulum Baru Mengatasi Stres Guru?
Tinta Media - Keterkejutan Presiden Jokowi terhadap tingkat stres guru disampaikan pada acara peringatan ulang tahun ke-78 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di Kelapa Gading, Jakarta, Sabtu (25/11/2023). Presiden mengungkap hasil penelitian lembaga riset internasional, RAND Corporation bahwa stres para guru disebabkan perilaku siswa, perubahan kurikulum, dan perkembangan teknologi. Jika memang karena perilaku siswa, bukankah memang tugas guru mendidik siswa agar berperilaku baik? Mestinya pemerintah membuat kurikulum yang membantu guru agar terwujud siswa berkepribadian Islam dengan memanfaatkan perkembangan teknologi.
Alih-alih membantu, kurikulum yang sering berubah justru menjadi beban guru. Ketika para guru memahami dan menerapkan satu kurikulum, sudah diganti dengan yang baru seiring pergantian menteri pendidikan. Jadi, wajar jika guru stres dengan seringnya perubahan kurikulum.
Untuk mengatasi masalah ini, Mendikbudristek Nadiem membuat kurikulum merdeka yang dianggapnya lebih sederhana dibanding kurikulum sebelumnya. Namun, apakah penyederhanaan semacam ini yang dibutuhkan? Faktanya, banyak guru mengeluh beratnya pembelajaran yang berpusat pada siswa, namun tidak didukung oleh sistem yang baik. Ini membuktikan ketidakmampuan negara menyelesaikan masalah guru.
Perubahan Kurikulum
Menurut Jokowi, kurikulum pendidikan harus berubah seiring perkembangan teknologi, agar guru bisa terus beradaptasi. Harusnya bukan sekadar perubahan kurikulum, tapi peran negara dalam memfasilitasi guru, memanfaatkan perkembangan teknologi dengan pelatihan yang maksimal. Untuk itu, dibutuhkan kurikulum dengan tujuan yang jelas.
Tidak cukup tujuan kurikulum, tapi juga metode pembelajaran yang tegas guna mewujudkan siswa berkepribadian Islam. Butuh dorongan konsistensi pendidik untuk membekali siswa dengan ilmu tsaqafah Islam dan pengetahuan umum maupun keahlian, hingga menghasilkan kecakapan hidup. Jadi, sesering apa pun perubahan kurikulum yang salah, maka tidak akan ada hasilnya.
Penyebab Stres
Jika ditelisik, stres para guru tidak hanya pada sering berubahnya kurikulum, tapi juga berbagai tuntutan. Guru dituntut kreatif dalam mendidik siswa. Di sisi lain, siswa disuguhi berbagai pemikiran sekuler kapitalis yang liberal. Ini berakibat maraknya kasus bullying, kriminalitas siswa, pergaulan bebas, hingga narkoba. Belum lagi wali murid yang menuntut guru yang berusaha mendidik dan mengarahkan siswanya ternyata justru dianggap melanggar HAM. Kondisi ini membuat posisi guru serba sulit hingga stres. Beratnya upaya guru di sekolah dalam mendidik siswa, justru dipudarkan keluarga dan masyarakat. Tenaga dan pikiran guru terkuras untuk memenuhi kebutuhan para kapitalis yang menjadikan pendidikan sebagai penghasil cuan. Maka, guru tidak butuh kurikulum baru yang biasa.
Kurikulum Pendidikan Sahih
Berbagai kurikulum pendidikan dijalankan di Indonesia, namun belum memberi hasil nyata. Guru dan siswa butuh kurikulum sahih yang mampu menjawab berbagai persoalan dengan masifnya perkembangan teknologi. Guru dan siswa akan mampu mengendalikan teknologi untuk kemaslahatan umat, bukan sebagai budaknya.
Inilah urgensi diterapkannya kurikulum pendidikan yang sahih. Kurikulum yang memiliki tujuan, metode pembelajaran, hingga peran negara sahih yang mampu menyelenggarakan pendidikan dengan baik, menjadikan teknologi untuk meringankan guru. Sejatinya Allah berfirman dalam QS. An-Nahl: 125. Dalam ayat tersebut, Allah minta manusia menuju jalan yang benar dengan cara yang baik sesuai tuntunan Islam. Meraih pendidikan dengan benar, bijak, dan pengajaran yang baik untuk mendapat ilmu. Allah lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan siapa yang mendapat petunjuk.
Kurikulum ini hanya kompatibel dengan sistem pemerintahan Islam yang akan mendorong guru berbuat yang terbaik, tanpa keluhan apalagi stres. Guru paham yang dikerjakan adalah tugas mulia membawa kebaikan akhirat. Allahu a’lam bish showab.
Oleh: R. Raraswati
Aktivis Muslimah Peduli Generasi
Jumat, 08 Desember 2023
KEMULIAAN DAN KESEJAHTERAAN GURU DALAM SEJARAH PERADABAN ISLAM
Kamis, 07 Desember 2023
Kurikulum Merdeka dan Dilema Guru di Hari Jadinya
Jumat, 06 Oktober 2023
IJM: Sekolah dan Orang Tua Memiliki Peran Menghentikan Bullying
Minggu, 24 September 2023
Rasulullah Muhammad adalah Guru bagi Seluruh Umat Manusia
Jumat, 15 September 2023
Dituntut Optimal, Kesejahteraan Guru Belum Terjamin
Jumat, 01 September 2023
Marketplace Guru Dikritik, Ini Penyebabnya...
Jumat, 04 Agustus 2023
Pakar: Banyak Guru dan Orang Dewasa Abai terhadap Perundungan
Tinta Media - Pakar Parenting Islam, Iwan Januar mengatakan bahwa banyak guru dan orang dewasa yang abai terhadap perundungan.
"Banyak guru dan orang dewasa, termasuk orang tua yang kerap mengabaikan terjadinya perundungan. Biasanya mereka akan menganggap itu adalah hal biasa dalam dunia pertemanan," tuturnya kepada Tinta Media, Rabu (2/8/2023).
Perundungan, lanjutnya, merupakan tindakan menyakiti seseorang dalam kesunyian. “Artinya pelaku perundungan melakukan aksinya dengan hati-hati, agar tidak terlihat orangtua ataupun guru," jelasnya.
Pelaku perundungan, ucapnya, biasanya akan berhati-hati dan menyembunyikan semua tindakannya. “Mereka juga akan merahasiakan atau menghapus chat, atau malah tidak akan menggunakan chat sebagai sarana komunikasi dengan korban atau sesama pelaku perundungan. Maka, jangan harap guru atau orang tua bisa mudah mendeteksinya atau melihatnya dari chat di ponsel mereka," ujarnya mengingatkan.
Berdiam Diri
Dalam penilaian Iwan, korban dari perundungan kebanyakannya berdiam diri untuk mengalah. Korban perundungan lebih memilih menutup diri, atau hanya bisa menangis. Ada pula yang ingin pindah sekolah karena tak tahan lagi. “Bahkan yang terparah melakukan pembalasan atau bunuh diri seperti dalam sejumlah kasus," imbuhnya.
Oleh karena itu, Iwan menegaskan, umat Islam tidakboleh berdiam diri di tengah derasnya arus perundungan. Ia juga menjelaskan beberapa langkah yang harus diambil untuk meminimalisir dan mencegah berulangnya perundungan.
“Pertama, ciptakan rasa aman dan nyaman di tengah lingkungan keluarga. Landasan paling kuat untuk keluarga adalam iman dan takwa. Maka orang tua harus menjadi cerminan pribadi muslim yang salih dan salihah dan menularkan kesalihan pada anak,” bebernya.
Kedua, sambungnya, para pendidik, baik guru, muadib/ah atau para ustadz/ah, harus membekali diri dengan skill pencegahan dan penanganan bullying.
“Harus ada penambahan skill khusus bagi para pendidik, seperti mengetahui jenis-jenis perundungan, mengetahui grup-grup siswa/pelajar dalam menghadapi perundungan, memulihkan mental korban perundungan, dan sebagainya," jelasnya.
Ketiga, sebutnya, penting mengetahui latar belakang terjadinya perundungan dan latar belakang para pelaku. Hal ini penting, agar bisa dibedakan mana yang sebenarnya pernah menjadi korban, atau anak yang mengalami salah pengasuhan, sehingga memiliki cacat kepribadian, dan mana yang sudah berani melakukan tindak perundungan yang berbahaya.
“Jadi, jangan sampai menunggu kondisi ideal tegaknya kehidupan Islam untuk menghentikan perundungan. Ada langkah-langkah praktis dan krusial yang bisa dilakukan untuk menangani hal ini. Tentu sebatas yang bisa dilakukan,” pungkasnya. [] Citra Salsabila.