Tinta Media: Guru
Tampilkan postingan dengan label Guru. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Guru. Tampilkan semua postingan

Senin, 22 Januari 2024

Digitalisasi Pendidikan Meniadakan Peran Guru




Tinta Media - Di era digitalisasi ini, kemajuan sains dan pengetahuan sangat pesat. Perkembangan teknologi dan inovasi yang luar biasa telah dicapai oleh negara-negara kapitalis, seperti Amerika Serikat dan Eropa. Perkembangan teknologi yang begitu pesat memudahkan manusia dalam melakukan pekerjaan. Bahkan, dengan pesatnya perkembangan teknologi saat ini, hampir semua sektor digitalisasi. Contohnya di bidang kesehatan dan pendidikan. 

Pendidikan di era digital ini, harus mengintegrasikan teknologi informasi dan komunikasi ke dalam seluruh mata pelajaran, sehingga memungkinkan bagi siswa untuk mendapatkan pengetahuan yang melimpah ruah, serta cepat dan mudah. 

Seperti yang dikatakan oleh Wakil Ketua Komisi X DPRD RI Hetifah Sjaifudin, beliau mendukung digitalisasi sekolah demi menyambut generasi emas yang akan terjadi pada tahun 2045, untuk mengakselerasi implementasi agenda pendidikan nasional. 

Beliau menilai bahwa perlu untuk melibatkan kecerdasan artifisial dalam sistem pendidikan nasional yang modern. Untuk menciptakan efektivitas kerja stake holder pendidikan, kecerdasan artifisial perlu dimanfaatkan. Beliau juga mengingatkan untuk mempersiapkan perangkat pendukung yang mumpuni kepada segenap elemen pemerintah. Beliau mengharapkan pemerintah segera mengambil langkah strategis, dengan menyediakan akses gratis, pengembangan platform pembelajaran daring, dan pemantapan konektivitas digital. 

Menurut politisi Fraksi Partai Golkar itu,  kecerdasan artifisial berpotensi membawa sejumlah manfaat, karena kebijakan ini didukung oleh teknologi berbasis digital. Manfaat kecerdasan artifisial ini mulai dari penghematan biaya operasional, peningkatan layanan dan pengambilan keputusan berdasarkan data. Beliau juga menekankan bahwa upaya tersebut harus diselaraskan dengan pengawasan dan penegakan hukum yang adil. Perlu diketahui bahwa untuk membantu mempercepat proses analisa data terkait administrasi pendidikan diperlukan machine learning dan deep learning karena dukungan kecerdasan artifisial.

Di era peradaban kapitalisme ini, adanya digitalisasi dalam dunia pendidikan tentunya pendidikan akan semakin dikomersialkan. Otomatis, biayanya pun akan mahal, dan tentu saja tidak akan terjangkau oleh masyarakat kecil. 

Digitalisasi dalam pendidikan tentunya akan menjadi lahan profit bagi swasta. Ini karena pemerintah akan menggandeng swasta dalam, meskipun dengan digitalisasi dalam pendidikan akan memotivasi anak bangsa yang memiliki potensi inovasi.  

Memang tidak ada yang salah karena akan membawa kepada kemajuan. Akan tetapi, di sisi lain akan menimbulkan efek negatif bagi pendidikan karena adanya pengabaian program guru dan meminimalkan peran guru. 

Seharusnya, pemerintah menjamin pendidikan yang berkualitas dan merata bagi seluruh warga negara. Ini adalah kewajiban negara untuk meriayah atau mengurusi rakyat sepenuhnya. Negara tidak boleh berlepas tangan sehingga memberi kebebasan pada swasta untuk mengambil pendidikan sebagai lahan profit. 

Negara juga bertanggung jawab untuk memberikan fasilitas agar mendapatkan sistem pendidikan cemerlang, kurikulum terbaik, dan pendidikan yang hebat, sehingga semua aspek pendidikan menunjang. 

Di sisi lain, siswa juga membutuhkan peran guru secara langsung, karena mereka harus mendapatkan penjelasan yang terperinci tentang pelajaran yang dipelajari. Siswa juga harus mempunyai figur seorang guru yang langsung memberi contoh kepada siswa didik, juga adanya sentuhan dari seorang guru kepada murid yang akan  memberikan kenyamanan dalam belajar. 

Di dalam sistem Islam, pendidikan adalah kebutuhan rakyat yang dijamin oleh negara. Negara akan memberikan pendidikan yang berkualitas, tidak dipungut biaya, dan dirasakan oleh seluruh warga negara. 

Di dalam Islam, pendidikan tidak berorientasi pada keuntungan, karena pendidikan adalah hak bagi seluruh warga. Negara pun akan meningkatkan kualitas pendidikan, guru, materi pengajaran yang menguatkan akidah, memahami tsaqafah Islam, dan sains teknologi. Ini karena tujuan pendidikan dalam Islam adalah melahirkan generasi yang berkepribadian Islam dan menguasai sains teknologi, juga menguasai tsaqafah Islam. 

Negara juga berkewajiban menjamin kesejahteraan para pendidik dan meng-upgrade para guru supaya terus berkembang dan berkualitas. Adapun inovasi di bidang pendidikan, ini dilakukan hanya sebagai sarana penunjang untuk memudahkan proses belajar mengajar tanpa meniadakan peran guru. Inilah urgensi penerapan sistem Islam. Hanya dengan Islam, semua persoalan dalam kehidupan akan terpecahkan. Wallahu'alam bishawaab.


Oleh: Enung Sopiah
Sahabat Tinta Media

Selasa, 12 Desember 2023

Mampukah Kurikulum Baru Mengatasi Stres Guru?


Tinta Media - Keterkejutan Presiden Jokowi terhadap tingkat stres guru disampaikan pada acara peringatan ulang tahun ke-78 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di Kelapa Gading, Jakarta, Sabtu (25/11/2023). Presiden mengungkap hasil penelitian lembaga riset internasional, RAND Corporation bahwa stres para guru disebabkan perilaku siswa, perubahan kurikulum, dan perkembangan teknologi. Jika memang karena perilaku siswa, bukankah memang tugas guru mendidik siswa agar berperilaku baik? Mestinya pemerintah membuat kurikulum yang membantu guru agar terwujud siswa berkepribadian Islam dengan memanfaatkan perkembangan teknologi.

Alih-alih membantu, kurikulum yang sering berubah justru menjadi beban guru. Ketika para guru memahami dan menerapkan satu kurikulum, sudah diganti dengan yang baru seiring pergantian menteri pendidikan. Jadi, wajar jika guru stres dengan seringnya perubahan kurikulum.

Untuk mengatasi masalah ini, Mendikbudristek Nadiem membuat kurikulum merdeka yang dianggapnya lebih sederhana dibanding kurikulum sebelumnya. Namun, apakah penyederhanaan semacam ini yang dibutuhkan? Faktanya, banyak guru mengeluh beratnya pembelajaran yang berpusat pada siswa, namun tidak didukung oleh sistem yang baik. Ini membuktikan ketidakmampuan negara menyelesaikan masalah guru.

Perubahan Kurikulum

Menurut Jokowi, kurikulum pendidikan harus berubah seiring perkembangan teknologi, agar guru bisa terus beradaptasi. Harusnya bukan sekadar perubahan kurikulum, tapi peran negara dalam memfasilitasi guru, memanfaatkan perkembangan teknologi dengan pelatihan yang maksimal. Untuk itu, dibutuhkan kurikulum dengan tujuan yang jelas.

Tidak cukup tujuan kurikulum, tapi juga metode pembelajaran yang tegas guna mewujudkan siswa berkepribadian Islam. Butuh dorongan konsistensi pendidik untuk membekali siswa dengan ilmu tsaqafah Islam dan pengetahuan umum maupun keahlian, hingga menghasilkan kecakapan hidup. Jadi, sesering apa pun perubahan kurikulum yang salah, maka tidak akan ada hasilnya.

Penyebab Stres

Jika ditelisik, stres para guru tidak hanya pada sering berubahnya kurikulum, tapi juga berbagai tuntutan. Guru dituntut kreatif dalam mendidik siswa. Di sisi lain, siswa disuguhi berbagai pemikiran sekuler kapitalis yang liberal. Ini berakibat maraknya kasus bullying, kriminalitas siswa, pergaulan bebas, hingga narkoba. Belum lagi wali murid yang menuntut guru yang berusaha mendidik dan mengarahkan siswanya ternyata justru dianggap melanggar HAM. Kondisi ini membuat posisi guru serba sulit hingga stres. Beratnya upaya guru di sekolah dalam mendidik siswa, justru dipudarkan keluarga dan masyarakat. Tenaga dan pikiran guru terkuras untuk memenuhi kebutuhan para kapitalis yang menjadikan pendidikan sebagai penghasil cuan. Maka, guru tidak butuh kurikulum baru yang biasa.

Kurikulum Pendidikan Sahih

Berbagai kurikulum pendidikan dijalankan di Indonesia, namun belum memberi hasil nyata. Guru dan siswa butuh kurikulum sahih yang mampu menjawab berbagai persoalan dengan masifnya perkembangan teknologi. Guru dan siswa akan mampu mengendalikan teknologi untuk kemaslahatan umat, bukan sebagai budaknya.

Inilah urgensi diterapkannya kurikulum pendidikan yang sahih. Kurikulum yang memiliki tujuan, metode pembelajaran, hingga peran negara sahih yang mampu menyelenggarakan pendidikan dengan baik, menjadikan teknologi untuk meringankan guru. Sejatinya Allah berfirman dalam QS. An-Nahl: 125. Dalam ayat tersebut, Allah minta manusia menuju jalan yang benar dengan cara yang baik sesuai tuntunan Islam. Meraih pendidikan dengan benar, bijak, dan pengajaran yang baik untuk mendapat ilmu. Allah lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan siapa yang mendapat petunjuk.

Kurikulum ini hanya kompatibel dengan sistem pemerintahan Islam yang akan mendorong guru berbuat yang terbaik, tanpa keluhan apalagi stres. Guru paham yang dikerjakan adalah tugas mulia membawa kebaikan akhirat. Allahu a’lam bish showab.

 Oleh: R. Raraswati
Aktivis Muslimah Peduli Generasi

Jumat, 08 Desember 2023

KEMULIAAN DAN KESEJAHTERAAN GURU DALAM SEJARAH PERADABAN ISLAM



Tinta Media - Dalam Islam, adalah perkara penting untuk mencari ilmu dan menghormati para guru. Beberapa hadis Nabi Muhammad SAW menggarisbawahi pentingnya peran guru dan keberkahan dalam menuntut ilmu. "Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga." (HR. Muslim). "Seorang mukmin yang menuntut ilmu adalah lebih mulia dari seorang yang berpuasa dan sedang melakukan shalat malam." (HR. Ibnu Majah)
 
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang melakukannya." (HR. Muslim). "Tidaklah diberikan ilmu pengetahuan sebagai hadiah yang lebih baik dan lebih luas daripada kekayaan." (HR. Ibnu Majah)

"Sesungguhnya Allah dan para malaikat, penduduk langit dan bumi, bahkan semut-semut di dalam sarangnya, dan ikan di laut, mengucapkan salam kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia." (HR. At-Tirmidzi). "Peliharalah dirimu dari api neraka, meskipun hanya dengan setengah biji kurma. Dan bila tidak ada, maka dengan ucapan yang baik." (HR. Bukhari dan Muslim). "Orang yang tidak mensyukuri jasa manusia, dia tidak mensyukuri jasa Allah." (HR. At-Tirmidzi)

Guru atau pendidik memiliki peran penting dalam sejarah peradaban Islam. Mereka dihargai dan diakui atas kontribusi mereka dalam menyebarkan pengetahuan, ilmu pengetahuan, dan nilai-nilai Islam kepada generasi-generasi berikutnya.

Dalam pandangan Islam, guru dianggap sebagai pemimpin rohani yang membimbing murid-muridnya dalam pemahaman agama dan kehidupan spiritual. Mereka memiliki tanggung jawab untuk mengajarkan ajaran Islam, etika, dan moralitas kepada murid-murid mereka.

Dalam sejarah peradaban Islam, terdapat tradisi ilmiah yang kuat yang diteruskan melalui sistem pendidikan, terutama melalui institusi-institusi seperti madrasah. Guru-guru di madrasah diberikan penghargaan karena kontribusi mereka dalam melestarikan dan mengembangkan pengetahuan ilmiah.

Hubungan antara guru dan murid dihargai tinggi dalam Islam. Terdapat ajaran yang menekankan pentingnya adab (etika) dalam berinteraksi dengan guru. Murid diharapkan untuk menghormati, mendengarkan dengan baik, dan belajar dengan tekun dari guru mereka. Beberapa karya sastra dalam peradaban Islam menggambarkan penghargaan terhadap peran guru. Puisi, prosa, dan karya sastra lainnya sering menghormati kebijaksanaan dan pengetahuan guru.

Dalam sejarah Islam, para penguasa dan komunitas masyarakat memberikan gelar dan penghargaan formal kepada ulama dan cendekiawan sebagai pengakuan terhadap kontribusi mereka dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan. Didirikannya universitas dan pusat-pusat pembelajaran tinggi di dunia Islam merupakan bentuk penghargaan terhadap peran guru dan ilmuwan. Contohnya, Universitas Al-Qarawiyyin di Fes, Maroko, diakui sebagai universitas tertua yang masih beroperasi, didirikan pada tahun 859 M.

Kesejahteraan guru dalam sejarah peradaban Islam sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai Islam yang menekankan pentingnya pendidikan, pengetahuan, dan penghargaan terhadap para pendidik. Para guru dan ulama dihargai dan diberikan upah yang layak atas kontribusi mereka dalam menyebarkan pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan. Masyarakat Islam pada umumnya memberikan penghargaan yang tinggi terhadap pekerjaan guru dan memberikan dukungan finansial untuk memastikan keberlanjutan pengajaran.

Islam mendorong memberikan gaji dan kesejahteraan yang baik kepada guru sebagai bentuk penghargaan terhadap pekerjaan mereka. Konsep zakat dan sedekah dapat digunakan untuk memberikan dukungan finansial kepada para guru yang mungkin membutuhkan bantuan.

Gaji guru dalam sejarah peradaban Islam bervariasi tergantung pada konteks waktu, tempat, dan kondisi ekonomi masyarakat pada masa itu. Dalam tradisi Islam, memberikan upah yang layak kepada guru dan ilmuwan dianggap sebagai tindakan mulia dan berpahala, sesuai dengan ajaran Islam tentang keadilan, solidaritas sosial, dan penghargaan terhadap ilmu pengetahuan.

Sistem wakaf (donasi atau sumbangan untuk kepentingan umum) sering kali digunakan untuk mendukung pendidikan dan institusi-institusi pendidikan, termasuk gaji guru. Pemerintah dan individu kaya juga sering mendonasikan harta mereka untuk memastikan keberlanjutan lembaga pendidikan. Masyarakat Islam cenderung memiliki sistem perlindungan sosial yang melibatkan pemberian zakat dan sedekah kepada fakir miskin, termasuk guru yang mungkin membutuhkan dukungan finansial. Konsep solidaritas sosial sangat ditekankan dalam Islam.

Dalam sejarah peradaban Islam, diberikan penekanan pada pendidikan dan kesempatan karir bagi para guru. Terdapat institusi-institusi pendidikan tinggi, seperti madrasah dan universitas, yang mendukung pengembangan kesejahteraan guru dan ulama. Guru dan ulama dihormati dan diakui sebagai pemimpin intelektual dan rohani masyarakat. Mereka mendapatkan pengakuan atas kontribusi mereka dalam melestarikan dan menyebarkan ilmu pengetahuan.

Dalam sejarah Islam, guru sering dianggap sebagai penjaga warisan budaya dan intelektual. Pencapaian-pencapaian dalam ilmu pengetahuan, seni, dan sastra seringkali dihubungkan dengan guru dan ulama, dan ini memberi mereka kehormatan dan tempat yang istimewa dalam masyarakat.

Dalam Islam, profesi guru dianggap sebagai salah satu pekerjaan yang mulia dan penting. Islam mendorong pemberian penghargaan kepada guru atas peran mereka dalam menyebarkan pengetahuan, membimbing masyarakat, dan mendidik generasi penerus. Beberapa aspek penghargaan terhadap profesi guru dalam Islam melibatkan nilai-nilai adab, sosial, dan spiritual.

Masyarakat Muslim tradisional memberikan penghargaan sosial yang tinggi kepada guru. Guru sering dianggap sebagai figur otoritatif dan dihormati dalam masyarakat. Mereka memiliki tanggung jawab moral untuk membimbing dan memberikan teladan kepada murid-murid mereka. Dalam Islam, doa merupakan bentuk penghargaan dan dukungan. Murid-murid dianjurkan untuk mendoakan kebaikan bagi guru-guru mereka. Begitu pula, guru-guru sering diminta untuk mendoakan murid-murid mereka agar sukses dalam dunia dan akhirat.

Pada umumnya, para guru dan ilmuwan pada masa peradaban Islam mendapatkan penghasilan dari beberapa sumber, diantaranya adalah : pertama, sistem wakaf (donasi atau sumbangan untuk kepentingan umum) sering digunakan untuk mendukung pendidikan dan lembaga-lembaga pendidikan. Guru-guru dapat menerima gaji atau tunjangan dari dana wakaf yang diperuntukkan bagi lembaga pendidikan.

Kedua, zakat, yaitu salah satu pilar utama dalam Islam, adalah kewajiban memberikan sebagian harta kepada fakir miskin dan golongan yang membutuhkan. Para guru dan ilmuwan yang membutuhkan dukungan finansial dapat menerima zakat atau sedekah dari masyarakat.

Ketiga, beberapa pemerintahan di masa peradaban Islam memberikan dukungan finansial kepada ilmuwan dan guru melalui tunjangan atau dana pendidikan. Penguasa atau pemerintah sering menyadari pentingnya pendidikan dan ilmu pengetahuan dalam pembangunan masyarakat.

Keempat, sebagian besar guru pada masa itu menerima honorarium atau bayaran dari murid-murid mereka atau keluarga murid sebagai bentuk penghargaan atas pengajaran dan bimbingan yang diberikan.

Kelima, beberapa ilmuwan dan guru diundang ke istana atau diberikan hadiah dan penghargaan sebagai bentuk penghormatan atas kontribusi mereka dalam bidang ilmu pengetahuan dan pendidikan.

Pada masa kepemimpinan khalifah Umar dikenal dengan kebijakannya yang adil dan transparan. Beliau memastikan bahwa hak-hak masyarakat, termasuk guru dan para pekerja intelektual, dihormati dan dilindungi. Gaji dan imbalan bagi pekerjaan dan jasa yang bermanfaat untuk masyarakat diberikan dengan adil.

Pendekatan Umar bin Khattab terhadap gaji dan keadilan sosial tercermin dalam prinsip-prinsip ekonomi Islam, yang melibatkan distribusi kekayaan dengan cara yang adil dan merata. Masyarakat pada masa itu cenderung menerapkan prinsip-prinsip keadilan sosial dan mendukung para ilmuwan dan guru.

Tentu saja semua ini sangat berbeda dengan kondisi guru pada masa sekarang, yakni masa dimana Islam tidak diterapkan lagi. Nasib guru sekarang ini tak seindah namanya. Menjadi guru yang senantiasa menerima dan ikhlas itu penting, namun membangun sistem agar guru-guru betul-betul sejahtera juga sangat penting, sebab guru juga manusia biasa. Sementara tuganya sungguh sangat berat, yakni menentukan hitam putih suatu peradaban bangsa. Selamat Hari Guru, Semoga Islam kembali jaya, sehingga guru tambah sejahtera.

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 25/11/23 : 08.00 WIB)

Oleh : Dr. Ahmad Sastra
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa 
 

Kamis, 07 Desember 2023

Kurikulum Merdeka dan Dilema Guru di Hari Jadinya



Tinta Media - Maju tidaknya suatu bangsa ditentukan oleh kualitas pendidikannya. Jika kualitas pendidikannya rendah, maka suatu bangsa akan tertinggal, begitu pun sebaliknya, jika kualitas pendidikannya tinggi maka bangsa pun akan maju. Hal tersebut tampak pada sosok generasinya, yang  memiliki ilmu pengetahuan dan mampu mengembangkan teknologi yang tinggi. Hal ini tentu tidak terlepas beberapa faktor utama, yakni dari peran pemerintah sebagai penyelenggara pendidikan, guru sebagai pengajar dan pendidik, serta  kurikulum yang mendukung teraihnya tujuan pendidikan.

Berdasarkan SE Mendikbudristek Nomor 36927, pada 25 November 2023 yang diperingati sebagai Hari Guru Nasional yang mengusung tema Bergerak Bersama Merdeka Belajar, maka  seluruh guru harus melaksanakan upacara. Tema yang diusung pada peringatan Hari Guru kali ini selaras dengan tema kurikulum yang dibuat oleh kementerian pendidikan. Hal ini dilakukan sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam menerapkan kurikulum merdeka.  

Sayangnya, kurikulum yang silih berganti justru menjadikan kualitas generasi semakin tidak jelas bahkan lemah, sehingga melahirkan berbagai masalah serius. Generasi penerus bangsa kita sebagai output pendidikan di negeri ini, tampak sedang sakit dan penuh problematika. Lihat saja betapa maraknya aksi kriminal yang dilakukan oleh para pelajar, mulai dari tawuran, begal, perzinaan, fenomena klitih, narkoba, hingga pembunuhan. Belum lagi aksi bullying yang semakin hari semakin mengerikan. Bahkan kesehatan mental pelajar yang semakin rusak dengan alasan keluarga, percintaan bahkan terlilit utang yang menjadikan generasi kita bermental tempe sehingga marak kasus bunuh diri.  

Fenomena rusaknya generasi kita saat ini seyogyanya dijadikan bahan introspeksi dan evaluasi pemerintah sebagai penguasa dalam menentukan kurikulum pendidikan. Namun, alih-alih mencari akar penyebab kerusakan, penguasa malah fokus memperingati Hari Guru untuk memuluskan Program Merdeka Belajar yang notabene bertujuan untuk mencetak lulusan yang sekadar siap bekerja dan menjadi  ”kupu-kupu industri”. Padahal berbagai kerusakan ini jelas menunjukkan bahwa kurikulum yang diterapkan tidak tepat dan bermasalah, karena  berasaskan pada sekularisme yang mencampakkan peran  agama dari kehidupan, termasuk pendidikan. Oleh karena itu, keimanan dan ketakwaan tidak perlu diajarkan di sekolah karena dianggap sebagai masalah pribadi manusia. Maka lahirlah generasi yang tidak berakhlak, bahkan tidak beradab, selalu mengedepankan egonya, tanpa peduli terhadap apakah perilakunya benar atau salah, bahkan tidak peduli terhadap berdosa atau kah tidak.

Sekularisme yang menjadi asas kapitalisme yang diterapkan di negeri ini, menjadikan materi dan manfaat sebagai orientasi dalam kehidupannya, termasuk dalam proses pendidikan.

Generasi terus didorong menjadi pekerja yang mencetak uang tanpa mempedulikan kemaslahatan umat. Jelas hal ini menunjukkan bahwa pendidikan dengan penerapan kurikulumnya gagal mencetak dan melahirkan generasi mulia. Inilah akibatnya jika konsep pendidikan hanya berdasarkan akal manusia yang terbatas dan mencampakkan aturan Allah. Alhasil sesering apa pun mengganti kurikulum, selama sistem yang digunakan masih kapitalisme- sekularisme sebagai landasan dalam berbuat, generasi akan sulit untuk diperbaiki. 

Islam sebagai agama yang mayoritas dianut oleh penduduk di negeri ini, memandang generasi  sebagai aset besar dan tonggak peradaban. Merekalah calon pemimpin masa depan yang akan menegakkan peradaban Islam yang mulia. 

 Tak heran jika sejarah umat manusia menunjukkan bagaimana peradaban Islam telah melahirkan sosok-sosok hebat dan mengagumkan yang berkepribadian Islam seperti, para pemimpin besar semisal Salahuddin Al-Ayubi, Muhammad Al-Fatih, juga lahir para imam mahzab seperti Imam Syafi’i, juga para cendekiawan dan ilmuwan besar, seperti Ibnu Sina, al-Khawarizmi, al-Jabar, dan masih banyak lagi, yang mampu memajukan kehidupan manusia, bukan hanya kaum muslimin. Hal ini tak lepas dari kurikulum pendidikan yang diajarkan berdasarkan akidah Islam, yang mampu menjadikan pribadi-pribadi manusia memiliki pola pikir dan pola sikap Islam, sehingga mereka menjadi sosok mulia.

 Terlebih pembelajaran Islam merupakan proyek  amal, sehingga setiap yang dipelajari harus diamalkan dan bermanfaat bagi diri maupun orang lain. Alhasil generasi akan selalu melakukan inovasi-inovasi baru untuk menghasilkan karya yang memberikan kemaslahatan bagi umat. Rasulullah pernah bersabda : "Barang siapa yang mempelajari ilmu yang dengannya dapat memperoleh keridhaan Allah SWT, (tetapi) ia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan kesenangan duniawi, maka ia tidak akan mendapatkan harumnya surga di hari kiamat nanti," (HR Abu Daud).

Para guru pun merupakan sosok mulia yang wajib untuk dihormati dan dihargai.  Penghargaan Islam kepada para guru bukan hanya sebatas seremonial dan gelar saja, melainkan memberikan penghargaan dengan memberikan upah yang fantastis. Saat masa Khalifah Umar bin Khaththab  sekitar 1300 tahun yang lalu gaji guru jika dikonversikan rupiah sekitar 60 juta setiap bulannya. Bahkan saat kekhalifahan Abbasiyah guru digaji sebesar 320 juta/per bulan. Penghargaan seperti ini tentu menjadikan seorang guru akan maksimal untuk memberikan pengajaran kepada para murid. Hanya dengan menerapkan kembali sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan, maka kerusakan generasi akan bisa diselesaikan secara tuntas, dan menjadi generasi cemerlang,  dan kemuliaan guru pun akan tetap ditinggikan. Wallahu’alam bishawwab

Oleh: Thaqiyunna Dewi, S.I.Kom.
Sahabat Tinta Media

Jumat, 06 Oktober 2023

IJM: Sekolah dan Orang Tua Memiliki Peran Menghentikan Bullying

Tinta Media - Menyoroti kasus bullying anak yang semakin marak akhir-akhir ini, Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana mengatakan, sekolah dan orang tua memiliki peranan yang penting untuk menghentikan bullying itu.

"Sekolah dan orang tua memiliki peranan yang penting untuk menghentikan bullying itu," tuturnya dalam video: Selamatkan Putra-Putri Anda Dari Bullying, Selasa (3/10/2023) di kanal Youtube Justice Monitor.

Agung menambahkan, orang tua yang membayar sekolahnya, orang tua juga yang bertanggung jawab karena itu adalah anak mereka. Guru bertanggung jawab karena itu murid dari orang tua yang dititipkan ke sekolah.

 "Jadi perlunya kerja sama dua pihak ini orang tua dan guru termasuk dalamnya sekolah," tandasnya.

Menurut Agung, edukasi soal perundungan juga perlu untuk menekankan bedanya bercanda yang bikin senang atau sebaliknya justru membuat korban tertekan.

 Negara, ucapnya, harus mendukung penuh atas kondisi ketakwaan masyarakat. Media apapun jika menjadi sarana terbentuknya karakter perundung harus cepat dihilangkan, sekaligus dipandang menguntungkan secara ekonomi.

"Pelakunya harus diberi sanksi baik penyebar konten kekerasan ataupun pelaku perundungan sebab keduanya telah melanggar syariah Islam," tutupnya.[] Muhammad Nur

Minggu, 24 September 2023

Rasulullah Muhammad adalah Guru bagi Seluruh Umat Manusia

Tinta Media - Sobat. Al-Qur'an telah menetapkan bahwa Rasul Muhammad SAW adalah guru bagi seluruh umat manusia. Silahkan lihat dan baca QS. al-Jumu'ah (62) : 2 ) , QS. An-Nisa' (4) : 79 dan QS. Saba' (34) : 28 . Maka sudah selayaknya kita umatnya menjadikan Rasulullah Muhammad SAW sebagai teladan dalam segala aspek hidup dan perikehidupan manusia.

Allah SWT berfirman :

هُوَ ٱلَّذِي بَعَثَ فِي ٱلۡأُمِّيِّۧنَ رَسُولٗا مِّنۡهُمۡ يَتۡلُواْ عَلَيۡهِمۡ ءَايَٰتِهِۦ وَيُزَكِّيهِمۡ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡحِكۡمَةَ وَإِن كَانُواْ مِن قَبۡلُ لَفِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٖ 

“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,” ( QS. Al-Jumuáh (62) : 2)

Sobat. Allah menerangkan bahwa Dialah yang mengutus kepada bangsa Arab yang masih buta huruf, yang pada saat itu belum tahu membaca dan menulis, seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, yaitu Nabi Muhammad saw dengan tugas sebagai berikut:

1. Membacakan ayat suci Al-Qur'an yang di dalamnya terdapat petunjuk dan bimbingan untuk memperoleh kebaikan dunia dan akhirat.

2. Membersihkan mereka dari akidah yang menyesatkan, kemusyrikan, sifat-sifat jahiliah yang biadab sehingga mereka itu berakidah tauhid mengesakan Allah, tidak tunduk kepada pemimpin-pemimpin yang menyesatkan dan tidak percaya lagi kepada sesembahan mereka seperti batu, berhala, pohon kayu, dan sebagainya.

3. Mengajarkan kepada mereka al-Kitab yang berisi syariat agama beserta hukum-hukum dan hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya.

Sobat. Disebutkan secara khusus bangsa Arab yang buta huruf tidaklah berarti bahwa kerasulan Nabi Muhammad saw itu ditujukan terbatas hanya kepada bangsa Arab saja. Akan tetapi, kerasulan Nabi Muhammad saw itu diperuntukkan bagi semua makhluk terutama jin dan manusia, sebagaimana firman Allah:
 
Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam. (al-Anbiya'/21: 107)

Dan firman-Nya:
Katakanlah (Muhammad), "Wahai manusia! Sesungguhnya aku ini utusan Allah bagi kamu semua," (al-A'raf/7: 158) 

Sobat. Ayat kedua Surah al-Jumu'ah ini diakhiri dengan ungkapan bahwa orang Arab itu sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. Mereka itu pada umumnya menganut dan berpegang teguh kepada agama samawi yaitu agama Nabi Ibrahim. Mereka lalu mengubah dan menukar akidah tauhid dengan syirik, keyakinan mereka dengan keraguan, dan mengadakan sesembahan selain dari Allah.

Allah SWT berfirman :

مَّآ أَصَابَكَ مِنۡ حَسَنَةٖ فَمِنَ ٱللَّهِۖ وَمَآ أَصَابَكَ مِن سَيِّئَةٖ فَمِن نَّفۡسِكَۚ وَأَرۡسَلۡنَٰكَ لِلنَّاسِ رَسُولٗاۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ شَهِيدٗا  

“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.” ( QS. An-Nisa’ (4) : 79 )

Sobat. Dari segi kesopanan bahwa sesuatu yang baik yang diperoleh seseorang hendaklah dikatakan datangnya dari Allah. Malapetaka yang menimpa seseorang itu hendaklah dikatakan datangnya dari dirinya sendiri, mungkin pula karena disebabkan kelalaiannya atau kelalaian orang lain apakah dia saudara, sahabat atau tetangga.

Allah SWT berfirman :

وَمَآ أَرۡسَلۡنَٰكَ إِلَّا كَآفَّةٗ لِّلنَّاسِ بَشِيرٗا وَنَذِيرٗا وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ  

“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” ( QS. Saba’(34) : 28 )

Sobat. Pada ayat ini, Allah menerangkan bahwa Nabi Muhammad diutus kepada seluruh manusia. Ia bertugas sebagai pembawa berita gembira bagi orang yang mempercayai dan mengamalkan risalah yang dibawanya dan sekaligus pembawa peringatan kepada orang yang mengingkari atau menolak ajaran-ajarannya. Nabi Muhammad adalah nabi penutup, tidak ada lagi nabi dan rasul diutus Allah sesudahnya. Dengan demikian, pastilah risalah yang dibawanya itu berlaku untuk seluruh manusia sampai kiamat. 

Sebagai risalah yang terakhir, maka di dalamnya tercantum peraturan-peraturan dan syariat hukum-hukum yang layak dan baik untuk dijalankan di setiap tempat dan masa. 

Sobat. Risalah yang dibawa Nabi Muhammad bersumber dari Allah Yang Mahabijaksana dan Maha Mengetahui. Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dan segala apa yang ada pada keduanya. Dialah yang mengatur segala apa yang ada pada keduanya. Dialah yang mengatur semuanya itu dengan peraturan yang amat teliti sehingga semuanya berjalan dengan baik dan harmonis. Allah yang demikian besar kekuasaan-Nya tidak mungkin akan menurunkan suatu risalah yang mencakup seluruh umat manusia kalau peraturan dan syariat itu tidak mencakup seluruh kepentingan manusia pada setiap masa. Dengan demikian, pastilah risalahnya itu risalah yang baik untuk diterapkan kepada siapa dan umat yang mana pun di dunia ini. Banyak ayat di dalam Al-Qur'an yang menegaskan bahwa Muhammad diutus kepada manusia seluruhnya.

Mahasuci Allah yang telah menurunkan al-Furqan (Al-Qur'an) kepada hamba-Nya (Muhammad), agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam (jin dan manusia). (al-Furqan/25: 1) 

Dan firman-Nya:

Katakanlah (Muhammad), "Wahai manusia! Sesungguhnya aku ini utusan Allah bagi kamu semua, Yang memiliki kerajaan langit dan bumi; tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, (yaitu) Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya). Ikutilah dia, agar kamu mendapat petunjuk."(al-A 'raf/7: 158) 

Hal ini tidak diketahui oleh semua orang bahkan kebanyakan manusia menolak dan menantangnya. Di antara penantang-penantang itu adalah kaum Muhammad sendiri yaitu orang-orang kafir Mekah. 
Dan kebanyakan manusia tidak akan beriman walaupun engkau sangat menginginkannya. (Yusuf/12: 103)

Sobat. Renungkanlah bermacam nikmat yang Allah curahkan pada Anda dari segala penjuru, baik dari atas maupun dari bawah. 

وَءَاتَىٰكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلۡتُمُوهُۚ وَإِن تَعُدُّواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ لَا تُحۡصُوهَآۗ إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ لَظَلُومٞ كَفَّارٞ  

“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” ( QS. Ibrahim (14) : 34 )

Sobat. Sebagai nikmat Allah juga ialah Dia telah menyediakan bagi manusia segala yang diperlukannya, baik diminta atau tidak, karena Allah telah menciptakan langit dan bumi ini untuk manusia. Dia menyediakan bagi manusia segala sesuatu yang ada, sehingga dapat digunakan dan dimanfaatkan kapan dikehendaki. Kadang-kadang manusia sendiri tidak mengetahui apa yang menjadi keperluan pokoknya, dimana tanpa keperluan itu, ia tidak akan hidup atau dapat mencapai cita-citanya. Keperluan seperti itu tetap dianugerahkan Allah kepadanya sekalipun tanpa diminta. Ada pula bentuk keperluan manusia yang lain yang tidak mungkin didapat kecuali dengan berusaha dan berdoa, karena itu diperlukan usaha manusia untuk memperolehnya.

Sobat. Sangat banyak nikmat Allah swt yang telah dilimpahkan-Nya kepada manusia, sehingga jika ada yang ingin menghitungnya tentu tidak akan sanggup. 

Oleh karena itu, hendaknya setiap manusia mensyukuri nikmat yang telah diberikan Allah swt dengan jalan menaati segala perintah-Nya dan tidak melakukan hal-hal yang menjadi larangan-Nya. 

Mensyukuri nikmat Allah yang wajib dilakukan oleh manusia itu bukanlah sesuatu yang diperlukan oleh Allah Swt. Allah Mahakaya, tidak memerlukan sesuatu pun dari manusia, tetapi kebanyakan manusia sangat zalim dan mengingkari nikmat yang telah diberikan kepadanya.

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual dan Buku BIGWIN. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur

Jumat, 15 September 2023

Dituntut Optimal, Kesejahteraan Guru Belum Terjamin



Tinta Media - Bupati Bandung Dadang Supriatna membuka kompetensi keprofesian guru ASN (Aparatur Sipil Negara) Madrasah di Lingkungan Kementerian Agama Kabupaten Bandung dengan tujuan untuk membentuk karakter para guru agar lebih profesional dan memiliki ciri khas tersendiri (24/08/2023). Ciri khas itu berupa cara, sikap, langkah, dan penyampaian pelajaran dari para guru agar mudah dipahami oleh anak didik. 

Bupati berpesan agar jangan sampai anak didik lebih mengandalkan Google daripada gurunya. Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian, serta kompetensi profesi sebagai tenaga pengajar dan pendidik yang profesional untuk memajukan Kabupaten Bandung "Bedas" menuju Indonesia Emas 2024.

Kompetensi guru diharapkan dapat meningkatkan kemampuan guru dalam memberikan pengajaran yang efektif, profesional, dan menyenangkan, sehingga anak didik menjadi seseorang yang pintar, kreatif, dan berkarakter. Tahun 2023 ini Bupati sudah menggelontorkan bantuan hibah kepada 124 madrasah ibtidaiyah se-Kabupaten Bandung.

Tuntutan pada para guru begitu besar karena memang tugas guru sangat penting sebagai pendidik generasi agar dapat menjadi penerus estafet kejayaan suatu bangsa. Sayangnya, beban berat ini tidak sebanding dengan kesejahteraan yang mereka dapatkan dari negara. 

Saat ini gaji guru ASN masih jauh dari cukup bila dibandingkan dengan pengeluaran untuk hidup sehari-hari. Gaji guru SMA ASN berkisar Rp1,56 juta/ bulan (golongan IA) - Rp5,9 juta/ bulan (golongan IV E). Apalagi yang masih honorer di daerah-daerah,  berkisar antara Rp1 - 3 juta / bulan. 

Dengan kondisi serba mahal di zaman sekarang, penghasilan guru dirasa masih kurang sehingga banyak yang mengambil pekerjaan sampingan untuk mencari tambahan penghasilan. Belum lagi kewibawaan guru di sekolah sebagai pendidik kalah oleh aduan anak didik kepada orang tuanya saat mendisiplinkan mereka. Bahkan, ada guru yang dipidanakan karena menghukum siswa yang tidak membuat tugas. 

Demikianlah penghargaan terhadap seorang guru di negara dengan paham kapitalisme sekuler. Tidak ada istilah keberkahan ilmu karena rida guru. Ini akibat agama dijauhkan dari kehidupan. Tata krama dan penghargaan kepada guru sangat rendah, baik dari siswa maupun dari negara. 

Berbeda sekali dengan keadaan guru dalam sistem Islam. Guru sangat dimuliakan karena hakikat ilmunya. Rasulullah saw. bersabda, 

"Barang siapa memuliakan orang alim (guru),  maka ia memuliakan aku. Dan barang siapa memuliakan aku, maka ia memuliakan Allah. Dan tempat kembalinya adalah surga."

Kaum muslimin percaya bahwa dengan memuliakan guru, maka ilmunya berkah dan memberi manfaat bagi umat. Ganjaran ilmu yang bermanfaat adalah surga. 

Memuliakan guru juga dapat dilihat dari catatan sejarah. Khalifah Umar bin Khattab memberi upah seorang guru sebesar 15 Dinar atau setara 60 gram emas atau setara dengan uang Rp60 juta/ bulan. Sungguh upah yang lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup di zaman itu (1400 tahun yang lalu), bahkan untuk zaman sekarang. Jadi, guru tidak harus mencari penghasilan tambahan lagi. 

Kesejahteraan guru berpengaruh pada kesungguhan guru dalam mendidik murid-muridnya.  Sehingga, tertulis dalam sejarah selama masa keemasan (14 abad) Islam mencetak generasi yang saleh, berkarakter, dan berilmu tinggi. Zaman itu, banyak dilahirkan ilmuwan muslim yang terkenal sampai sekarang. Di antaranya adalah:

Ibnu Sina dengan julukan Bapak Kedokteran. Karya besarnya adalah filosofi dan kedokteran maupun anatomi tubuh.  

Khawarizmi, ahli dalam bidang matematika. Beliau adalah penemu angka nol.  

Al Zahrawi, ilmuwan yang berkontribusi dalam kesehatan. Beliau memiliki julukan sebagai Bapak Ilmu Bedah Dunia.  

Ibnu Khaldun, seorang pakar ekonomi sosiologi dan politik yang sering disebut Bapak Ekonomi.

Al zaraji, seorang ahli mekanik dan telah banyak menciptakan robot. 

Ibnu Al Haytham, penemu kamera pertama di dunia, dan masih banyak lagi ilmuwan yang lahir dari era keemasan Islam.

Standar pendidikan Islam  berupa kurikulum dan tujuan pendidikan yang berasaskan akidah Islam. Pendidikan dilaksanakan dalam rangka bertakwa kepada Allah Swt. dan sebagai  penerapan syariah Islam secara menyeluruh. 

Dengan begitu, sangat jelas bahwa mencetak generasi yang berkarakter tidak bisa dilakukan dalam paham kapitalis sekuler yang rusak, tetapi harus  berlandaskan pada aturan yang mutlak dan sahih, yaitu syariat Islam buatan Allah Swt. dan telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. dan para khalifahnya sehingga tercapai Islam rahmatan lilalamiin, yaitu Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam, baik manusia maupun makhluk lainnya.

Pemberian hibah dari seorang pemimpin adalah suatu kewajiban, bukan sebagai bukti kebaikan pemimpin itu. Hal ini karena seorang pemimpin dalam Islam bertugas sebagai penjaga dan pengurus kepentingan rakyat. Sudah sewajibnya memenuhi kebutuhan rakyatnya, bukan memanfaatkan bantuan untuk kepentingan pencitraan dirinya. 

Rasulullah saw. bersabda, "Imam /Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang di urusnya.'

Wallahu 'alam bi shawab

Oleh: Nunung Juariah, 
Sahabat Tinta Media

Jumat, 01 September 2023

Marketplace Guru Dikritik, Ini Penyebabnya...


 
Tinta Media - Intelektual muslimah Ir.  Reta Fajriah menyatakan bahwa sebagian kalangan mengkritik program Marketplace Guru yang digagas oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud).

"Ini memang dari sebagian kalangan mengkritik karena seolah-olah guru sebagai komoditas. Dan faktanya memang seperti itu," tuturnya dalam Program Kuntum Khaira Ummah: Marketplace Guru, Solusi Tepat Problem Pendidikan? Di kanal YouTube Muslimah Media Center, Selasa (29/8/2023).
 
Ia melanjutkan, pada akhirnya tidak hanya sekolahnya saja, tidak hanya pendidikannya saja yang menjadi komoditas, tapi sekaligus manusianya. Pengajarnya menjadi komoditas tempat bertemunya antara supply dan demand.
 
“Dari pihak sekolah sebenarnya mengomentari hal ini dengan mengatakan bahwa kalau mencari guru sebenarnya tidak terlalu susah karena banyak sekali orang yang ingin menjadi guru. Persoalannya siapa yang akan menggaji guru itu, mengingat kalau belum ASN berarti tidak ada gaji  yang berasal dari pemerintah pusat,” jelasnya.
 
Ia menambahkan, pihak daerah tidak berani mengajukan kebutuhan guru karena resikonya adalah guru itu akan digaji oleh pihak yang mengajukan. “Kalau yang mengajukan dari pihak Pemda maka diambil dari APBD bukan dari pemerintah pusat. Karena pemerintah daerah merasa kurang untuk bisa memberikan porsi gaji bagi guru ini, pada akhirnya tidak mengajukan," tukasnya.
 
Reta membeberkan,  dari marketplace guru ini bahwa pihak sekolah yang mengajukan, bisa jadi penggajiannya dibebankan kepada pihak yang memperkerjakan yaitu pihak sekolah.
 
“Hal ini diperkuat dengan Peraturan Presiden RI Nomor 98 tahun 2020 tentang gaji dan tunjangan PPPK dikatakan bahwa yang menggaji para PPPK adalah siapa yang mengangkatnya. Ketika diangkat oleh pemerintah pusat maka gajinya diambil dari pemerintah pusat, ketika diangkat oleh pemerintah daerah maka gajinya diambil dari APBD,” urainya.  
 
Demikian pula, lanjutnya, kalau yang mengangkat pihak sekolah bisa jadi penggajiannya dibebankan kepada pihak sekolah. "Nah, makanya saya melihat ini ada indikasi secara bertahap dan perlahan itu, bahwa pemerintah akan melepas untuk bisa memberikan gajian. Mereka belum diangkat menjadi ASN, bisa jadi ketika memang sudah diperkerjakan oleh pihak Pemda atau pihak sekolah terjadi, tidak akan diangkat menjadi ASN," ungkapnya.
 
Kewajiban Pemimpin
 
Reta menyampaikan, dalam pandangan Islam, pendidikan adalah hak dari setiap warga negara. Dan kewajiban penguasa/pemimpin adalah memenuhi hak dari warga negara itu, dan kelak akan dipertanggungjawabkan di akhirat.
 “Dalam hadis riwayat Imam Bukhari dikatakan masing-masing kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya. Seorang Imam juga pemimpin dan bertanggung jawab terhadap rakyatnya yang diurusnya. "Nah, termasuk pendidikan ini adalah tanggung jawab dari Imam," urainya.
 
Ia menambahkan, termasuk tanggung jawab terhadap penyediaan fasilitas-fasilitas pendidikan, ruang-ruang sekolah, kemudian sarana prasarana, seperti  mengadakan laboratorium, menyediakan jalan yang baik, jembatan, dan lain-lainnya.
 
“Juga penyediaan kurikulumnya, bagaimana kurikulum itu didesain agar bisa mencapai target dari tujuan dari pendidikan. Jadi tidak semata-mata karena ingin memenuhi permintaan pasar tapi memang harus punya target tertentu," paparnya.
 
Mahal
 
Reta menjelaskan,  dalam Islam guru dibayar mahal serta menjadi  tanggung jawab pemimpin. Untuk menggajinya. Ia mencontohkan, di masa Umar bin Khattab, gaji guru disetarakan dengan dinar sebanyak 15 dinar. Satu dinar setara dengan 4,25 gram emas. Jadi 15 dinar per bulan sama dengan 30 juta.
 
“Bahkan di masa Abbasiyah, gaji pengajar 1000 dinar/3,9 miliar per tahun, kurang lebih 325 juta per bulan. Gaji ulama yang mengajarkan agama jauh lebih besar yaitu 2000 dinar atau kurang lebih 650 juta per bulan,” bangganya.
 
Gaji tersebut, lanjutnya,  bersumber dari kas negara. "Semua ini hanya bisa terlaksana ketika negara menerapkan sistem pendidikan Islam, ditunjang  oleh sistem ekonomi Islam sehingga APBN-nya  banyak sumber pemasukan," pungkasnya.[] Ajira

Jumat, 04 Agustus 2023

Pakar: Banyak Guru dan Orang Dewasa Abai terhadap Perundungan



Tinta Media - Pakar Parenting Islam, Iwan Januar mengatakan bahwa banyak guru dan orang dewasa yang abai terhadap perundungan.

"Banyak guru dan orang dewasa, termasuk orang tua yang kerap mengabaikan terjadinya perundungan. Biasanya mereka akan menganggap itu adalah hal biasa dalam dunia pertemanan," tuturnya kepada Tinta Media, Rabu (2/8/2023).
 
Perundungan, lanjutnya,  merupakan tindakan menyakiti seseorang dalam kesunyian.  “Artinya pelaku perundungan melakukan aksinya dengan hati-hati, agar tidak terlihat orangtua ataupun guru," jelasnya.
 
Pelaku perundungan, ucapnya,  biasanya akan berhati-hati dan menyembunyikan semua tindakannya. “Mereka juga akan merahasiakan atau menghapus chat, atau malah tidak akan menggunakan chat sebagai sarana komunikasi dengan korban atau sesama pelaku perundungan. Maka, jangan harap guru atau orang tua bisa mudah mendeteksinya atau melihatnya dari chat di ponsel mereka," ujarnya mengingatkan.
 
Berdiam Diri
 
Dalam penilaian Iwan, korban dari perundungan kebanyakannya berdiam diri untuk mengalah. Korban perundungan lebih memilih menutup diri, atau hanya bisa menangis.  Ada pula yang ingin pindah sekolah karena tak tahan lagi. “Bahkan yang  terparah melakukan pembalasan atau bunuh diri seperti dalam sejumlah kasus," imbuhnya.
 
Oleh karena itu, Iwan menegaskan, umat Islam tidakboleh  berdiam diri di tengah derasnya arus perundungan.  Ia juga menjelaskan beberapa langkah yang harus diambil untuk meminimalisir dan mencegah berulangnya perundungan.
 
“Pertama, ciptakan rasa aman dan nyaman di tengah lingkungan keluarga. Landasan paling kuat untuk keluarga adalam iman dan takwa. Maka orang tua harus menjadi cerminan pribadi muslim yang salih dan salihah dan menularkan kesalihan pada anak,” bebernya.
 
Kedua,  sambungnya, para pendidik, baik guru, muadib/ah atau para ustadz/ah, harus membekali diri dengan skill pencegahan dan penanganan bullying.
 
“Harus ada penambahan skill khusus bagi para pendidik, seperti mengetahui jenis-jenis perundungan, mengetahui grup-grup siswa/pelajar dalam menghadapi perundungan, memulihkan mental korban perundungan, dan sebagainya," jelasnya.
 
Ketiga, sebutnya,  penting  mengetahui latar belakang terjadinya perundungan dan latar belakang para pelaku. Hal ini penting, agar bisa dibedakan mana yang sebenarnya pernah menjadi korban, atau anak yang mengalami salah pengasuhan, sehingga memiliki cacat kepribadian, dan mana yang sudah berani melakukan tindak perundungan yang berbahaya.
 
“Jadi, jangan sampai menunggu kondisi ideal tegaknya kehidupan Islam untuk menghentikan perundungan. Ada langkah-langkah praktis dan krusial yang bisa dilakukan untuk menangani hal ini. Tentu sebatas yang bisa dilakukan,” pungkasnya. [] Citra Salsabila.

Sabtu, 17 Juni 2023

Resah dan Gelisah Kebijakan Marketplace Guru

Tinta Media - Akhir-akhir ini, keresahan dan kegelisahan sedang dialami oleh guru-guru di seluruh Indonesia. Pasalnya, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia, yaitu Nadiem Makarim berencana akan mengimplementasikan platform marketplace guru pada tahun 2024. 

Menurutnya, untuk memenuhi formasi, guru dapat menggunakan platform ini sebagai solusi permanen pada permasalahan rekrutmen guru di Indonesia. Dengan platform ini pula akan terbentuk pola perekrutan yang awalnya terpusat menjadi pola perekrutan setiap saat. Maka dari itu, tahap penyusunan dan sosialisasi pun telah menjadi konsep yang akan disampaikan pada para pemangku jabatan di Indonesia. 

Hendro Susanto, selaku anggota DPRD Sumatera Utara pada fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengatakan akan mengkaji ide dan rencana Kemendikbud Ristek ini. Sebab menurut Hendro, guru bukanlah barang, sedangkan marketplace itu identik dengan barang. Sehingga dengan adanya marketplace ini akan membuat martabat guru menjadi rendah, bahkan menurun. Maka, sebelum rencana tersebut menjadi sebuah kebijakan, hal ini pun harus didiskusikan dengan melibatkan banyak pihak, termasuk para guru honorer yang telah mengabdi bertahun-tahun. 

Tidak hanya itu, para guru GTT di Sumatera Utara pun terlihat keberatan dengan rencana tersebut. Hal itu pun mereka ungkapkan dengan mengirimkan saran dan pesan lewat WhatsApp dan instagram para anggota DPRD. (Medanbisnisdaily.com, 03/06/2023)

Lagi dan lagi, usaha dan upaya yang dilakukan pemerintah secara terus-menerus untuk menyelesaikan permasalahan masyarakat termasuk permasalahan guru merupakan suatu hal yang patut untuk diapresiasi. 

Dengan melihat latar belakang Nadiem Makarim sebagai sosok yang piawai dalam dunia bisnis, bahkan ia adalah seorang pengusaha, wajar jika akhirnya mencetuskan untuk membuka lahan binis dengan menggunakan platform marketplace agar mudah untuk menjangkau kebutuhan dan rekrutmen guru di setiap sekolah. Namun, sayangnya usaha dan upaya ini tidak akan mampu menjawab permasalahan sistem perekrutan guru di negeri ini. Sebab, ketimpangan nasib guru honorer dan ketidakmerataan penyebaran tenaga pendidiklah yang menjadi permasalahan mendasarnya. 

Maka dari itu, permasalahan penyebaran tenaga pendidik tidak akan bisa terjawab dengan adanya marketplace guru. Selain itu, adanya marketplace guru ini akan semakin menciptakan kesenjangan antarsekolah. Ini karena perekrutan guru yang berkualitas akan dengan mudah didapatkan oleh sekolah-sekolah yang memiliki fasilitas terbaik. Sedangkan guru-guru yang biasa saja akan didapatkan oleh sekolah yang fasilitasnya minim dan jauh dari perkotaan.

Sungguh ketimpangan tersebut akan semakin membahayakan guru-guru di Indonesia. Ketidakadilan pun akan dirasakan dari kebijakan yang akan ditetapkan oleh pemerintah nantinya.

Inilah kegagalan negara dalam mengatur distribusi guru di setiap daerah. Padahal, seharusnya negara melalui pemerintahnya memiliki kemampuan untuk mendistribusikan guru secara langsung dengan data-data guru yang dimiliki. Dengan begitu, ketimpangan guru tentu tidak akan terjadi dan guru akan ditempatkan sesuai spesifikasi dan kompetensinya. 

Sayangnya, penyelesaian ketimpangan guru ini tidak akan terlaksana jika negara masih tetap menerapkan sistem kapitalisme yang mengatur kehidupan masyarakat. Sebab, negara kapitalistik ini memiliki keuangan yang sangat lemah. APBN pun selalu mengalami penurunan, serta utang selalu menjadi andalan dalam seluruh pembiayaan. 

Selain itu, negara yang menerapkan sistem kapitalisme ini memungkinkan terjadinya pengambilalihan wewenang oleh pemerintah pusat, sehingga keakuratan data proses rekrutmen guru menjadi berkurang. Bahkan, kesalahan di lapangan dan saling lempar tanggung jawab sering terjadi dalam sistem ini. 

Oleh karena itu, sudah saatnya kita kembali pada sistem yang memuliakan manusia dan yang mengurusi permasalahan hidup manusia, yaitu sistem Islam (Khilafah). Sebab, dalam Islam negara harus menjamin kebutuhan dasar masyarakat, termasuk di dalamnya pendidikan. Sementara, pendidikan akan mampu diakses oleh seluruh warga negara dengan peran sentral negara. 

Ketimpangan pendidikan, bahkan fasilitas di kota dan desa akan terselesaikan dengan kekuatan baitul mal negara. Begitu pula dengan kesejahteraan guru, tentu akan dipenuhi oleh negara. Sebab, guru dalam Islam memiliki posisi yang sangat mulia. Sehingga, guru tidak disibukkan dengan kegiatan lain selain kegiatan belajar dan mengajar.

Hal ini karena pembentukan generasi yang berkepribadian Islam dan mampu menjadi mutiara umat ada pada guru yang terbaik. 

Selanjutnya, gaji guru dalam Islam seperti pada masa kekhilafahan Umar bin Khattab r.a, yaitu sebesar 15 dinar yang jika dikalkulasikan sekitar 60 juta rupiah. Tidak ada perbedaan gaji antara guru yang satu dengan guru lainnya karena mereka memiliki hak dan tugas yang sama, yaitu mendidik dan mencetak generasi unggul. 

Kemudian, agar distribusi guru terjalankan dengan baik, maka negara akan menghitung dengan cermat kebutuhan guru di dalam negaranya, sehingga jumlah guru dengan kebutuhan mengajar benar-benar disesuaikan oleh negara secara cepat. Maka, tidak ada kebaikan yang akan didapatkan manusia dalam hal  pengaturan dan kebijakan, jika hal itu tidak dilandaskan pada akidah dan sistem Islam. Kalau pun ada manfaat yang dirasakan, tentu manfaat tersebut hanya bersifat semu. 

Dengan demikian, harapan untuk seluruh permasalahan di dunia pendidikan, termasuk guru, hanya akan terselesaikan jika kembali pada syariat Islam secara kaffah dalam institusi negara. Wallahu'alam bisshawwab.

Oleh: Halizah Hafaz Hutasuhut, S.Pd.
Aktivis Dakwah dan Praktisi Pendidikan

Selasa, 11 April 2023

Ustadz Choirul Annas: Bak Pelita Menyinari, Guru Paling Berhak Dimuliakan

Tinta Media - Mudir IBS (Islamic Boarding School) Insantama Ustadz Choirul Annas, Lc.  mengatakan, guru adalah orang yang paling berhak untuk dimuliakan. 

"Guru-guru kita, bak pelita yang menyinari kita dengan cahaya ilmunya, mereka menjadi orang yang paling berhak kita muliakan, kita hormati," ungkapnya pada rubrik Teman Berbuka: Menghormati Orang Berilmu di kanal YouTube Khilafah Channel Reborn, Selasa (4/4/2023). 

Menurutnya, sikap yang terbaik kepada guru yakni dengan memuliakannya, tetapi sikap yang utama adalah ketika mau mendengarkan, mengamalkan, memahami pelajarannya, menghafal apa yang disampaikan, kemudian menyebarluaskan ilmu yang telah diajarkan padanya. 

Ia menyebutkan, ada empat hal bahkan bagi seorang raja sekalipun ketika melakukannya tidak akan hina. 

"Ada 4 hal yang bahkan seorang raja sekalipun tidak akan hina ketika melakukannya, yang pertama ketika ia berdiri untuk menyambut ayahnya, ketika ia melayani tamunya, ketika ia turun dari kuda tunggangannya, terakhir adalah ketika ia memuliakan guru atau orang yang berilmu," bebernya. 

Oleh karena itu, ia menghimbau untuk memiliki rasa hormat kepada guru. 

"Ini menunjukkan keutamaan orang berilmu, maka kita pun demikian kita harus memiliki rasa penghormatan ikhtirom memuliakan guru-guru kita," ujarnya. 

Ia mengutip hadist riwayat Jabir bahwa Rasulullah SAW bersabda ada tiga golongan yang tidak akan direndahkan dengan hak yang mereka miliki kecuali oleh orang munafik diantaranya, orang sepuh yang tetap istiqomah, pemimpin adil, dan guru yang mengajarkan kebaikan. 

Ia berharap, agar menjadi hamba yang berilmu yang senantiasa menghormati guru. 

"Maka mudah mudahan kita menjadi hamba yang berilmu yang senantiasa menghormari guru kita, memuliakannya dan mengamalkan menyebarluaskan apa yang telah diberikan olehnya," tuturnya. [] Robby Vidiansyah Prasetio

Sabtu, 07 Januari 2023

GURU ITU DIGUGU LAN DITIRU, BUKAN MENJADI SAKSI PALSU UNTUK MEMBELA IJAZAH PALSU?

Tinta Media - Namanya MARTHARINI CHRISTININGSIH, Spd, menjabat sebagai Kepala Sekolah SD Tirtoyoso No. 111, Surakarta. Dalam berbagai keterangan di media, MARTHARINI CHRISTININGSIH begitu bangga pada Jokowi, alumni SD yang dipimpinnya.

Bahkan, sebagai bentuk kebanggaan, konon Ijazah Jokowi dipajang di SD Tirtoyoso 111. MARTHARINI CHRISTININGSIH juga membanggakan Jokowi dihadapan anak didiknya, alumni yang mampu menjadi Presiden RI.

Saat melaporkan Gus Nur dan Bambang Tri Mulyono, MARTHARINI CHRISTININGSIH merasa sangat kecewa karena SD yang dipimpinanya menjadi tercemar. Malu kepada Wali Murid, juga murid-murid.

Dia menyayangkan, kenapa Bambang Tri tidak mengklarifikasi ke dirinya. Dia juga malu, alumninya disebut memiliki ijazah palsu.

Namun, apa lacur. Saat diperiksa sebagai saksi di pengadilan MARTHARINI CHRISTININGSIH malah membuat malu. Disumpah sebagai umat kristiani, tetapi memberikan keterangan palsu di penyidikan, seolah menjadi umat Islam yang memiliki kitab suci al Qur'an.

MARTHARINI CHRISTININGSIH berani membuat keterangan palsu. Mengaku Muslim, padahal sudah menjadi kristen. 

Dalam konteks filosofi Jawa, seorang guru harus dapat menjadi panutan. Guru maknanya bisa digugu (menjadi panutan) dan ditiru (menjadi teladan). Bukan wagu tur saru (aneh dan tabu).

Membuat keterangan palsu, bukanlah teladan seorang guru. Mengaku muslim padahal kristen, jelas sebuah tindakan yang saru (tabu).

Jika dirinya berbangga pada Jokowi, mungkin saat ini alumni SDN Tirtoyoso 111 justru malu pada dirinya. Malu, memiliki pendidik yang membuat keterangan palsu. Tidak dapat digugu, tidak dapat ditiru.

Semoga, tidak ada lagi pendidik yang seperti ini. Cukuplah kasus MARTHARINI CHRISTININGSIH adalah kasus yang pertama dan terakhir. Jangan lagi dunia pendidikan ditimpa aib, karena memiliki figur pendidik yang tidak dapat menjadi teladan, apalagi menjadi panutan. 

Semestinya, kasus Mubahalah ijazah palsu Jokowi ini dihentikan. Agar tidak banyak korban saksi palsu lainnya yang bermunculan.

Lagipula, masalahnya ijazah Jokowi. Kenapa yang sibuk mengklarifikasi sekolah dan teman-temannya? Kenapa tidak Jokowi saja yang datang ke pengadilan dan membawa ijazah aslinya? [].

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Tim Advokasi Bela Gus Nur & Bambang Tri

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab