Tinta Media: Guru
Tampilkan postingan dengan label Guru. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Guru. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 24 Desember 2022

Ustazah L. Nur Salamah Jelaskan Bentuk-Bentuk Penghormatan kepada Guru

Tinta Media - Pengasuh Kajian Mutiara Ummat sekaligus Aktivis Muslimah Ustazah L. Nur Salamah menjelaskan kembali tentang bentuk-bentuk penghormatan kepada guru. 

"Diantara bentuk-bentuk penghormatan kepada seorang guru maka janganlah berjalan di depan guru atau mendahului guru kita, tidak menduduki tempat duduknya, dan janganlah memulai pembicaraan di hadapannya kecuali dengan izinnya (tidak memotong pembicaraan guru apalagi saat guru menjelaskan materi, bahasa sederhananya tidak ada forum di dalam forum)," tegasnya pada kajian Kitab Adab Ta'limu Al Muta'alim Thoriqotu Ta'lum, Selasa (20/12/2022). 

Ia juga menjelaskan bentuk penghormatan kepada guru yang lain yakni menjaga lisan dengan tidak banyak bicara, jangan merasa lebih tahu, atau merasa lebih pintar dari pada guru. 

"Tidak banyak berbicara di hadapan guru, janganlah merasa lebih tahu dan lebih pintar daripada guru. Jika pun ada hal-hal yang kurang pas dalam penyampaian guru maka biarkan guru menyelesaikan pembicaraannya, setelah itu mintalah izin kepadanya untuk menyampaikan sesuatu yang kurang pas tadi dengan cara yang ahsan atau secara baik dan sopan," bebernya. 

Tidak diperkenankan menghadirkan banyak pertanyaan saat kondisi guru sedang kelelahan, temukan waktu yang tepat untuk bisa saling berdiskusi bersama guru. 

"Tidak banyak bertanya tentang sesuatu ketika kondisi guru sedang tampak kelelahan, dan haruslah sebagai seorang pelajar kita memperhatikan waktu untuk berdiskusi bersama guru. Misalnya tidak meminta pendapatnya saat waktu guru tersebut sedang beristirahat. Carilah waktu yang tepat," imbuhnya. 

Selain itu bentuk-bentuk penghormatan kepada guru, ialah memperhatikan adab ketika mengunjungi rumah sang guru. 

"Janganlah mengetuk pintunya beberapa kali, akan tetapi bersabarlah menanti hingga guru tersebut keluar," pesannya.

Fenomena ini, ujarnya, telah dicontohkan oleh Sahabat Abdullah bin Abbas, beliau merupakan sepupu dari Rasulullah Saw. ketika Abdullah bin Abbas ingin mengunjungi rumah sang guru. 

"Beliau dengan sabar menunggu sang guru keluar dari pintu rumahnya. Sorban yang ia kenakan rela ia bentangkan di depan pintu rumah sang guru. Ia tidak ingin menganggu sang guru. Sungguh sikap rendah hatinya dan adabnya Abdullah bin Abbas dapat dijadikan teladan," tutupnya. [] Reni Adelina/Nai

Sabtu, 10 Desember 2022

Ustazah L. Nur Salamah Jelaskan Hak Guru untuk Dihormati (Ditakzimkan)

Tinta Media - Pengasuh Kajian Mutiara Ummat Ustazah L. Nur Salamah menjelaskan tentang hak guru untuk dihormati (ditakzimkan). 

"Dalam sebuah syair dikatakan. Aku melihat bahwa hak yang paling hak adalah haknya seorang mu'allim (guru). Ialah hak yang paling wajib dijaga oleh setiap muslim. Sungguh Ia berhak untuk diberikan hadiah sebagai bentuk penghormatan (pentakziman) dengan seribu dirham untuk setiap huruf yang ia ajarkan," ungkapnya pada kajian Kitab Adab Ta'limu Al Muta'alim Thoriqotu Ta'lum, Selasa (6/12/2022). 

Satu dirham, imbuhnya, sama dengan tiga gram perak. Jika satu gram perak harganya 5000, maka tiga gram perak sama dengan 15000 kali 1000, jatuhnya 15 juta untuk satu huruf yang diajarkan. Sungguh luar biasa Islam memuliakan dan menghargai ilmu dan guru.

Namun realita hari ini profesi menjadi guru dipandang sebelah mata. "Era modern saat ini, profesi guru yang mulia dipandang sebelah mata. Gaji yang tak mencukupi untuk kebutuhan hidup membuat banyak guru harus bekerja mencari pekerjaan sampingan. Sistem kehidupan hari ini dengan kebijakan yang tidak sesuai dengan Islam adalah cerminan bahwa ilmu dan ahli ilmu (guru) belum dihormati atau ditakzimkan seutuhnya," tegasnya. 

Bunda, sapaan akrabnya, juga menjelaskan bahwa posisi guru sama seperti dengan orang tua. Wajib untuk dihormati atau ditakzimkan. 

"Sesungguhnya orang yang mengajarimu satu huruf yang kamu butuhkan dalam urusan agama, sejatinya ia adalah bapakmu atau orang tuamu dalam agama. Tidak ada istilah mantan orang tua. Selamanya harus tetap dihormati walaupun mungkin pernah berbuat tidak baik atau bahkan menerlantarkan kita, tetap saja harus dihormati dan ditakzimkan," bebernya. 

Terakhir, ia menegaskan bahwa guru mempunyai kedudukan sama seperti orang tua kita yang harus dimuliakan. "Baik guru maupun orang tua dalam Islam sama kedudukannya untuk senantiasa kita muliakan atau takzimkan," pungkasnya. [] Reni Adelina/Nai

Selasa, 29 November 2022

Iwan Januar: Banyak Persoalan Membelit Dunia Pendidikan Indonesia

Tinta Media - Meskipun Indonesia rutin merayakan Hari Guru Nasional dan menjadi guru adalah salah satu profesi tertua di dunia, termasuk di tanah air, namun Direktur Siyasah Institute Iwan Januar melihat banyak persoalan yang membelit dunia pendidikan Indonesia.

“Namun, banyak persoalan membelit dunia pendidikan kita,” tuturnya kepada Tinta Media, Ahad (27/11/2022).

Ia menilai ketika Islam telah dipinggirkan dari kehidupan, syariat Islam dimusuhi, maka dunia pendidikan terbelit beragam persoalan besar; tujuan pendidikan, kurikulum, penanggung jawab pendidikan bagi masyarakat, hingga persoalan tenaga pengajar yang berkualitas dan beretika.

“Persoalan-persoalan tersebut sebagian besar akan terselesaikan ketika kaum muslimin memiliki sistem kehidupan Islami, berlandaskan iman,” nilainya.

Iwan menyampaikan bahwa Human Development Index (HDI) Indonesia terbilang jauh dibandingkan dengan negara-negara lain. “Dari pelaporan PBB untuk tahun 2021/2022 dengan nilai HDI 0.705 yang menempatkan Indonesia pada ranking tinggi tetapi tidak banyak menggambarkan kemajuan Indonesia,” ujarnya.

Menurutnya, salah satu penyebab belum majunya pendidikan di Indonesia adalah kualitas guru di tanah air yang jauh dari memadai. “Peneliti Bank Dunia (World Bank), Rythia Afkar menilai bahwa kualitas guru di Indonesia rendah berdasarkan hasil survei yang pihaknya lakukan pada 2020,” ungkapnya.

“Sepertinya hasil pernyataan di atas sejalan dengan hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) 2015, rata-rata nasional hanya 44,5, berada jauh di bawah nilai standar 55. Bahkan, kompetensi pedagogik, yang menjadi kompetensi utama guru pun belum menggembirakan,” paparnya lebih lanjut. 

Iwan menilai masih banyak guru yang cara mengajarnya masih text book, cara mengajar di kelas yang membosankan. “Persoalan ini bisa terjadi karena kelemahan rekrutmen SDM pengajar, juga upaya peningkatan kemampuan guru dalam mengajar secara nyata,” nilainya. 

Karakter Guru

Hal yang tak kalah penting dalam menyukseskan sebuah proses pendidikan menurutnya adalah karakter guru. “Menjadi guru bukan sekedar mengantarkan ilmu pada para murid, tapi juga membentuk kepribadian Islami,” terangnya.

“Guru yang punya kemampuan pedagogik namun tak punya ahlak yang luhur sebagai pendidik, dapat membahayakan proses pendidikan dan perkembangan karakter para pelajar,” tambahnya.

Iwan menyesalkan maraknya tenaga pendidik terlibat masalah hukum, mulai dari kekerasan terhadap siswa hingga pelecehan seksual. “Deretan kasus kejahatan yang melibatkan tenaga pendidik tentu memprihatinkan sekaligus menyadarkan orang tua bahwa dunia pendidikan hari ini menjadi tidak ramah pada anak. Karena guru yang harusnya memberikan rasa aman dan nyaman bagi para siswa, bahkan menjadi orang tua kedua, malah menebar ancaman,” sesalnya.

“Oleh karena itu, dalam Islam seorang pendidik bukan saja harus memiliki kompetensi teknis dalam mengajar, tapi juga harus memiliki etika/adab yang Islami,” imbuhnya.

Menurutnya, ini sebagai implementasi dari firman Allah Swt. yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (TQS. ash-Shaf [61]: 2-3).

Iwan menjelaskan bahwa para ulama telah menyusun kode etik para guru, mualim, mudarris, agar dipahami dan dihayati saat menjalankan peran mereka. Imam al-Ghazali misalnya dalam risalahnya berjudul al-Adab fid Din dalam Majmu’ah Rasail al-Imam al-Ghazali (Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, t.th., halaman 431) menuliskan ada 11 etika/adab yang harus dimiliki para pengajar, artinya: “Adab orang alim (guru), yakni: tidak berhenti menuntut ilmu, bertindak dengan ilmu, senantiasa bersikap tenang, tidak takabur dalam memerintah atau memanggil seseorang, bersikap lembut terhadap murid, tidak membanggakan diri, mengajukan pertanyaan yang bisa dipahami orang yang lamban berpikirnya, merendah dengan mengatakan, ‘Saya tidak tahu,’ bersedia menjawab secara ringkas pertanyaan yang diajukan penanya yang kemampuan berpikirnya masih terbatas, menghindari sikap yang tak wajar, mendengar dan menerima argumentasi dari orang lain meskipun ia seorang lawan.”

Dipaparkannya, para guru, mualim, mudaris, juga bisa mempelajari adab-adab para guru dalam kitab Tadzkirah As-Sami’ wal Mutakallim karya Imam Badruddin Ibnu Jama’ah Al-Kinani yang membagi adab seorang pengajar menjadi 4 bagian, yakni “Adab seorang alim terhadap dirinya, adab seorang alim bersama murid dan pelajarannya, adab seorang alim pada pembelajarannya, adab seorang alim dengan para muridnya secara mutlak dan ketika di dalam halaqoh,” paparnya.

Iwan juga menyampaikan adanya kode etik untuk para guru, mufti, alim, yang disusun Imam Nawawi dalam risalah Adab Al-‘Alim wa Al-Muta’alim Muqaddimah Al-Majmu’. “Beliau menuliskan sejumlah sifat yang harus dimiliki para pencari ilmu dan para pemilik ilmu serta para pengajar,” tuturnya.

Ideologi kapitalisme dan sekulerisme dinilai Iwan telah menghapus kewajiban para calon tenaga pengajar dari memiliki adab-adab yang mulia ini. “Malah menanamkan semangat materialistik kepada para tenaga pengajar dan para pelajar, kecuali sedikit saja mereka yang menyadarinya,” nilainya.

Dalam keadaan sekarang, Iwan menegaskan dunia pendidikan bisa diselamatkan sebagian dengan kesadaran para penyelenggara pendidikan dan kesungguhan para guru serta mualim. "Kesadaran mereka, meski bersifat parsial, bisa menjadi seteguk air yang menyegarkan untuk menjaga dan melindungi keberkahan dunia pendidikan dan mencetak generasi yang unggul. Meski sulit, tetap harus diperjuangkan," tegasnya.

Karenanya, Iwan berharap di Hari Guru, yang biasa diperingati setiap tanggal 25 November, para guru muslim, para mualim, para mudaris, harus merenungi, memperbaiki diri, dan berusaha menciptakan sistem kehidupan yang kelak akan memajukan pendidikan kaum muslimin agar dapat bersaing bahkan mengalahkan dominasi negara-negara adidaya yang telah mencengkram negeri-negeri muslim. "Tidak sekedar memikirkan karir pribadi, sertifikasi, serta dana pensiun," pungkasnya.[] Raras

Jumat, 25 November 2022

Ganjar Ancam Pecat Guru yang Paksa Siswi Pakai Jilbab, Prof. Suteki: Nomenklatur Lentur dan Obscure

Tinta Media - Pakar Hukum dan Masyarakat Profesor Suteki mengatakan peristiwa Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang mengancam pecat guru yang paksa siswinya memakai jilbab itu nomenklaturnya lentur dan obscure (kabur).

“Saya katakan nomenklaturnya lentur dan obscure terhadap peristiwa Ganjar mengancam memecat guru yang memaksa siswinya memakai jilbab,” tuturnya dalam Segmen Tanya Profesor: Wow! Ganjar Ancam Pecat Guru Yang Paksa Siswi Pakai Jilbab, Selasa (15/11/2022) di kanal Youtube Prof. Suteki.

Ia menegaskan nomenklatur lentur dan obscure pada peristiwa tersebut lebih mementingkan persoalan politik dibandingkan aspek hukum. Di mana apa pun yang bersifat dalam tanda kutip keras, konsistensi istiqomah dalam ideologi atau agama itu bisa dikaitkan dengan radikalisme.
“Ancaman terhadap ASN, pegawai pemprov atau mungkin ASN lainnya yang terpapar radikalisme itu sering kita dengar, termasuk saya sendiri mengalaminya, disematkan radikalisme. Saya katakan untuk diksi sendiri tidak ada pasal yang mengatur, menghukum orang yang radikalisme atau terpapar radikal,” tegasnya.

“Saya perkirakan kasus ini akan ditelisik hingga misalnya apakah guru SMAN I Sumberlawang itu terpapar radikalisme, hingga di cap merundung atau membully siswi muslim itu yang tidak pakai jilbab,” ucapnya.

Terkait statement ancaman pemecatan tersebut, Suteki mengatakan diperlukan beberapa hal yang harus disampaikan oleh pejabat menanggapi peristiwa tersebut.

Pertama, pejabat mestinya mengeluarkan pernyataan yang tidak bernada tekanan dan ancaman. Justru sikap pejabat itu harus mengayomi dan bertindak sebagai negarawan.

“Karena pernyataan tersebut justru akan diikuti oleh pejabat lain dengan tujuan untuk mengiyakan atau mengamini sekaligus melakukan kebijakan dan tindakan tadi,” ujarnya.  

Kedua, selayaknya pejabat itu mampu menahan diri untuk mengeluarkan kebijakan dan tindakan kepada Pak Suwarno (Guru SMAN I Sumberlawang) sebagai pendidik dan pengajar. Sebab arahan atau nasihat guru kepada siswanya tersebut dalam rangka amar makruf nahi mungkar.
“Sehingga misalnya seorang guru muslim mengarahkan atau menasihati anak didiknya yang notabene, sudah dewasa, aqil balik, apalagi seorang perempuan maka wajae diarahkan dan dinasihati bahkan dalam tanda kutip diperintah untuk mengenakan jilbab dalam rangka menutup auratnya,” tuturnya.

Tapi ia berharap tindakan pemecatan yang akan dilakukan oleh Pak Ganjar Pranowo Gubernur Jawa Tengah itu tidak dilakukan. Sebab tindakan Guru tersebut tidak menggunakan kekerasan.

“Saya berharap Pak Gubernur tidak akan memecatnya, cukup dengan diberikan, wong itu memaksa seseorang untuk berjanji tidak mengulangi dalam arti kalau pakai kekerasan, saya setuju tapi kalau hanya memerintahkan dalam arti menasihati sekaligus memerintahkan seorang murid untuk mengenakan jilbab, selain tidak ada kekerasan di situ. Saya kira tidak masalah,” ujarnya.

Ia menjelaskan kedudukan seorang guru dalam menasihati muridnya tanpa disertai kekerasan itu diperbolehkan. Guru harus memperhatikan betul situasi dan kondisi psikologis anak didik. Pada prinsipnya tetap mengutamakan kesadaran siswa dan bukan soal keterpaksaan.

“Kira-kira bagaimana supaya nasihat dan perintahnya yang sebenarnya mulia itu tidak dimaknai lain oleh siswa maupun orang tuanya,” jelasnya.

“Prinsipnya himbauan bahkan ajakan hingga sedikit perintah itu, hal yang menurut saya boleh dilakukan selama tidak ada penggunaan kekerasan apalagi perundungan atau bullying,” pungkasnya. [] Ageng Kartika

Minggu, 20 November 2022

Ganjar Ancam Pecat Guru Perkara Jilbab, Direktur IJM: Ini Bagian Mendidik Siswi untuk Berjilbab

Tinta Media - Ramainya pemberitaan terkait ancaman Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo terhadap seorang guru karena nasehati jilbab kepada muridnya mendapat tanggapan dari Direktur Indonesian Justice Monitor (IJM) Agung Wisnu Wardhana.

"Sangat disayangkan tentunya. Dalam konteks pendidikan kadang-kadang kok malah disebut perundungan. Ini kan bagian dari mendidik anak siswi itu agar memakai jilbab, maka ya dinasehati agar dia memakai jilbab dan menggunakannya dalam lingkungan di sekolah," tuturnya dalam Program Aspirasi Rakyat: Ancam Pecat Guru Gegara Nasehati jilbab, Mengapa? Di Kanal YouTube Justice Monitor, Jum'at (18/11/2022).

"Dengan cara itu, sebenarnya, orang dibangun suasananya selalu dekat Allah Subhanahu wa Ta'ala," imbuhnya.

Ia menyatakan bahwa dalam Islam, setiap muslimah itu wajib berjilbab dan berkerudung manakala keluar rumah menuju kehidupan umum. Adapun kewajiban berjilbab bagi muslimah itu wajib dan ditetapkan berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam Al-Qur'an surah Al Ahzab ayat 59 yang artinya: "Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak perempuanmu dan istri-istri kaum mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbab mereka keseluruh tubuh mereka," ucapnya.

Menurutnya, atas tindakannya tersebut, Ganjar Pranowo bisa dijerat dengan pasal 156a KUHP karena telah menistakan ajaran Islam tentang jilbab. Guru tersebut sedang mengikuti hadis Nabi. Menasehati agar siswi tadi memakai jilbab. Artinya agar siswi ini mengikuti arahan Allah dan Rasulnya. "Pak Suwarno menasehati, selain kewajiban agama juga hak siswi," ujarnya.

"Bagaimana kalau motif tidak mengenakan jilbab atau menutup aurat itu karena ketidaktahuan siswi. Bukankah menjadi hak siswi yang beragama Islam untuk tahu kewajiban mengenai jilbab," ungkapnya.

Ia menilai semestinya orang tua siswi berterima kasih kepada guru tersebut karena selain telah mengajarkan ilmu matematika, ternyata juga mengajari ilmu agama. "Bahkan ilmu agama yang akan menyelamatkan putrinya dari jilatan api neraka," tukasnya.

Ia melihat bahwa viralnya kasus jilbab, tidak lepas dari opini media-media mainstream milik korporasi. Ini mengindikasikan masih kuatnya islamofobia di Indonesia. "Tampaknya media mainstream lebih condong berpihak pada upaya kriminalisasi syariat Islam," terangnya.

"Seharusnya media-media ini lebih fokus mengarahkan untuk hal-hal baik bukan malah untuk islamofobia," tegasnya.

Ia mengungkapkan juga bahwa pejabat publik seharusnya tidak mengeluarkan pernyataan bernada tekanan atau ancaman karena akan diikuti oleh pejabat di bawahnya untuk melakukan kebijakan dan tindakan yang sama. "Sepatutnya pejabat publik seperti pak Ganjar Pranowo itu mengeluarkan pernyataan yang mengayomi dan bersifat kenegaraan," bebernya.

"Seharusnya pak Ganjar Pranowo malah mendorong, mengayomi agar pendidikan, arahan untuk berjilbab itu terjadi di masyarakat, di sekolah sehingga anak-anak didik, siswa-siswi itu bisa melaksanakan syariah Islam dengan sebaik mungkin. Seharusnya kondisifitas ini yang dibangun oleh pejabat publik," paparnya.

Ia menganggap wajar jika guru yang posisinya sebagai pendidik dan pengajar jika menasehati anak didik dan anak ajarnya, termasuk didalamnya mendidik anak itu supaya taat pada syariah Islam. Selama tindakan guru tersebut bernilai iktikad yang baik untuk mendidik dan mengajar, "Sepatutnya kita hargai," jelasnya.

Ia melanjutkan bahwa negara tidak boleh mengurangi kebebasan beragama atau keyakinan dalam kondisi apapun. Syariat Islam memang menjamin proses agar pendidikan pada siswi, pada masyarakat untuk taat pada syariah. Sebagai muslim kita perlu melakukan pembelaan syariah Islam dan upaya kriminalisai kepada umat Islam yang berupaya menyampaikan ajaran Islam termasuk guru tersebut. "Pemerintah harus segera menghentikan segala bentuk sekulerisasi pendidikan," tegasnya.

Indonesia merupakan negeri berpenduduk mayoritas Islam. Sebagai pelajar dan mahasiswa muslim wajib untuk taat syariah secara kaffah, tidak ada kaitannya dengan soal tirani mayoritas atau diskriminasi minoritas. Apalagi siswi dan mahasiswa itu muslimah, tentu dorongan untuk dididik agar memakai jilbab itu harus dilakukan sebaik mungkin. 

"Negara harus membuat regulasi yang mengantarkan peserta didik untuk menjalankan semua ketaatan baik di lembaga pendidikan umum maupun keagamaan. Pilihan untuk mengikuti syariat diberikan kepada peserta didik yang non muslim saja, karena Islam tidak memaksa dalam perkara keyakinan dan ibadah," tandasnya.[] Ajira

Rabu, 16 November 2022

Ganjar Pranowo Ancam Pecat Guru Suwarno, LBH Pelita Umat: Kami Akan Bela!

Tinta Media - Ancaman pemecatan terhadap guru Suwarno, seorang guru SMA Negeri Sumberlawang, Kabupaten Sragen yang memarahi siswi kelas X, S (15) gegara tak berjilbab, yang dilontarkan oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, mendapat pembelaan dari Ketua LBH Pelita Umat, Chandra Purna Irawan, S.H., M.H.

"Insya Allah kami bersedia melakukan pembelaan terhadap guru tersebut,” tegasnya kepada Tinta Media, Rabu (14/11/2022).

Chandra menyatakan bahwa LBH Pelita Umat sebagai pembela publik memfokuskan kepada pembelaan terhadap ajaran Islam dan kriminalisasi kepada umat Islam yang berupaya menyampaikan ajaran Islam.

Terkait kasus tersebut, Chandra menyayangkan sikap pejabat yang demikian. Ia menyatakan bahwa pejabat tidak semestinya mengeluarkan pernyataan yang bernada tekanan dan ancaman. Pejabat juga wajib menahan diri untuk mengeluarkan kebijakan dan tindakan kepada guru yang posisinya sebagai pendidik dan pengajar. “Sepatutnya pejabat mengeluarkan pernyataan yang mengayomi dan bersikap negarawan,” tuturnya.

Chandra menganggap wajar ketika seorang guru menasihati anak didik atau anak ajarnya. Menurutnya, selama tindakan guru tersebut bernilai itikad baik untuk mendidik dan mengajar sepatutnya dihargai.   

“UUD 1945 memberikan jaminan, perlindungan untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya dan menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan agamanya sesuai Pasal 28E ayat (1) Jo Pasal 29 ayat (1) dan (2). Selain itu, berdasarkan prinsip ‘Non-Derogability’ yaitu Negara tidak boleh mengurangi kebebasan beragama atau berkeyakinan dalam keadaan apapun,” pungkasnya.[] Erlina YD

Senin, 14 November 2022

PEMBELAAN HUKUM TERHADAP GURU DI JATENG TERKAIT JILBAB


Tinta Media  - Mengutip pemberitaan dari website kantor berita yang memberitakan terkait Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo tengah mengusut kasus Guru SMA Negeri 1 Sumberlawang, Kabupaten Sragen, Suwarno (54) yang memarahi siswi kelas X, S (15) gegara tak berjilbab. Ganjar pastikan pihaknya mengawasi kasus tersebut."Gurunya kita minta untuk tanda tangan pernyataan tidak akan mengulang, kalau mengulang tak pecat," tegas Ganjar.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas saya akan memberikan pendapat hukum (legal opini) sebagai berikut:

PERTAMA, bahwa pejabat semestinya mengeluarkan pernyataan tidak bernada tekanan dan ancaman, karena pernyataan tersebut akan diikuti oleh pejabat yang berada dibawahnya untuk melakukan kebijakan dan tindakan. Sepatutnya mengeluarkan Pernyataan yang mengayomi dan bersikap negarawan;

KEDUA, bahwa pejabat wajib menahan diri untuk mengeluarkan kebijakan dan tindakan kepada guru tersebut, posisi guru adalah sebagai pendidik dan pengajar, sehingga wajar jika guru tersebut menasehati anak didik atau anak ajarnya . Selama tindakan guru tersebut bernilai iktikad baik untuk mendidik dan mengajar sepatutnya kita hargai;

KETIGA, bahwa perlu diketahui UUD 1945 memberikan jaminan, perlindungan untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya dan  menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan agamanya Pasal 28E ayat (1) Jo Pasal 29 ayat (1) dan (2). Berdasarkan prinsip _Non-Derogability_ yaitu Negara tidak boleh mengurangi kebebasan beragama atau berkeyakinan dalam keadaan apapun. 

KEEMPAT, *bahwa LBH PELITA UMAT sebagai pembela publik yang memfokuskan kepada pembelaan terhadap ajaran Islam dan kriminalisasi kepada umat Islam yang berupaya menyampaikan ajaran Islam. Insyaallah Kami bersedia melakukan pembelaan terhadap guru tersebut*.

Demikian
IG@chandrapurnairawan

Chandra Purna Irawan, S.H., M.H.
(Ketua LBH PELITA UMAT)


Senin, 12 September 2022

Tunjangan Profesi Guru Dihapus?

Tinta Media - Hilangnya pasal Tunjangan Profesi Guru (TPG) dalam RUU Sisdiknas memantik protes dari kalangan guru. Pemerintah pun didesak untuk mencantumkan kembali hak guru tersebut seperti yang dimuat di UU Guru dan Dosen No. 14/2005. (edukasi.sindonews.com, 29 Agustus 2022)

PB PGRI menyayangkan, dalam draft RUU Sisdiknas substansi penting mengenai TPG justru menghilang. PB PGRI menyebutkan, dalam RUU Sisdiknas draft versi April 2022 yang beredar luas, di pasal 127 ayat 3 tertera jelas pemberian tunjangan profesi bagi guru dan dosen. Namun, draft versi Agustus 2022 yang beredar luas di masyarakat pendidikan, pemberian tunjangan profesi guru, tunjangan khusus bagi guru di daerah terpencil, dan tunjangan kehormatan dosen sebagaimana tertulis dalam ayat 3-10 pasal 127 hilang, hanya dicantumkan ayat 1 dari pasal 127 draft versi April dalam pasal 105 draft versi Agustus 2022.(edukasi.sindonews.com, 29 Agustus 2022)

Besaran TPG diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 41/2009 tentang Tunjangan Profesi Guru dan Dosen, Tunjangan Khusus Guru dan Dosen, serta Tunjangan Kehormatan Profesor, berkisar satu juta hingga lima juta lebih tergantung jenis golongan dan kelas PNS. Sedangkan untuk guru non PNS, besaran tunjangan profesinya diberikan sesuai dengan kesetaraan tingkat, masa kerja, dan kualifikasi akademik yang berlaku bagi guru dan dosen PNS.

Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Iwan Syahril justru mengatakan, “RUU Sisdiknas mengatur bahwa guru yang sudah mendapat tunjangan profesi melalui proses sertifikasi, baik guru ASN dan non-ASN akan tetap mendapat tunjangan tersebut hingga pensiun sepanjang mereka memenuhi peraturan perundang-undangan.”(kompas.tv.com, 31 Agustus 2022)

Kapitalisme Tidak Berpihak pada Pendidik

Tunjangan adalah bentuk pengakuan dan penghargaan akan ke-profesian guru dan dosen. Terlebih sudah menjadi rahasia umum jika masih banyak guru dan dosen yang belum mendapatkan gaji memadai, terutama di sekolah atau kampus swasta, sehingga penghapusan tunjangan dari RUU jelas mengganggu rasa keadilan terhadap profesi guru. Belum lagi, pada faktanya gaji PNS dipotong dengan berbagai iuran. Gaji ke-13 yang dijanjikan pun turut terhambat. Inilah dampak dari kebijakan yang mengedepankan kepentingan dan egoisme kekuasaan. Kebijakan ini lahir dari sistem kapitalis yang minim rasa keadilan, empati, dan peduli terhadap dunia pendidikan.

Anggaran pendidikan sering dipotong demi alasan efisiensi, sedangkan ketika mereka mengalokasikan dana untuk membeli gorden kantor DPR, renovasi gedung, seragam pejabat, kalender, dan sejenisnya, mereka mengatakan hal tersebut adalah kebutuhan.

Padahal tenaga pendidik seharusnya mendapatkan kesejahteraan sehingga optimal dalam mendidik generasi penerus bangsa. Sayang, kebijakan sistem kapitalisme membuat mereka terbebani dengan biaya hidup. Akibatnya, banyak guru yang tidak optimal dalam mengajar karena harus mencari uang tambahan.

Islam Memberi Tunjangan Pendidik Secara Fantastis 

Sangat berbeda dengan sistem Islam, ketika mengurus masalah biaya pendidik serta sarana prasarana pendidikan. Sistem Islam yang memang peduli pendidikan generasi, akan berupaya memberikan tenaga pendidikan yang terbaik, memastikan setiap individu tenaga pendidik mendapat kesejahteraan mereka. Kesejahteraan ini terwujud dalam pemberian gaji yang begitu besar. Dengan gaji itu, para pendidik bisa memenuhi kebutuhan keluarganya. Alokasi gaji para guru diambil dari Baitul Mal melalui dua pos, yakni pos kepemilikan negara, seperti fa’i, kharaj, ghanimah, khumus seperlima harta rampasan perang, , jizyah, dharibah, dan pos kepemilikan umum, seperti tambang minyak, gas, hutan, laut, dan hima.

Adapun besaran gaji yang akan didapatkan oleh para pendidik sangat besar, seperti apa yang dilakukan Umar bin Khaththab r.a ketika mengatur gaji pendidik, dalam buku ‘Fikih Ekonomi Umar bin Khaththab, Jaribah bin Ahmad Alharitsi’ dijelaskan bahwa gaji pendidik negeri Islam diberikan dalam jumlah tidak kurang dari batas kecukupan, yakni sebaiknya sejalan dengan kondisi umum bagi umat. Artinya, gaji tersebut secara ma’ruf memenuhi kebutuhan pendidik itu sendiri dan keluarganya. 

Dengan konsep ini, Khalifah Umar bin Khatthab mampu memberi gaji guru di Madinah yang merupakan guru anak-anak sebesar 15 dinar, jika dikonversikan ke dalam rupiah maka setara dengan Rp62.156.250 (1 dinar = 4,25 gram emas, 1 gram emas 24 karat senilai Rp975.000). Bisa dibayangkan berapa gaji para pegawai negeri lainnya.

Begitu pula pada masa kekhalifahan Shalahuddin al-Ayyubi. Pada saat itu, Syaikh Najmuddin al-Khabusyani menjadi guru di Madrasah al-Shalahiyyah. Setiap bulannya beliau digaji 40 dinar ditambah 10 dinar untuk mengawasi wakaf madrasah. Gaji tersebut setara dengan Rp207.187.500. Angka yang luar biasa fantastis.

Begitu besar gaji dan tunjangan guru jika negara menerapkan aturan Islam dalam semua aspek kehidupan, khususnya dalam bidang pendidikan. Kesejahteraan itu tidak akan tercapai dalam sistem kapitalisme.

Oleh: Evi Avyanti, S.Pd.
Guru SMA di Bandung

Jumat, 12 Agustus 2022

Rasulullah SAW adalah Guru Terbaik

Tinta Media - Sobat. Warisan para Nabi dan peninggalan para Rasul adalah ilmu. Dengan ilmu, Allah SWT disembah dan timbangan ditegakkan. Dengan Ilmu Jibril turun kepada rasulullah SAW, dengan ilmu juga syariat Islam dikenal sehingga halal dan haram pun dapat dibedakan.

Sobat. Dengan ilmu, bangunan iman dan ihsan menjulang tinggi. Tata cara ibadah dan muamalah dijabarkan dengan sejelas-jelasnya, surga dan neraka ditunjukkan serta sunnah beliau diserukan. Ilmu menjadi obat untuk penyakit dan penawar untuk keraguan. Ilmu dapat menghancurkan syubhat, menghalangi syahwat, memperbaiki hati serta membuat ridha Sang Khalik.

Sobat. Allah SWT telah mengutus Rasulullah SAW sebagai pengajar yang mengajari umat manusia akhlak mulia, urusan yang luhur, karakter yang baik, dan watak yang bagus. Tugas beliau yang agung adalah mengajarkan al-Quran dan as-Sunnah.

Allah SWT berfirman :

لَقَدۡ مَنَّ ٱللَّهُ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ إِذۡ بَعَثَ فِيهِمۡ رَسُولٗا مِّنۡ أَنفُسِهِمۡ يَتۡلُواْ عَلَيۡهِمۡ ءَايَٰتِهِۦ وَيُزَكِّيهِمۡ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡحِكۡمَةَ وَإِن كَانُواْ مِن قَبۡلُ لَفِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٍ 
(١٦٤)

“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” ( QS. Ali Imran (3) : 164 )

Sobat. Allah benar-benar memberi keuntungan dan nikmat kepada semua orang mukmin umumnya dan kepada orang-orang yang beriman bersama-sama Rasulullah khususnya, karena Allah mengutus seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, sehingga mereka mudah memahami tutur katanya dan dapat menyaksikan tingkah lakunya untuk diikuti dan dicontoh amal-amal perbuatannya. Nabi Muhammad langsung membacakan ayat-ayat kebesaran Allah menyucikan mereka dalam amal dan iktikad, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah. Adapun yang dimaksud al-Kitab adalah suatu kompendium semua pengetahuan yang diwahyukan (revealed knowledge), sedangkan al-Hikmah adalah mencakup semua pengetahuan perolehan (acquired knowledge). Jika dihubungkan dengan keberadaan kalam dan falsafah, maka kalam lebih berat ke al-Kitab sedangkan falsafah lebih berat ke al-Hikmah, meskipun kedua-duanya mengagungkan satu dengan lainnya dengan tingkat keserasian tertentu yang tinggi. Keduanya bertemu dalam kesamaan iman dan kedalaman rasa keagamaan.

Sobat. Rasulullah SAW bersabda, “ Sesungguhnya Allah tidak mengutusku sebagai penyulit yang memberatkan. Namun, Dia mengutusku sebagai pengajar yang mempermudah.” ( HR. Muslim).

Rasulullah menginspirasi kita bahwa ilmu adalah iman dan yakin, ihsan dan makrifat, tunduk dan terampil. Yaitu mengimani apa yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Meyakini ajaran yang dinukil dan dipahami dengan akal. Kemudian dengan ihsan amalan akan menjadi lebih baik dan terhindar dari kesalahan. Makrifat akan mengarahkan untuk senantiasa bersyukur dan berdzikir. Ketundukan akan membimbing untuk melaksanakan perintah, menjauhi larangan, dan meridhai takdir. Dengan keterampilan, ibadah pun lebih sempurna dan pahala bertambah.

Sobat. Rasulullah SAW tidaklah berbicara, kecuali kebenaran. Beliau tidaklah berkata, kecuali kejujuran. Beliau melarang agar tidak membuat-buat dan berlagak fasih. Beliau berbicara dengan kalimat yang mudah dan jelas agar dapat dipahami oleh semua orang. Salah satu keistemewaan metode pengajaran rasulullah SAW dibandingkan dengan para pengajar lain di bumi ialah sosoknya sebagai nabi rabbani dan rasul maksum yang menukil wahyu dan ajaran agama dari Rabbnya melalui perantara malaikat jibril.
وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلۡهَوَىٰٓ إِنۡ هُوَ إِلَّا وَحۡيٞ يُوحَىٰ عَلَّمَهُۥ شَدِيدُ ٱلۡقُوَىٰ (٣)- (٥)
“dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat. “ ( QS. An-Najm (53) : 3 – 5 )

Dalam ayat 3 QS An-Najm. Allah swt menerangkan bahwa Muhammad saw itu tidak sesat dan tidak keliru karena beliau seorang yang tidak pernah menuruti hawa nafsunya termasuk dalam perkataannya. Orang yang mungkin keliru atau tersesat ialah orang yang menuruti hawa nafsunya. Sebagaimana firman Allah: Janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. (shad/38: 26).

Sobat. Dalam ayat 4 An-Najm ini, Allah menguatkan ayat sebelumnya, yakni bahwa Muhammad saw hanyalah mengatakan apa yang diperintahkan oleh Allah untuk disampaikan kepada manusia secara sempurna, tidak ditambah-tambah dan tidak pula dikurangi menurut apa yang diwahyukan kepadanya. 'Abdullah bin 'Amr bin 'As menulis setiap apa yang ia dengar dari Rasulullah saw, karena ia mau menghafalkannya. Tapi orang-orang Quraisy melarangnya. Mereka mengatakan mengapa ia menulis setiap perkataan Muhammad saw, sedangkan Muhammad itu adalah manusia biasa yang berkata dalam keadaan marah. Maka berhentilah 'Abdullah bin 'Umar menulis. Kemudian ia mendatangi Rasulullah saw, dan memberitahukan perihalnya itu. Maka bersabdalah Rasulullah saw:"Tulislah demi Zat yang menguasai diriku, tidak ada yang keluar dari perkataanku kecuali kebenaran." (Riwayat Ahmad dan Abu Dawud) 
Al-hafidz Abu Bakar al-Bazzar menyebutkan riwayat Abu Hurairah bahwasanya Nabi Muhammad saw bersabda: ) "Sesuatu yang aku kabarkan kepadamu bahwa ia dari Allah swt, maka tidak ada keraguan padanya." (Riwayat Ibnu hibban dan alBazzar) 
Imam Ahmad dan al-Bazzar meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: "Tidaklah aku berkata kecuali yang benar." (Riwayat Ahmad dan alBazzar).

Sobat. Dalam ayat 5 An-Najm ini, Allah swt menerangkan bahwa Muhammad saw (kawan mereka itu) diajari oleh Jibril. Jibril itu sangat kuat, baik ilmunya maupun amalnya. Dalam firman Allah dijelaskan: 

Sesungguhnya (Al-Qur'an) itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), yang memiliki kekuatan, memiliki kedudukan tinggi di sisi (Allah) yang memiliki 'Arsy, yang di sana (di alam malaikat) ditaati dan dipercaya. (at-Takwir/81: 1921) 

Kemudian Muhammad saw mempelajarinya dan mengamalkannya. Ayat ini merupakan jawaban dari perkataan mereka yang mengatakan bahwa Muhamamd saw itu hanyalah tukang dongeng yang mendongengkan dongeng-dongengan (legendalegenda) orang-orang dahulu. Dari sini jelas bahwa Muhammad saw itu bukan diajari oleh seorang manusia, tapi ia diajari oleh Malaikat Jibril yang sangat kuat. 

Sobat. Cukup satu kalimat dari Nabi Muhammad SAW dan Allah SWT pun menghidupkan hati dan ruh orang banyak. Satu kalimatnya saja bisa dijelaskan dalam berjilid-jilid kitab, dan dituangkan dalam berbagai karya tulis. 

Sobat. Rasulullah SAW adalah sosok manusia yang paling paham, paling agung jawabannya, paling banyak benarnya, dan paling tahu maslahat si penanya. Dalam pengajaran, Rasulullah selalu memperhatikan usia, kondisi, dan perbedaan di antara para sahabatnya. Beliau memberikan apa yang cocok bagi setiap orang, baik berupa pengajaran, nasihat, maupun bimbingan. Ini merupakan kekhususan baginya. Sebab Allah SWT telah mengaruniakan kepadanya cahaya kenabian dan membukakan baginya pintu pengetahuan. Beliau memiliki jawaban untuk setiap penanya sesuai kondisinya, maslahatnya, serta kemanfaatan baginya di dunia dan akherat.

( DR Nasrul Syarif M.Si. Penulis Buku Goreskan Tinta Emas. Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur )

Kamis, 04 Agustus 2022

Adab Guru dan Adab Murid

Tinta Media - Sobat. Murid harus membersihkan jiwanya terlebih dahulu dari akhlak-akhlak yang hina dan sifat-sifat yang tercela. Sebab ilmu merupakan ibadah hati. Dia harus melepaskan diri dari berbagai kesibukan yang lain. Sebab selagi pikiran bercabang-cabang, maka kemampuannya menggali hakikat menjadi terbatas. Murid harus menyerahkan kendali dirinya kepada guru, seperti pasien yang menyerahkan penanganan dirinya kepada dokter. Karena itu dia harus merendahkan diri dan benar-benar menurut kepadanya.

Sobat. Ali bin Abi Thalib ra berkata, “ Diantara hak orang yang berilmu ( Guru ) atas dirimu ialah hendaklah engkau mengucapkan salam kepada semua yang hadir dalam majelisnya dan memberi salam hormat secara khusus kepadanya, duduk dihadapannya, tidak menunjuk dengan tangan ke arahnya, tidak memandang secara tajam kepadanya, tidak terlalu banyak mengajukan pertanyaan, tidak membantunya dalam memberikan jawaban, tidak memaksanya jika dia letih, tidak mendebatnya jika dia tidak menginginkannya, tidak menggunjingnya di hadapan orang lain, tidak mencari-cari kesalahannya. Jangan sungkan-sungkan untuk berbakti kepadanya, jika diketahui dia mempunyai suatu keperluan, maka keperluannya harus segera dipenuhi. Kedudukan dirinya seperti pohon kurma, sedang engkau menunggu-nunggu apa yang akan jatuh darinya.”

Sobat. Orang yang menekuni suatu ilmu, sejak semula jangan ada niat untuk tampil beda dengan orang lain, karena niat ini bisa mengacaukan pikirannya dan membuyarkan konsentrasinya. Dia harus mengambil yang terbaik dari segala sesuatu. Sebab umurnya tidak memungkinkan untuk mendalami semua ilmu. Dia harus membulatkan tekadnya untuk memilih ilmu yang paling baik, yang tak lain adalah ilmu yang berkaitan dengan Allah dan berkaitan dengan akherat.

Rasulullah SAW bersabda :
“Barangsiapa mempelajari ilmu untuk membanggakan diri di hadapan para ulama, atau mendebat orang-orang yang bodoh, atau mengalihkan pandangan manusia kepada dirinya, maka dia berada di neraka.” ( HR At-Tirmidzi)

Sobat. Sedangkan para guru mempunyai beberapa tugas, diantaranya; Menyayangi, menuntunnya seperti menuntun anak sendiri, tidak meminta imbalan uang, tidak mengharapkan balasan dan ucapan terima kasih, dia harus mengajarkan ilmu karena mengharap ridha Allah SWT, tidak melihat dirinya lebih hebat dari murid-muridnya, tetapi dia mau melihat bahwa adakalanya mereka lebih utama jika mereka mempersiapkan hatinya untuk bertaqarrub kepada Allah dengan cara menanam ilmu di dalam hatinya, harus melihat bahwa murid adalah seperti sepetak tanah yang siap ditanami. Guru harus mengetahui tingkat pemahaman murid atau kapasitas dirinya, tidak boleh menyampaikan pelajaran di luar kesanggupan akalnya.

Diriwayatkan Rasulullah SAW bersabda, “Aku diperintahkan untuk berbicara dengan manusia menurut kadar pemikiran mereka.”

Jadi Guru harus berbuat sesuai dengan ilmunya, tidak mendustakan antara perkataan dan perbuatan.

Allah SWT Berfirman :
۞أَتَأۡمُرُونَ ٱلنَّاسَ بِٱلۡبِرِّ وَتَنسَوۡنَ أَنفُسَكُمۡ وَأَنتُمۡ تَتۡلُونَ ٱلۡكِتَٰبَۚ أَفَلَا تَعۡقِلُونَ 
(٤٤)

“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?” ( QS. Al-Baqarah (2) : 44 ).

Latar belakang ayat ini menurut Ibnu 'Abbas adalah di antara orang-orang Yahudi di Medinah ada yang memberi nasihat kepada keluarga dan kerabat dekatnya yang sudah masuk Islam supaya tetap memeluk agama Islam. Yang diperintahkan orang ini adalah benar yaitu menyuruh orang lain untuk berbuat benar tetapi mereka sendiri tidak mengamalkannya. Maka pada ayat ini Allah mencela tingkah laku dan perbuatan mereka yang tidak baik dan membawa kepada kesesatan. Di antara kesesatan-kesesatan yang telah dilakukan bangsa Yahudi ialah mereka menyatakan beriman kepada kitab suci mereka yaitu Taurat, tetapi ternyata mereka tidak membacanya dengan baik.

Dalam ayat ini disebutkan bahwa mereka "melupakan" diri mereka. Maksudnya ialah "membiarkan" diri mereka rugi, sebab biasanya manusia tidak pernah melupakan dirinya untuk memperoleh keuntungan, dan dia tak rela apabila orang lain mendahuluinya mendapat kebahagiaan. Ungkapan "melupakan" itu menunjukkan betapa mereka melalaikan dan tidak mempedulikan apa yang sepatutnya mereka lakukan, seakan-akan Allah berfirman, "Jika benar-benar kamu yakin kepada Allah bahwa Dia akan memberikan pahala atas perbuatan yang baik, dan mengancam akan mengazab orang-orang yang meninggalkan perbuatan-perbuatan yang baik itu, mengapakah kamu melupakan kepentingan dirimu sendiri?"

Sobat. Cukup jelas bahwa susunan kalimat ini mengandung celaan yang tak ada taranya, karena barang siapa menyuruh orang lain untuk melakukan perbuatan kebajikan tetapi dia sendiri tidak melakukannya, berarti dia telah menyalahi ucapannya sendiri. Para pendeta yang selalu membacakan kitab suci kepada orang-orang lain, tentu lebih mengetahui isi kitab itu daripada orang-orang yang mereka suruh untuk mengikutinya. Besar sekali perbedaan antara orang yang melakukan suatu perbuatan padahal dia belum mengetahui benar faedah dari perbuatan itu, dengan orang yang meninggalkan perbuatan itu padahal dia mengetahui benar faedah dari perbuatan yang ditinggalkannya itu. Oleh sebab itu, Allah memandang bahwa mereka seolah-olah tidak berakal, sebab orang yang berakal, betapapun lemahnya, tentu akan mengamalkan ilmu pengetahuannya. 

Sobat. Firman Allah ini, walaupun ditujukan kepada Bani Israil, namun menjadi pelajaran pula bagi yang lain. Setiap bangsa, baik perseorangan maupun keseluruhannya, hendaklah memperhatikan keadaan dirinya, dan berusaha untuk menjauhkan diri dari keadaan dan sifat- sifat seperti yang terdapat pada bangsa Yahudi yang dikritik dalam ayat tersebut di atas, agar tidak menemui akibat seperti yang mereka alami.

Sobat.Diantara sifat para ulama yang ukhrawi hendaknya lebih banyak mengkaji ilmu tentang amal yang berkaitan dengan hal-hal yang membuat amal-amal itu menjadi rusak, mengeruhkan hati dan menimbulkan keguncangan. Sebab gambaran amal-amal itu dekat dan mudah, tapi yang sulit adalah membuatnya bersih. Sementara dasar agama ialah menjaga diri dari keburukan. Bagaimana mungkin seseorang bisa menjaga amal jika dia tidak tahu apa yang harus dijaganya?

Sobat. Diantara sifat para ulama akherat ialah mengkaji rahasia-rahasia amal syar’iyah dan mengamati hukum-hukumnya. Dan mengikuti para sahabat dan para tabi’in yang pilihan serta menjaga diri dari hal-hal yang haram.

Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Goreskan Tinta Emas. Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur

Senin, 01 Agustus 2022

Kehidupan Para Guru Dimuliakan dalam Sistem Islam

Tinta Media - "Kehidupan para guru begitu dimuliakan dalam sistem Islam yang disebut khilafah," tutur narator dalam Hitam Putih Kehidupan: Guru SD Mengajar 35 Tahun Malah Dimintai Kembalikan Gaji Rp 160 juta, Selasa (26/7/2022) melalui kanal YouTube Muslimah Media Center.

Narator menjelaskan bahwa diriwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah, ada tiga orang guru dari Madinah yang mengajar anak-anak dan Khalifah Umar bin Khattab memberi gaji lima belas Dinar, di mana 1 Dinar = 4.25 gram emas sehingga 15 Dinar setara dengan 63.75 gram emas, bila saat ini 1 gram emas adalah Rp 700.000 berarti gaji yang diterima para guru masa itu setiap bulannya adalah Rp 44.625.000.

"Contoh lain yang tak kalah menarik adalah pada masa kemunduran khilafah Abbasiyah dan menonjolnya Kesultanan Mamluk sebagai salah satu negara bagian khilafah Abbasiyah," lanjutnya.

Pada masa kekuasaan Sultan Shalahuddin Al Ayyubi, guru begitu dihormati dan dihargai, sambung Narator, Syekh Najmuddin Al Khabusyani misalnya, yang menjadi guru di madrasah Al Shalahiyuah, setiap bulannya digaji 40 Dinar atau setara dengan 170 gram emas atau setara dengan Rp 102.000.000 itu belum termasuk tunjangan lainnya untuk beliau.

"Sungguh luar biasa kehidupan para guru yang terjamin kesejahteraannya," pungkasnya.

Mereka tidak perlu dipusingkan dengan sertifikasi tertentu, sambung Narator, karena ketika seseorang itu sudah lolos ujian dan dinyatakan layak mengajar oleh seorang ulama dengan bukti ijazah, seseorang itu berhak mengajar dan mendapat tunjangan dari negara.

"Semua biaya itu berasal dari Baitul Mal khilafah, post kepemilikan negara. Pos ini berasal dari harta fai, kharaj, jizuah, usyur, ghanimah, ghulul, dan sebagainya," tutup narator. [] Khaeriyah Nasruddin
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab