Tinta Media: Gratis
Tampilkan postingan dengan label Gratis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Gratis. Tampilkan semua postingan

Senin, 11 November 2024

Makan Bergizi Gratis, Apakah Realistis?


Tinta Media - Salah satu alasan bahwa solusi yang ditawarkan oleh sistem kapitalis layak dianggap tidak solutif adalah karena solusi tersebut tidak mampu menyelesaikan masalah dari akarnya. Bahkan, solusi dari kapitalisme cenderung menimbulkan masalah baru.

Sebut saja salah satu program andalan presiden terpilih, Prabowo Subianto untuk memenuhi kualitas gizi anak sekolah, yakni dengan pemberian Makan Bergizi Gratis (MBG). Program MBG ini juga diharapkan dapat mendorong perbaikan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan menggerakkan ekonomi nasional.

Apakah ketiga harapan tersebut akan terealisasi ketika program MBG telah rutin berjalan? Ini bisa kita cermati dari beberapa hal berikut.

Pertama, apakah harapan untuk memenuhi kualitas gizi anak sekolah akan terwujud jika pemberian makan bergizi tersebut hanya satu kali dalam sehari? Umumnya, anak sekolah makan tiga kali sehari atau bahkan lebih. Jika yang bergizi hanya sekali dan sisanya tidak terjamin gizinya, tentu gizi anak tidak akan dapat terpenuhi kualitasnya.

Kedua, apakah harapan untuk perbaikan kualitas SDM akan terwujud hanya dengan pemberian makan bergizi gratis? Jelas tidak, karena faktor pembentuk kualitas SDM bukan sekadar dari makanan. Namun, ada banyak faktor seperti kualitas pendidikan, pergaulan, keluarga, dll. Tentu saja harapan ini juga masih jauh dari realita.

Ketiga, apakah program MBG akan mampu menggerakkan ekonomi nasional? Sudah pasti, yang diuntungkan dari berjalannya program ini tidaklah semua rakyat. Sebab, jelas yang diuntungkan hanyalah perusahaan-perusahaan terpilih sebagai pemasok bahan baku. Jadi, yang banyak diuntungkan tetaplah korporasi. Yang bergerak bukanlah ekonomi rakyat, melainkan hanya berputar pada segelintir orang saja.

Selain mustahil bahwa ketiga harapan tersebut terwujud dari program MBG, program ini juga berpotensi membuka celah korupsi. Dana yang turun bisa disalahgunakan atau beberapa bagian dimasukkan ke kantong pribadi oknum yang memiliki kesempatan menyalahgunakan wewenang.

Begitulah paradigma hidup dalam sistem kapitalis. Solusi yang ditawarkan tidak akan mampu menyelesaikan permasalahan dari akarnya hingga tuntas. Bahkan, solusi tersebut bisa menimbulkan masalah baru. Program MBG ini ibaratnya merupakan solusi tambal sulam ala kapitalisme dalam menyelesaikan problem generasi, khususnya kesehatan/kecukupan gizi. 

Solusi kapitalisme jauh berbeda dengan Islam. Dalam Islam, tak perlu ada program khusus dalam bidang kesehatan maupun pemenuhan pangan, karena kedua hal tersebut merupakan kebutuhan dasar rakyat yang wajib dipenuhi oleh negara. Sebab, peran negara dalam Islam adalah sebagai pengurus dan perisai rakyat. Bukan sekadar untuk anak sekolah, tetapi negara wajib menjamin pemenuhan kebutuhan pokok bagi seluruh rakyat. Negara juga menjamin bahwa makanan yang dimakan oleh rakyat merupakan makanan halal dan tayyib (baik).

Kepemimpinan dalam Islam tegak atas landasan keimanan terhadap Allah Swt. Dengan begitu, pemimpin negara akan melaksanakan tugas sesuai dengan perintah Allah, yakni syariat Islam. Mereka menyadari bahwa Allah akan meminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. 

Penerapan Islam secara kaffah, salah satunya dengan sistem ekonomi Islam akan menjamin terwujudnya kesejahteraan melalui tercapainya ketahanan pangan dan kedaulatan pangan. Semua itu akan terwujud karena negara Islam memiliki banyak sumber pemasukan negara yang dimanfaatkan untuk kesejahteraan seluruh rakyat, bukan untuk dinikmati para pejabat.

Sumber-sumber pendapatan tersebut dikelola oleh pegawai-pegawai yang amanah. Tidak boleh ada harta rakyat atau milik umum yang dikelola oleh swasta, apalagi asing. Semua kekayaan negara dikelola sendiri dan hasilnya dipergunakan untuk kepentingan rakyat. 

Hasil dari sistem pendidikan Islam melahirkan orang-orang yang kuat iman dan bersikap amanah. Ketika menjadi pejabat negara, mereka akan melaksanakan amanah sesuai wewenangnya dan tidak akan memperkaya diri sendiri.

Begitulah ketika Islam diterapkan secara menyeluruh dalam seluruh bidang kehidupan, maka kesejahteraan rakyat dan keimanan kolektif akan terwujud. Tak heran, semua bertugas sesuai dengan amanahnya tanpa menzalimi yang lain. Wallahu a'lam.



Oleh: Wida Nusaibah 
(Pemerhati Kebijakan Publik)

Jumat, 08 November 2024

Program Makan Bergizi Gratis, Siapa yang Diuntungkan?


Tinta Media - Kementerian Pertanian mulai buka-bukaan terkait mekanisme program makan bergizi gratis yang diusung oleh kabinet Prabowo-Gibran. Diketahui, makan bergizi gratis merupakan program unggulan Prabowo dalam kampanye pilpres 2024. 

Wakil Menteri Pertanian Sudaryono menyampaikan bahwa program makan bergizi bagi anak anak sekolah di rencanakan mulai berjalan pada tahun 2025. Program yang dulu dinamai makan siang gratis ini akan menjangkau sekitar 83 juta siswa. 

Sementara, untuk memenuhi kebutuhan susu dan daging, pemerintah akan membuka peluang sektor swasta untuk impor sapi hidup. Dia mengungkapkan  bahwa ada sekitar 46 perusahaan dari dalam dan luar negeri yang berkaitan untuk mendatangkan 1,3 juta ekor sapi. Pemerintah juga akan memberikan dukungan dalam hal perizinan dan menyiapkan lahan seluas 1 juta hektare untuk memelihara sapi. 

Dalam kunjungan kerja di Jepang, Sudaryono menyatakan bahwa dirinya berharap ada keterlibatan mereka dalam program ini. (merdeka.com, 17/10/2024)

Makan bergizi gratis merupakan program untuk rakyat dengan adanya klaim perbaikan gizi anak sekolah dan pembentukan generasi yang sehat. Akan tetapi, sejatinya yang mendapatkan keuntungan adalah perusahaan besar, sebagai pemasok bahan baku. Kita tahu bahwa upah tenaga kerja tentu saja mengikuti ketentuan upah secara umum dalam kapitalisme.

Proyek berdana besar ini tentu juga membuka celah korupsi. Makan bergizi gratis ini ibarat tambal sulam ala kapitalisme dalam menyelesaikan problem generasi, khususnya kesehatan/kecukupan gizi. 

Ini tidak sama dengan penyelesaian persoalan di dalam Islam. Negara Islam tidak perlu program khusus karena kebijakan negara memang harus menjamin kesejahteraan rakyat, tidak hanya anak sekolah saja. Hal ini karena negara bersifat ro'in (pengatur) dan junnah (perisai). 

Penerapan sistem ekonomi Islam dilakukan dalam rangka menjamin terwujudnya kesejahteraan melalui tercapainya ketahanan pangan. Apalagi, negara memiliki berbagai macam sumber pemasukan yang akan menjadikan negara mampu menjamin kesejahteraan rakyat. 

Adanya pejabat yang amanah,  memiliki keimanan yang kuat akan mencegah terjadinya korupsi dan penyalahgunaan wewenang lainnya, termasuk memperkaya pribadi. Sudah saatnya kita berjuang untuk tercapainya institusi daulah Islam dalam bingkai daulah al khilafah. Wallahu a'lam bish shawaab.




Oleh: Elis R( Bunda Tafhan) 
Muslimah Peduli Generasi

Senin, 04 November 2024

Makan Bergizi Gratis, untuk Generasi atau Proyek Oligarki?


Tinta Media - Sepintas program MBG (Makan Bergizi Gratis) terlihat sangat membantu generasi, terutama para pelajar yang sedang dalam masa pertumbuhan. Program ini diharapkan dapat mencegah stunting pada anak, meningkatkan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) Indonesia, serta meningkatkan ketahanan pangan. Meskipun pada awal kemunculannya program ini memicu polemik, apalagi anggaran awal fantastis sekitar 450 Triliun, tetapi saat ini sudah ditetapkan menjadi 71 Triliun.

Dalam laman Tirto.id (21/10/2024), Ekonom Senior Indef (Institute for Development Economics and Finance) Didik J Rachbini, menyarankan pemerintah agar memberikan pelaksanaan program makan siang gratis ini untuk para usaha mikro, kecil, dan menengah di daerah tersebut. Keterlibatan pemerintah daerah ini akan meminimalisir terjadinya kecurangan yang dilakukan para 'bandit' atau pihak yang mengambil untung.

Menurut Didik, anggaran jumbo ini memiliki banyak peluang kecurangan mulai dari pengadaan bahan baku hingga pendistribusian. Didik juga mengatakan bahwa program ini dimaksimalkan agar jangan diberikan kepada pengusaha luar (impor). Jika di Indonesia tidak ada bahan yang diperlukan, maka sebaiknya mencari bahan pangan lokal yang bisa dijadikan alternatif.

Kepentingan Abadi dalam Sistem Demokrasi

Bukan berprasangka buruk, hanya saja sudah bukan rahasia umum lagi bahwa sistem sekuler kapitalis ini begitu mengagungkan materi. Setiap tindakan atau kebijakan yang dilakukan pasti memberikan keuntungan bagi pihak terkait. Seperti dalam program MBG ini, yang paling diuntungkan adalah perusahaan besar, sebagai pemasok bahan baku utama. Seperti yang dikatakan Pak Didik di atas, proyek bernilai triliunan ini sangat mungkin ada kecurangan.

Jika memandang permasalahan stunting dan gizi buruk, akan dapat kita temui fakta bahwa persoalan ini muncul dari tingginya angka kemiskinan yang menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar anak. Mengapa bisa terjadi? Karena angka pendapatan lebih rendah daripada pengeluaran. Jadi, bisa disimpulkan bahwa kemiskinan merupakan salah satu hal yang paling memengaruhi kesehatan masyarakat.

Jadi, makanan bergizi gratis ini bukanlah solusi terbaik untuk menyelesaikan permasalahan stunting dan gizi buruk. Seharusnya, yang diberantas paling awal adalah kemiskinan. Kemiskinan ini terbentuk dari sulitnya lapangan pekerjaan, mahalnya harga bahan-bahan pokok, kenaikan harga BBM dan Listrik, mahalnya biaya pendidikan sehingga banyak anak putus sekolah, yang akhirnya menjadi pengangguran atau pengusaha serabutan. Mereka akan kesulitan mencari pekerjaan sebab salah satu syarat utama pekerja adalah memiliki ijazah minimal SMA sederajat.

Bahkan, di awal percobaannya saja sudah banyak kejanggalan yang terlihat, mulai dari anggaran awal sebesar Rp15.000 menjadi Rp7000. Lalu, susu sapi diganti menjadi susu ikan, padahal pakar gizi menyatakan bahwa proses yang panjang dan lama akan mengurangi kadar gizi pada ikan, bahkan lebih baik jika ikan dimasak langsung saja. 

Belum lagi proses produksi ini tentu harus menggunakan alat yang canggih dan modal yang besar, yang pada akhirnya hanya bisa dilakukan perusahaan, bukan oleh para petani, sehingga sudah sangat jelas siapa yang akan diuntungkan nanti.

Kemiskinan ini terjadi akibat kelalaian pemerintah dalam mengurusi rakyat, karena dalam sistem demokrasi, negara hanya berfungsi sebagai regulator dan fasilitator, bukan pengurus rakyat. Program MBG ini sudah terlihat ada kepentingan bisnis di baliknya. Program ini seperti industrialisasi dan investasi di bidang pangan, mulai dari rencana impor, penyediaan bahan baku, proses produksi, hingga distribusi sudah terlihat akan dilaksanakan oleh perusahaan raksasa, bukan petani kecil dengan keterbatasan alat.

Islam Menjamin Kemaslahatan Generasi

Dalam Islam pemerintah bertugas sebagai ra'in (pengurus) umat, bukan penguasa. Sehingga, pemerintah tidak akan membuat kebijakan yang menekan atau merugikan rakyat. Negara wajib memenuhi segala kebutuhan dasar masyarakat, baik kebutuhan pokok, ataupun fasilitas pendidikan dan kesehatan yang memadai. Juga memberikan jaminan keamanan dan perlindungan untuk setiap rakyat. Ini semua dilakukan negara tanpa menyulitkan dan memberatkan rakyat.

Dalam kasus pendidikan dan kesehatan, negara memberikannya secara gratis, dan menjamin pelayanan terbaik, memberikan pendidikan yang berbasis akidah Islam agar terbentuk generasi yang gemilang dan mulia. Negara memudahkan rakyat mengakses kebutuhan pokok, seperti harga-harga yang standar dan tidak mahal, juga memberikan sanksi terhadap siapa pun yang berbuat kecurangan.

Makanan bergizi adalah hak setiap warga negara, bukan hanya untuk orang tidak mampu saja. Negara harus mengatur akses makanan bergizi agar harganya tetap terjangkau, serta pendistribusian bisa merata ke seluruh penjuru daerah, dan berupaya agar tidak terjadi kelangkaan. Negara juga harus mengalokasikan anggaran negara dengan tepat dan jujur. Dalam Islam, setiap pemerintah memiliki kesadaran bahwa perbuatan mereka kelak akan dipertanggungjawabkan di akhirat, sehingga mereka takut untuk berbuat sewenang-wenang.

Khatimah

Islam adalah agama yang sempurna, yang mengatur setiap aspek kehidupan, mulai dari kehidupan individu hingga urusan bernegara. Dengan menerapkan aturan yang berasal langsung dari Allah Swt., manusia akan merasakan kemaslahatan, kedamaian, dan kesejahteraan yang tidak akan pernah tercapai dalam sistem lainnya selain Islam. Wallahu 'alam bishawab.



Oleh: Audina Putri 
(Aktivis Dakwah Muslimah)

Kamis, 17 Oktober 2024

Makan Siang Gratis, Solusi atau Ilusi?


Tinta Media - Sejumlah media asing menyoroti rencana pemerintahan Presiden RI terpilih, Prabowo Subianto yang mengganti susu sapi dengan susu ikan untuk program makan siang gratis. Koran asal Singapura, The Straits Times, melaporkan bahwa susu ikan sudah lama menjadi inovasi pemerintah RI. Pada 2023, pememerintah RI memainkan peran kunci dalam meluncurkan susu ikan yang dikembangkan sebagai upaya melakukan hilirisasi produk perikanan. (www.cnnindonesia.com 13 September 2024) 

Isu stunting dan ketahanan pangan telah menjadi perhatian global yang mendesak sehingga beberapa program seperti makan siang gratis, susu gratis, dan susu ikan gratis muncul sebagai solusi. Namun, kebijakan yang seolah-olah untuk kesejahteraan rakyat ini sering kali memberi peluang besar bagi korporasi dan oligarki. Kebijakan tersebut pada kenyataannya bisa jadi lebih menguntungkan segelintir orang daripada masyarakat luas. 

Kerangka rezim sekuler demokrasi yang ada saat ini membuat kita sadar dan melihat langsung adanya kecenderungan untuk melepaskan tanggung jawab negara dalam mengurus rakyat. Negara seolah menunggangi isu generasi muda untuk menyukseskan proyek industrialisasi, tanpa memberikan perhatian yang cukup pada kebutuhan dasar rakyat. Ini menunjukkan sebuah ironi, saat kebijakan yang seharusnya pro-rakyat justru mengarah pada pengabaian. 

Sebagai seorang muslim, kita mengetahui adanya perbedaan kontras antara pendekatan tersebut dengan apa yang diterapkan Islam. Kepemimpinan Islam menempatkan pelayanan terhadap umat sebagai prioritas utama. Dengan perhatian khusus pada jaminan kualitas generasi, kepemimpinan ini berusaha memenuhi hak dasar masyarakat secara maksimal dan berkualitas. Dalam pandangan ini, keberlangsungan peradaban sangat bergantung pada generasi yang kuat, baik dalam fisik maupun kepribadian. 

Sistem Islam memiliki konsep baitul mal yang kuat, yang berfungsi sebagai mekanisme untuk menyejahterakan rakyat. Dengan pengelolaan sumber daya yang adil dan transparan, baitul mal bisa menjadi sarana untuk menjamin kesejahteraan masyarakat dan memenuhi kebutuhan dasar mereka. 

Dalam menghadapi tantangan stunting dan ketahanan pangan, pendekatan yang inklusif dan berorientasi pada umat adalah kunci untuk menciptakan generasi yang tidak hanya sehat, tetapi juga berdaya saing tinggi. Ini hanya dapat diwujudkan dengan sistem Islam yang kaffah di bawah naungan Daulah Khilafah. Wallahu a’lam bishshawab.


Oleh: Alifa Adnidannisa.S.Tr
Pemerhati Kebijakan Politik

Rabu, 25 September 2024

Makan Siang Gratis, Solutifkah?


Tinta Media - Prosesi pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih akan dilaksanakan dalam kurun waktu kurang dari sebulan lagi. Akan tetapi, polemik program unggulan dari pasangan presiden dan wakil presiden terpilih ini terus bergulir. Mulai dari penggantian nama makan siang gratis menjadi makan bergizi gratis, pemotongan anggaran untuk satu porsi yang awalnya Rp15.000 menjadi Rp7.500, lalu kini masyarakat diramaikan oleh wacana penggantian protein dari susu sapi menjadi susu ikan.

Dari awal tercetusnya program makan siang gratis, masyarakat sudah mempertanyakan dari mana sumber anggaran untuk program ini, karena saat kampanye pilpres lalu, Prabowo mengatakan jika anggaran yang dibutuhkan untuk makan siang gratis yaitu Rp460 Triliun. Akan tetapi, kenyataannya dalam RAPBN 2025 anggaran yang dialokasikan untuk program ini jauh di bawah jumlah yang disebutkan saat awal kampanye, yaitu hanya Rp71 Triliun. Padahal, saat kampanye pilpres, Prabowo sangat optimis akan keberhasilan program makan bergizi gratis ini dengan anggaran Rp460 Triliun yang disebutnya akan menggunakan APBN pendidikan dan perlindungan sosial.

Mereka beranggapan bahwa anggaran untuk pendidikan dan perlindungan sosial sebelumnya sangat besar, sehingga mampu menutupi anggaran makan bergizi gratis. 
Kenyataannya, masih banyak sekolah-sekolah yang bangunannya tidak layak, bahkan hampir ambruk dan membahayakan siswa, guru, dan warga sekolah lainnya. Belum lagi fasilitas sekolah yang tidak lengkap dan sangat kurang bagi mereka yang berada di pedalaman Indonesia.

Perlindungan sosial pun masih jauh dari kata terpenuhi. Sangat banyak bantuan dan jaminan sosial yang tidak tepat sasaran. Sehingga, mereka yang benar-benar termasuk dalam kategori rakyat miskin harus berjuang sendiri untuk memenuhi perlindungan sosialnya.

Di tengah ketidakpastian itu, ramai pemberitaan bahwa ada wacana jika susu ikan dijadikan sebagai pengganti protein dari susu sapi. Susu ikan adalah produk turunan dari hidrolisat protein ikan (HPI). 

Ketua Harian DPP Gerindra Sufmi Dasco mengklaim bahwa susu ikan ini merupakan alternatif dari aspirasi masyarakat dan belum final. Akan tetapi, di media sosial sendiri hal ini masih menjadi pro dan kontra, mengingat jika kita mengonsumsi olahan ikan langsung atau olahan protein hewani lainnya dinilai lebih baik daripada minum susu ikan yang mengandung tinggi gula. Apalagi, masih sedikit dukungan ilmiah mengenai kesehatan jika dikonsumsi jangka pendek ataupun jangka panjang.

Program makan bergizi gratis ini dinilai belum matang dan pemerintah belum siap untuk menjalankan. Apalagi, anggaran justru dipangkaskan dari APBN yang sebelumnya sudah dialokasikan untuk kebutuhan lain, yaitu sektor pendidikan dan perlindungan sosial karena dinilai sangat besar. 

Padahal, ini sangat berbanding terbalik dengan kondisi di lapangan. Faktanya, masih banyak masyarakat terkategori miskin dengan makanan dan tempat tinggal yang tidak layak, serta pendidikan yang tidak merata. Bahkan, banyak anak yang harus putus sekolah di jenjang sekolah dasar.

Masih banyak opsi lain untuk memperbaiki generasi masa depan Indonesia selain memberi makan bergizi gratis, seperti mengatur harga bahan pokok supaya tidak mengalami kenaikan yang signifikan atau terjadi kelangkaan di tengah masyarakat, membangun dan memperbaiki fasilitas sekolah, khususnya di daerah tertinggal atau di pedalaman Indonesia.

Hal penting lainnya yaitu pemerataan dan peningkatan layanan kesehatan di tengah masyarakat. Terlalu banyak fakta ketimpangan di lapangan, seperti ketika ada ibu hamil yang hendak melahirkan harus ditandu, lalu menyebrangi sungai dengan akses yang sulit menuju pusat kesehatan, padahal untuk mencegah stunting yang pertama adalah dari masa kehamilan. 

Ketika bahan pokok stabil dan mudah didapat oleh masyarakat, anak-anak mendapat haknya untuk mengenyam pendidikan dan pusat kesehatan atau tenaga medis yang mudah dijangkau masyarakat, maka kualitas kehidupan masyarakat akan perlahan meningkat dan menjadi lebih baik.

Dalam kepemimpinan Islam, setiap individu berhak mendapat makanan bergizi dan hidup layak. Hal ini karena negara bertanggung jawab penuh dalam mempermudah dan memenuhi hak dasar rakyat, yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan jaminan keamanan. Sedangkan pemimpin itu sendiri sebagai ra’in atau penggembala. Mereka harus merasa senang ketika melihat rakyat yang dipimpinnya hidup sejahtera. Wallahualam bissawab.



Oleh: Tita Noer Hayati ,
Muslimah Peduli Generasi 

Kamis, 13 Juni 2024

Mustahil, dalam Sistem Kapitalis Pendidikan Gratis


Tinta Media - Pendidikan adalah salah satu aspek penting bagi kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah sebagai pemegang wewenang harus mampu mewujudkan sistem pendidikan yang efektif dan merata. Negara harus bertanggung jawab menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas.

Terkait persoalan pendidikan, di Kabupaten Bandung ternyata masih banyak daerah yang belum memiliki sekolah SMA, terutama nb sekolah negeri. Kondisi ini mengakibatkan banyak calon siswa baru yang kesulitan mencari sekolah SMA, Pasalnya, dengan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) saat ini, mereka tidak bisa masuk  dalam zonasi atau kalah saing dengan calon siswa yang rumahnya terdekat dari sekolah.

Kebijakan zonasi yang sejatinya bertujuan untuk meningkatkan akses pendidikan yang adil dan merata bagi semua warga, faktanya malah mendapat kritikan. Beberapa murid malah diterima di sekolah yang berjarak lebih jauh daripada yang terdekat dengan tempat tinggalnya. 

Artinya, efisiensi sistem zonasi harus dipertanyakan, jangan-jangan kebijakan ini malah disalahgunakan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab. Misalnya, memperjualbelikan kursi sekolah atau menjadi ajang suap-menyuap.

Selain itu, kebijakan zonasi ini berdampak pada hilangnya kesempatan di sekolah negeri yang akhirnya menjadikan para orang tua harus memutar otak agar tetap bisa menyekolahkan anak-anaknya. Seperti yang kita ketahui, bahwasanya untuk bersekolah di sekolah swasta, ada harga yang tidak sedikit untuk dibayarkan.

Persoalan ini harusnya menjadi fokus negara. Pendidikan yang berkualitas adalah hal terpenting yang bisa menjadikan anak-anak bangsa menjadi generasi emas. Namun sayangnya, pemerataan pendidikan ini masih belum menemui titik terang. Sebab, antara pemerintah pusat dan daerah masih saling lempar tanggung jawab, sehingga masih dilematis. 

Inilah bukti bahwa dalam sistem kapitalisme, urusan riayah seperti pada aspek pendidikan banyak pertimbangan untung ruginya. Karenanya, tidak ada yang gratis dalam sistem kapitalis. Pelayanan pendidikan yang mengadopsi prinsip-prinsip komersial  bertujuan mengambil keuntungan dari masyarakat. Sejatinya, hal ini semakin memberatkan masyarakat berekonomi rendah. 

Di tengah impitan ekonomi yang menimpa masyarakat kecil, persoalan kurangnya infrastruktur sekolah, kebijakan yang rumit, diperparah dengan mahalnya biaya sekolah swasta, menjadi penyebab meningkatnya jumlah siswa putus sekolah, juga tidak melanjutkan ke jenjang selanjutnya. 

Bukankah seharusnya pendidikan adalah kebutuhan asasi yang wajib dipenuhi oleh negara? Kalau begitu, sistem zonasi telah gagal menjadi solusi meningkatkan akses pendidikan yang adil dan merata.

Dalam sistem kapitalisme, negara malah lepas tangan, kemudian menjual aset negara (sebidang tanah) kepada para pemilik modal besar (kapitalis) atau pihak swasta. Alih-alih untuk memeratakan pendidikan, negara malah menyerahkan periayahan pendidikan kepada pihak swasta.

Alhasil sekolah swasta pun menjamur di negeri ini. Kendati demikian, hikmahnya adalah semakin banyak sekolah swasta Islam yang bonafide karena jumlah sekolah negeri terbatas.

Tren positif masyarakat untuk memasukkan anaknya ke pondok pesantren telah memperjelas, betapa sekolah negeri harus introspeksi dan berbenah diri perihal kurikulum dan suasana kegiatan belajar-mengajarnya.

Berbeda halnya dengan Islam yang begitu sempurna mengatur persoalan kehidupan, termasuk pendidikan. Negara Islam (Khilafah) bertanggung jawab penuh menjamin kebutuhan pokok masyarakat, yaitu sandang, pangan, papan, juga layanan pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara gratis. Dalam hal ini, negara wajib memberikan layanan pendidikan secara gratis pada semua jenjang pendidikan.

Rasulullah saw. bersabda, 

"Imam (kepala negara) itu penggembala yang bertanggung jawab atas gembalaannya." (HR.Bukhari dari Ibnu Umar).

Islam memandang bahwa pendidikan adalah hak dasar yang bertujuan  untuk mengajarkan kepada rakyat sesuai apa yang mereka butuhkan agar mendapat maslahat dari ilmu tersebut dan menolak kemudaratan. 

Negara akan menyediakan infrastruktur sekolah dengan kualitas keilmuan dan penjagaan akidah Islam yang terjamin. Tidak akan ada kebijakan yang membuat siswa kesulitan dalam mendapatkan pendidikan, apalagi karena terjebak batas wilayah domisili.

Sistem pendidikan dalam Islam bertujuan untuk mengembangkan kepribadian Islam dan menciptakan keterampilan dan kemampuan warganya, sehingga mampu membawa negara menjadi terdepan dan paling maju secara teknis di dunia. 

Selain itu, pada semua jenjang pendidikan, tsaqafah Islam akan diajarkan. Siswa pun diperbolehkan mengikuti pendidikan informal, seperti di rumah, masjid, kelompok kajian, media masa, dan sebagiannya.

Negara juga akan membiayai seluruh jenjang pendidikan formal. Penerapan sistem ekonomi Islam berdampak pada melimpahnya penghasilan negara. Salah satunya melalui pengelolaan SDA secara mandiri oleh negara. Kemudian hasilnya dikumpulkan di kas negara untuk memenuhi segala kebutuhan masyarakat.

Khalifah sadar betul bahwa thalabul Ilmi (menuntut ilmu) adalah kewajiban setiap muslim. Maka, hanya negara Islam yang mampu mewujudkan  pemerataan pendidikan yang berkualitas. Wallahu'alam bisshawab.



Oleh: Neng Mae
Sahabat Tinta Media

Kamis, 12 Oktober 2023

Program PTSL (Sertifikat Gratis), Benarkah Gratis?


Tinta Media - Bupati Bandung Dadang Supriatna didampingi kepala DPUTR (Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang) Zeiz Zultagawa, serta Kepala DLH (Dinas Lingkungan Hidup) Asep Kusuma mengujungi sekertariat jendral (sekjen Kementrian ATR/ BPN Sugus Widiyana dalam rangka membawa aspirasi kerja Kabupaten Bandung terkait program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL)

PTSL adalah salah satu program pemerintahan untuk memudahkan masyarakat mendapatkan Sertifikat Tanah secara Gratis. Tujuan PTSL adalah untuk menghindari sengketa serta perselisihan di kemudian hari. Sertifikat sangat penting bagi para pemilik tanah karena tanpa sertifikat sebagai bukti kepemilikan, tanah dapat diakui orang lain, bahkan oleh negara dengan dalih investasi.

Contoh nyata terjadi di pulau Rempang. Rakyat yang sudah tinggal di sana puluhan tahun diusir oleh aparat dengan alasan mereka tidak memiliki sertifikat tanah. 

Tanah Rempang akan digunakan untuk pembangunan Rempang Eco City yang dibiayai pengusaha Cina. Hal ini terjadi karena negara masih menggunakan peraturan peninggalan Belanda yang mengatakan bahwa tanah yang tidak bersertifikat adalah milik negara.

Pogram PTSL disambut baik oleh masyarakat karena mereka berharap tanahnya menjadi aman dengan adanya sertifikat, apalagi prosesnya gratis. Akan tetapi, kenyataannya jauh panggang dari api. Program PTSL tidak tanpa biaya dan banyak warga yang mengatakan prosesnya ribet.  

Permasalahan yang dihadapi umumnya adalah masalah biaya pajak PPH dan BPHTB atau pajak penjual dan pembeli yang harus diselesaikan, lalu PBB terutang beberapa tahun ke belakang juga harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum proses PTSL dilakukan. 

Jadi, harapan ingin mendapatkan sertifikat gratis pupus. Yang ada malah harus membayar pajak-pajak terutang itu yang nilainya sampai jutaan rupiah.
Beberapa warga yang pernah ikut program sertifikat gratis juga mengeluhkan adanya kekeliruan data dalam sertifikat yang dia dapat, seperti keliru angka luas tanah, batas-batas tanah atau nama pemilik. Hal ini menjadi masalah baru, yaitu harus mengurus perbaikan ke BPN setempat dan pastinya memakan biaya dan waktu.  

Ada lagi warga yang kehilangan bukti kepemilikan tanah asli berupa AJB atau kuitansi di desa saat pengumpulan berkas. 

Semua kejadian di atas membuktikan tidak matangnya persiapan program dari pemerintah. Pemerintah dengan sistem kapitalisme selalu memberikan janji-janji manis untuk pencitraan pribadi penguasa, tetapi hasilnya menimbulkan masalah baru bagi masyarakat karena ketidaksiapan pelaksana di bawahnya. 

Berbeda dengan sistem Islam yang menerapkan syariat Islam dalam pengelolaan kepemilikan tanah.  Allah Swt. yang memiliki dan memberikan tanah di bumi ini untuk dikelola manusia. Siapa saja yang bisa mengelola,  mengolah, dan memanfaatkan tanah sesuai syariat Islam, maka boleh memilikinya, tidak ada keharusan membuat sertifikat.  

Ada tiga jenis kepemilikan tanah dalam Islam, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Ketiganya punya aturan yang jelas dan adil. Negara berperan menerapkan ketentuan syariat Islam yang menjamin ketiganya terwujud. 

Negara haram hukumnya mengambil paksa tanah milik individu, sekalipun untuk kepentingan umum. Setiap warga berhak memiliki tanah selama tanah itu bukan milik umum atau negara. Itu berarti, hanya dengan penerapan syariat Islam dalam bingkai Khilafah terwujud keadilan bagi masyarakat. Wallahu 'alam bish shawaab.

Oleh: Heni, Sahabat Tinta Media

Kamis, 25 Mei 2023

MMC: Pembangunan Jalan Wajib Berkualitas dan Disediakan Gratis

Tinta Media - Muslimah Media  Center (MMC) menuturkan, setiap pembangunan sarana publik seperti jalan dilakukan dalam rangka melayani kemaslahatan publik, negara wajib menyediakan dengan kualitas baik dan gratis.

"Pembangunan sarana publik seperti jalan dilakukan dalam rangka melayani kemaslahatan publik. Negara berkewajiban menyediakan sarana jalan tersebut sesuai kebutuhan real di tengah-tengah masyarakat dengan kualitas baik dan gratis,“ tuturnya dalam Serba Serbi MMC: Kerusakan Infrastruktur, Abai dan Lemahnya Kontrol dalam Sistem Kapitalisme, Jumat, 12 Mei 2023 di kanal Youtube Muslimah Media Center 

Menurutnya, jalan tidak dipandang dari aspek percepatan ekonomi semata sehingga mengabaikan pembangunan jalan di daerah-daerah yang tidak produktif. "Jalan seharusnya dipandang sebagai sarana yang mempermudah perpindahan barang dan orang dalam aktivitas kehidupannya," ungkapnya. 

Berdasarkan Islam, kata Narator, sumber daya alam dapat dimanfaatkan untuk membangun infrastruktur terbaik untuk rakyatnya. Islam memerintahkan negara untuk menyiapkan anggaran mutlak dalam pembangunan infrastruktur termasuk jalan,” ulasnya.

"Dengan penerapan sistem Islam secara sempurna di bawah institusi Khilafah, penyediaan jalan dan infrastruktur lainnya dengan kualitas terbaik dan secara gratis merupakan sebuah keniscayaan," pungkasnya. [] Yung Eko Utomo 

Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab