Tinta Media: Gerhana
Tampilkan postingan dengan label Gerhana. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Gerhana. Tampilkan semua postingan

Selasa, 18 April 2023

MERUKYAT GERHANA

Tinta Media - Kamis, 20 April 2023, akan terjadi gerhana matahari di atas Indonesia.  Gerhana ini hibrida, di sebagian wilayah adalah total, di tempat lain cincin atau sebagian.  Gerhana ini bertepatan 29 Ramadan 1444 H.   Di dunia secara umum memulai Ramadan serentak Kamis 23 Maret 2023. 

Gerhana ini seolah pembenaran bagi yang akan berlebaran Jum’at.  Sedangkan pemerintah masih menunggu hasil rukyatul hilal Kamis sore.  Ada kemungkinan lebaran Sabtu.  

Penentuan awal Ramadhan dan Iedul Fitri masih menjadi kontroversi.  Timbul pertanyaan, apakah hari raya muslim tidak bisa dipastikan jauh-jauh hari, dan satu saja untuk semua, seperti kejadian gerhana?

Di zaman Nabi, sudah ada kalender urfi yang tetap.  Bulan selang-seling 30-29.  Sya’ban normalnya 29 hari, sampai turun perintah Nabi untuk rukyatul hilal.  Walhasil, Sya’ban jadi sering istikmal (30 hari).  Akibatnya Ramadhannya sering 29 hari.  Dari 9 kali Ramadhan di masa Nabi, 7 kali 29 hari.

Perintah rukyatul hilal itu sekaligus indikasi, bahwa bulan lainnya tidak dirukyat.  Namun pada perkembangannya, kebutuhan perencanaan, mendorong umat Islam mempelajari astronomi.  Muncullah kalender hisab dengan ragam kriteria, yang dapat memunculkan perbedaan hari.   

Ilmu hisab tahu bahwa rata-rata sebulan terdiri dari 29,53 hari. Maka perlu 11 tahun kabisat dalam periode 30 tahun. Tambahan hari per bulan adalah 0,03 hari untuk mencapai durasi bulan yang tepat 29,53 hari.  Bukan angka bulat.  Padahal hari itu harus bulat.  Dalam Islam, hari dimulai dari Maghrib ke Maghrib.  Akibatnya, batas hari kalender Islam, setiap bulan bergeser terhadap batas tanggal internasional.

Hisab imkan rukyat yang tersederhana adalah Ijtimak Qobla Ghurub. Jika ijtimak terjadi sebelum maghrib, maka diasumsikan hilal sudah muncul. Kriteria ini pernah digunakan Persis tahun 1990-an.  Belakangan muncul Hisab Wujudul Hilal, lalu Imkanur Rukyat 238, lalu 364.  Semuanya Hisab.

Persoalannya, prediksi hilal tidak sama dengan gerhana.  Sekalipun Astronomi menunjukkan hilal sudah jaiz terlihat, keterlihatannya masih tergantung Baiknya pengamatan dan Cuaca.  Syarat ABC.  

Kalau pengamat memiliki masalah visibilitas, atau posisinya ke barat terhalang gunung, maka Hakim bisa menolak.  Demikian juga bila ternyata di ufuk barat ada awan tebal, sekalipun di atas lokasi cuaca cerah.

*Ijtima’ bulan Syawal kali ini jatuh pada Kamis 20 April 2023 pukul 11:13 WIB.  Karena sudah 29 Ramadhan, Kamis sore itulah rukyatul hilal dilakukan*.  Adaikata pengamatan dipersiapkan baik dan cuaca mendukung, keterlihatan hilal tinggal tergantung faktor A.  Jadi hisab ini hanya akan menentukan tempat mana hilal jaiz dan mana mustahil terlihat.  Tidak menentukan mana hilal wajib terlihat, karena masih ada faktor B dan C.

Persoalannya, wilayah jaiz inipun ikhtilaf kriterianya.  Dulu Indonesia pakai kriteria 238 (2 derajat tinggi, 3 derajat elongasi, 8 jam umur bulan).  Sebenarnya kriteria ini kurang ilmiah, karena mengandalkan klaim kesaksian masa lalu, ketika ada hilal syari (disahkan hakim) saat tingginya baru 2 derajat.  Sekarang yang diadopsi 364 (3 derajat tinggi dan 6,4 derajat elongasi).  Kriteria ini lebih ilmiah, karena mempertimbangkan kontras cahaya bulan yang lemah.

Karena kali ini masih di bawah 3 derajat, maka klaim keterlihatan hilal kemungkinan akan ditolak, dan sidang itsbat akan memutuskan lebaran Sabtu.  Sedang Muhammadiyah memang dari awal hanya memakai hisab wujudul hilal, jadi sudah memutuskan lebaran Jum’at.

Itsbat lokal (matla) ini secara fiqih sesuai madzhab Syafii.  Dulu berabad-abad, karena [masalah] telekomunikasi, semua rukyat praktis lokal.  Walaupun tiga madzhab besar yang lain tidak membatasi matla, namun cakupannya baru menjangkau satu wilayah kekuasaan hukum, belum seluruh dunia.  Untuk seluruh dunia masih ada persoalan 24 zona waktu, yang di ujungnya tetap akan berbeda hari, sekalipun melihat matahari di sore yang sama.

Namun untuk setengah dunia di Timur Atlantik, ketika hisab lokal Indonesia masih di wilayah mustahil, sedang di Timur Tengah di wilayah jaiz, akan ada kemungkinan penganut rukyat yang mengikuti hasil rukyat Timur Tengah.  Walhasil yang berlebaran Jum’at akan lebih banyak dari sekedar pengikut Muhammadiyah.

Oleh: Prof. Dr.-Ing. Fahmi Amhar
Pengamat kebumian dan keantariksaan, Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE)

Sumber: Kedaulatan Rakyat, 18 April 2023
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab