Tinta Media: Generasi muda
Tampilkan postingan dengan label Generasi muda. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Generasi muda. Tampilkan semua postingan

Minggu, 03 November 2024

Pengaruh Budaya Pop terhadap Identitas Generasi Muda



Tinta Media - Festival pop culture terbesar di Bunia, San Diego Comic-Con sudah selesai digelar pekan lalu. Namun, gegap gempitanya masih terasa sampai sekarang.
Sepanjang penyelenggaraan Comic-Con 2024, Satgas Perdagangan Orang di kota San Diego telah menangkap 14 tersangka pembeli seks. (detikpop, 02/08/2024)

Inilah fenomena saat ini.
Film, music, fashion, dan teknologi merupakan budaya yang saat ini populer dan banyak digandrungi oleh generasi muda. Semua itu menjadi pandangan dan gaya hidup.

Budaya populer hadir hampir di setiap kehidupan anak muda saat ini. Sosial media seperti TikTok, Instagram, dan YouTube dapat memberikan akses cepat terhadap konten yang sedang trending. Mereka pun dengan mudah mengikuti tren tersebut.

Budaya belanja, pergaulan bebas, nongkrong, transgender, hiperseksual, infotaiment, dan juga selebriti serta kebiasaan populer, semuanya bersifat menggoda dan banyak diminati oleh masyarakat. Padahal, kebiasaan yang dibawa oleh budaya populer dinilai bertentangan dengan nilai-nilai agama dan tradisional masyarakat Indonesia.

Tayangan-tayangan yang disajikan di dunia maya menjadikan generasi saat ini kian rusak. Mulai dari gim-gim yang melenakan, tayangan receh hingga “jorok” bahkan rusak di berbagai akun YouTube, TikTok, dan sebagainya, semuanya siap merusak akal dan jiwa masyarakat. Sehingga, yang dihasilkan adalah Generasi yang sibuk mengejar kesenangan, sekolah malas, kuliah ogah, kerja pun cari yang gampang, hanya dengan modal tampang.

Kesenangan dunia telah melenakkan dunia anak muda.  Mereka menghabiskan waktu dengan sia-sia tanpa berpikir akan masa depan. Bagaimana mungkin mereka akan menjadi pemuda tangguh yang mencintai Allah dan Rasul, serta berjuang atas agama, sementara hidup yang dijalani dihabiskan dengan berfoya-foya saja?

Mengapa hal ini terjadi? Saat ini generasi dicekoki dengan budaya-budaya Barat. Musik, cara berpakaian, gaya hidup, semua berkiblat ke Barat yang liberal. Sehingga, mereka berada pada sebuah kondisi bahwa hidup ini hanyalah untuk mencari kesenangan. 

Ide kebebasan bertingkah laku menjadikan para generasi mengambil gaya hidup serba boleh. Mereka pemuda muslim, tetapi tingkah lakunya jauh dari kepribadian seorang muslim.

Jadi, tidak salah kalau saat ini generasi muda terjerumus  pada pergaulan bebas. Bahkan, hamil di luar nikah dan melakukan aborsi menjadi hal yang biasa dilakukan. Belum lagi para pecandu narkoba, mabuk-mabukan, pelaku kriminalitas, terlibat tawuran, geng motor, dan banyak problem lainnya.

Inilah cara Barat melemahkan para pemuda muslim dan mematikan potensi sebagai agen perubahan, agen kebangkitan Islam.

Sesungguhnya, hiburan merupakan hal yang  diperbolehkan dalam Islam, selama tidak melanggar syariat. Bahkan, Rasul pun menganjurkan kepada kita agar menghibur diri, semisal dengan memanah, berenang, dan berkuda. Semua itu boleh dilakukan selama tidak melalaikan diri dari kewajiban sebagai seorang muslim.

Peran Negara Membendung Arus Hiburan yang Merusak

Islam menjadikan diri kita selalu berada dalam keadaan taat kepada Allah serta terhindar dari kesia-siaan. Tentu saja semua itu bisa terjaga atas andil negara dalam mengatur akidah setiap muslim agar terselamatkan. Untuk itu peran negara sangat penting dalam mengatur industri hiburan saat ini.

Namun, yang terjadi di hari ini adalah bahwasanya negara yang seharusnya berperan penting dalam mengatur semua itu tidak bisa kita dapatkan. Justru yang ada saat ini, negara malah menjadi penyokong industri budaya pop yang sangat melenakan kehidupan para pemuda muslim.

Untuk itu, kita perlu naungan yang menerapkan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan. 
Khilafah menjadi perisai bagi kaum muslimin. Dakwah Islam akan disebarkan ke seluruh penjuru oleh khilafah sehingga  warga negara memiliki keimanan kuat dan siap taat pada seluruh syariat Allah. Dengan demikian, hiburan yang dipilih oleh mereka adalah  hiburan yang sesuai dengan Islam.

Khilafah akan mengizinkan jenis hiburan dan masyarakat pun boleh mencari hiburan selama itu tidak melanggar hukum syara'. Media akan dikelola dengan sangat baik sehingga konten-konten yang disajikan sesuai dengan yang dibolehkan oleh syara'. Bahkan, sanksi hukum berat pun akan dijatuhkan kepada pelanggar aturan. Upaya ini dapat membendung rusaknya moral para generasi muda.

Untuk itu, marilah kita berjuang untuk menegakkan khilafah kembali, yaitu dengan melibatkan para pemuda muslim untuk senantiasa menyibukkan diri dalam berbagai kegiatan bermanfaat dan menyiapkan diri menjadi para pemimpin masa depan. Hanya dengan mewujudkan institusi khilafahlah syariat Islam bisa diterapkan secara kafah di muka bumi ini.




Oleh: Neni Arini
Sahabat Tinta Media

Minggu, 09 Juni 2024

Gim Masuk Dunia Pendidikan, Generasi Muda Terancam!



Tinta Media - Miris! Banyak remaja dan anak-anak mengalami kecanduan gim daring ataupun luring. KPAI mendesak pemerintah melalui Kemenkominfo untuk memblokir gim daring yang mengandung unsur kekerasan dan seksualitas (news.detik.com, 24/04/2024). 

Namun, pemerintah justru memandang industri gim sebagai komoditas ekonomi. Mereka mendorong pelaku industri kreatif untuk menciptakan lebih banyak gim agar mendapat keuntungan yang lebih besar. Parahnya, pemerintah menggandeng Kemendikbudristek dalam rangka mencetak talenta-talenta baru yang mampu menciptakan gim-gim menarik untuk kalangan muda dan anak-anak.

Tidak berhenti sampai di situ, pemerintah juga menghendaki dukungan dari sektor pendidikan. Sekolah dan kampus memiliki peran untuk membentuk produk pendidikan yang mempunyai kemampuan digital tinggi. Tidak hanya fokus pada teknis, tetapi juga kompeten dalam pengembangan manajerial dan bisnis. Maka, SMK dan berbagai perguruan tinggi beramai-ramai membuka program studi, jurusan, maupun memuat mata pelajaran yang berkaitan dengan gim. 

Ini wajar terjadi sebab kurikulum pendidikan dalam sistem kapitalisme dikembangkan mengikuti permintaan pasar/industri. Ketika gim menghasilkan keuntungan materi, maka disusunlah kurikulum yang akan menumbuhsuburkan gim, tak peduli pada dampak negatif yang membahayakan masa depan generasi. Padahal, kurikulum seharusnya disusun dan diterapkan untuk menjawab tantangan permasalahan bangsa.

Maka, pendidikan tinggi pun mengalami disfungsi. Institusi yang seharusnya mencetak generasi unggul dan bertakwa, berubah mencetak  “monster mengerikan” yang siap menghancurkan generasi melalui pengembangan industri gim. Dengan kata lain, pendidikan tinggi hanya mencetak profil lulusan yang berorientasi materi, asal kerja, dan tidak peduli persoalan masyarakat.

Mindset keuntungan materi yang akan didapatkan, membuat generasi muda terlena. Mereka tidak akan berpikir bahwa persoalan bangsa ini sesungguhnya adalah penjajahan Barat melalui pemikiran dan eksploitasi sumber daya alam. 

Selain itu, industri gim akan membawa efek yang lebih besar karena generasi dimanjakan dengan berbagai inovasi dari gim. Gim menjadi salah satu strategi Barat untuk menghancurkan generasi yang tetap tumbuh secara kuantitas, tetapi lemah dari kualitas. Bahaya gim juga makin menjadi karena konten gim rawan disusupi tayangan kekerasan, pornografi, bahkan perusakan pemikiran. 

Inilah upaya nyata Barat untuk mengalahkan umat Islam tanpa harus bersusah payah mengangkat senjata, memperlambat kebangkitan Islam, dan menjauhkan generasi muda muslim dari visi Islam. Begitulah potret sistem pendidikan sekuler kapitalistik yang merusak generasi.

Hal ini berbeda dengan sistem pendidikan Islam. Visi Islam dalam kehidupan yaitu mewujudkan rahmat bagi seluruh alam. Generasi muda berperan penting sebagai penerap, penjaga, dan penyebar dakwah ke seluruh penjuru negeri. 

Generasi dalam Islam adalah generasi yang mampu menjadi pemimpin berkarakter dan tangguh. Pendidikan Islam mampu menghasilkan lulusan yang dibutuhkan, mujtahid, pemimpin, intelektual, hakim dan ahli hukum sehingga umat dapat berkembang, mengimplementasikan, memelihara, dan membawa Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad.


Oleh: Ummu Hagia
Sahabat Tinta Media

Selasa, 05 Desember 2023

Kerusakan Mental Generasi Muda Pada Sistem Sekuler



Tinta Media - Sungguh miris kejadian yang terjadi di Pekalongan, Jawa Tengah. Seorang anak sekolah dasar berinisial (K) di Kecamatan Doro meninggal dunia karena bunuh diri. Alasannya pun karena hal yang sangat sepele hanya karena telepon milik korban disita oleh orang tuanya.

Kepala satuan reserse dan kriminal polres pekalongan AKP Isnovim mengatakan  peristiwa tersebut terjadi Rabu sore (22/11) dan pada Kamis pagi (23/11) korban sudah dimakamkan. Setelah keluarga korban melapor kemudian polisi mendatangi rumah orang tua korban, namun korban sudah dievakuasi ke puskesmas setempat dan telah mendapatkan pemeriksaan medis serta dinyatakan meninggal dunia.

Orang tua korban mengatakan peristiwa itu terjadi berawal saat korban sedang bermain handphone lalu ditegur oleh orang tuanya untuk berhenti dan handphone tersebut diminta oleh orang tuanya setelah diminta HP nya korban marah dan pergi ke kamar dan pintu kamar terkunci dari dalam. Kemudian pada Rabu sore sekitar pukul 15.30 WIB, ibu korban membangunkan anaknya untuk segera berangkat mengaji ke tempat pendidikan Al-Qur’an, namun tidak direspons. Karena tidak ada respons orang tuanya mengintip melalui lubang pintu kamar dan diketahui korban sudah gantung diri dengan menggunakan kain selendang yang diikatkan di jendela kamar (Antarajateng.com, Kamis (23/11/2023  pukul 15.52 WIB)

Kenapa kasus bunuh diri ini kerap sekali terjadi saat ini bahkan korbannya seorang anak kecil dan hanya gara-gara hal yang sangat sepele yaitu disuruh untuk berhenti main hp.

Kasus ini harus menjadi perhatian kenapa bisa seorang anak kecil melakukan bunuh diri, tentunya banyak hal yang menyebabkan kasus seperti ini terjadi. Semua karena sistem saat ini sistem yang memisahkan agama dari kehidupan.

Negara tidak bisa melindungi tidak bisa memberikan pendidikan yang benar, belum lagi ditambah dengan adanya media sosial saat ini anak-anak dengan bebas mengonsumsi tontonan yang memicu anak-anak untuk melakukan sesuatu hal yang fatal. Tontonan yang bisa merusak kesehatan mental generasi muda, yang bisa melunturkan akidah dan keimanan. Karena agama dipisahkan dari kehidupan, tentunya akan membuat banyak kerusakan. Dengan banyaknya kasus seperti ini sangat jelas menunjukkan adanya kesalahan dalam tata kehidupan baik dalam keluarga masyarakat maupun negara.

Penerapan sistem Islam secara menyeluruh yang dapat menjadi solusi karena dalam sistem Islam tentunya akan memberikan pendidikan yang berbasis akidah yang mampu menghasilkan generasi yang berkepribadian Islami yang tentunya mempunyai akidah yang kuat yang mampu untuk mengatasi berbagai masalah dalam hidupnya. Sehingga tidak mudah berputus asa ketika mendapatkan masalah dan tidak mengambil jalan pintas seperti bunuh diri. Dalam sistem Islam negara tentunya akan memberikan perlindungan kepada generasi muda dengan memberikan pendidikan sehingga generasi muda menjadi generasi yang kuat dari segi mental serta keimanan.

Wallahu alam bissawab.

Oleh : Iskeu
Sahabat Tinta Media 

Rabu, 29 November 2023

Jangan Jadikan Generasi Muda Kurang Ajar



Tinta Media - Hari Guru 2023 diperingati pada Sabtu (25/10/2023). Peringatannya untuk tahun ini mengusung tema “Bergerak Bersama Rayakan Merdeka Belajar” (tirto.id, 13/11/2023)

Dari tema yang disampaikan lewat Pedoman Peringatan Hari Guru Nasional 2023 tersebut, kita dapat melihat kata “Merdeka” yang berkaitan dengan Kurikulum Merdeka. Adapun kurikulum ini dibuat untuk mewujudkan kemunculan SDM Unggul Indonesia yang mempunyai Profil Pelajar Pancasila. Dengan begitu, tema ini dapat dianggap relevan dengan kondisi pendidikan kita sekarang. Jika dilihat secara keseluruhan, tema itu mengibaratkan seluruh satuan pendidikan dan siswa-siswinya untuk “Bergerak Bersama” menyemarakkan kurikulum yang berlaku sekarang (tirto.id, 13/11/2023)

Tentunya niatan membuat kurikulum dengan konsep merdeka belajar bukan main-main, Kurikulum Merdeka  diyakini akan membawa kebahagiaan belajar bagi peserta didik, di mana proses belajar lebih dinamis, tidak kaku seperti kurikulum sebelumnya, terutama dalam mengimplementasikan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) yang merupakan bentuk penerjemahan tujuan pendidikan nasional. Profil pelajar Pancasila terdiri dari enam dimensi, yaitu: 1) beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, 2) mandiri, 3) bergotong-royong, 4) berkebinekaan global, 5) bernalar kritis, dan 6) kreatif (Muslimah News, 28/5/2023).

Namun pertanyaannya adalah, mampukah kurikulum merdeka belajar membentuk pribadi calon pemimpin bangsa, generasi muda, para pelajar, tidak kurang ajar?

 Saat Asas Bukan Islam, Merdeka Belajar Ambyar

Saat  sistem sekuler kapitalis masih diterapkan, imbas dari penerapannya tak luput dalam penerapan sistem pendidikan. Dalam sistem ini, kurikulum selalu  berubah sesuai  selera pasar dan arus global. Ketika dunia digital  berkembang pesat,  aspek digitalisasi pun memengaruhi. Namun apa pun itu, saat asas sekuler memengaruhi penyusunan struktur kurikulum yang tidak memberikan ruang serta peluang pada proses penguasaan tsaqafah Islam dan pembentukan kepribadian Islam sebagai agama mayoritas yang ada di negeri ini, maka harapan mendapat generasi yang berkualitas beriman bertaqwa menjadi ambyar. Ditambah lagi kurikulum  ini diterapkan sebagai solusi untuk  menghadang intoleransi (sikap berpegang teguh dan menerapkan Islam dalam segala aspek kehidupan).

Sungguh, saat kurikulum ini berlanjut secara berkesinambungan, penghilangan identitas keislaman peserta didik semakin mewujud. Tak bisa dipungkiri, kondisi ini sejalan dengan misi deradikalisasi yang pada faktanya sejalan dengan arah  sekularisasi, yaitu menjauhkan umat Islam dari ajaran Islam Kaffah yang paripurna.

Sebuah kondisi yang kontradiktif. Jika kita detili secara mendasar, kita akan melihat bahwa  strategi pendidikan dalam sistem kapitalisme sangat berbeda dengan sistem pendidikan Islam. Dalam Islam,  pendidikan merupakan  usaha optimal untuk  mengubah manusia dengan ilmu  tentang sikap dan perilaku yang sesuai dengan aturan  Islam yang mendekatkan manusia pada tingkat kesempurnaannya dan mengembangkan kemampuannya yang dibimbing dengan asas Aqidah Islam.

Alangkah wajar saat merdeka belajar digadang-gadang menghasilkan generasi yang mumpuni yang ada malah generasi yang tak tahu diri, tak punya adab, tak punya hati, berani menjadi sosok beringas bermental anarkis.  Sebuah fakta yang nyata yang menunjukkan semakin ambyarnya dunia pendidikan saat ini. 

Semakin tingginya ketidakberadaban generasi dalam dunia pendidikan,  meniscayakan betapa buruknya asas yang mendasari sistem pendidikan saat ini dan betapa murahnya sebuah kemuliaan yang seharusnya terwujud dari produk pendidikan.

 Urgensi Sistem Pendidikan Berasas Islam

Jika produk merdeka belajar telah menghasilkan produk kekurangajaran manusia (siswa/pelajar), ini menunjukkan betapa urgennya mengganti  sistem pendidikan yang ada. Strategi yang telah direalisasi harus direparasi beralih pada strategi pendidikan yang bertujuan menciptakan sumber daya manusia yang berkepribadian Islami, yang  pola pikir serta pola sikapnya berdasarkan pada nilai-nilai Islam dan tentunya metode pendidikan dan pengajaran pun  dirancang untuk mencapai tujuan tersebut. Setiap metodologi yang tidak berorientasi pada tercapainya tujuan akan dihindarkan. Sehingga  pendidikan Islam bukan semata-mata melakukan transfer pengetahuan namun mampu mengubah sikap atau perilaku yang kurang ajar menjadi sikap dan perilaku yang penuh dengan ajaran mulia, yaitu ajaran Islam.

Dalam sistem pendidikan Islam, kurikulum dibangun dengan asas aqidah Islam sehingga setiap pelajaran dan metodologinya pun disusun sesuai dengan asas itu. Konsekuensinya, untuk memahami tsaqafah Islam dan nilai-nilai yang terdapat di dalamnya memiliki porsi besar, sedangkan untuk  ilmu-ilmu terapan diajarkan sesuai tingkat kebutuhan dan tidak terikat jenjang pendidikan tertentu. Walhasil, generasi yang akan terbentuk adalah  generasi mumpuni dalam bidang ilmunya sekaligus memahami nilai-nilai Islam, serta berkepribadian Islam yang utuh, bukan sekadar menguasai cabang ilmu yang dipelajarinya namun produk generasi yang dihasilkan tak pernah lepas dari adab dan ilmu.

Oleh karena itu kaum muslimin jangan terjerembab dalam harapan semu kurikulum merdeka. Kaum muslimin harus cerdas dalam memahami sistem pendidikan yang hakiki. Selama  kurikulum merdeka masih berbasis sekuler kapitalisme, tidak mungkin  problematik umat terkait generasi termasuk di bidang pendidikan dapat diselesaikan.  Harapan kaum muslimin harus beralih pada perubahan sistemik, hingga  sistem  pendidikan pun  diatur dengan syariat Islam kaffah, bukan dengan sekularis kapitalis yang tak pernah selesaikan masalah. Wallaahu a'laam bisshawaab.
Salam ta'dzhim

Oleh: Sri Rahayu Lesmanawaty
Aktivis Muslimah Peduli Generasi

Sabtu, 30 September 2023

Rusaknya Generasi Muda di Tengah Gempuran Sistem Kapitalisme

Tinta Media - Bak buah simalakama, demi cuan jutaan rupiah, tujuh selebgram di Ngawi harus diringkus oleh Satreskrim Polresta Ngawi. Para selebgram tersebut diduga terkait dengan kasus promosi situs perjudian online (kompas tv, 1/9/2023).

Kegiatan promosi situs perjudian online ini telah terjadi sekitar dua tahun terakhir dan mendapatkan imbalan hingga jutaan rupiah.
Ketujuh selebgram tersebut berusia sekitar 20 tahunan, serta tergolong sebagai pemuda. Inilah salah satu fakta generasi muda saat ini tak peduli halal haram. Ketika sesuatu menghasilkan keuntungan yang banyak, maka tidak masalah bagi mereka. Semua dilakukan demi cuan. Padahal, jelas bahwa perjudian hukumnya haram dalam Islam.

Potret rusaknya generasi yang kian hari kian mengkhawatirkan merupakan bukti lemahnya negara dalam mewujudkan sistem yang dapat melindungi rakyatnya, termasuk generasi mudanya. Potensi pemuda kini justru dibajak. Kurikulum pendidikan yang berbasis sekularisme menjadikan generasi muda menjadi budak kapitalis.

Tak hanya itu, budaya-budaya Barat juga tengah gencar merasuk dalam gaya hidup generasi muda saat ini. Gaya hidup hedon masuk melalui film-film Barat yang merajalela di kalangan pemuda. Hal ini membuat generasi muda acuh terhadap situasi yang ada. Generasi muda tak peduli lagi dengan apa yang terjadi, serta bagaimana situasi negara saat ini.

Begitulah gambaran generasi pemuda masa kini. Apa yang bisa diharapkan? Apakah mereka sadar bahwa negara tercinta tengah dijajah secara pemikiran?
Namun, semua yang terjadi bukan hanya kesalahan dari oknum saja, tetapi hampir menjangkiti seluruh lapisan masyarakat. Sistem ini memang sudah rusak hingga melahirkan aturan-aturan yang juga sama rusaknya. Semua yang terjadi telah tersistem oleh kapitalisme yang diterapkan saat ini.

Berbeda halnya jika sistem Islam diterapkan. Dengan sistem Islam, kesejahteraan masyarakat akan terjamin dan kurikulum pendidikan pun berhasil mencetak generasi muda yang unggul, berakhlak, dan berprestasi.

Semua kebutuhan masyarakat terjamin dan ditanggung oleh negara sehingga bisa fokus pada bidangnya masing-masing. Perempuan akan fokus mempersiapkan generasi muda yang unggul. Generasi muda akan fokus pada pendidikannya.

Biaya pendidikan pun ditanggung oleh negara. Para kepala keluarga akan fokus bekerja. Lapangan pekerjaan pun telah disiapkan oleh negara.

Semuanya telah terjamin dalam sistem Islam. Sejarah telah membuktikan bahwa Islamlah satu-satunya sistem yang berhasil mengatasi segala problematika umat saat ini.

Selama 1.300 tahun lamanya Islam memimpin, banyak sekali generasi muda yang berprestasi, berakhlak, dan berakidah yang kuat. Mereka tak hanya menekuni satu bidang saja, tetapi banyak bidang yang mereka pelajari, misalnya Al-Khawarizmi, Ibnu Nafis, dan 4 imam mazhab besar, seperti Imam Syafi'i, Imam Maliki, Imam Hambali, dan Imam Hanafi.

Segala problematika yang terjadi saat ini hanya bisa teratasi dengan sistem Islam. Ini karena sistem Islam adalah sistem yang sempurna yang aturannya langsung dari Sang pencipta sehingga generasi muda akan menjadi generasi yang terbaik dalam setiap masanya. Wallahuaalam bisaawab.

Oleh: Dita Serly Nur Cahyanti, Sahabat Tinta Media

Jumat, 11 Agustus 2023

Selamatkan Generasi Muda dari Seks Bebas dengan Islam

Tinta Media - Maraknya seks bebas yang terjadi di kalangan remaja (generasi muda) kian hari kian memprihatikan. Berdasarkan data Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2017 yang di ungkap oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bahwa remaja di Indonesia, sudah pernah melakukan hubungan seksual di luar nikah. Dengan perbandingan usia 14 -15 tahun 20%, usia 16- 17 tahun 60%, dan di usia 19-20 tahun sebanyak 20 %.

Menurut Nuzulia Rahma Tristinarum seorang praktisi psikolog keluarga, ada banyak faktor yang memicu tingginya seks bebas di kalangan remaja. Selain kurangnya pengetahuan mengenai dampak seks bebas, masalah mental dalam hal ekonomi seperti keinginan mendapatkan uang dengan instan, serta kurangnya pengawasan orang tua menjadi andil dalam tingginya kasus tersebut.

Memang benar fenomena seks bebas yang menimpa remaja saat ini, tidaklah mungkin muncul terjadi dengan sendirinya. Pasti ada banyak faktor yang memicu aktivitas perilaku ini. Baik itu dari keluarga, lingkungan sosial, pendidikan yang berkurikulum sekuler, serta abainya negara dalam menjaga rakyat serta generasi ke depannya.

Sebab, jika kita cermati lebih dalam, maka akar masalahnya ada pada penerapan sistem kapitalisme yang diadopsi oleh negeri ini. Akibat penerapan sistem ini sangat mengagungkan kebebasan. Selain itu akidah sekularisme yang meniadakan peran sang pencipta untuk mengatur kehidupan, menjadikan manusia merasa berhak melakukan semua yang disukai tanpa berfikir halal haram, menghasilkan kehidupan sosial yang tidak sehat seperti bebasnya pergaulan tanpa ada batasan yang menjadi pintu terjadinya seks bebas.

Hilangnya peran orang tua dalam mengawasi anaknya akibat orientasi kehidupan yang mengarahkan manusia hanya berfokus pada materi dan kesenangan duniawi, ditambah dengan munculnya berbagai solusi yang justru menyesatkan, contohnya pacaran sehat atau pekan kondom nasional. Serta dibebaskannya tayangan-tayangan pornografi yang merusak karakter anak akibat media yang dikapitalisasi kian memperburuk keadaan ini.

Terlebih dalam paradigma masyarakat kapitalis sekuler, arti kebahagiaan hanya sebatas pada kenikmatan jasmani. Sehingga aktivitas seksual adalah hak yang tak bisa dilarang selama dilakukan dengan kemauan dan kesadaran sendiri tanpa paksaan, yang artinya seks di luar nikah atau pun seks bebas dianggap hal yang lumrah.


Hal ini tentu bertolak belakang dengan islam yang mengharamkan perbuatan zina, termasuk berbagai aktivitas yang menuju ke arahnya. Dipayungi oleh negara yang memiliki asas akidah Islam yang berlandaskan nash-nash syariah yang berasal dari Al-Qur’an dan as-Sunnah. Pendidikan akidah ditanamkan sedini mungkin bahkan sejak lahir dimulai dari keluarga yang menjadi madrasah pertama, dilanjut ke pendidikan di sekolah yang berkurikulum yang sama hingga membentuk sikap dan nafsiyah Islam yang kokoh.

Negara Islam juga memastikan bahwa kehidupan sosial dalam masyarakat benar-benar bersih. Pergaulan laki-laki dan wanita dipisah. Adanya larangan ikhtilath, khalwat, apalagi pacaran hingga perzinaan. Sehingga kehormatan pria dan wanita, serta kesucian hati mereka pun terjaga. 

Termasuk dikeluarkannya kebijakan dalam mengatur peredaran arus informasi di berbagai media, baik cetak maupun elektronik yang sangatlah masif, dengan penyortiran yang dilakukan negara artinya negara menutup pula bahaya atau risiko remaja meniru konten yang tidak pantas dari media-media tersebut dan negara hanya akan menyuguhkan tayangan yang edukatif serta menambah keimanan dan ketakwaan masyarakatnya, sebab tugas negara dalam Islam adalah menjaga aqidah rakyatnya.

Dalam segi hukumnya, negara islam juga mampu menyelesaikan penyimpangan perilaku seks bebas dengan sangat keras dan tegas, seperti adanya hukum rajam Dengan demikian siapapun yang hendak melanggarnya akan berpikir ulang.

Pendek kata dalam menyelesaikan problema seks bebas, yang melanda remaja khususnya hari ini dibutuhkan langkah kongkret dari berbagai komponen, baik keluarga, sekolah (pendidikan), masyarakat dan negara. 

Dan seluruh komponen ini harus memilki kesamaan persepsi tentang standar yang diambil sebagai solusi yaitu kembali kepada Islam, yang dapat menyelesaikan masalah ini secara tuntas, sehingga umat pun bisa terlindungi dari perilaku seks bebas dan berbagai bencana yang menjadi akibatnya. 

Sejarah telah mencatat, bagaimana ketika Islam dijadikan sistem dalam negara berhasil melahirkan banyak ilmuwan yang memilki peran penting dalam kemajuan peradaban, bahkan hingga saat ini karya ilmiah, riset juga penemuannya masih menjadi rujukan di berbagai bidang keilmuan. Artinya produktivitas generasi muda saat itu sangat luar biasa, akumulasi dari ilmu, ketakwaan, sikap dan nafsiyah mereka, buah dari sistem yang menerapkan syariat Islam secara total di tengah-tengah masyarakat dalam naungan sistem pemerintahan Islam.

Wallahu'alam bissawab

Oleh: Indri Wulan Pertiwi
Aktivis Muslimah Semarang 

Selasa, 10 Januari 2023

Generasi Muda Tergiur Paylater Bikin Dizzylater


Tinta Media - Kemajuan teknologi digital sangatlah membantu generasi muda. Hal-hal yang semula dilakukan secara langsung, kini berubah serba online, termasuk di bagian keuangan. Berbagai macam aplikasi e-wallet menawarkan banyak kemudahan dalam proses pembayaran apa pun.

Saat ini, muncul inovasi terbaru dalam metode pembayaran online, yaitu paylater atau bayar nanti. Metode ini diklaim dapat meringankan beban konsumen. Ini karena seseorang yang membutuhkan sesuatu, tetapi belum memiliki saldo, maka ia dapat membayarnya nanti setelah isi saldo e-wallet atau dapat dibayar dengan dicicil sesuai kemampuan konsumen.

Dilansir dari bbc.com, Katadata Insight Center dan Kredivo survei pada Maret 2021 terhadap 3.560 responden. Hasilnya menunjukkan bahwa jumlah pelanggan baru paylater mengalami peningkatan sebesar MLM 55 % selama pandemi. Jika mengutip data OJK, karakter pengguna yang kesulitan membayar tunggakan kredit menjadi semakin mudah.

Kenaikan pelanggan baru itu disebabkan karena kemudahan dalam mengakses paylater, serta diiming-iming promo dan diskon yang besar ketika melakukan pembayaran dengan dengan terkejut. Sungguh, secara kasat mata, ini sangatlah membuat hemat kantong dan menguntungkan para milenial. Maka tak heran jika semakin banyak kalangan muda yang memilih menggunakan paylater.

Dilansir dari Republika.co.id, Relawan Edukasi Anti Hoaks Indonesia (Redaxi) mengatakan bahwa skema paylater mirip dengan kartu kredit yang memberikan batas berbelanja. Namun, skema ini memberikan jaminan yang lebih rendah dari kartu kredit sehingga mampu menarik minat konsumen.

Konsumen kemudian akan melakukan pembayaran secara berkala, sesuai tenor dan suku bunga yang diberlakukan. 
Ia pun berpesan bahwa perlu kecermatan dalam menggunakan fitur. Karena, jika tidak cermat dan boros, akan menimbulkan tumpukan utang. Karena itu, sebelum memilih pembayaran dengan skema ini, perlu dipahami persyaratannya, yang terpenting harus tepat waktu dalam melunasi cicilannya.

Faktanya, banyak generasi muda yang belum memahami secara utuh tentang paylater. Generasi muda saat ini dibuat konsumtif dengan segala kemudahan yang dijanjikan, dengan alasan murah dan mudah hingga akhirnya kebablasan menjadi dizzy (pusing) karena harus membayar utang yang melilit.

Hedonisme dan konsumerisme yang melanda generasi muda dimanfaatkan oleh rentenir gaya baru untuk menjerat mangsa. Kemudahan akses meminjam e-money, membuka lebar peluang kepada generasi muda untuk memenuhi gaya hidup kekinian. 

Saat ini, negara menfasilitasi sistem paylater seperti terdaftar di OJK, tanpa syarat penghasilan, bunga rendah dan sebagainya. Maka, tak heran jika ini dianggap sebagai hal yang memudahkan generasi muda, padahal konsep ini bisa membahayakan masa depannya akibat terlilit utang.

Agar tidak terjebak dengan gaya hidup paylater yang membuat dizzylater, pemuda perlu memiliki pijakan kuat, yaitu akidah Islam. Akidah dapat membentuk pola pikir dan pola sikap yang dapat menjadi tameng dari gempuran gaya hidup konsumtif dan hedonis. Selain itu, dalam Islam, riba sudah sangat jelas diharamkan. 

Maka terkait fintech, Islam akan mengatur sesuai dengan aturan-Nya, seperti tidak ada riba, akad pinjam-meminjam harus jelas, dan tujuannya tidak melanggar syariat. Konsep pinjam-meminjam hanya dilakukan untuk tolong-menolong, bukan untuk mencari keuntungan.

Tentunya, untuk mewujudkan sistem yang berbasis Islam tidak bisa dilakukan sendirian, perlu adanya sinergi yang baik antara lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat hingga negara. Wallahu’alam bii shawwab.


Oleh: Nisa Rahmi Fadhilah, S.Pd.
Praktisi Pendidikan 

Jumat, 06 Januari 2023

Islam Menjaga Generasi Muda


Tinta Media - Pemuda merupakan salah satu fase penting dalam kehidupan seseorang. Pemuda dianggap sebagai kekuatan dan aset yang sangat berharga bagi masyarakat, penerus yang akan mewariskan tradisi dan budaya kepada generasi yang akan datang. Mereka diharapkan dapat memberikan sumbangsih yang positif, dan dianggap sebagai penerus generasi yang memiliki potensi besar untuk membawa perubahan positif dalam masyarakat dan negara. Pemuda dilihat sebagai pemimpin masa depan dan diharapkan memiliki energi, ambisi, dan terlibat aktif dalam masyarakat. Mereka sering terlibat dalam berbagai kegiatan sosial dan budaya dan dilihat sebagai pelopor perubahan sosial dan kemajuan.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), rentan umur pemuda adalah usia antara 10 hingga 24 tahun. Ini adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke dewasa dan merupakan masa yang penting dalam pertumbuhan dan perkembangan individu. Menurut Islam, rentan umur pemuda adalah usia antara 12 hingga 18 tahun. Ini adalah masa di mana anak-anak mulai mengalami perubahan fisik dan emosional yang signifikan dan mulai memasuki masa transisi ke dewasa. Pada masa ini, anak-anak mulai memiliki tanggung jawab yang lebih besar terhadap diri mereka sendiri dan masyarakat.

Kerusakan Pemuda saat ini

Setiap generasi memiliki masalah dan tantangan yang harus dihadapi, termasuk generasi muda saat ini. Namun, di era yang serba maju ini, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan generasi muda, salah satunya adalah kerusakan. Kerusakan generasi muda bisa terjadi karena berbagai alasan, mulai dari faktor eksternal seperti lingkungan, teman sebaya, dan media sosial, hingga faktor internal seperti kurangnya pendidikan dan pengaruh negatif dari orang-orang terdekat.

Salah satu kerusakan yang terjadi pada generasi muda saat ini adalah adanya ketergantungan terhadap teknologi yang berlebihan. Generasi muda saat ini sangat tergantung pada ponsel pintar, laptop, dan perangkat lainnya untuk melakukan hampir semua kegiatan mereka, sehingga mengurangi interaksi sosial mereka secara langsung. Ini dapat mempengaruhi keterampilan sosial mereka dan menyebabkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Generasi muda yang terpengaruh oleh media sosial dan budaya populer yang memberikan tekanan tersendiri. Mereka sering merasa harus selalu mengikuti tren terkini dan memiliki kehidupan yang "sempurna" sesuai dengan apa yang mereka lihat di media sosial, yang dapat mempengaruhi kepercayaan diri mereka dan menyebabkan masalah mental.

Generasi muda yang terlalu sering menggunakan media sosial, tidak hanya akan terpengaruh oleh informasi yang tidak benar, tapi juga dapat menyebabkan mereka menjadi terlalu tergantung pada media sosial, sehingga lupa dengan kegiatan-kegiatan yang sebenarnya penting.

Kualitas pendidikan yang rendah, di sekolah hanya terjadi tranfrer ilmu dengan mengejar nilai patokan Dinas. Kurikulum pendidikan yang menjauhkan nilai agama, jauh dari ajaran agama Islam sehingga tanpa adanya pemahaman bagaimana kehidupan. Guru disibukkan dengan banyak adminitratif sekolah merubah dari peran mendidik generasi yang hebat. Guru kehilangan fungsinya yang seharusnya mengajar dan mendidik, disorientasi dalam dunia pendidikan. Guru yang seharusnya menjadi sosok yang disegani, dihormati dan mampu memberikan keteladanan bagi murid seakan-akan sudah tercerabut dari akar tradisi pendidikan.

Gagalnya sistem pendidikan nasional yang sangat sekular, artinya Pendidikan nasional sangat memarginalkan peran agama islam dalam seluruh muatan satuan materi Pendidikan. Berbagai produk kebijakan pendidikan lebih diorientasikan mengejar nilai-nilai kesuksesan materialisme. Output Pendidikan mulai tingkat dasar sampai pendidikan tinggi disetting demi mensupport industrialisasi di segala bidang kehidupan.

Sehingga orientasi siswa setelah kelulusan hanya bagaimana mendapatkan kerja yang mapan, materi menjadi poin utama yang akan diperoleh dengan cara apapun. Krisis moral juga mewabah di kalangan generasi muda, mereka kurang memiliki rasa hormat kepada orang yang lebih tua, baik itu orang tua sendiri, kalangan guru, dan juga orang tua lainnya, menganggap tidaklah perlu untuk menghormati dan menghargai orang lain, terutama orang yang lebih tua. Melawan orang tua, murid melawan guru, yang lebih parah santri berani melawan ustaznya.

Generasi muda saat ini memang terlihat sedang mengalami kerusakan yang cukup parah. Hal ini terlihat dari tingginya tingkat kejahatan, pergaulan bebas, dan kecanduan terhadap narkoba yang terjadi di kalangan anak muda. Selain itu, banyak juga anak muda yang terjerumus dalam tindakan kekerasan, baik fisik maupun verbal. Tidak dapat dipungkiri bahwa faktor-faktor seperti media sosial, film, dan video game yang tidak sesuai dengan norma dan moral yang seharusnya, serta kurangnya pengawasan dari orang tua, merupakan salah satu penyebab utama terjadinya kerusakan tersebut.

Pemuda Islam

Al-Qur'an menyatakan bahwa Allah SWT menginginkan agar kita melakukan kebajikan dan menjauhi kemungkaran (QS. Al-Baqarah: 190). Kemungkaran dapat menyebabkan kerusakan pada diri kita sendiri maupun orang lain, termasuk generasi muda. Al-Qur'an juga menyatakan bahwa kita harus mengajarkan Al-Qur'an dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain, termasuk generasi muda (QS. Al-Baqarah: 151). Dengan menjadi contoh yang baik, kita dapat mencegah kerusakan pada diri kita sendiri maupun orang lain, termasuk generasi muda.

Hadis Nabi Muhammad SAW menyatakan bahwa "Setiap generasi akan merusak generasi setelahnya hingga hari kiamat kecuali generasi yang mendapat petunjuk dari Allah dan memberikan petunjuk kepada generasi setelahnya" (Hadis riwayat Abu Dawud). Ini menunjukkan hancurnya pemuda beberapa saja akan menimbulkan dampak kepada pemuda yang lainnya, bahwa kerusakan generasi muda dapat terjadi jika mereka tidak menerima dan mengikuti petunjuk dari Allah.

Dalam Islam, generasi muda dianggap sebagai aset yang sangat berharga bagi umat dan merupakan salah satu kekayaan terbesar yang dimiliki oleh sebuah negara atau masyarakat. Mereka dianggap sebagai penerus yang akan mewarisi dan mengembangkan apa yang telah dicapai oleh generasi sebelumnya. Subbanul Yaumi Rijaalul Ghaad ”, pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan. Hal ini disebabkan karena generasi muda merupakan pelaksana dan penerus peradaban dan pembangunan di masa yang akan datang. Oleh karena itu, kerusakan generasi muda merupakan suatu hal yang sangat ditentang oleh ajaran Islam.

Imam Syafi’i Rahimahullahu dalam baitnya dalam Diwan Syafi’i beliau sebutkan bahwa “jika pemuda tidak disibukkan dengan takwa dan ilmu maka takbirkanlah empat kali sebagai tanda kematiannya.” Pemuda yang tidak ada ketaqwan terhadap Allah SWT dan disibukkkan dengan menuntut ilmu dianggap sudah mati. “Sesungguhnya eksistensi seorang pemuda adalah dengan ilmu dan takwa. Jika keduanya tidak ada maka hilanglah eksistensi kepemudaanya” begitu juga tidak akan dianggap keberadaan nya jika ada ketaqwaan dan ilmu tersebut.

Islam mendidik Para Pemuda

Rasulullah SAW sangat konsen dalam mendidik generasi muda menjadikan prioritas utama dalam mendidik Umat. Dalam fase awal dakwah Mekkah Nabi SAW meprioritaskan mendidik generasi muda dalam majelis halaqoh dalam kutlah dakwah, membina pola pikir dan jiwanya dengan aqidah Islam  sehingga menunculkan kepribadian Islam dan mental pejuang bukan pecundang. Akhlak dijadikan tolak ukur keberhasilannya, sehingga terpancarkan pemuda yang selalu terikat dengan syari’at dalam segala kehidupan nya, akhlak atau adab dipentingkan sebelum meraih ilmu. Para Ulama  ulama salafusholih menjadikan perhatian penuh mendidik adab baru kemudian tsaqofah Islamiyah menumbuhkan genrasi muda yang gemilang pada usia dini.

Rasulullah SAW mendidik langsung Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah, Anas bin Malik dan putra-putra sahabat yang lainnya dalam pengasuhan di rumahnya dan membersamai sejak dini. Mendapatkan belaian ilmu dan adab, mengajarkan iman dan Al-Qur'an hingga melahirkan sosok sahabat yang hebat dan militan. Menggunakan metode mendahulukan adab sebelum ilmu lalu berproses mendidik iman dan Al-Qur'an. Pendidikan  Nabi SAW sederhana, selalu mengaitkan semua ilmu dengan Al-Qur’an, sehingga belajar ilmu dan iman mereka bertambah dengan Al-Qur'an tercermin dalam akhlak dan adab.

Keluarga sebagai sekolah pertama harus memberikan pendidikan dengan tarbiyah islam, menanamkan akhlak yang baik, keluarga harus menanamkan akhlak yang baik pada anak-anaknya, seperti jujur, tawakal, sabar, dan bersikap adil, menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, menyediakan pendidikan agama, menanamkan rasa cinta pada Allah SWT, menyediakan contoh yang baik dan menanamkan rasa tanggung jawab.

Negara hadir dengan serius bertanggung jawab dalam semua proses pendidikan dengan menyediakan kurukulum pendidikan Islam, memberikan fasilitas terbaik, pembiayaan gratis, memberikan pengahrgaan tertinggi terhadap ilmu dan ahlul ilmi, menyediakan pelayanan sosial yang baik, negara harus menyediakan pelayanan sosial yang baik bagi generasi muda, seperti bantuan keuangan bagi yang membutuhkan, layanan konseling, menyediakan lingkungan yang aman, negara harus menyediakan lingkungan yang aman bagi generasi muda, agar mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan sejahtera. Karena negara sangat memahami bahwa peradaban islam ditopang dengan tsaqofah islam dan ilmu.

Dengan demikian, sebagai negara, keluarga dan masyarakat muslim, kita harus memperhatikan masalah kerusakan generasi muda saat ini dan bersikap proaktif dalam memecahkannya. Generasi muda merupakan harapan dan masa depan bangsa. Oleh karena itu, kita semua harus bersikap bertanggung jawab dan memperhatikan kebaikan mereka. Kerusakan generasi muda bukan hanya masalah individu, melainkan merupakan masalah masyarakat seluruhnya. Kita semua harus bersikap peduli dan memberikan solusi yang tepat untuk masalah ini. Marilah kita memperhatikan ajaran-ajaran Islam yang sesuai dengan akhlak mulia, sehingga kita dapat menjadi teladan bagi generasi muda dan memberikan pengaruh positif bagi perkembangan mereka. 

Oleh: Lukman Indra Bayu

Sahabat Tinta Media

Selasa, 03 Januari 2023

Pemuda Bangkit Bersama Islam

Tinta Media - Generasi muda merupakan harapan bangsa dan cita-cita akan terwujudnya pemimpin masa depan dengan kualitas yang tinggi. Namun sayang, berbagai persoalan telah menjerat kehidupan pemuda dan menjadikannya jauh dari harapan yang diinginkan. Hanya Islam yang mampu membawa mereka pada kebangkitan yang hakiki.

Generasi Muda Penuh Masalah

Jika menyebut nama generasi muda, yang ada di benak kita adalah aneka masalah yang melingkupi mereka. Pemuda saat ini sangat dekat dengan persoalan kehidupan yang menjadikannya kurang berkualitas. Rendahnya kualitas pendidikan telah mencetak generasi muda menjadi manusia dengan tingkat berpikir yang sangat rendah. Pendidikan hanya menjadi sarana untuk transfer ilmu tanpa benar-benar menanamkan bagaimana kehidupan.

Rendahnya kualitas pendidikan yang diterima juga menyebabkan timbulnya masalah-masalah yang lain. Sebut saja remaja terjerat narkoba, pergaulan bebas yang mengarah pada free seks, bahkan aborsi, sampai remaja yang terjerat pada prostitusi modern saat ini. Semua persoalan ini semakin menjauhkan pemuda dari kualitas yang diharapkan. 

Selain itu, krisis moral juga dihadapi oleh generasi muda. Sebagai pemuda, mereka kurang memiliki rasa hormat kepada orang yang lebih tua, baik itu orang tua sendiri, kalangan guru, dan juga orang tua lainnya di tengah masyarakat. Sebagian pemuda menganggap tidaklah perlu untuk menghormati dan menghargai orang lain, terutama orang yang lebih tua.

Serangan paham-paham asing juga ikut menggempur kepribadian pemuda dan semakin merendahkan kualitas mereka. Ide kapitalis sekuler banyak mereka anut dan jadikan acuan dalam kehidupan. Prioritas utama dalam kehidupan adalah bagaimana caranya memperoleh materi yang sebanyak mungkin. Hal ini bisa dilakukan dengan cara apa pun dan tak perlu memperhatikan aturan kehidupan yang ada.

Terlebih, generasi muda saat ini sangat jauh dari pemahaman terhadap nilai-nilai agamanya sendiri. Kurikulum pendidikan yang tak memberikan porsi perhatian lebih pada pendidikan agama menjadikan generasi muda kosong akan nilai agama. Kehidupan mereka menjadi jauh dari ajaran agama. Ditambah lagi, instrumen pendidikan lain juga tak banyak memberikan perhatian pada pembangunan pemahaman agama di dalam diri mereka. Sebut saja guru yang saat ini hanya disibukan dengan masalah administratif yang sedikit demi sedikit menggeser perannya sebagai pendidik generasi. 

Islam Membangkitkan Pemuda

Islam mempunyai harapan yang besar kepada pemuda, karena di tangannyalah peradaban akan dipimpin. Sejarah keemasan peradaban Islam telah membuktikan bagaimana ketika peradaban kehidupan manusia diisi oleh para pemuda dengan kualitas yang cemerlang. Semuanya dimulai dari pemahaman yang benar tentang agamanya kemudian sampai menggerakan dirinya untuk berdaya dan bermanfaat bagi kehidupan manusia yang lainnya. 

Islam memberikan perhatian besar pada pendidikan generasi muda. Para pemuda diusahakan memiliki pemahaman agamanya yang benar, yaitu dengan memiliki keimanan yang tinggi kepada Sang Pencipta dan menggapai ketaatan untuk menjalankan semua aturan yang telah diberikan kepadanya. 

Negara memiliki kewajiban untuk menciptakan kurikulum dengan tujuan ini. Semua perangkat pendidikan yang ada disinkronkan demi menggapai kualitas pemuda yang diharapkan. Karena, dengan keimanan yang tinggi ini akan menggerakan diri pemuda untuk tak hanya memperbaiki diri sendiri, tetapi juga membawa perbaikan di dalam masyarakat dan juga negara. 

Negara juga menjamin semua pemuda menerima pendidikan yang layak. Negara membiayai mereka sehingga pemuda mampu mengoptimalkan potensinya. Sistem ekonomi yang dijalankan negaralah yang memungkinkan berjalannya hal ini, yaitu dengan memanfaatkan potensi negara demi kemaslahatan umat. Salah satunya mencetak generasi muda yang cemerlang. Selain itu, negara juga memiliki kewajiban menciptakan kehidupan bermasyarakat yang kondusif untuk pembentukan kualitas pemuda. Masyarakat yang tak banyak bermasalah, tetapi diwarnai dengan keimanan dan minim masalah karena ada penjagaan pelaksanaan syariat. 

Dengan ini, generasi muda dapat tumbuh berkembang dengan memaksimalkan potensinya. Tidak hanya gemilang dalam ranah personal, tetapi juga memahami peran sosialnya di dalam masyarakat, mampu membawa perubahan di tengah masyarakat menuju yang lebih baik. Bahkan, pemuda tak hanya tersibukan oleh kepentingan dan cita-cita personal saja, tetapi juga berkeinginan untuk dapat memimpin masyarakat agar mampu membawanya kepada keadaan yang lebih baik.

Inilah apa yang telah kita temukan pada kualitas pemuda yang terwarnai oleh syariat Islam, bagaimana mereka menjadikan hidupnya untuk berjuang demi Islam agar bisa jaya di hadapan musuh-musuhnya serta, mampu menciptakan kesejahteraan bagi peradaban manusia. 

Kepribadian dan karakter pemuda yang gemilang ini hanya akan ditemukan di dalam Islam. Sayangnya, hal itu sulit untuk ditemukan saat ini karena aturan Islam tidak dijadikan sebagai pandangan hidup yang menjadi acuan kehidupan. 

Islam tak dijadikan sebagai referensi kehidupan, tetapi aturan yang lain, yaitu sekulerisme dan kapitalisme. Untuk itu, pemuda harus bangkit dengan memahami agamanya sendiri. Hanya pemahaman agamanyalah yang akan membawa kepada kebangkitan yang hakiki, tak hanya bagi pemuda, tetapi juga bagi peradaban manusia itu sendiri.

Oleh: Rochma Ummu Arifah
Sahabat Tinta Media

Sabtu, 31 Desember 2022

Pemuda Hari Ini adalah Tokoh di Masa Datang

Tinta Media - Narator MMC menyampaikan sebuah ungkapan dalam bahasa Arab, 'Syubbanul aliyaum rijalu Al ghoddi'. "Pemuda hari ini adalah tokoh pada masa yang akan datang," tuturnya dalam Serba serbi MMC: Generasi Muda Cemerlang di Masa Khilafah, Hasil Binaan Sistem Islam, Sabtu (24/12/2022) melalui kanal YouTube Muslimah Media Center. 

Karena itu, lanjutnya, Islam memberikan perhatian besar kepada mereka bahkan sejak dini. Di masa lalu, banyak pemuda hebat, karena generasi sebelumnya adalah orang-orang hebat. Karena itu Khilafah memberikan perhatian besar pada generasi muda ini, Nabi Saw mengajarkan muru auladakum di as-shalati wahum abna'sab'in. "Ajarkanlah kepada anak-anakmu sholat ketika mereka berusia 7 tahun," ungkapnya.

Hadits ini sebenarnya tidak hanya memerintahkan sholat saja, tetapi juga hukum syara yang lain. "Karena sholat merupakan hukum yang paling menonjol sehingga hukum inilah yang disebutkan," jelasnya.

"Selain itu titah ini tidak berarti anak-anak kaum muslim baru diajari shalat dan hukum syara yang lain ketika berusia tujuh tahun," imbuhnya. 

Di masa lalu keluarga kaum muslim menjadi Madrasah pertama bagi putra-putrinya, sejak sebelum lahir dan saat balita. "Orang tuanya telah membiasakan putra-putrinya yang masih kecil untuk menghafal Al-Qur’an dengan cara memperdengarkan bacaannya," ujarnya.

Di usia emas seperti ini anak-anak bisa dibentuk menjadi apa pun tergantung orang tuanya. "Setelah mereka bisa menghafal Alquran di usia 6 atau 7 tahun, mereka pun mulai menghafal kitab-kitab hadits, saat usia 10 tahun mereka pun bisa menguasai Alquran Hadits, juga kitab-kitab bahasa Arab yang berat sekelas Alfiah Ibnu Malik," tegasnya.

*Generasi Islam*

Narator menggambarkan bahwa di era Khilafah bermunculan pemuda yang sudah mampu memberikan fatwa Iyash bin Mu'awiyah, Muhammad bin Idris asy-Syafi'i misalnya, sudah bisa memberikan fatwa saat usianya belum genap 15 tahun.

"Selain penguasaan pengetahuan yang begitu luar biasa mereka juga dibiasakan oleh orang tua- orang tua mereka untuk mengerjakan salat, berpuasa, berzakat, infaq, hingga berjihad. Sosok Abdullah bin Zubair misalnya yang dikenal sebagai ksatria, pemberani tidak lepas dari didikan orang tuanya Zubair bin al-awwam dan Asma binti Abu Bakar," kisahnya.

Abdullah bin Zubair pun, tegasnya, sudah diajak berperang oleh ayahnya Saat usianya masih 8 tahun, dia dibonceng di belakang ayahnya di atas kuda yang sama dengan bekal ilmu dan pembentukan mental yang sehat dan kuat, ditopang dengan pembentukan sikap dan nafsiyah yang mantap. "Kehidupan pemuda di era Khilafah jauh dari hura-hura, dugem dan kehidupan hedonistik lainnya," tutur narator.

"Mereka pun jauh dari stress apalagi menjamah miras dan Narkoba untuk melarikan diri dari masalah. Kehidupan pria dan wanita pun dipisah tidak ada pacaran hingga perzinaan," ungkapnya. 

Narator menyimpulkan, kehidupan sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat benar-benar bersih. "Kehormatan atau Izzah pria dan wanita serta kesucian hati atau iffah mereka pun terjaga," ungkapnya.

"Semua itu, selain karena model ilmu, ketakwaan, sikap dan nafsiyah mereka juga sistem yang diterapkan di tengah-tengah masyarakat oleh Khilafah," tegasnya.

Narator mengatakan, kehidupan masyarakat yang bersih ini juga bagian dari tasqif jama'i yang membentuk karakter dan kepribadian generasi muda di zaman itu. "Peran negara masyarakat, dan keluarga begitu luar biasa dalam membentuk karakter dan kepribadian mereka," jelasnya.

Agar masyarakat khususnya generasi muda tidak terperosok dalam ke sia-siaan maka "Mereka harus disibukan dengan ketaatan, baik membaca, mendengar atau menghafal Alquran, Hadis, kitab-kitab tsaqofah para ulama atau berdakwah di tengah-tengah umat dengan mengajar di masjid, kantor, tempat keramaian dan sebagainya," harapnya.

Semuanya ini, menurutnya, memang membutuhkan negara dengan sistemnya yang luar biasa. "Sejarah keemasan seperti ini pun hanya pernah terjadi dalam sistem Khilafah bukan yang lain," pungkasnya.[] Sri

Rabu, 14 Desember 2022

Bobroknya Generasi Muda, Menunjukkan Gagalnya Sistem Pendidikan Nasional

Tinta Media - Menanggapi perilaku kenakalan dan sangat tidak beradab sekelompok pelajar terhadap nenek diduga menyandang ODGJ. Direktur Rumah Inspirasi Perubahan Probolinggo Ustaz Indra Fakhruddin menilai hal ini menunjukkan gagalnya sistem pendidikan nasional.

 “Dengan maraknya krisis moralitas yang melanda generasi muda khususnya pelajar, menunjukkan gagalnya sistem pendidikan nasional,” tuturnya kepada Tinta Media, Sabtu (10/12/2022), Probolinggo.

Menurutnya, hal ini disebabkan karena asas dan arah pendidikan nasional sangat sekuler. "Sistem sekuler di negeri ini, telah menjadi jantung kehidupan negeri ini, memisahkan peran Islam dengan segala aspek kehidupan. Begitu juga menjadi batu peletak berbagai kebijakan dalam pendidikan nasional, yang membuka kran kebebasan berprilaku, berekspresi dan ditopang dengan sistem ekonomi kapitalis liberal, sehingga memberikan konstribusi terhadap keruskan generasi muda," ungkapnya. 

Jika hal ini dibiarkan, katanya, akan menambah beban berat bagi masa depan negeri ini menjadi lebih baik. "Bagaimanapun juga generasi muda merupakan asset terbesar bagi masa depan sebuah bangsa,” ujarnya.

“Jika generasinya sekarang krisis adab dan akhlak bisa diproyeksikan betapa suramnya nasib bangsa tersebut dimasa mendatang,” tambahnya.

Ia menjelaskan, pendidikan nasional sangat memojokkan peran agama islam dalam seluruh muatan satuan materi pendidikan, kebijakan pendidikan lebih mengorientasikan mengejar nilai-nilai kesuksesan materialisme, autput disetting demi mensupport industrialisasi disegala bidang kehidupan.

“Kebijakan pendidikan tersebut sangat berpengaruh pada pembentukan lingkungan pendidikan yang berimbas kepada moralitas dan akhlak pelajar atau generasi muda. Moralitas bukan lagi menjadi tujuan utama pendidikan. Terpenting terget-target nilai-nilai akademis harus bisa diwujudkan,” jelasnya.

Begitu juga peran para Pendidik kehilangan fungsinya, katanya, disorientasi  mengajar dan mendidik dalam menjalankan perannya di dunia pendidikan. Guru yang seharusnya menjadi sosok yang disegani, dihormati dan mampu memberikan keteladanan bagi murid seakan-akan sudah tercerabut dari akar tradisi pendidikan.

Menurutnya, Islam yang sangat konsen dalam mendidik generasi muda, Nabi Muhammad SAW mengajarkan dengan meproriataskan membina pola pikir dan pola jiwa dengan aqidah Islam dalam majelis halqah dan dikumpulkan dalam kutlah dakwah  hingga membentuk kepribadian Islam dan memiliki mental pejuang, karena pemuda adalah tulang punggung peradaban Islam.

“Jangan ditanya akhlak mereka, Rasulullah SAW benar-benar melatakkan akhlak sebagai indikator keberhasilannya. Artinya, akhlak yang terpancar merupakan wujud keterikatan mereka dengan syariat yang sudah mendarah daging dalam kehidupan mereka,” jelasnya.

Ia mencontohkan, Nabi SAW mendidik langsung Ali bin Abi Thalib dalam rumahnya dengan mengajarkan Iman dan Al-Qur’an sejak dini, begitu juga Zaid bin Haritsah yang sempat menjadi anak angkat beliau, Anas bin Malik yang dititipkan sejak kecil oleh ibunya kepada Nabi SAW, sehingga melahirkan sosok sahabat yang hebat dikumudian hari.

“Kemudian metode tersebut dilanjutkan oleh para shahabat sampai kepada para Ulama Salaf. Metode mereka dalam medidik khas sekali mendahulukan adab  sebelum ilmu, kemudian berproses seiring dengan waktu baru mendidik iman dan al-quran. Pendidikan islam yang diajarkan Nabi itu sederhana semua, ilmu dikaitkan dengan al-quran. Sehingga semakin mereka belajar ilmu, iman mereka bertambah dan al-Quran mereka semakin menghunjam dalam hati termanifestasikan dalam akhlak dan adab mereka. Subhanallah,” jelasnya.

Ia pun melanjutkan, hal itu menjadi kententuan dalam mendidik generasi berikutnya, akhlak dan adab menjadi perhatian penting sebelum ilmu. Para Ulama Salafus Shalih sangat memperhatikan adab, setelah itu baru tsaqofah Islamiyah, sehingga mengahasilkan generasi muda yang luar biasa di usia dini.

“Selain itu dalam keluarga yang sangat kenyang dengan tarbiyah islam, dikeluarga sebagai basis awal Pendidikan generasi. Hal inilah yang menjadikan karakter dan perhatian orang terhadap Pendidikan putra-puri mereka. Orang tua memlihkan guru dan tempat mendidik yang terbaik. Serta memasrahkan kepercayaan penuh kepada guru dan Lembaga Pendidikan untuk mendidik putra mereka. Hasilnya banyak lahir generasi muda yang unggul dalam peradaban islam,” jelasnya.

Demikian pula negara, katanya, sangat serius bertanggung jawab memastikan semua proses pendidikan berjalan dengan baik. Dengan kurikulum Pendidikan islam, memberikan fasilitas terbaik dan semua pembiayaan pendidikan gratis ditanggung oleh negara. Negara memberikan penghargaan tinggi terhadap ilmu dan ahlu ilmu, karena negara sangat memahami bahwa peradaban islam ditopang dengan tsaqofah islam dan ilmu.

Ia menjelaskan, dalam kitab Diwan Imam Syafi’i Rahimahullahu di baitnya menyebutkan bahwa eksitensi pemuda adalah dengan takwa dan ilmu, jika tidak ada keduanya maka tidak dianggap kepemudaanya. Maka pemuda jika tidak disibukkan dengan takwa dan ilmu dianggap seperti mayat yang harus di sholati jenazah.

“   فَكَبِّرْ عَلَيْهِ أَرْبَعًا لِوَفَاتِهِ # وَمَنْ فَاتَهُ التَعْلِيْمُ وَقْتَ شَبَابِهِ
   إِذَا لَمْ يَكُوْنَا لاَ اعْتِبَارَ لِذَاتِهِ # حَيَاةُ الفَتَى وَاللهِ بِالعِلْمِ وَالتُقَى
MasyaAllah luar bisa penggambaran beliau tentang jati diri seorang pemuda. Maka sudah seharusnya orientasi  mendidik generasi muda haruslah seperti itu,” tutupnya.[] Lukman Indra Bayu
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab