Tinta Media: Gempa
Tampilkan postingan dengan label Gempa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Gempa. Tampilkan semua postingan

Jumat, 30 Desember 2022

Nasib Cianjur Tak Pasti, Kebijakan Negara Setengah Hati

Tinta Media - Setelah lebih dari satu bulan gempa besar Cianjur yang meluluhlantakkan wilayah tersebut, warga masih tak tahu dengan nasibnya. Para warga masih tetap bertahan di pengungsian. Masih bersabar menanti, kapan bisa hidup normal kembali?

Salah satunya penduduk wilayah Cibeureum, Kecamatan Cugenang, yang masih belum menerima dana stimulan perbaikan bangunan karena alasan proses pendataan yang tak akurat dan harus diproses ulang (bbc.com, 22/12/2022). Masih banyak juga warga yang galau, akan mendapatkan bantuan dana stimulus atau tidak terkait lokasinya di patahan sesar Cugenang. 

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), mengungkapkan lebih dari 8.300 warga telah menerima dana stimulan untuk membenahi rumah mereka. Semenjak 21 Desember 2022 lalu, BNPB menyatakan, proses penanganan bencana Cianjur memasuki tahap rehabilitasi dan rekonstruksi, setelah ditetapkan masa darurat berakhir 20 Desember 2022. 

Keadaan para pengungsi kian memprihatinkan. Apalagi kondisi musim hujan kian ekstrim menyapa setiap hari. Pengungsi pun semakin rapuh dan mudah terserang penyakit. Karena kondisi kesehatan yang terus menurun.

Keadaan ini diperburuk dengan berhembusnya kabar korupsi Bupati Cianjur yang diduga menyelewengkan dana bantuan gempa (kompas.com, 28/12/2022). Memprihatinkan.

Segala fakta di lapangan menunjukkan bahwa negara lamban dalam penanganan bencana gempa. Terutama masalah tempat tinggal. Selayaknya negara dapat bergerak cepat dalam penyelesaian segala masalah korban gempa. Mengingat Cianjur adalah wilayah sesar gempa. Pemerintah merupakan pihak utama yang bertanggung jawab atas segala yang menimpa rakyatnya. 

Sistem sekularisme, sistem yang memisahkan aturan agama dari kehidupan, terbiasa lalai akan setiap kebutuhan rakyatnya. Karakter buruk sekularisme menjadikan demokrasi sebagai nafas kehidupan, yang tak menjadikan rakyat sebagai tujuan utama. Inilah yang menjadi sumber kezaliman yang terus menimpa rakyat. Kebijakan yang ditetapkan hanya kebijakan setengah hati, yang tak sajikan solusi pasti.

Jika bukan bersandar pada pemimpin, lantas rakyat harus bersandar pada siapa?

Islam mensyariatkan bahwa pemimpin adalah pengurus seluruh masalah umat. Ibnu Umar ra. berkata saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, yang artinya, "Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya," (HR. Bukhori dan Muslim).

Rasulullah SAW mengutamakan setiap kepentingan umat di atas segala-galanya, termasuk kepentingan Beliau SAW, berdasarkan pondasi syariat Islam. Karena dalam sistem Islam, kebutuhan rakyat adalah prioritas utama pelayanan negara. 

Penanganan bencana semestinya merujuk pada manajemen bencana yang telah ditetapkan. Demi kembalinya kestabilan keadaan pasca bencana. Sistem Islam menetapkan penanganan bencana dengan cermat, cepat, tepat dan terukur. Semuanya ditetapkan dalam peraturan negara yang jelas. Termaktub di dalamnya penanganan pra bencana, saat bencana dan pasca bencana.

Semua ini tergambar saat paceklik terjadi di jazirah Arab masa pemerintahan Khalifah Umar bin Al Khaththab. Saat itu, warga Daulah mendatangi Madinah untuk meminta bantuan makanan. Umar bin Al Khaththab segera membentuk tim, yang terdiri dari beberapa orang sahabat untuk penanggulangan bencana kelaparan. Setiap pengungsi didata untuk mendapatkan bantuan terbaik dari negara. Segala kebutuhan primer, seperti sandang, pangan, papan dipenuhi oleh negara. Jika kondisi telah kondusif, para pengungsi diperkenankan kembali ke wilayah asal seraya dibekali kebutuhan hidupnya. Penanganan yang luar biasa. Inilah wajah sistem Islam dalam penanganan bencana. Cepat dan tepat sasaran.

Wallahu a'lam.

Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor

Selasa, 13 Desember 2022

Musibah Harusnya Mendorong untuk Muhasabah Diri

Tinta Media - Senin, 21 November lalu, kita dikejutkan dengan kabar terjadinya gempa bumi di Cianjur dengan kekuatan 5.6 SR. Gempa itu menimbulkan korban meninggal dunia 331 orang, 14 orang belum ditemukan, ratusan orang terluka, dan ribuan rumah serta bangunan hancur.  Berbagai fasilitas publik, termasuk jalan dan jembatan rusak sehingga banyak tempat terisolasi dan warga tinggal di pengungsian. 

Gempa Cianjur terasa getarannya sampai di Jakarta, Sukabumi,  Bandung, dan sekitarnya, sehingga bantuan banyak berdatangan untuk membantu korban gempa. Hanya sayang, banyak bantuan yang tidak bisa didistribusikan ke seluruh korban karena akses ke posko-posko sulit. 

Secara keilmuan, gempa bumi Cianjur terjadi karena adanya pergeseran lempeng bumi. Negara Indonesia berada di wilayah pertemuan tiga lempeng bumi, yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik yang dikenal dengan sebutan Cincin Api Pasifik. Ciri khas wilayah ini adalah banyaknya gunung berapi aktif dan rawan gempa bumi. 

Gempa Cianjur pun tidak selesai hari itu saja. Gempa susulan dengan kekuatan lebih kecil terus terjadi. Bahkan sampai tgl 4 Desember 2022, telah tercatat di BMKG sebanyak 232 kali gempa. 

Selain di Cianjur, di hari yang sama juga terjadi gempa di kepulauan  Aru, Maluku,  Jayapura Papua, Sulawesi Utara,  Sulawesi Selatan, Lampung, dan Tasikmalaya dengan kekuatan di bawah 5.0 SR. Di Garut terdeteksi gempa dengan kekuatan 6.4 SR. 

Secara teologis, kaum mukminin wajib mengimani bahwa tidak ada satu pun musibah terjadi tanpa izin atau kehendak Allah Yang Mahakuasa atas langit dan bumi, termasuk menggeser lempeng bumi.

Seperti firman Allah QS At-Taghabun ayat11, yang artinya:

"Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa kecuali dengan izin (kehendak) Allah."

Berarti musibah adalah bagian dari Qadha Allah Swt. (Qs Al Hadid: 22).

Sikap yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. terhadap qadha Allah adalah rida (menerima). 
Menurut para ulama, musibah gempa bumi mempunyai dua arti, yaitu sebagai ujian atau sebagai bentuk peringatan dari Allah Swt. 

Sebagai ujian, maka Allah memberi apresiasi bagi mukmin yang sabar, seperti firman-Nya: 

"Kami pasti akan menguji kalian dengan sedikit ketakutan,  kelaparan serta kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan.  Sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar (QS. Al-Baqarah: 155).

Jadi, sikap seorang muslim saat ditimpa musibah adalah harus sabar dan tawakal kepada Allah Swt. 

Selain sabar, saat terjadi musibah, seorang muslim juga diperintahkan untuk segera bertobat kepada Allah Swt. dan melakukan muhasabah. Ini karena Allah mengingatkan bahwa musibah terjadi bukan karena Allah kejam, tetapi karena perbuatan dosa manusia seperti yang tercantum dalam QS. Asy-Syura ayat 30, yang artinya:

 "Musibah (bencana)  apa saja yang menimpa kalian adalah akibat perbuatan (dosa) kalian sendiri. Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan - kesalahan kalian). 

Sungguh negeri ini sekarang sedang dilanda musibah yang bertubi-tubi. Sudah seharusnya kita bermuhasabah. Sekarang waktunya kita bertobat kepada Allah Swt. baik secara personal maupun kolektif. Itu karena tidak bisa dimungkiri bahwa negeri ini mayoritas muslim, tetapi banyak terjadi pelanggaran pada hukum- hukum Allah.  Di negeri ini banyak terjadi korupsi (pejabat tidak amanah), LGBT, penistaan agama Islam,  beragam kezaliman, adu domba antar golongan, dll. 

Kaum muslimin Indonesia harus melakukan taubatan nasuha,  kembali kepada Allah Swt. dengan menaati semua aturan-Nya. Kita harus menjadikan Al-Qur'an sebagai petunjuk, sebab pangkal dari segala musibah adalah berpalingnya manusia dari Al-Qur'an. Sesuai dengan firman Allah dalam QS. Thaha ayat 124, yang artinya: 

"Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku (Al Qur'an),  sungguh bagi dia kehidupan yang sempit dan Kami akan mengumpulkan dia pada hari Kiamat nanti dalam keadaan buta. 

Kondisi kehidupan yang sulit tidak boleh berlangsung seterusnya. Kaum muslimin harus segera mewujudkan ketaatan penuh kepada Allah Swt. dengan menerapkan syariah Islam secara kaffah. 

Wallahu 'alam bisawab.

Oleh: Wiwin Widaningsih
Sahabat Tinta Media

Kamis, 08 Desember 2022

TEOSOFI GEMPA : RELASI ANTARA DIMENSI SAINTIFIK DAN SPIRITUAL

Tinta Media - Perspektif teosofi menganjurkan manusia dua dimensi dalam melihat fenomena alam, yakni dimensi sains dan dimensi spiritual. Membaca dua dimensi ini harus seiring sejalan terhadap fenomena alam gempa Cianjur atau berbagai gempa lainnya di seluruh muka bumi ini. Dengan demikian akan melahirkan inovasi-inovasi saintifik, meningkatkan kesadaran spiritual dan melahirkan rasa empati kemanusiaan.

 

Benar apa yang ditulis Desi Ratriyanti dalam situs JalanDamai bahwa dari perspektif saintifik, bencana alam adalah proses dari evolusi bumi dalam menemukan bentuk barunya yang terus-menerus berubah. Penting diketahui bahwa bumi yang kita tinggali saat ini tengah mengalami proses perubahan selama ratusan bahkan ribuan tahun.

 

Tanah yang kita pijak hari ini boleh jadi ratusan tahun sebelumnya adalah lautan. Atau, danau yang kita lihat saat ini, puluhan tahun sebelumnya adalah puncak gunung. Gempa bumi dengan demikian adalah proses untuk menemukan keseimbangan semesta. Tentu saja proses keseimbangan itu didasarkan oleh kehendak Allah.


 

Secara santifik, gempa Cianjur berkekuatan magnitudo (M) 5,6 disebabkan setidaknya oleh empat faktor alam sebagaimana diungkapkan oleh Ahli geologi Awang Harun Satyana. Pertama, pusat gempa dangkal (10 km) sehingga energinya lebih kuat mengguncang permukaan.

 

Kedua, wilayah lereng-kaki gunung secara topografi bukan area yang stabil bila terlanda gempa dapat memicu longsor terjadi. Ketiga, tanah berasal dari pelapukan endapan gunung api berumur muda yang belum cukup terkonsolidasi sehingga energi gempa tidak segera hilang tetapi teraduk-aduk bahkan menguat (amplifikasi) di permukaan.  

 

Keempat konstruksi bangunan tidak tahan gempa seperti pada umumnya rumah-rumah dibangun apalagi di wilayah perkampungan. Selain itu ada dua kemungkinan sesar penyebab gempa Cianjur, yakni sesar tua seumur Sesar Cimandiri atau sekitar 20 juta tahun yang tak terpetakan sebab tertutup endapan gunung api muda atau dibawah 1 juta tahun dan bergerak kembali mematahkan batuan membangkitkan gempa.

 

Secara geologis, gempa bisa dibaca dengan pendekatan saintifik, terlebih jika sering terjadi di suatu wilayah tertentu. Otoritas wilayah atau pemerintah harus memiliki perencanaan bangunan rumah penduduk yang tahan gempa, sebagaimana dilakukan oleh otoritas Jepang. Dalam konstruksi bangunan di Jepang, ada tiga prinsip konstruksi agar bangunan lebih tahan terhadap gempa, antara lain struktur dengan sistem antiseismik, redaman, dan struktur seismik terisolasi. 

 

Rumah anti gempa dibuat dengan bahan kayu, bukan tembok. Rumah yang terbentuk dari kayu terlihat banyak dibuat di Jepang yang terkenal dengan negara yang kerap ditimpa musibah gempa bumi. Kayu memiliki kelebihan untuk mereduksi gempa, sehingga bangunan tidak mudah roboh.

 

Sistem peringatan dini gempa juga harus menjadi perhatian serius ototritas wilayah yang sering terjadi gempa. Ketika bencana gempa bumi melanda Jepang, tepatnya di kawasan Prefektur Fukushima pada Rabu, 16 Maret 2022 pukul 23.36 waktu setempat, sistem peringatan dini bisa berjalan dengan baik dan merata.

 

Dengan mengirimkan sebuah tangkapan layar sebelum terjadi gempa berkekuatan 7,3 Magnitudo tersebut sudah ada pemberitahuan dari Badan Meteorologi setempat. Pemberitahuan akan terjadinya gempa itu masuk ke handphone tiap warga 10 menit atau 5 menit sebelum terjadinya gempa. Bunyi peringatan itu mirip suara alarm, sehingga warga bisa berlindung dan mencari perlindungan sejak dini.

 

Indonesia termasuk negara yang tidak pernah sepi dari bencana alam. Bencana alam yang terjadi diawal tahun 2021 seperti banjir besar, tanah longsor, gunung meletus yang terjadi di sebagian wilayah Indonesia mengingatkan bencana serupa sepanjang tahun 2020. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bahwa dalam kurun waktu tahun 2020 telah terjadi 2.925 kejadian bencana alam. 

 

Menurut Kepala BNPB Doni Monardo berdasarkan data yang dihimpun BNPB, bencana yang terjadi di sepanjang 2020 tersebut didominasi dengan bencana alam hidrometeorologi seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin puting beliung, kekeringan hingga kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Sementara di tahun 2022 gempa bumi terjadi di Cianjur Jawa Barat.

 

Literasi gempa harus diajarkan secara oleh para ahli kepada masyarakat Indonesia, terjadi ataupun tidak terjadi gempa. Sebab, meskipun secara saintifik, gempa bisa dibaca dan diteliti, namun kapan dan dimana akan terjadi gempa masih menyisakan misteri. Sebab secara spiritual, gempa merupakan ketetapan Allah, Tuhan pemilik langit dan bumi. Ada banya pelajaran spiritual dibalik peristiwa gempa bumi.

 

Secara teologis, pertama, gempa atau bencana alam adalah musibah bagi manusia pada umumnya yang diakibatkan oleh tangan manusia untuk menjadi pelajaran bagi manusia. Dan apa saja musibah yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (QS Asy Syura : 30).

 

Perspektif teologis ini diperkuat oleh Desi, bahwa alam semesta kerap dipersepsikan ke dalam gagasan creation continuo alias penciptaan terus-menerus. Di dalam Islam, peran Tuhan tidak berhenti ketika alam semesta tercipta. Ada kekuasaan Allah di balik setiap peristiwa alam, seperti pergantian siang dan malam, termasuk pada peristiwa bencana alam. Di dalam Islam, bancana adalah musibah sekaligus ujian bagi umat manusia. Musibah adalah bagian dari perencanaan Allah yang tertulis dalam lauhul mahfuz, bahkan sebelum penciptaan. Penerimaan dengan ikhas dan sabar wajib bagi manusia. Musibah juga bagian dari ujian bagi hamba-hambaNya yang beriman agar tetap sabar dan semakin mendekat kepada Sang Pencipta, bukan malah menjauhinya.

 

Kedua dalam sudut pandang teologi, maka adanya berbagai bencana alam seperti gunung meletus, angin puting beliung, hujan deras dan petir, tsunami atau sejenisnya sesungguhnya merupakan pembuktian atas kekuasaan dan kehendak Allah. Allah memperlihatkan kekuasaanNya dalam rangka memberikan peringatan kepada manusia agar kembali kepada jalan Allah dan hanya menyandarkan harapan kepada Allah, taat kepada hukum syariat Allah serta tidak kufur nikmat.

 

Ketiga, segala macam musibah adalah ujian keimanan dan amal sholih bagi sesiapa yang taat kepada Allah. Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji? (QS Al Ankabut : 2).  

 

Akibat gempa bumi, tentu saja akan menimbulkan banyak kematian manusia, meski ada juga yang diselamatkan oleh Allah, kesemuanya adalah ujian bagi orang-orang beriman. Perhatikan firman Allah : Yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu siapa diantara kamu yang lebih baik (tulus) amalnya (QS. Al Mulk (67) : 2). Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan (QS. Al Anbiya (21) : 35).

 

Dengan pendekatan teosofi, maka fenomena gempa Cianjur bisa didapatkan solusi yang holistik, tidak parsial. Otoritas pemerintah harus memberikan pembelajaran yang proporsional kepada masyarakat secara rasional dan saintifik. Dengan memiliki literasi gempa berbasis teosofi, maka selain terus berikhtiar dan tidak putus asa, masyarakat juga diajak untuk senantiasa meningkatkan keridhoaan hati, keikhlasan, kesabaran, taubat dan mendekatkan diri kepada Allah agar tetap memiliki keimanan dan harapan.

Dr. Ahmad Sastra 
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa 

(AhmadSastra,KotaHujan,06/12/22 : 11.12 WIB)

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Rabu, 07 Desember 2022

Penyebab Ancaman Bencana Alam Gempa

Tinta Media - Gempa Cianjur pada 21 November 2022 yang menewaskan 271 korban jiwa, diduga terjadi akibat  aktivitas dari pergeseran sesar Cimandiri. Ini membuat masyarakat menjadi lebih waspada. Di Jawa Barat sendiri terdapat 5 sesar yang aktif, yaitu sesar Cileunyi, Tanjung Sari, sesar Jati, sesar Cicalengka, sesar Legok Kole, dan sesar Lembang. Kelima sesar tersebut tentu dapat memicu gempa Jawa Barat.

Bencana alam seperti gempa adalah musibah yang tidak bisa diduga atau diprediksi terjadinya karena ini merupakan qadha Allah,  bagian dari kekuasaan-Nya. Bencana gempa yang telah terjadi di Cianjur, Jawa Barat telah mengakibatkan berbagai kerusakan, mulai dari harta benda, korban jiwa, dan korban luka-luka. 

Ada dua faktor penyebab bencana alam gempa yang sering terjadi. Pertama akibat fenomena alam, seperti pergerakan sesar yang dapat menyebabkan terjadinya gempa. Faktor yang  kedua adalah akibat perbuatan tangan manusia, yang mengundang kemurkaan  Allah, sehingga  menyebabkan bencana dan malapetaka  bagi umat manusia. Seperti firman Allah Swt. dalam Q.S Ar-Rum ayat 41 yang artinya:

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." 

Gempa yang terjadi merupakan bukti  kekuasaan Allah, akibat ulah manusia yang melakukan berbagai kemaksiatan yang merajalela di muka bumi, seperti merebaknya perzinaan, riba, kemusyrikan, L6BT, berbagai kezaliman yang terjadi akibat kebijakan penguasa, serta terjadinya penistaan agama  terhadap ajaran Islam yang dilakukan oleh orang yang tidak suka kepada Islam, dan bebagai kemaksiatan lainnya. 

Ini menjadi salah satu sebab turunnya azab Allah, agar manusia sadar serta bertobat dan  kembali ke jalan yang diridai Allah. 

Manusia harus berdo'a, sabar, dan ikhlas dalam menghadapi bencana yang datang dari Allah, karena ini merupakan ujian yang akan mendatangkan pahala. 

Musibah yang terjadi adalah bentuk kasih sayang Allah kepada umatnya agar manusia bersyukur dan bertobat. Selain itu, manusia diwajibkan untuk berusaha mencegah bencana, termasuk gempa. 

Pertama, dengan kecanggihan teknologi saat ini yang bisa dimitigasi oleh para pakar geologi geodesi yang mampu memetakan potensi gempa. 

Kedua, dengan aktivitas amar makruf nahi munkar, saling mengingatkan dalam kebaikan dan mencegah kemungkaran.

Akan tetapi, sistem yang dianut sekarang adalah kapitalisme sekuler yang lahir dari hawa nafsu manusia. Sistem ini telah melahirkan manusia yang miskin iman, tidak peduli dengan keadaan sekitar, hidup bebas dengan dalih HAM. Ini  karena agama dijauhkan dari kehidupan. Agama tidak dijadikan sebagai aturan untuk mengurusi kehidupan manusia. 

Penguasa dalam sistem kapitalis menilai sesuatu  berdasarkan materi, yang meniscayakan untung rugi, sehingga penanganan bencana gempa lamban, dan hanya seadanya saja. Ini karena rakyat dianggap sebagai beban sehingga akan merugikan penguasa. 

Berbeda dengan sistem Islam, yaitu khilafah yang menjadikan  kekuasaan adalah sebuah amanah berat. Penguasa akan dimintai  pertanggungjawabkan oleh Allah Swt. kelak di akhirat atas kepemimpinan mereka dalam mengurus rakyatnya. 

Karena itu, penguasa dalam sistem Islam yang dipimpin oleh Khalifah akan cepat tanggap dalam menangani setiap bencana yang terjadi secara optimal, dan mencegah apa pun yang menjadi sebab turunnya kemurkaan Allah. Di antaranya, yaitu fengan aktivitas amar makruf nahi munkar yang dilakukan penguasa dan rakyat. 

Penerapan syari'at Islam secara kaffah oleh Khalifah akan mencegah timbulnya berbagai kemaksiatan dan kezaliman karena hukum Islam bersifat baku, tegas, dan memberikan efek jera sekaligus sebagai penebus dosa di akhirat. Dengan demikian, umat akan terjaga dari aktivitas yang mengundang murka Allah.

Dahulu, ketika khilafah tegak, pada masa khilafah Umar bin Khattab pernah terjadi gempa. Beliau segera menghentakkan tangannya ke tanah, seraya berseru. 

"Apa yang terjadi denganmu? Ingatlah, jika terjadi kiamat, pasti bumi akan menceritakan beritanya. Sebab, aku pernah mendengar rasulullah saw. bersabda: "Jika terjadi hari kiamat, maka tidak ada sehasta dan sejengkal tanah pun melainkan ia (bumi) akan memberitakannya". Lalu setelah kejadian itu Umar berkata, "Wahai sekalian manusia, tidaklah gempa ini terjadi melainkan perbuatan kalian. Demi zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, jika peristiwa ini kembali terulang, niscaya aku tidak ingin tinggal lagi bersama kalian di tempat ini." 

Khalifah Umar benar-benar menjaga rakyatnya. Ketika gempa terjadi, Umar memberikan peringatan yang tegas  kepada rakyat agar tidak melakukan kemaksiatan yang akan mengundang kemurkaan Allah Swt.

Wallahu alam bishawab

Oleh: Elah Hayani
Sahabat Tinta Media

Senin, 05 Desember 2022

SIKAP KHALIFAH, PEMIMPIN NEGARA KHILAFAH KETIKA MENGHADAPI MUSIBAH GEMPA

Tinta Media - Hingga hari Selasa (22/11/2022), Badan Nasional Penanggulangan Bencana merilis jumlah korban meninggal dunia akibat gempa di Cianjur, Jawa Barat, berjumlah 268 orang. Gempa yang memporakporandakan sejumlah rumah, gedung, sarana prasarana dan fasilitas umum ini sejatinya adalah peringatan dari Allah SWT.

Dalam Al Qur'an Surat al A'rof ayat 96, Allah SWT berfirman:

_"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan."_

Semestinya, musibah gempa ini menjadi bahan muhasabah (instropeksi). Apa maksiat dan dosa yang telah dilakukan manusia, membuat resolusi taubat agar menjadi pribadi yang beriman dan bertaqwa, sehingga Allah SWT turunkan barokah dari langit dan bumi.

Hal itu pulalah, yang dahulu dilakukan oleh Khalifah ʿUmar ibn al-Khaṭṭāb RA ketika terjadi gempa di era Kekhilafahan yang dipimpinnya. Saat terjadi gempa, ʿUmar ibn al-Khaṭṭāb RA tidak bicara soal jumlah korban jiwa, harta dan benda. Apalagi membahas pertemuan lempeng ini dan itu.

Ketika terjadi musibah gempa pada era kepemimpinan Khalifah ʿUmar ibn al-Khaṭṭāb RA, ia berkata kepada penduduk Madinah:

_"Wahai Manusia, apa ini? Alangkah cepatnya apa yang kalian kerjakan (dari maksiat kepada Allah)? Andai kata gempa ini kembali terjadi, aku tak akan bersama kalian lagi!”_

Pada zaman Nabi Muhammad SAW juga sama. Suatu ketika di Madinah terjadi gempa bumi. Rasulullah Muhammad SAW lalu meletakkan kedua tangannya di atas bumi dan berkata, 

_"Tenanglah … belum datang saatnya bagimu.’’_

Lalu, Nabi SAW menoleh ke arah para sahabat dan berkata:

_"Sesungguhnya Rabb kalian menegur kalian … maka jawablah (buatlah Allah ridha kepada kalian)!”_

Coba kita tengok pemimpin di era now dalam sistem demokrasi. Adakah mereka meneladani Nabi SAW seperti yang dilakukan oleh Khalifah ʿUmar ibn al-Khaṭṭāb RA?

Adakah yang bertanya tentang maksiat manusia ? adakah yang menyeru pada ketaatan kepada Allah SWT? Adakah, yang bermuhasabah, mengoreksi diri agar bertaubat dari maksiat dan bersegera menuju ketaatan kepada Allah SWT?

Alih-alih bermuhasabah, anggoga DPR RI malah menjadikan musibah gempa sebagai lelucon. Saat RDP dengan BMKG dan Basarnas, Wakil Ketua Komisi V Robert Rouw malah ketawa terkekeh saat diingatkan untuk berlindung karena terjadi gempa.

Penulis kira, saat ini kita membutuhkan pemimpin sekaliber Khalifah ʿUmar ibn al-Khaṭṭāb RA. Yang memiliki pandangan mata batin yang tajam, yang mampu membaca fenomena alam karena adanya maksiat kepada Allah SWT.

Tentu saja, pemimpin sekelas Khalifah ʿUmar ibn al-Khaṭṭāb tidak akan muncul dari sistem demokrasi, dari Pemilu coblos-coblosan yang menurut La Nyalla Mataliti palsu. Pemimpin seperti Khalifah ʿUmar ibn al-Khaṭṭāb RA hanya hadir dan mampu diwujudkan melalui sistem Khilafah.

Yuk berjuang untuk menegakkan Khilafah agar Umat memiliki pemimpin seperti Khalifah ʿUmar ibn al-Khaṭṭāb RA. Segera, tinggalkan Demokrasi yang hanya melahirkan pemimpin-pemimpin palsu. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik

https://heylink.me/AK_Channel/

Kamis, 01 Desember 2022

Gempa Cianjur, IJM: Otoritas Mitigasi Bencana Tidak Melaksanakan Tupoksi dengan Baik

Tinta Media - Terkait gempa Cianjur, Dr. Erwin Permana dari Indonesia Justice Monitor (IJM) menilai otoritas mitigasi bencana tidak melaksanakan tupoksinya dengan baik.

"Kejadian gempa Cianjur Senin kemarin menunjukkan bagaimana otoritas mitigasi bencana seperti BMKG, BNPB, PPMBG tidak melaksanakan tupoksinya dengan baik," tuturnya dalam Aspirasi Rakyat: Ada Acara Relawan Jokowi di GBK, Ditengah Cianjur Berduka? Di kanal YouTube Justice Monitor, Ahad (27/11/2022). 

Menurutnya, kinerja otoritas mitigasi bencana yang sudah dibekali dengan dana APBN belum menggembirakan dalam menghindari korban jiwa dan kerugian ekonomi. Karena selain dibekali APBN, otoritas mitigasi bencana Indonesia seperti BMKG juga banyak mendapat bantuan teknologi dan bantuan teknik teknis dari internasional. "Namun BMKG belum sesuai harapan yaitu memberikan peringatan dini bencana terutama di daerah rawan bencana," ujarnya.

Berkenaan dengan musibah ini, IJM menyatakan turut berbelasungkawa dan prihatin yang mendalam atas musibah ini. 

Ia mengingatkan, meski musibah ini menambah penderitaan bagi masyarakat khususnya rakyat miskin yang tinggal di daerah Cianjur tetapi hendaknya dihadapi dengan kesabaran dan rida dengan qada yang ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. "Maka atas dorongan iman, musibah harus kita sikapi dengan lapang dada, bersabar, bertawakal kepada-Nya dan mengembalikan semuanya kepada Allah zat yang Mahakuasa," tukasnya.

Jadi, lanjutnya, semakin banyak musibah mestinya semakin mendorong umat untuk semakin taat kepada-Nya dengan jalan melaksanakan syariat-Nya yakni meninggalkan semua yang dilarang-Nya dan menjalankan yang diwajibkannya. "Penolakan terhadap Allah dengan tetap membiarkan kemaksiatan dalam segala aspek kehidupan adalah bukti sikap durhaka kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala," tegasnya.

Ia juga menyerukan kepada pemerintah untuk melakukan penanganan secepatnya untuk menolong korban dan memberikan bantuan logistik yang diperlukan. Termasuk mengkaji secara menyeluruh konstruksi bangunan yang ada. "Pemerintah harus bertanggung jawab dengan kelalaian ini dan melakukan langkah-langkah kongkret terkait pencegahan kemungkinan terjadinya bencana serupa di masa yang akan datang," paparnya.

Ia juga menyerukan agar umat Islam peduli terhadap penderitaan saudaranya dan mengulurkan bantuan apa saja yang bisa diberikan. 

Ia juga berharap semoga musibah ini bisa menghapus dosa para korban, menghantarkan pada derajat syahid untuk yang meninggal. "Dan memberi hikmah kepada kita untuk semakin tunduk dan taat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, zat yang menciptakan alam semesta ini, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga maupun masyarakat dan bernegara," tandasnya.[] Ajira

Ahmad Sastra: Inilah Manfaat Saintifik Pembacaan Bencana Alam Secara Geologis

Tinta Media - Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra menyatakan bahwa beberapa manfaat saintifik dari pembacaan bencana alam secara geologis yang harus dilakukan oleh otoritas negeri ini.

“Inilah manfaat saintifik dari pembacaan bencana alam secara geologis yang harus dilakukan oleh otoritas negeri ini sebagai ikhtiar yang terukur,” tuturnya kepada Tinta Media, Rabu (30/11/2022).

Pembacaan gempa bumi secara geologis dan geografis ini akan memberikan manfaat saintifik dan edukatif. Ia memaparkan manfaat saintifik sebagai berikut:

Pertama, pemerintah sebaiknya memberikan edukasi gempa kepada masyarakat sejak dini dan dilakukan oleh para ahli geologis.
“Usaha edukatif ini bisa melalui proses penyadaran kepada masyarakat pada umumnya, maupun melalui pendidikan formal di sekolah-sekolah maupun  perguruan tinggi dengan menjadikan tema gempa sebagai salah satu mata pelajaran,” paparnya.

Menurutnya, hal tersebut bertujuan untuk melakukan edukasi berkelanjutan bagi masyarakat dan usia dini. “Literasi gempa ini sangat penting mengingat posisi geologis negara ini,” ujarnya.

Kedua, negeri ini harus belajar dari Jepang yang telah memiliki manajemen gempa yang sangat maju. Teknologi di Jepang menghasilkan pendataan yang baik dan negara hadir cepat di saat akan terjadi gempa. “Sistem peringatan dini gempa juga harus menjadi perhatian serius otoritas wilayah yang sering terjadi gempa. Ketika bencana gempa bumi melanda Jepang, tepatnya di kawasan Prefektur Fukushima, Rabu, 16 Maret 2022 pukul 23.36 waktu setempat, sistem peringatan dini bisa berjalan dengan baik dan merata,” ungkapnya.

Ia mengatakan dengan mengirimkan sebuah tangkapan layar sebelum terjadi gempa berkekuatan 7,3 Magnitudo tersebut, sudah ada pemberitahuan dari Badan Meteorologi setempat. 

“Pemberitahuan akan terjadinya gempa itu masuk ke handphone  tiap warga 10 menit atau 5 menit sebelum terjadinya gempa. Bunyi peringatan itu mirip suara alarm sehingga warga bisa berlindung dan mencari perlindungan sejak dini,” katanya.

Ketiga, otoritas wilayah atau pemerintah harus memiliki perencanaan bangunan rumah penduduk yang tahan gempa sebagaimana dilakukan oleh otoritas Jepang.
“Dalam konstruksi bangunan di Jepang, ada tiga prinsip konstruksi agar bangunan lebih tahan terhadap gempa, antara lain struktur dengan sistem anti seismik, redaman, dan struktur seismik terisolasi,” bebernya.

Menurutnya, rumah anti gempa tersebut dibuat dengan bahan kayu, bukan tembok. Kayu memiliki kelebihan untuk mereduksi gempa sehingga bangunan tidak mudah roboh. “Rumah yang terbentuk dari kayu terlihat banyak dibuat di Jepang yang terkenal dengan negara yang kerap ditimpa musibah gempa bumi,” tuturnya.

Secara geografis, Indonesia berada di wilayah lingkaran api Pasifik atau cincin api Pasifik (ring of fire), yakni daerah yang sering mengalami gempa bumi dan letusan gunung berapu yang mengelilingi cekungan Samudera Pasifik, di mana merupakan pertemuan tiga lempeng tektonik dunia seperti Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik. 

“Posisi ini secara geologis akan sangat rawan gempa bumi. Posisi geologis ini secara logika akan terus menyebabkan gempa bumi, entah kapan dan di daerah mana,” ujarnya.

Aspek Teologis

Dr. Ahmad Sastra mengatakan secara teologis, bencana alam seperti gempa yang terjadi di Cianjur memiliki dua dimensi, yakni gempa sebagai ujian dan gempa sebagai bentuk peringatan Allah bagi manusia.

“Secara saintifik gempa disebabkan pergerakan lempeng bumi, dan yang menggerakkannya adalah Allah, bahkan yang meletuskan gunung juga Allah. Peristiwa ini telah tertulis dalam catatan Allah di Lauhul Mahfudz,” tuturnya.

Ia menyatakan Firman Allah Swt. dalam Qur’an Surat An-Naml ayat 75 yakni tiada sesuatu pun yang gaib di langit dan di bumi melainkan (terdapat) dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfudz).

“Maka gempa bumi yang terjadi adalah qodho atau takdir dari Allah semata sebagai bentuk ujian bagi orang-orang beriman,” ucapnya.

Selain sebagai ujian, ia mengatakan bahwa gempa bumi juga bentuk peringatan keras dari Allah atas pelanggaran manusia..
“Allah memperlihatkan kekuasaan-Nya dalam rangka memberikan peringatan kepada manusia agar kembali kepada jalan Allah dan hanya menyandarkan harapan kepada Allah,” katanya.

Ia mengakhirinya dengan mengingatkan manusia kepada ketaatan hukum syariat Allah serta tidak kufur nikmat. [] Ageng Kartika

Gempa adalah Musibah, Harus Diterima dengan Ikhlas

Tinta Media - Berkenaan dengan gempa bumi yang terjadi di Cianjur, Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto mengatakan bahwa gempa adalah musibah yang harus diterima dengan ikhlas.
 
“Gempa di Cianjur kemarin jelas itu adalah musibah dan harus diterima dengan ikhlas,” tuturnya di Focus UIY: Gempa, Apa Hikmahnya? Senin (28/11/2022) melalui kanal UIY Official.
 
UIY  menegaskan bahwa setiap bencana yang terjadi di muka bumi sudat tercatat di Lauhul Mahfudz, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-Hadid ayat 22, “Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuz) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh yang demikian itu mudah bagi Allah,” ucapnya membacakan terjemahnya.
 
Artinya, sambung UIY, gempa yang terjadi itu sudah merupakan ketentuan dari Allah Swt. Mudah bagi Allah untuk menggerakkan sedikit saja lempeng dan dampaknya sangat dahsyat. Tapi Allah mengingatkan agar tidak terlalu bersedih terhadap apa yang luput dari kamu.
 
Besar Pahalanya
 
Berdasarkan hadis riwayat Imam Tirmizi, jelas UIY besarnya pahala itu beriring dengan besarnya ujian. Makin besar ujian makin besar pahala.
 
“Kalau menggunakan perspektif Islam sebenarnya makin besar musibah itu mestinya senang karena pahalanya besar kalau bisa menghadapi dengan sabar,” tukasnya.
 
Dalam hadis lain lanjutnya, dikatakan musibah itu sesungguhnya adalah bentuk cinta Allah kepada suatu kaum. “Jika Allah mencintai suatu kaum maka mereka akan diuji,” ucapnya membacakan hadis riwayat Ath-Thabrani.
 
UIY juga mengutip Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 155-157 yang intinya menegaskan bahwa Allah Swt. akan menguji hamba-Nya dengan sedikit rasa takut, kelaparan, berkurangnya harta, jiwa dan buah-buahan.
 
“Nah yang terjadi dengan gempa itu berkurang harta, rumah ambruk, isi rumahnya juga rusak lalu mengakibatkan kematian.Tapi menariknya ayat ini mengatakan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. Dalam ayat selanjutnya  disebut bagi orang yang sabar akan mendapatkan tiga hal, salawat (ampunan)  dari Tuhan mereka, mendapat rahmat dan mendapat petunjuk. Jadi perolehannya luar biasa kalau bisa menghadapi musibah dengan  sabar,” bebernya.
 
Sabar, jelas UIY, kalau merujuk pada tafsir Jalalain dikatakan di sana  adalah menahan terhadap apa yang dibenci, tidak disukai. “Inilah yang dikatakan oleh Baginda Rasulullah Saw. dalam hadis riwayat Muslim, menakjubkan sekali urusan orang yang beriman itu karena semua urusan itu baik bagi dia. Jika dia tertimpa sesuatu yang menyenangkan dia bersyukur,  tapi jika sesuatu yang menyulitkan yang tidak menyenangkan dia sabar dan itu baik juga,” ungkapnya.
 
Jadi, tegasnya,  kalau mendapatkan kebaikan dia bersyukur itu baik buat dia tapi kalau mendapatkan yang tidak menyenangkan dia sabar itu baik juga, karena dia dapat pahala. “Makin besar ujiannya makin  besar pahalanya,” tandasnya.  
 
Menghapus Dosa

Dalam hadis shahih Bukhari Muslim, kata UIY, dikatakan tidaklah seorang muslim tertimpa  musibah  atau tertusuk duri atau lebih daripada itu kecuali Allah dengan musibah itu, menghapus sebagian dosanya. “Jadi kalau semakin banyak musibah dosanya makin berkurang. Menjadi senang sebenarnya kan,” lugasnya.
 
Bagi yang meninggal dalam musibah itu, imbuhnya, berdasarkan keterangan dari Nabi Saw. ia syahid akhirat. “Kita prihatin dengan musibah yang terjadi, tapi dengan penjelasan diatas ternyata sangat banyak kebaikan di balik musibah,” yakinnya.
 
UIY mengingatkan bagi yang tidak terkena musibah untuk membantu saudara-saudara yang  terkena musibah.
 
“Mereka jelas memerlukan banyak bantuan, dan kita harus menyadari bahwa tidak ada orang yang tidak butuh bantuan sebagaimana juga kita. Allah akan selalu membantu hamba-Nya sepanjang hamba-Nya itu membantu saudaranya,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun
 
 
 

Selasa, 29 November 2022

MEMBACA GEMPA BUMI SECARA GEOLOGIS DAN TEOLOGIS

Tinta Media - Indonesia adalah negara paling rawan gempa no 2 setelah China. China mengalami sekitar 157 gempa bumi dari tahun 1900 hingga 2016, ini merupakan jumlah gempa bumi tertinggi dari negara manapun. Sementara Indonesia, mengalami 113 kali gempa bumi dengan kekuatan yang signifikan, pada tahun antara 1900 dan 2016.

Iran adalah sebuah negara di bagian Timur Tengah, yang terletak di kawasan aktivitas seismik yang tinggi. Negara ini merupakan urutan ke 3 dengan gempa bumi terbanyak, sebanyak 106 gempa dari tahun 1900 hingga 2016. Sementara Turki menempati urutan ke 4 negara rawan gempa. Turki juga berada di atas salah satu tempat paling aktif secara seismik di dunia. Batas lempeng ini antara lempeng Eurasia dan Arab.

Negara Jepang yang sangat sering terjadi gempa bumi justru menempati posisi ke 5 negara rawan gempa. Jepang juga berada di dekat Cincin Api Pasifik yang membuatnya sangat rentan terhadap bencana dari gempa bumi. Pergerakan dan tabrakan lempengan benua dan samudera di dalam dan sekitar Jepang.

Sementara negara Peru menempati posisi ke 6 negara rawan gempa. Peru berada di antara lempeng Amerika Selatan dan Nazca. Pergerakan pada kapal berkecepatan 77 mm per tahun dan memicu adanya gempa bumi karena sesar.

Posisi nomer 7 negara rawan gempa adalah Amerika Serikat. Bagian pantai barat Amerika Serikat berada juga di Cincin Api Pasifik, tektonik lempeng juga aktif di wilayah tersebut. Batas yang dinamis dari lempeng Pasifik dan Amerika Utara sebagai penyebab gempa bumi di negara itu, terutama di Alaska dan California.

Sementara Italia menempati posisi ke 8 negara rawan gempa bumi. Bagian selatan Italia adalah paling rentang terhadap gempa bumi, dikarenakan lempeng Eurasia dan Afrika bertabrakan di wilayah tersebut. Sebagian besar gunung berapinya paling berbahaya di Italia seperti Etna Vesuvius, dan Stromboli berada di wilayah ini.

Secara geografis, Indonesia berada di wilayah lingkaran api pasifik atau cincin api pasifik (ring of fire) dimana merupakan pertemuan tiga lempeng tektonik dunia seperti Lempeng Indo-Austalia, Lempeng Eurasia dan Lempek Pasifik. Posisi ini secara geologis akan sangat rawan gempa bumi. Posisi geologis ini secara logika akan terus menyebabkan gempa bumi, entah kapan dan di daerah mana.

Cincin Api Pasifik atau Lingkaran Api Pasifik (Ring of Fire) adalah daerah yang sering mengalami gempa bumi dan letusan gunung berapi yang mengelilingi cekungan Samudra Pasifik.

Indonesia merupakan negara yang termasuk bagian dari lintasan The Pasific Ring of Fire (Cincin Api Pasifik), yaitu suatu lintasan di mana terdapat deretan gunung api sehingga tidak mengherankan kalau negara yang dilewati cincin api ini sering terjadi gempa, baik gempa tektonik maupun vulkanik. Berdasarkan catatan para ahli, sebanyak 81% gempa bumi besar terjadi di lintasan Cincin Api Pasifik ini ( Prasetya dkk., 2006).

Pembacaan gempa bumi secara geologis dan geografis ini memberikan manfaat saintifik dan edukatif yang mesti dilakukan oleh otoritas negeri ini sebagai sebuah ikhtiar yang terukur. Setidaknya ada lima manfaat santifik dari pembacaan bencana alam secara geologis ini.

Pertama, hendaknya pemerintah melalui para ahli geologis memberikan edukasi gempa kepada masyarakat sejak dini. Usaha edukatif ini bisa melalui proses penyadaran kepada masyarakat pada umumnya, maupun melalui pendidikan formal di sekolah-sekolah maupun perguruan tinggi dengan menjadikan tema gempa sebagai salah satu mata pelajaran. Hal ini bertujuan untuk melakukan edukasi berkelanjutan bagi masyarakat dan usia dini. Literasi gempa ini sangat penting mengingat posisi geologis negara ini.

Kedua, sebagai bentuk antisipasi, negeri ini bisa belajar dari jepang yang telah memiliki menejemen gempa yang sangat maju. Dengan teknologi, seluruh masyarakat Jepang bisa terdata dengan baik dan negara hadir cepat disaat akan terjadi gempa. Sistem peringatan dini gempa juga harus menjadi perhatian serius ototritas wilayah yang sering terjadi gempa. Ketika bencana gempa bumi melanda Jepang, tepatnya di kawasan Prefektur Fukushima pada Rabu, 16 Maret 2022 pukul 23.36 waktu setempat, sistem peringatan dini bisa berjalan dengan baik dan merata.

Dengan mengirimkan sebuah tangkapan layar sebelum terjadi gempa berkekuatan 7,3 Magnitudo tersebut sudah ada pemberitahuan dari Badan Meteorologi setempat. Pemberitahuan akan terjadinya gempa itu masuk ke handphone tiap warga 10 menit atau 5 menit sebelum terjadinya gempa. Bunyi peringatan itu mirip suara alarm, sehingga warga bisa berlindung dan mencari perlindungan sejak dini.

Ketiga, otoritas wilayah atau pemerintah harus memiliki perencanaan bangunan rumah penduduk yang tahan gempa, sebagaimana dilakukan oleh otoritas Jepang. Dalam konstruksi bangunan di Jepang, ada tiga prinsip konstruksi agar bangunan lebih tahan terhadap gempa, antara lain struktur dengan sistem antiseismik, redaman, dan struktur seismik terisolasi.

Rumah anti gempa dibuat dengan bahan kayu, bukan tembok. Rumah yang terbentuk dari kayu terlihat banyak dibuat di Jepang yang terkenal dengan negara yang kerap ditimpa musibah gempa bumi. Kayu memiliki kelebihan untuk mereduksi gempa, sehingga bangunan tidak mudah roboh.

Adapaun secara teologis, bencana alam seperti gempa yang terjadi di Cianjur memiliki dua dimensi, yakni gempa sebagai ujian, namun gempa juga sebagai bentuk peringatan Allah bagi manusia. Secara saintifik, gempa disebabkan oleh pergerakan lempeng bumi, namun siapa yang menggerakkan? Jawabnya, Allah lah yang menggerakkan lempeng bumi, bahkan Allahlah yang meletuskan gunung. Peristiwa alam ini telah tertulis dalam catatan Allah di lauhul mahfuz.

Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfudz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Q.S. Al-Hadiid : 22). Tiada sesuatupun yang ghaib di langit dan di bumi, melainkan (terdapat) dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfudz). (Q.S. An-Naml : 75). Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan (QS. Al Anbiya (21) : 35).

Dengan demikian, maka gempa bumi yang terjadi adalah qodho atau takdir dari Allah semata sebagai bentuk ujian bagi orang-orang beriman. Orang beriman menghadapi ujian dari Allah adalah dengan penuh kesabaran, ridho dan ikhlas. Dengan adanya gempa, maka orang-orang beriman sedang diuji oleh Allah dengan kekurangan harta, makanan dan buah-buahan.

Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar (QS Al baqarah : 155). Karena itu dibalik bencana alam, bagi seorang muslim adalah bagian dari bentuk kecintaan kepada hambaNya yang beriman, karena akan dinaikkan derajatnya. Sebagaimana jika ingin naik kelas, maka seorang siswa harus melewati proses ujian.

Doa Rasulullah saat terjadi gempa, “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kehadirat-Mu kebaikan atas apa yang terjadi, dan kebaikan apa yang ada di dalamnya, dan kebaikan atas apa yang Engkau kirimkan atas kejadian ini. Dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukan atas apa yang terjadi dan keburukan isinya dan aku berlindung kepada-Mu atas apa-apa yang engkau kirimkan”.

Dengan adanya ujian gempa bumi yang merobohkan rumah, tentu saja akan menimbulkan berbagai bentuk ketakutan, trauma, kekurangan makanan, hilangnya harta karena rumahnya rusak bahkan akan menimbulkan kematian yang berarti kehilangan nyawa. Allah berfirman : Yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu siapa diantara kamu yang lebih baik (tulus) amalnya (QS. Al Mulk (67) : 2).

Kematian karena terdampak gempa, seperti tertimpa bangunan adalah kematian indah sebab termasuk kematian syahid. Kematian yang termasuk syahid lainnya adalah saat tenggelam, sakit perut, terkena tho’un, mati saat sholat, saat menuntut ilmu dan masih banyak lagi. Terlebih mati saat perang membela agama Islam.

Sebagai seorang muslim wajib hukumnya membantu apa saja yang dibutuhkan saudaranya yang sedang tertimpa musibah gempa seperti pakaian, makanan, uang, peralatan sekolah, bahan bangunan, peralatan rumah tangga semata karena Allah semata, bukan atas nama kemanusiaan apalagi agar populer atau karena kepentingan politik. Lebih jelek lagi jika membantu orang yang sedang terkena bencana sambil menyebarkan agama kepada orang yang telah beragama. Rasulullah bersabda, “Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya”. [HR Muslim: 2699, at-Turmudziy: 1930, 1425, 2945, Abu Dawud: 4946, Ibnu Majah: 225 dan Ahmad: II/ 252, 296, 500, 514. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy Shahih]

Selain sebagai ujian, gempa bumi secara teologis adalah bentuk peringatan keras dari Allah atas pelanggaran manusia. Dengan adanya berbagai bencana alam seperti gunung meletus, angin puting beliung, hujan deras dan petir, tsunami atau sejenisnya sesungguhnya merupakan peringatan keras bagi manusia. Allah memperlihatkan kekuasaanNya dalam rangka memberikan peringatan kepada manusia agar kembali kepada jalan Allah dan hanya menyandarkan harapan kepada Allah, taat kepada hukum syariat Allah serta tidak kufur nikmat.

Ibn Qayyim al-Jawziyyah dalam kitabnya, al-Da'a wa al-Dawa'a, mengutip sebuah hadits mursal yang diriwayatkan Ibn Abi al-Dunya. Terjemahannya berbunyi, “Bumi pernah berguncang pada masa Rasulullah SAW. Beliau SAW meletakkan tangannya di atas bumi dan bersabda, ‘Tenanglah! Belum tiba saatnya bagimu.’ Kemudian menoleh kepada para sahabat seraya memberi tahu, ‘Tuhan ingin agar kalian melakukan sesuatu yang membuat-Nya ridha. Karena itu, buatlah agar Dia ridha kepada kalian.

Sepertinya, Umar bin Khattab RA mengingat kejadian itu. Ketika terjadi gempa pada masa kekhalifahannya, ia berkata kepada penduduk Madinah, Wahai Manusia, apa ini? Alangkah cepatnya apa yang kalian kerjakan (dari maksiat kepada Allah)? Andai kata gempa ini kembali terjadi, aku tak akan bersama kalian lagi!”. Seorang dengan ketajaman mata bashirah seperti Umar bin Khattab bisa, merasakan bahwa kemaksiatan yang dilakukan oleh para penduduk Madinah, sepeninggal Rasulullah dan Abu Bakar As-Shiddiq telah mengundang bencana.

Dengan demikian, gempa dimanapun, termasuk di Cianjur semestinya menjadi pelajaran bagi seorang mukmin, termasuk bagi manusia yang selalu mengerjakan berbagai maksiat. Sebab selain sebagai ujian bagi orang beriman, gempa juga merupakan peringatan keras dari Allah bagi perilaku kemaksiatan. Hanya orang-orang yang berakal lah yang mampu menamkap pesan-pesan Allah melalui berbagai peristiewa alam ini.

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (QS. Ali Imran: 190-191).

Dr. Ahmad Sastra 
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 28/11/22 : 19.21 WIB)

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Senin, 28 November 2022

Gempa Cianjur, MMC: Negeri Ini Rawan Bencana Namun Minim Mitigasi dan Tata Kelola Bencana

Tinta Media - Menanggapi peristiwa gempa Cianjur, Muslimah Media Center (MMC) merasa cukup miris melihat realitas mitigasi bencana dan tata kelola bencana di Indonesia yang masih ala kadarnya padahal sudah diketahui secara pasti bahwa Indonesia adalah negeri rawan bencana. 

"Mitigasi bencana yang seadanya dan tata kelola yang ala kadarnya disebabkan karena ketiadaan atau sulitnya koordinasi di antara pejabat dan instansi terkait serta minimnya prioritas anggaran negara untuk antisipasi,” beber narator dalam rubrik Serba-Serbi MMC : Gempa Cianjur: Gempa Dangkal dengan Kerusakan Parah, Mitigasi Seadanya? pada Rabu (23/11/2022) di kanal youtube Muslimah Media Center. 

Menurutnya, sudah menjadi fakta bahwa Indonesia berada di wilayah tiga patahan lempeng bumi membuat negeri ini rawan bencana seperti yang disampaikan oleh Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono. Ini, karena tata kelola urusan rakyat belum menjadi visi utama para pemangku kebijakan tak terkecuali dalam menangani bencana baik secara preventif maupun kuratif. Pembangunan fasilitas publik masih berorientasi pada keuntungan dan pasar.  

“Tata kelola urusan rakyat yang ala kadarnya adalah buah dari penerapan sistem Kapitalisme. Sistem yang telah memposisikan penguasa bukan sebagai pengurus urusan rakyat, tetapi pengurus kepentingan korporasi,” urainya.

Yang memprihatinkan lagi, menurut narator, dalam sistem kapitalisme ini rakyat dibiarkan hidup layaknya di hutan rimba.  Yang kuat adalah yang mampu bertahan hidup sementara yang lemah akan tumbang. 

“Bagi rakyat yang kaya, mereka bisa membangun bangunan yang tahan gempa, sementara yang miskin hanya pasrah dengan tempat tinggal yang bisa roboh hanya dengan guncangan kecil,” tuturnya prihatin.

Narator menyampaikan bahwa keberadaan potensi bencana alam di suatu tempat merupakan ketetapan Allah yang tidak bisa dihindari, akan tetapi ada upaya atau ikhtiar yang harusnya dilakukan manusia untuk menghindar dari keburukan yang dapat ditimbulkan.  

Kebijakan Khilafah 

Dalam penanganan musibah, menurut narator, Islam atau khilafah telah menggariskan kebijakan-kebijakan komprehensif yang tegak di atas aqidah Islam serta prinsip-prinsip pengaturannya didasarkan pada syariat Islam. 

“Khilafah sebagai penanggung jawab seluruh urusan rakyat  wajib mengatasi potensi terjadinya bencana alam sehingga tujuan kemaslahatan untuk rakyat pun tercapai,” tegasnya.

Narator menguraikan Khilafah akan menempuh dua langkah strategi sekaligus yaitu preventif dan kuratif.  “Kebijakan preventif dilakukan sebelum terjadinya bencana atau pra bencana. Tujuannya untuk mencegah atau menghindarkan penduduk dari bencana. Sedangkan kebijakan kuratif dilakukan setelah terjadinya bencana,” bebernya.

Lebih lanjut, narator menjabarkan kegiatan preventif meliputi pembangunan sarana-sarana fisik untuk mencegah bencana dan pemetaan pemanfaatan lahan serta penyediaan alokasi dana. 

“Semua hal terkait pencegahan bencana, khalifah  akan mempersiapkannya dengan baik dan memadai dalam menghadapi bencana,” sambungnya.

Narator menguraikan untuk kebijakan kuratif meliputi  recovery korban  bencana dan memulihkan kondisi psikis mereka agar tidak depresi, stres, ataupun dampak-dampak psikologis kurang baik lainnya.

“Keberhasilan penanganan bencana dalam Khilafah disebabkan berpegang teguhnya Khilafah pada syariat Islam dalam menyelesaikan seluruh urusan rakyatnya,” pungkasnya.[] Erlina YD

Sabtu, 26 November 2022

IJM Turut Belasungkawa Atas Musibah Gempa Cianjur

Tinta Media - Dr. Erwin Permana dari Indonesia Justice Monitor (IJM) menyatakan turut berbelasungkawa atas musibah gempa di Cianjur.
 
“Indonesia Justice Monitor (IJM) menyatakan turut berbelasungkawa dan keprihatinan yang amat dalam atas terjadinya musibah ini,” tuturnya dalam acara Aspirasi Rakyat: Gerak Cepat! Jangan 'Rem Blong' Atasi Musibah Cianjur, melalui kanal You Tube Indonesia Justice Monitor, Senin (21/11/2022).
 
Erwin melanjutkan, meski musibah ini akan menambah penderitaan bagi masyarakat khususnya rakyat miskin yang tinggal di daerah Cianjur tetapi hendaknya kita bisa menghadapi dengan penuh kesabaran dan rida dengan qada yang datang dari Allah Swt.
 
“Hanya dengan cara ini saja kita dapat menghadapi musibah ini dengan tenang sehingga tidak menimbulkan masalah baru,” tandasnya.  
 
Menurut Erwin, pelajaran yang bisa diambil adalah betapa pun manusia tetaplah makhluk yang lemah, karena itu tidak pada tempatnya bertindak durhaka kepada Allah Swt. Zat yang menciptakan alam semesta manusia dan kehidupan ini.
 
“Semakin banyak musibah mestinya semakin mendorong kita untuk semakin taat kepada-Nya dengan jalan melaksanakan syariah-Nya yakni meninggalkan semua yang dilarang-Nya dan menjalankan semua yang diwajibkan-Nya,”
 
 Penolakan terhadap syariat Allah, ujar Erwin, yaitu dengan tetap membiarkan kemaksiatan dalam berbagai aspek kehidupan semacam L68T, ekonomi ribawi, budaya pornografi, korupsi dan sebagainya adalah bukti nyata dari sikap durhaka yang dimaksud .
 
“Menyerukan kepada pemerintah untuk melakukan penanganan secepatnya menolong korban dan memberikan bantuan logistik yang diperlukan termasuk mengkaji secara menyeluruh konstruksi bangunan yang ada agar musibah serupa tidak memberikan dampak terlalu besar di masa yang akan datang,” serunya.
 
Erwin juga berharap kepada umat Islam untuk mengulurkan  bantuan apa saja yang bisa diberikan. “Islam menganjurkan kepada umatnya untuk peduli terhadap penderitaan saudaranya dan dilarang berpangku tangan,” tandasnya.
 
Ia berharap, musibah ini bisa menghapus dosa para korban, mengantarkan kepada derajat syahid untuk yang meninggal.
 
“Dan memberikan hikmah kepada kita semuanya untuk semakin tunduk dan taat kepada Allah Swt. Zat yang menciptakan alam semesta ini baik dalam kehidupan berbasis  keluarga maupun kehidupan bermasyarakat dan bernegara,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun

Jumat, 25 November 2022

Prof. Fahmi Amhar: Cianjur Daerah Rawan Gempa

Tinta Media - Peneliti Pusat Riset Geospasial  Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof. Dr. Ing. Fahmi Amhar mengatakan bahwa daerah Cianjur rawan gempa.
 
“Cianjur memang sudah lama dikenal sebagai daerah rawan gempa.  Cianjur dilalui sesar Cimandiri, yaitu patahan geser aktif sepanjang 100 kilometer. Sesar ini memanjang dari muara Sungai Cimandiri di Pelabuhanratu, Kab. Sukabumi, hingga ke timur laut melewati Kab. Cianjur, Kab. Bandung Barat, hingga Kab. Subang,” tuturnya kepada Tinta Media, Selasa (22/11/2022).

Menurut Fahmi,  sekitar seabad terakhir, ada tujuh gempa besar di sepanjang Sesar Cimandiri, yaitu gempa Pelabuhan Ratu (1900), gempa Padalarang (1910), gempa Conggeang (1948), gempa Tanjungsari (1972), gempa Cibadak (1973), gempa Gandasoli (1982), dan gempa Sukabumi (2001).
 
“Daerah rawan gempa dapat dipetakan, namun gempa itu sendiri tidak dapat diprediksi kapan datangnya, apalagi dicegah atau dihalangi.  Manusia di daerah rawan gempa harus hidup dengan gempa.  Namun mereka dapat mengurangi risiko dengan membangun infrastruktur dan bangunan yang tahan gempa,” ujarnya.
 
Ini, sambung Fahmi, karena gempa sebenarnya tidak membunuh, selama tidak  ada jembatan patah, tebing longsor atau bangunan ambruk yang melibatkan manusia di sekitarnya.  “Oleh karena itu, aturan bangunan di daerah rawan gempa wajib diperketat.  Dinas PU bersama BPBD perlu lebih proaktif memeriksa kekuatan bangunan di daerah rawan gempa,” sarannya.   
Meski demikian Fahmi menyayangkan kondisi ekonomi sering memaksa warga miskin membangun rumah ala kadarnya. “Mereka juga yang kini banyak menjadi korban. Mungkinkah ada subsidi perbaikan rumah agar tahan gempa?” tanyanya.
 
Menurut Fahmi, salah satu tugas pemerintah adalah memastikan seluruh infrastruktur dan bangunan publik (kantor pemerintahan, rumah sakit, sekolah) memenuhi spesifikasi tahan gempa.  “Setidaknya tidak justru menjadi penghambat ambulance datang untuk menolong karena adanya longsor atau jembatan patah.  Dan setidaknya bangunan publik ini pada saat bencana dapat menjadi tempat pengungsian sementara,”ungkapnya.
 
Mental Spiritual
 
Fahmi mengatakan infrastruktur sosial dan mental spiritual juga harus disiapkan.  “Kita ini sering menyadari hidup di daerah rawan bencana, namun amat jarang ada latihan tanggap darurat bencana.  Walhasil pada saat terjadi bencana seperti ini, respon pertama warga sering tidak tepat,” kritiknya.  
 
Fahmi mengisahkan, dulu pasca bencana gempa dan tsunami Aceh 2004, banyak daerah melakukan tsunami drill.  Namun kegiatan ini terkesan asal jalan.  Ketika proyek selesai, masyarakat dan pemerintah setempat tak merasa perlu melakukannya lagi.  Seolah-olah seluruh latihan itu adalah kebutuhan negara donor, bukan masyarakat di sini.
 
“Selain memperkuat kesigapan masyarakat, membangun sikap mental saling menjaga juga penting.  Di Jepang, sewaktu gempa 9 SR dan tsunami melanda Sendai tahun 2011 dulu, infrastruktur dan dunia usaha praktis lumpuh.  Banyak warga mengambil sendiri sembako di Supermarket.  Dan ketika kondisi pulih, warga tersebut kembali ke supermarket, melaporkan barang yang diambilnya saat kondisi darurat, dan mereka antri untuk membayarnya,” ujarnya mengisahkan.
 
Meski demikian, kata Fahmi, masih sulit membayangkan seperti ini di Indonesia. Meski sulit namun menurutnya  kita mesti membangun sumberdaya manusia kearah sana. 

Fahmi juga mengajak untuk mengembangkan sikap mental spiritual yang positif bahwa gempa ini bukan azab tapi ujian dari Allah untuk menilai siapa yang lebih baik amalnya.
 
“Yang kena musibah diuji kesabarannya. Yang tidak kena musibah diuji solidaritasnya.  Dan semuanya diuji agar ke depan makin bertakwa.  Yang azab itu hanyalah jika ahli maksiat tewas saat bencana tanpa sempat bertobat.  Adapun ahli taat, mereka mati syahid,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab