Tinta Media - Sobat. Jangan banyak berangan-angan kosong karena salah satu sebab gelapnya hati. Angan-angan kosong ialah mengharap sesuatu yang kemungkinannya jauh untuk dijangkau. Dalam hal ini baginda Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya yang paling aku takutkan dari kalian adalah dua hal, yaitu menuruti hawa nafsu dan mempertinggi khayalan. Menuruti hawa nafsu itu akan menjauhkan diri dari kebenaran, sedangkan angan-angan kosong mencerminkan cinta terhadap dunia.”
Sobat. Sahabat Nabi yang masuk Islam sejak dia masih anak-anak yakni Abdullah bin Mas’ud ra beliau berkata,” Empat perkara yang menyebabkan gelapnya hati :
1. Perut yang terlalu kenyang tanpa ukuran.
2. Bergaul dengan orang-orang zalim.
3. Melupakan dosa-dosa yang pernah dilakukan.
4. Angan-angan kosong.
Empat perkara yang menyebabkan terangnya hati adalah :
1. Perut lapar karena hati-hati.
2. Bergaul dengan orang-orang sholeh.
3. Mengingat dosa yang pernah dilakukan.
4. Tidak banyak berkhayal.
Sobat. Maksiat merupakan sikap lancang kepada Allah. Dalam kemaksiatan terkandung aneka keburukan. Dampak kemaksiatan berupa dampak lahiriah ada juga berupa dampak batiniah.
Dampak maksiat yang bersifat lahiriah :
1. Keruhnya anggota badan. Ini merupakan kiasan mengenai hilangnya cahaya wajah dan anggota badan akibat perbuatan maksiat. Ungkapan ini benar adanya. Sebab, anggota badan akan menjadi cemerlang oleh ketaatan dan sebaliknya, menjadi redup dan kotor oleh kemaksiatan. Muslim yang taat kepada Allah dapat membedakan mana wajah orang yang bertakwa dan mana wajah pendosa.
2. Kebekuan di mata. Mata orang yang bermaksiat seakan membeku karena tidak bisa menitikkan air mata yang mengucur karena takut kepada Allah dan perasaan bersalah. Mata seperti itu berbeda jauh dari mata yang disebutkan sabda Rasulullah SAW, “ Ada dua mata yang tidak akan disentuh oleh api neraka; mata yang menangis lantaran takut kepada Allah dan mata yang begadang karena berjaga-jaga di jalan Allah.”
3. Malas beribadah. Kemaksiatan akan membuat pelakunya malas beribadah kepada Allah dan menjalankan perintah-Nya. Suka menunda-nunda sholat, berzakat atau berhaji padahal ia tergolong orang yang mampu melakukannya.
4. Tidak menjaga kehormatan Allah. Orang yang bermaksiat tidak akan menjaga sholat, puasa, haji dan perintah Allah yang lainnya serta enggan mengagungkan Al-Qur’an. Tidak hanya itu ia berani melanggar larangan-larangan Allah. Ketika beramal, ia menampakkan sikap riya dan mengharapkan pujian manusia. Ia beramal tetapi mengabaikan ridha Allah SWT.
5. Semakin kuatnya desakan syahwat dan lenyapnya keindahan taat. Hamba yang kerap berbuat dosa tidak mampu menghargai ketaatan dan tidak merasakan kenikmatan taat. Andai saja ia mau menunaikan sholat dua rakaat di ujung malam dengan khusyuk dan jauh dari tarikan dunia, tentu dia akan merasakan nikmatnya taat dan kedekatan kepada Allah. Namun, ia berpaling dari itu semua memilih untuk memenuhi ajakan nafsu yang hina sehingga ia terhijab dari idahnya ketaatan.
Dampak maksiat yang bersifat batiniah :
1. Hati yang kesat dan keras. Hati yang paling kesat adalah yang dipenuhi perasaan cinta dunia, kedudukan, dan kesombongan. Hatinya dipenuhi kemaksiatan dan dosa. Dalam hatinya tak ada lagi kasih sayang dan rasa takut kepada Allah. SWT
أَفَمَن شَرَحَ ٱللَّهُ صَدۡرَهُۥ لِلۡإِسۡلَٰمِ فَهُوَ عَلَىٰ نُورٖ مِّن رَّبِّهِۦۚ فَوَيۡلٞ لِّلۡقَٰسِيَةِ قُلُوبُهُم مِّن ذِكۡرِ ٱللَّهِۚ أُوْلَٰٓئِكَ فِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٍ
“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” ( QS. Az-Zumar (39) : 22 )
2. Jiwa yang membangkang. Jiwa kita ini semestinya taat kepada Allah dan setia mematuhi perintah-Nya. Ketika menyimpang, pemiliknya harus berusaha mengembalikan kepada jalan yang benar. Inilah yang disebut berjuang mengendalikan jiwa yang memerintahkan kepada keburukan.
3. Dada yang sempit akibat syahwat dan hilangnya kenikmatan taat. Orang yang membiarkan pandangannya akan kehilangan mata hati. Orang yang membiarkan lisannya akan kehilangan nurani. Orang yang memilih makanan syubhat, jiwanya kan menjadi gelap, tidak bisa bangun malam, kehilangan nikmat munajat dan seterusnya. Ini hanya dapat diketahui oleh orang yang mau menghisab diri.
4. Hadirnya gambaran dunia yang menghalangi terbitnya kilau cahaya. Dunia adalah segala sesuatu yang membuatmu lalai dari Allah. Semua yang membuatmu lupa kepada Allah menjadi penghalang datangnya taufik dan ilham-Nya. Sebab hanya hamba yang berjuang mengendalikan nafsu dan yang taat kepada Allah saja yang akan mendapatkan taufik-Nya sehingga ia semakin taat dan takwa kepada-Nya.
وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُواْ فِينَا لَنَهۡدِيَنَّهُمۡ سُبُلَنَاۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” ( QS. Al-Ánkabut (29) : 69 )
Sobat. Ayat ini menerangkan janji yang mulia dari Allah kepada orang-orang mukmin yang berjihad di jalan-Nya dengan mengorbankan jiwa dan hartanya serta menanggung siksaan dan rintangan. Oleh karena itu, Allah akan memberi mereka petunjuk, membantu mereka membulatkan tekad, dan memberikan bantuan, sehingga mereka memperoleh kemenangan di dunia serta kebahagiaan dan kemuliaan di akhirat kelak.
Allah berfirman:
(Yaitu) orang-orang yang diusir dari kampung halamannya tanpa alasan yang benar, hanya karena mereka berkata, "Tuhan kami ialah Allah." Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentu telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Allah pasti akan menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sungguh, Allah Mahakuat, Mahaperkasa. (al-hajj/22: 40)
Makna jihad dalam ayat 69 ini ialah melakukan segala macam usaha untuk menegakkan agama Allah dan meninggikan kalimat-Nya, termasuk juga memerangi orang-orang kafir yang memerangi umat Islam. Menurut Abu Sulaiman ad-Darani, jihad di sini bukan berarti memerangi orang-orang kafir saja, melainkan juga berarti mempertahankan agama, dan memberantas kezaliman. Adapun yang utama ialah menganjurkan perbuatan makruf, melarang dari perbuatan yang mungkar, dan memerangi hawa nafsu dalam rangka menaati perintah Allah.
Mereka yang berjihad itu dijanjikan Allah jalan yang lapang. Janji ini pasti akan terlaksana, sebagaimana firman-Nya:
Dan sungguh, Kami telah mengutus sebelum engkau (Muhammad) beberapa orang rasul kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa keterangan-keterangan (yang cukup), lalu Kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa. Dan merupakan hak Kami untuk menolong orang-orang yang beriman. (ar-Rum/30: 47)
Dalam ayat ini diterangkan bahwa orang-orang yang berjihad di jalan Allah itu adalah orang-orang yang berbuat baik (muhsin). Hal ini berarti bahwa segala macam perbuatan, sesuai dengan yang digariskan Allah dalam berjihad itu, adalah perbuatan baik. Dinamakan demikian karena orang-orang yang berjihad itu selalu berjalan di jalan Allah. Orang-orang yang tidak mau berjihad adalah orang yang tidak baik, sebab ia telah membangkang terhadap perintah Allah untuk melakukan jihad. Orang itu adalah orang yang sesat, karena tidak mau meniti jalan lurus yang telah dibentangkan-Nya.
Dalam ayat ini dinyatakan bahwa Allah selalu beserta orang-orang yang berperang di jalan-Nya, memerangi hawa nafsu, mengusir semua bisikan setan dari hatinya, dan tidak pernah menyia-nyiakan ajaran agama-Nya. Pernyataan ini dapat menenteramkan hati orang yang beriman dalam menghadapi orang-orang kafir dan membangkitkan semangat mereka berjuang di jalan-Nya.
Ayat ini menerangkan bahwa orang-orang yang berjihad untuk mencari keridaan Allah, pasti akan ditunjukkan kepada mereka jalan-Nya. Dari ayat ini dipahami bahwa lapangan jihad yang luas bisa dilaksanakan dengan berbagai cara, berupa perkataan, tulisan, dan pada situasi tertentu dapat dilakukan dengan senjata. Karena luas dan banyaknya lapangan jihad berarti banyak sekali jalan-jalan yang dapat ditempuh seorang mukmin untuk sampai kepada keridaan Allah, asal semua jalan itu diniatkan untuk menegakkan kebenaran, keadilan, dan kebaikan.
5. Dominasi hawa nafsu. Mengikuti nafsu hanya akan mendatangkan kehinaan dan penyesalan. Sebaliknya menentang nafsu akan mendatangkan kemuliaan dan kebaikan.
6. Munculnya keraguan, lalai terhadap tempat kembali dan lupa menghisap diri. Kemaksiatan akan melahirkan keraguan dalam segala urusan. Maksiat dapat membuat seseorang ragu kepada Allah, ragu dalam urusan rezeki, ragu terhadap kebijaksanaan Allah kepada makhluk-Nya, ragu terhadap siksa kubur, ragu terhadap kengerian kiamat, hisab, hukuman, surga dan neraka. Semua itu muncul karena kurangnya yakin kepada Allah dan itu disebabkan oleh karat dosa dan maksiat yang melekati kalbu.
Sobat. Hamba yang gemar bermaksiat cenderung lupa bahwa ia akan menghadap Allah. Ia lalai dan mengabaikan berbagai kesulitan dan perhitungan di hari akhir. Padahal kesulitan dan perhitungan di akhirat sangat dahsyat. Sebagaimana digambarkan dalam firman-Nya :
يَوۡمَ تَرَوۡنَهَا تَذۡهَلُ كُلُّ مُرۡضِعَةٍ عَمَّآ أَرۡضَعَتۡ وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمۡلٍ حَمۡلَهَا وَتَرَى ٱلنَّاسَ سُكَٰرَىٰ وَمَا هُم بِسُكَٰرَىٰ وَلَٰكِنَّ عَذَابَ ٱللَّهِ شَدِيدٞ
“(Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat kerasnya.” ( QS. Al-Hajj (22) : 2 )
Sobat. Dalam ayat ini diterangkan betapa dahsyatnya peristiwa yang terjadi pada hari Kiamat itu dan betapa besar pengaruhnya kepada seseorang, di antaranya:
1. Pada hari itu ibu yang sedang menyusukan anaknya lalai dari anaknya. Padahal hubungan antara ibu dan anak adalah hubungan yang paling dekat dibandingkan dengan hubungan manusia dengan manusia yang lain. Demikian pula hubungan kasih sayang ibu dengan anaknya adalah hubungan kasih sayang yang tidak akan putus-putusnya. Di antara perwujudan hubungan kasih sayang ibu dengan anaknya itu ialah ibu menyusukan tanpa pamrih anaknya yang masih kecil dan air susu ibu itu merupakan makanan pokok bagi si bayi. Tanpa adanya makanan itu si bayi bisa mati kelaparan dan hal ini benar-benar disadari akibatnya oleh setiap ibu. Karena itu ibu berkewajiban menyusukan anaknya yang merupakan jantung hatinya itu, setiap saat yang diperlukan. Pada hari Kiamat yang demikian mengerikan dan dahsyatnya peristiwa yang terjadi, seakan hubungan yang demikian itu terputus. Di dalam diri si ibu waktu itu timbul rasa takut dan ngeri melihat suasana yang kacau balau itu, sehingga si ibu lupa menyusukan anaknya, dan lupa segala-galanya termasuk anaknya yang sedang menyusu.
2. Pada hari Kiamat itu gugurlah semua kandungan perempuan yang hamil. Biasanya keguguran kandungan perempuan yang hamil terjadi, jika terjadi peristiwa yang sangat mengejutkan dan menakutkan hati atau karena terjatuh atau mengalami guncangan yang keras, seperti guncangan kendaraan dan sebagainya. Pada hari Kiamat itu terjadi gempa bumi dan guncangan yang hebat yang menghancurkan manusia yang hidup, termasuk di dalamnya perempuan-perempuan yang hamil beserta anak yang sedang dikandungnya.
Al-Hasan berkata, yang dimaksud dengan "lalailah semua perempuan yang menyusukan anak dari anak yang disusukannya", ialah kelalaian yang bukan disebabkan karena menyapih anak itu, dan yang dimaksud dengan "gugurlah semua kandungan perempuan yang hamil" ialah anak yang dikandung itu lahir sebelum sempurna waktunya.
3. Pada hari itu manusia kelihatan seperti orang yang sedang mabuk, padahal ia bukan sedang mabuk. Hal ini menunjukkan kebingungan mereka tidak tahu apa yang harus mereka kerjakan, semua dalam keadaan takut, dalam keadaan mencari-cari tempat berlindung, dan berusaha menghindarkan diri dari malapetaka yang sedang menimpa itu.
Keadaan dan peristiwa yang diterangkan di atas adalah untuk melukiskan dan menggambarkan kepada manusia, betapa dahsyatnya malapetaka yang terjadi pada hari Kiamat itu, sehingga gambaran itu dapat menjadi pelajaran dan peringatan bagi mereka, kendati pun kejadian yang sebenarnya lebih dahsyat lagi dari yang digambarkan itu. Sedang kejadian yang sebenarnya yang terjadi pada hari Kiamat itu tidak dapat digambarkan kedahsyatannya, karena tidak ada suatu kejadian yang terjadi sebelumnya yang dapat dijadikan sebagai perbandingan.
Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur