Tinta Media: Gaya Hidup
Tampilkan postingan dengan label Gaya Hidup. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Gaya Hidup. Tampilkan semua postingan

Jumat, 10 Maret 2023

Bila Hidup Mewah Menjadi Gaya Hidup Penguasa

Tinta Media - Rakyat tak henti-hentinya dizalimi oleh penguasa. Gaya mewah penguasa dan keluarganya sudah sering disaksikan oleh masyarakat, apalagi di jaman sosial media yang bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Ajakan berbaju sederhana oleh presiden tidaklah sesederhana menyederhanakan gaya hidup pejabat dan keluarganya. Mulai dari tas istri hingga kendaraannya, semua tahu, harganya sangatlah mahal.

Berbanding terbalik dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Setelah dihantam pandemi, krisis ekonomi sudah dirasakan. PHK ribuan buruh terjadi di berbagai kota. Angka kemiskinan dipastikan semakin meningkat. Sementara, para pejabat direktorat pajak bergelimang harta hasil pajak, rakyat mati-matian mengumpulkan harta untuk membayar pajak, di samping kebutuhan hidup lainnya yang semakin menyesakkan dada.

 Gaya Hidup Mewah Khas Kapitalis

Gaya hidup penguasa yang mewah dan mengarah kepada hedonisme adalah buah kehidupan sistem kapitalis. Orientasi hidup para hedonis adalah untuk kenikmatan dan kesenangan tanpa batas. Maka, materi adalah alat mereka untuk memenuhi semua itu. Tentu saja halal dan haram sudah disingkirkan jauh oleh para hedonis.

Gaya hidup hedonisme pasti beriringan dengan sikap individualisme, sikap bahwa semua hal hanya tentang dirinya, tak perlu memperhatikan apa yang terjadi dengan orang lain. Bisa dibayangkan bila hal ini terjadi pada para penguasa yang seharusnya mengurusi rakyat. Padahal, ada 270 juta lebih rakyat Indonesia yang harus diperhatikan kebutuhannya oleh pemerintah. Apalagi, ada 27 juta lebih penduduk miskin di Indonesia, dengan pendapatan Rp17.851/hari. Padahal di kehidupan nyata, tak terhitung jumlah penduduk Indonesia yang bahkan tidak memiliki sumber penghasilan.

Berbeda dengan Islam yang sangat memperhatikan dan mengatur agar semua manusia bisa menikmati kehidupan dengan baik, halal, dan menentramkan. Islam mengatur agar harta tidak hanya berkumpul di tangan orang-orang kaya, tetapi juga bisa dinikmati oleh semua orang. Ada kewajiban berzakat bagi yang telah sampai nishab dan haul hartanya. Zakat dibagikan kepada para mustahiq (golongan yang berhak menerima zakat). Sedekah sebagai bukti kepedulian seorang muslim juga menjadi amalan utama orang-orang dengan kategori berkecukupan.

Bila ada anggota masyarakat yang kekurangan, yang paling bertanggung jawab adalah penguasanya, setelah keluarga, kerabat dan tetangganya tidak mampu membantu. Mekanisme penanganannya juga tidak menunggu video si Miskin menjadi viral, tetapi cukup dengan perhatian semua aparat dari tingkat pusat hingga daerah atas kondisi rakyatnya.

Tidak perlu prosedur khusus untuk melayani rakyat. Ini seperti apa yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab ra. dengan memberikan langsung sekarung gandum kepada seorang ibu dan anak-anaknya yang kelaparan. 

Para penguasa, pejabat, juga pegawai negara dijauhkan dari sifat tamak mengumpulkan harta dari jalan yang haram. Kisah seorang sahabat bernama Hakim bin Hizam ra. , yang juga keponakan Ummul Mukminin Khadijah ra. , tidak mau mengambil gajinya sepeser pun dari baitul maal. Beliau adalah seorang yang ditakdirkan oleh Allah Swt. sebagai orang kaya. Kegemarannya bukan flexing, pamer kekayaan, tetapi bersedekah.

Semua yang mereka lakukan didorong karena ketakwaan mereka kepada Allah Swt., meneladani apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Sistem hidup yang dianut adalah Islam kaffah, dengan tegaknya sistem politik Khilafah.

Perubahan Menghentikan Hedonisme

Hedonisme bisa dihentikan bila sistem hidup kapitalisme dilepaskan oleh bangsa ini. Sikap berbangga akan materi yang dimiliki dan bersikap individualisme jelas bukan gaya hidup seorang muslim. Dalam Al-Qur'an, di banyak ayat digambarkan perilaku bermewah-mewahan adalah perilaku musuh-musuh Allah. Nauzubillahi min zaalika.

Perubahan ini tidak berhenti pada taubatan nasuha personal, tetapi harus taubatan nasuha atas sistem hidup yang jauh dari tuntunan Allah dan Rasulullah saw. Kita tidak cukup menolak membayar pajak untuk menghentikan hidup mewah para pejabat pajak, tetapi juga harus menolak sistem hidup kapitalisme yang menjadikan negara hanya bergantung kepada pajak, sementara sumber daya alam yang melimpah diserahkan kepada asing dan swasta dan kita hanya dapat remahannya.

Menjadi pilihan bagi kita, hidup sejahtera dengan rida Allah atau hidup menderita dengan dengan ancaman murka Allah Swt. Wallahu a'lam bisshawab

Oleh: Khamsiyatil Fajriyah
Pengajar Ponpes Nibrosul Ulum Sidoarjo
Follow IG@tintamedia.web.id

Opini Tokoh

Parenting

Tsaqofah

Hukum

Motivasi

Opini Anda

Tanya Jawab